Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH KONSELING TRAUMATIK

“ KONSEP DASAR TRAUMA “

Oleh :

Kelompok 7

1. Johan Sutrisno 201901500593


2. Nabillah Balqis Suryadi 201901500611
3. Wuryaningrum 201901500597

Dosen pembimbing :

Miskanik, S.Pd, M.Pd.I

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI JAKARTA

2022 / 2023
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak

akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga

terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita

nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu

berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu untuk menyelesaikan

pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah konseling traumatik dengan judul “

Konsep Dasar Trauma” ”.

Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak

terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta

saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah

yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami

mohon maaf yang sebesar-besarnya.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua

pihak yang telah membimbing dalam menyusun makalah ini. Demikian, semoga makalah ini

dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jakarta, September 2022

Kelompok 7

I
DAFTAR ISI

Kata pengantar..................................................................................................................i

Daftar Isi.............................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

C. Tujuan.............................................................................................................................2

BAB II Pembahasan

A. Pengertian Konseling Traumatik....................................................................................3

B. Gejala-gejala Trauma......................................................................................................4

C. Jenis-jenis Trauma..........................................................................................................6

D. Penyebab Terjadinya Trauma.........................................................................................7

E. Akibat Terjadinya Trauma..............................................................................................11

F. Konseling Penangan Trauma..........................................................................................12

BAB III Penutup

A. Kesimpulan.....................................................................................................................14

Daftar Pustaka....................................................................................................................15

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daerah dan negara kita sering sekali dilanda bencana baik itu bencana alam yang

disebabkan oleh kerusakan yang dilakukan oleh manusia, maupun oleh alam itu sendiri,

orang-orang yang berada dan mengalami musibah tersebut tentu sedikit banyak

mengalami trauma dengan bencana yang baru saja dialaminya. Oleh karena itu konseling

traumatik membantu para klien yang mengalami trauma tersebut.

Seperti kita ketahui bahwa konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang

bersifat membantu, makna bantuan itu sendiri, yaitu sebagai upaya untuk membantu

orang lain agar mampu tumbuh kearah yang dipilihnya sendiri, mampu menyelesaikan

masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam

kehidupannya. Tugas konselor adalah menciptakan kondisi-kondisi fasilitatif yang

diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien. Sementara itu, tujuan konseling

mengadakan perubahan perilaku pada klien sehingga memungkinkan hidupnya lebih

produktif dan memuaskan.

Sedangkan kita ketahuai bahwa konseling traumatik adalah upaya klien dapat

memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk

mengatasinya sebaik mungkin.

Konseling traumatik sangat berbeda dengan konseling biasa dilakukan oleh

konselor, perbedaan ini terletak pada waktu,fokus, aktifitas, dan tujuan. Dilihat dari segi

waktu konseling traumatik sangat butuh waktu yang panjang dari pada konseling biasa,

kemudian dari segi fokus, konseling traumatik lebih memerhatikan pada satu masalah,

yaitu trauma yang dirasakan sekarang. Adapun konseling biasa, pada umumnya suka

1
menghubungkan satu masalah klien dengan masalah lainnya, seperti latar belakang klien,

proses ketidak-sadaran klien, masalah komunikasi klien, transferensi dan conter

transferensi antara klien dan konselor, kritis identitas dan seksualitas klien, keterhimpitan

pribadi klien dan konflik nilai yang terjadi pada klien.

Dilihat dari segi aktifitas, konseling traumatik lebih banyak melibatkan banyaknya

orang dalam membantu klien dan yang paling banyak aktif adalah konselor, konselor

berusaha mengarahkan, mensugesti, memberi saran, mencari dukungan dari keluarga dan

teman klien, menghubungi orang yang lebih ahli untuk referal, menghubungkan klien

dengan ahli lain untuk referal, melibatkan orang atau agen lain yang kompeten secara

legal untuk membantu klien, dan mengusulkan berbagai perubahan lingkungan untuk

kesembuhan klien.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian konseling traumatic ?

