Anda di halaman 1dari 16

KONSELING KRISIS DAN KONSELING PASCA BENCANA (DISASTER

COUNSELING)

“Makalah untuk memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Konseling
Traumatik”

Dosen Pembimbing:
Ifdil, S.HI., S.Pd., M.Pd., Ph.D., Kons.

OLEH: KELOMPOK 2

1. Dzikra Atikah (18006254)


2. Karin Syofira (18006068)
3. Mutiara Aqilla Tasya (18006290)
4. Sri Agustina Putri (18006138)
5. Ulfa Husna (18006144)
6. Arzanah Putri (18006087)

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Konseling Krisis dan Konseling Pasca Bencana (Disaster Counseling)” Untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Konseling Traumatik.
Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak
Ifdil, S.HI., S.Pd., M.Pd., Ph.D., Kons.. Sebagai Dosen Pembina mata kuliah
Konseling Traumatik dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh


karena itu, penulis membutuhkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Padang, 04 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN...........................................................................1

A. Latar Belakang...........................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................2
BAB II : KONSELING KRISIS DAN PASCA BENCANA.....................3

A. Pengertian Konseling Krisis dan Konseling Pasca Bencana.....3


B. Dampak Psikologis Bencana....................................................4
C. Arah Peranan Konselor Untuk Psychological First Aid Pasca
Bencana.....................................................................................4
D. Mengidentifikasi Kondisi Gangguan Krisis dan Disaster
Konseling (Pemanfaatan Berbagai Instrument)
...................................................................................................
5
E. Tahapan Pelayanan Konseling Pasca Bencana
...................................................................................................
6
BAB III : PENUTUP....................................................................................7

A. Kesimpulan................................................................................7
B. Saran...........................................................................................7
KEPUSTAKAAN.........................................................................................8

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara yang terletak pada posisi rawan
bencana. Dimana terdapat banyak Gunung berapi, kemudian rentan terjadi
brbagai macam bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor,
banjir bandang dan sebagainya.
Rata-rata daerah di Indonesia sering terjadi bencana. Tidak dapat
dipungkiri bahwa setiap tahun ada bencana, baik berskala kecil maupun
besar. Seperti adanya banjir yang sudah menjadi langganan setiap tahun
pada suatu daerah. Hal tersebut menjadikan aktivitas di daerah tersebut
mennjadi terhalang. Kemudian kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
Masyarakat menjadi lumpuh.
Pada Masyarakat daerah yang terdampak bencana tentunya
mengalami berbagai kendala baik pada bidang fisik aupun psikis. Banyak
Individu yang tidak menerima kejadian-kejadian yang tejadi dalam hal ini
banyak perubahan ketika bencana terjadi.
Dengan perubahan-perubahan tersebut mengakibatkan Individu
atau korban bencana alam manjadi trauma terhadap berbagai kejadian-
kejadian yang terjadi. Terjadi guncangan terhadap psikis korban bencana
alam tersebut. kemudian melihat orang-orang yang dicintainya meninggal
dunia, hilang, sakit berat akibat bencana, menjadikan dirinya tidak
menerima hal-hal tersebut yang berasal dari bencana yang menimpa suatu
daerah.
Oleh karena itu, dengan bermacam-macam keadaan Psikis yang
terjadi pada diri Individu yang diakibatkan oleh bencana alam, Konseing
Trauma sangat dibutuhkan dalam menangani permasalahan-permasalahan
Psikologis yang terjadi pada korban bencana. Makalah ini akan membahas
bagaimana Konseling Krisis dan Konseling Pasca Bencana dalam
mengatasi permasalahan psikologis korban bencana.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis dapat merumuskan
batasan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Konseling Krisis dan Konseling Pasca
Bencana?
2. Bagaimana Dampak Psikologis Bencana?
3. Bagaimana Arah Peranan Konselor Untuk Psychological First Aid
Pasca Bencana?
4. Bagaimana cara Mengidentifikasi Kondisi Gangguan Krisis dan
Disaster Konseling?
5. Bagaimana Tahapan Pelayanan Konseling Pasca Bencana?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Memahami maksud dari Konseling Krisis dan Konseling Pasca
Bencana.
2. Untuk Mengetahui dan memahami dampak psikologis bencana.
3. Untuk memahami arah peranan Konselor untu Psychological First Aid
Pasca Bencana.
4. Untuk memahami cara mengidentifikasi kondisi gangguan krisis dan
Disaster Konseling.
5. Untuk memahami tahapan pelayanan Konseling Pasca Bencana.