2. Apa sajakah gejala dari trauma ?

3. Apa saja jenis-jenis trauma ?

4. Apa saja penyebab terjadinya trauma ?

5. Apa akibat dari terjadinya trauma?

6. Bagaimana konseling penangan trauma?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengertian dari konseling

2. Mengetahui gejala dari trauma

3. Mengetahui jenis-jenis trauma

4. Mengetahui penyebab terjadinya trauma

5. Mengetahui akibat dari terjadinya trauma

6. Mengetahui cara penanganan trauma

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kosnseling Traumatik

Trauma berasal dari kata Yunani yaitu “tramatos” yang berarti luka dari sumber

luar. Tetapi kata trauma bisa juga luka sumber dalaman yaitu luka emosi, rohani, dan

fisik yang disebabkan oleh keadaan yang mengancam diri kita. Gejala akibat trauma

sangat beragam dan membingungkan. Trauma meninmbulkan kepedihan dan penderitaan

yang bisa berkepanjangan.

Sutirna (2013: 29) mengatakan konseling traumatic adalah upaya konselor

untuk membantu klien yang mengalami trauma melalui proses hubungan pribadi

sehingga klien dapat memahami diri sehubungan dengan masalah trauma yang

dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaiknya mungkin.

Kata trauma digunakan untuk menggambarkan kejadia atau situasi yang dialami

oleh korban. Kejadian atau pengalaman traumatic akan dihayati secara berbeda – beda

antara individu yang satu dengan lainnya, sehingga setiap orang aka memiliki reaksi yag

berbeda pula pada saat menghadapi kejadia yang traumatic. Pengalamn traumatic adalah

suatu kejadia yang dialami atau disaksikan oleh individu, yang mengancam keselamatan

dirinya. Oleh sebab itu, merupakan suatu hal yang wajar ketika seseorang

mengalami shock baik secara fisik maupun emosional sebagai suatu reaksi stress atas

kejadian traumatic tersebut.

Kadangkala efek aftershock ini baru terjadi setelah beberapa jam, hari, atau

bahkan berminggu – minggu. Respon individual yang terjadi umumnya adalah perasaan

takut, tidak berdaya, atau merasa ngeri. Gejala dan simtom yang muncul tergantung pada

3
seberapa parah kejadian tersebut. Demikian pula cara individu menghadapi krisis

tersebut akan tergantung pula pada pengalaman dan sejarah masa lalu mereka.

Stress traumatic merupakan suatu reaksi yang alamiah terhadap peristiwa yang

mengandung kekerasan (seperti kekerasan kelompok, pemerkosaan, kecelakaan, dan

bencana alam) atau kondisi dalam kehidupan yang mengerikan (seperti kemiskinan,

deprivasi, dll). Kondisi tersebut disebut juga dengan stress pasca traumatic (atau Post

Traumatis Stress Disorder/ PTSD).

Jadi, konseling traumatic adalah kebutuhan mendesak untuk membantu

mengatasi beban psikologis yag diderita akibat bencana maupun hal yang lainnya.

Guncangan psikologis yang dahsyat akibat kehilangan orang – orang yang dicintai,

kehilangan sanak keluarga, dan kehilangan pekerjaan, bisa mempengaruhi kestabilan

emosi para korban. Mereka yang tidak kuat mentalnya dan tidak tabah menghadapi

petaka bisa mengalami guncangan jiwa yang dahsyat dan berujung pada stress berat yang

sewaktu – waktu bisa menjadi mereka lupa ingatan atau gila.

Konseling traumatic adalah upaya klien dapat memahami diri sehubungan

dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik

mungkin. Oleh sebab itu, konseling traumatic dapat membantu menata kestabilan

emosinya sehingga mereka bisa menerima kenyataan hidup sebagaimana adanya

meskipun dalam kondisi yang sulit. Konseling traumatic juga sangat bermanfaat untuk

membantu penderita trauma untuk lebih mampu mengelola emosinya secara benar dan

berpikir realistic.