2
BAB II
KONSELING KRISIS DAN PASCA BENCANA

A. Pengertian Konseling Krisis dan Konseling Pasca Bencana


1. Pengertian Konseling Krisis
Gladding (dalam Amriana, 2014:123) menjelaskan bahwa
konseling krisis adalah penggunaan beragam pendekatan langsung dan
berorientasi pada tindakan, untuk membantu individu menemukan
sumber daya di dalam dirinya dan atau menghadapi krisis secara
eksternal. Konseling krisis adalah suatu keadaan disorganisasi dimana
klien menghadapi frustasi dalam upaya mencapai tujuan penting
hidupnya atau mengalami gangguan dalam perjalanan hidup dan hal
itu ditanggapi dengan stress (Mappiare, dalam Eka sari Setianingsih &
Ellya Rakhmawati, 2015). Wright (dalam Eka sari Setianingsih &
Ellya Rakhmawati, 2015) menyatakan suatu krisis dapat disebabkan
oleh satu atau beberapa faktor. Krisis juga merupakan masalah yang
terlalu besar, missal: kematian pada seseorang.
Sedangkan menurut Sugiyanto (2010:5) konseling krisis
merupakan upaya pemberian bantuan dari konselor kepada konseli
yang sedang mengalami tekanan yang berpengaruh negatif terhadap
kemampuan konseli untuk berpikir, merencanakan dan mengatasi
masalah secara efektif. Konseling krisis bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan individu yang mengalami krisis
sehingga memiliki pemahaman positif terhadap masalah dan memiliki
kemampuan mengatasinya. Konseling krisis berbeda dari konseling
sekolah biasa dan memiliki tujuan tertentu yaitu adanya penekanan
khusus pada strategi yang diperlukan dalam konseling krisis. Hal ini
berguna untuk membantu seseorang yang berada dalam situasi krisis.
Seorang guru BK/konselor akan menyesuaikan teknik yang digunakan

3
dalam konseling krisis atau konseling biasa tergantung pada jenis
krisis, usia konseli dan spesifikasi dari jenis krisis.
Belkin (dalam Eka sari Setianingsih & Ellya Rakhmawati, 2015)
jenis-jenis masalah yang mengandung krisis antara lain:
a. Kehilangan orang yang dicintai
b. Kecanduan yang mendatangkan krisis
c. Ketidakmampuan mengatasi situasi hidup
d. Krisis keluarga
e. Ketegangan pribadi dengan orang yang dicintai atau sahabat karib
f. Masalah percobaan bunuh diri
g. Kehamilan yang tidak dikehendaki
h. Kehilangan pekerjaan
i. Perceraian
j. Dan sebagainya.
2. Pengertian Konseling Pasca Bencana
Disaster (bencana) adalah peristiwa alami atau buatan yang terjadi serta
dapat menyebabkan kematian, cedera, dan kerusakan infrastruktur serta
terjadinya trauma dan gangguan psikologis lainnya. Sedangkan konseling
adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih dan
berpengalaman, terhadap individu-individu yang membutuhkanya agar
individu tersebut berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi
masalahnya dan mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang selalu
berubah (Wilis, 2004) (Amti, 2004).
Berdasarkan hal diatas, maka dapat dijelaskan bahwa disaster counseling
(konseling pasca bencana) adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh
konselor untuk membantu korban bencana alam dan membantu
menghilangkan trauma psikologis yang dihadapi oleh korban bencana alam
agar mereka mampu menyesuaikana kembali kehidupannya seperti sedia kala
(Safitri, 2018). Konseling Pasca Bencana ini merupakan proses pemulihan
Psikologis Individu korban bencana alam setelah terjadinya bencana di suatu
daerah.