B. Gejala-Gejala Traumatik

Sejumlah gejala yang dapat menandakan individu dengan pengalaman

traumatis. Beberapa gejala yang umum adalah mempunyai kenangan menyakitkan yang

tidak mudah dilupakan, mimpi buruk berulang akan kejadian traumatis,dan timbulnya

4
kenangan akan kejadian traumatis ketika melihat hal-hal yang terkait dengan kejadian

tersebut. Dari segi kognitif, kenangan akan kejadian traumatis dapat memicu perasaan

cemas, ketakutan berlebih, dan perasaan tertekan (American Psychiatric Association,

2013).

Penderita trauma mampu menunjukkan beberapa gejala mulai dari ringan

hingga cukup parah. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat keparahan

trauma yang dialami ini. Adapun beberapa gejala trauma yang mungkin dapat diketahui

dengan mudah adalah sebagai berikut.

1. Penolakan

2. Rasa marah

3. Ketakutan

4. Selalu merasa sedih

5. Merasa malu

6. Kebingungan

7. Merasa cemas

8. Depresi

9. Mati rasa

10. Merasa bersalah

11. Kehilangan harapan

12. Kesulitan dalam berkonsentrasi

Bersamaan dengan reaksi emosional di atas, berikut ini adalah beberapa gejala

fisik dari trauma yang mungkin timbul.

1. Sakit kepala

2. Gejala gangguan sistem pencernaan

3. Kelelahan

5
4. Jantung berdebar-debar

5. Berkeringat secara berlebihan

6. Mudah kaget

Selain itu, beberapa kasus menunjukkan gejala hyperarousal, yakni suatu

kondisi di mana seseorang terus merasa waspada. Hal ini pada akhirnya akan

menyebabkan kesulitan untuk tidur. Pada individu tertentu, trauma ini dapat berkembang

menjadi gangguan kesehatan mental seperti gangguan kecemasan, depresi, dan lainnya.

C. Jenis-Jenis Trauma

Vikram (dalam Hatta, 2016) menyatakan ada beberapa jenis trauma yang

dikenali, yaitu: (1) trauma personal (korban perkosaan, kematian orang tercinta, korban

kejahatan, dll) Perang dan keganasan, (2) trauma mayor (bencana alam, kebakaran, dll),

trauma mayor umumnya menyebabkan trauma pada sejumlah besar orang pada waktu

yang sama. Sedangkan menurut Cavanagh (1982) mengelompokkan trauma berdasarkan

kejadian traumatik yaitu: trauma situasional, perkembangan, intrapsikis dan

eksistensional: (1) Trauma situasional adalah trauma yang disebabkan oleh situasi seperti

bencana alam, perang, kemalangan kenderaan, kebakaran, rompakan, perkosaan,

perceraian, kehilangan pekerjaan, ditinggal mati oleh orang yang dicintai, gagal dalam

perniagaan, tidak naik kelas bagi beberapa pelajar, dan sebagainya; (2) Trauma

perkembangan adalah trauma dan stres yang terjadi pada setiap tahap pekembangan,

seperti penolakan dari teman sebaya, kelahiran yang tidak diingini, peristiwa yang

berhungan dengan kencan, bekeluarga, dan sebagainya; (3) Trauma intrapsikis adalah

trauma yang disebabkan kejadian dalaman seseorang yang memunculkan perasaan cemas

yang sangat kuat seperti perasaan homo seksual, benci kepada orang yang seharusnya di

cintai, dan sebagainya; (4) Trauma eksistensial yaitu trauma yang diakibatkan karena

kurang berhasil dalam hidup.