4
B. Dampak Psikologis Bencana
Dampak psikologis pasca bencana merupakan hal yang paling penting
untuk ditangani setelah aspek fisik pasca bencana alam. Dampak psikologis pasca
bencana dapat dilihat dari berbagai hal yang terjadi setelah individu tersebut
mengalami bencana alam tersebut. Dampak psikologis yang terlihat ialah,
biasanya individu akan mengalami gangguan trauma atau stress yang biasanya
disebut PTSD (post traumatic stress disorder)(Safitri, 2018).
Dampak psikologis yang terjadi seperti stress dengan bencana sehingga
menghilangkan anggota keluarga dan mengubah kehidupan Individu terebut.
Anggapan seperti itu yang mengakibatkan dampak yang tidak baik terhadap diri
Individu.
Selain itu individu yang mengalami bencana alam akan mengalami
masalah psikologis yang amat berat contohnya mereka kehilangan sanak saudara
dan harus memulai kembali hidupnya dari awal, selain itu tekanan-tekanan juga
akan muncul akibat dari bencana alam tersebut (Nirwana, 2012).
Ada dua kondisi psikologis yang sangat berat yang dialami oleh para
korban pasca bencana:

1. Para korban bencana menanggung beban psikologis yang tidak ringan


karena mereka harus hidup dengan trauma kehilangan sanak keluarga
dan orang-orang yang dicintainya. Kehilangan orang yang sangat
berarti dalam hidupnya bisa dirasakan sebagai pukulan psikologis yang
berat. Tidak semua orang sanggup mengatasi penderitaan dipisahkan
secara paksa dari orang-orang yang dicintai. Disisi lain mereka juga
kehilangan pekerjaan dan akses usaha serta modal untuk melanjutkan
hidup.
2. Dalam kondisi yang serba sulit itu mereka harus mampu segera
bangkit dan melakukan penguatan diri sendiri, mengambil hikmah dari
seluruth musibah itu untuk modal dasar memulai kehidupan baru dari
titik nol, bahkan bisa jadi mereka harus memulai dari kondisi minus.
Membangun kehidupan yang bermakna, butuh ketegaran jiwa dan

5
keyakinan kuat atas kebesaran Allah dibarengi dengan usaha yang
tidak kenal lelah.

C. Arah Peranan Konselor untuk Psychological First Aid Pasca Bencana


Menurut Eka Sari Setianingsih & Ellya Rakhmawati (2015)
berdasarkan sifat situasi krisis, konselor perlu menerima situasi dan
menciptakan keseimbangan ribadi dan penguasaan diri. Tipe sifat dasar ini
dapat meredakan kecemasan klien, serta menunjukkan tanggung jawab
konselor kepada klien. Aktivitas lain konselor dalam mengatasi situasi
krisis adalah ke klinik atau lembaga yang layak.
Peranan konselor untuk psychological first aid dapat dilakukan dengan
tindakan preventif maupun kuratif. Untuk tindakan preventif yang dilakukan oleh
konselor baik dengan media maupun informasi. Untuk informasi konselor dapat
memberikan informasi terkait dengan penanggulangan bencana alam, dengan
memberikan informasi sadar bencana alam, cara menyelamatkan diri ketika
benacana alam terjadi, tanggap bencana alam dan lain sebagainya. Sedangkan
dengan media dapat dilakukan dengan pelatihan-pelatihan terkait dengan
penanggulangan bencana alam (Jufri, Bakhtiar, & Aras, 2016).
Selain itu penanganan secara kuratif yang dilakukan oleh konselor ialah
dengan memabntu menangani masalah-masalah psikologis yang dihadapi oleh
korban bencana alam tersebut, sehingga korban bencana alam dapat menjalani
kehidupannya kembali (Septikasari, Fauziah, & Handaka, 2018).
Peranan konselor dalam penanganan pasca bencana sangat diperlukan
guna membantu para korban bencana alam agar dapat kembali menjalani
kehidupan dengan baik dan mengurangi segala trauma dan juga dampak
psikologis lainnya yang mereka hadapi (Ifdil & Ghani, 2014)

D. Mengidentifikasi Kondisi Gangguan Krisis dan Disaster Konseling


(Pemanfaatan Berbagai Instrument)
1. Mengidentifikasi Gangguan Krisis
Kondisi gangguan krisis dan pasca bencana dapat diidentifikasi
dengan munculnya keadaan stress ataupun trauma yang dihadapi oleh

6
individu pasca hal tersebut terjadi. Trauma dari gangguan krisis dan
juga pasca benacana alam cukup berpengaruh kepada keadaaan
individu itu nantinya.
Berdasarkan hal tersebut ada sebuah instrumen yang dapat
digunakan untuk membantu mengidentifikasi gangguan krisis yaitu
instrument Taylor’s Manifest Anxiety Scale (TMAS) yang dibuat oleh
Janet Taylor pada tahun 1953. Instrumen Tersebut digunakan untuk
mengungkap gejala kecemasan. Instrumen TMAS berisi 50 butir
pernyataan, dimana responden menjawab keadaan “ya” atau “tidak”
sesuai dengan keadaan dirinya. Kuesioner TMAS menggunakan skala
Guttman, yang terdiri dari 12 pernyataan unfavourable (-) dan 38
pernyataan favourable (+). Setiap jawaban dari pernyataan favourable
bernilai 1 untuk jawaban “ya” dan “0” untuk jawaban “tidak”.
Sedangkan pada pernyataan unfavourable bernilai 1 untuk jawaban
“tidak” dan bernilai 0 untuk jawaban “ya”(Amriana, 2015).
2. Mengidentifikasi Gangguan pasca bencana
Dalam mengidentifikasi gangguan pasca bencana, ada banyak hal
yang dapat terlihat salah satunya adalah PTSD (post traumatic stress
disorder). PTSD dapat dilihat dari berbagai tindakan yang dilakukan
oleh individu itu sendiri seperti, panik tiba-tiba, trauma, depresi dan
lain sebagainya. Berdasarkan hal tersebut keadaan PTSD pasca
bencana alam dapat ditangani dengan menggunakan Play Therapy.
Play Therapy merupakan terapi yang digunakan dengan cara bermain
(biasanya untuk anak-anak) untuk mengurangi trauma yang
dihadapinya pasca bencana alam yang terjadi (Nawangsih, 2014).

E. Tahapan Pelayanan Konseling Pasca Bencana


Proses dan tahapan dalam konseling traumatic menurut (Nirwana,
2012)(Rusmana, 2008) ada yaitu:
1. Tahap awal konseling

7
Konselor harus berfokus pada usaha membentuk relasi dengan
klien, ini mencakup usaha melibatkan klien pada suatu kerjasama
untuk memulai proses konseling sehingga sasaran-sasaran dapat
tercapai.
2. Tahap kerja konseling
a. Penjelajahan
Dalam konseling traumatic konselor perlu menggali semua hal
yang dikemukakan oleh klien
b. Penafsiran
Konselor menafsirkan bagaimana penyebab terjadinya trauma pada
klien.
c. Pembinaan
Dalam konseling trauma ini hal-hal yang perlu dilakukan oleh
konselor adalah mengembangkan resistensi untuk memahami diri
klien.
3. Tahap pengakhiran konseling
Dalam tahap pengakhiran konseling ini konselor perlu melakukan
penilaian terhadap proses konseling yang telah dilaksanakan. Konselor
perlu melihat apakah klien sudah memahami apa yang diberikan
selama proses konseling, bagaimana perasaan klien setelah konseling
serta hal-hal apa saja dilakukan oleh klien setelah adanya proses
konseling.
Tahapan konseling pasca bencana dapat dilakukan dengan membangun
kedekatan dengan klien yang mengalami trauma, dengan melakukan
pendekatan dan membangun kedekatan pelayanan konseling akan sangat
mudah dilakukan. Dengan melakukan pendekatan tersebut selanjutnya
dapat dilakukan berbagai teknik untuk melaksanakan kegiatan atau
pelayanan konseling tersebut seperti melakukan desensitisasi maupun
terapi-terapi lainnya (Nirwana, 2012).
Selain itu dapat digunakan dengan membangun raport untuk
menciptakan rasa aman bagi korban bencana alam tersebut, selanjutnya

8
mencari tau sebesar apa trauma yang dihadapioleh klien tersebut dan
selanjutnya memabntu mengantaskan trauma klien berdasarkan
pendekatan-pendekatan maupun teknik-teknik yang dapat digunakan untuk
membantu pelayanan konseling pasca bencana (Rosada, 2017).
Membangun raport disini adalah menciptakan suasana yang hangat
dengan korban bencana, sehingga korban bencana dapat merasakan
kembali perhatian dan lupa terhadap tragedi yang terjadi dan tidak
menganggu psikisnya, kemudian terbangun rasa nyaman terhadap
Pelayanan Konseling yang diberikan oleh Konselor, dan secara sukarela
dan terbuka untuk menjalani berbagai macam treatmen yang diberikan
atau therapy yang diberikan oleh Konselor kepada Korban bencana alam.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Krisis merupakan persepsi atau pengalaman terhadap sesuatu peristiwa
atau situasi sebagai kesulitan yang tidak dapat ditolerir yang melebihi sumber
daya dan kemampuan individu untuk mengatasinya saat itu. Masalah tersebut
ditangani oleh Konselor dalam melakukan pelayanan Konseling.
Kemudian Konseling Pasca Bencana merupakan Pelayanan
Konseling yang diberikan oleh seorang Konselor kepada Korban bencana
setelah terjadinya bencana. Sehingga memulihkan kembali keadaan
psikologis korban bencana alam disuatu daerah.
Dampak psikologis akibat bencana alam tersebut bermacam-
macam pada diri masing-masing Individu, sehingga memerlukan
penanganan yang cepat dari Konseor dalam rangka pemulihan psikologis
Individu koran bencana alam.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini semoga bisa menjadikan pembelajaran
bagi kita untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Konseling
Krisis dan Konseling Pasca Bencana, sehingga nantinya sebagai calon
Konselor dapat merapkan ilmu tersebut dilapangan ketika terjadi keadaan

10
darurat bencana alam dan banyak Individu yang membuthkan pelayanan
Konseling untuk memulihkan keadaan psikologis yang kurang baik.

KEPUSTAKAAN

Amriana. 2015. Konseling Krisis Dengan Pendekatan Konseling Realitas Untuk


Menurunkan Kecemasan Anak Korban Kekerasan Seksual ( Penelitian Single
Subject di Pusat Pelayanan Terpadu ( PPT ) Provinsi Jawa Timur ). Jurnal
Bimbingan Dan Konseling Islam, 05(01), 1–25.

Amti, E. & P. 2004. Dasar- Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaplin, C.P. 1993. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Eka Sari Setianingsih & Ellya Rakhmawati. 2015. Konseling Krisis untuk
Membantu Individu Pasca Trauma Korban Bencana Kabut Asap. Jurnal.
Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Ifdil, & Ghani, F. A. 2014. Peranan Kauselor dalam Perkhidmatan Kaunseling Pasca
Bencana di Indonesia, Jurnal Konseling dan Pendidikan, 2(2010), 49–53.

Jufri, M., Bakhtiar, M. I., & Aras, M. 2016. Post Traumatic Stress Disorder Handling
Through The Trauma Healing For Scout Care.Jurnal Psikologi Pendidikan Dan
Konseling, 2(2), 123–128.

Nawangsih, E. 2014. Play Therapy Untuk anak-anak Korban Bencana Alam Yang
Mengalami Trauma ( Post Traumatic Stress Disorder / PTSD ). Jurnal Ilmiah
Psikologi, 1(1), 164–178.

Nirwana, H. 2012. Konseling trauma pasca bencana. Ta’dib, 15(2), 123–128.

Rahayu, S. M. 2017. Konseling Krisis : Sebuah Pendekatan Dalam Mereduksi Masalah


Traumatik Pada Anak Dan Remaja. Jurnal Pendidikan, 2(April 2016), 53–56.

Rosada, U. D. 2017. Layanan Konseling Traumatik Bagi Korban Bencana Banjir Di


Jakarta. Prosiding Seminar Bimbingan Dan Konseling, 1(1), 381–389.

11
Safitri, N. 2018. Crisis and Disaster Counseling : Peran Konselor terhadap Korban yang
Selamat dari Bencana Alam. Educational Guidance and Counseling Development
Jounal, 1(2), 66–76.

Septikasari, Z., Fauziah, M., & Handaka, I. B. 2018. Peran Layanan Bimbingan Dan
Konseling Dalam Penanggulangan Bencana The Role Of Guidance And Counseling
Services In Disaster. The 8th University Research Colloquium 2018 Universitas
Muhammadiyah Purwokerto, 229–233.

Sugiyanto. 2010. Peran Guru BK dalam Penanganan Krisis. Yogyakarta: Jurusan


Psikologi Pendidikan dan Bimbingan FIP UNY.
Wilis, S. . 2004. Konseling Individual: Teori dan praktek. Bandung: Alfabeta.

12

Anda mungkin juga menyukai