6
Chaplin (2001) menyatakan beberapa istilah yang berkaitan dengan trauma

yaitu: (1) trauma, plural traumata adalah satu luka baik yang bersifat fisik ataupun

psikologis; (2) traumatic dilirium (delirium traumatik) adalah satu keadaan delirium yang

disebakan luka di otak; (3) traumatic neurosis (neurosa traumatik) adalah satu neurosa

disebabkan oleh suatu pengalaman yang luar biasa menyakitkan hati (4) traumatic

psychosis (psikosa traumatik) adalah satu keadaan psikotis yang ditimbulkan oleh luka di

otak. Orang-orang yang hidup dengan pengalaman traumatik akan sering mengalami

perasaan flash back daripada peristiwa yang terjadi.

Maka dari itu, trauma dapat dikatakan penyakit yang serius apabila di derita

oleh individu ataupun kelompok. Seseorang yang mengalami trauma ini akan mengalami

resiko yang tinggi kepada kesehatan fisik maupun mental. Jika penderita tidak

mendapatkan penanganan oleh profesional, maka penderita akan terus mengalami trauma

yang berkepanjangan

D. Penyebab Terjadinya Trauma

Penyebab dari trauma meliputi 2 faktor yaitu :

1. Faktor internal (psikologis)

Bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental, atau kesehatan mental yang

disebabkan oleh kegagalan bereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi

kejiwaan terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-ketegangan, sehingga muncul

gangguan fungsi atau gangguan struktur dari satu bagian, satu organ, atau sistem

kejiwaan/mental Merupakan totalitas kesatuan ekspresi proses kejiwaan/mental yang

patologis terhadap stimuli sosial, dikombinasikan dengan faktor-faktor kausatif

sekunder lainnya (patalogi = ilmu penyakit ).

7
Secara sederhana, Trauma dapat dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan

akibat ketidak mampuan seseorang mengatasi persoalan hidup yang harus dijalaninya,

sehingga yang bersangkuan bertingkah secara kurang wajar.

Sebab-sebab timbulnya Trauma yaitu :

a. Kepribadian yang lemah atau kurang percaya diri sehingga menyebabkan yang

bersangkutan merasa rendah diri, ( orang-orang melankolis)

b. Terjadinya konflik sosial–budaya akibat dari adanya norma yang berbeda antara

dirinya dengan lingkungan masyarakat.

c. Pemahaman yang salah sehingga memberikan reaksi berlebihan terhadap

kehidupan sosial (overacting) dan juga sebaliknya terlalu rendah diri

(underacting).

Proses–proses yang diambil oleh sesorang dalam menghadapii kekalutan mental,

sehingga mendorongnya kearah :

Positif, bila trauma (luka jiwa) yang dialami seseorang, akan disikapi untuk

mengambil hikmah dari kesulitan yang dihadapinya, setelah mencari jalan keluar

maksimal, tetapi belum mendapatkannya tetapi dikembalikan kepada sang pencipta

yaitu Allah SWT, dan bertekad untuk tidak terulang kembali dilain waktu.

Negatif, bila trauma yang dialami tidak dapat dihilangkan, sehingga yang

bersangkutan mengalami frustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa

yang dicita-citakan.

Contohnya :

a. Agresi, yaitu : Meluapkan rasa emosi yang tidak terkendali dan cenderung

melakukan tindakan sadis yang dapat mambahayakan orang lain.

b. Regresi, yaitu : Pola reaksi yang primitif atau kekanak-kanakan. (menjerit,

menangis dll)

8
c. Fiksasi, yaitu : Pembatasan pada satu pola yang sama (membisu, memukul dada

sendiri dll)

d. Proyeksi, yaitu : Melemparkan atau memproyeksikan sikap-sikap sendiri yang

negatif pada orang lain.

e. Indentifikasi, yaitu : Menyamakan diri dengan sesorang yang sukses dalam

imajinasi, (kecantikan, dengan bintang film .dll)

f. Narsisme, self love yaitu : Merasa dirinya lebih dari orang lain.

g. Autisme yaitu : Menutup diri dari dunia luar dan tidak puas dengan pantasinya

sendiri.

Penderita Trauma lebih banyak terdapat dalam lingkungan kota- kota besar yang

banyak memberikan tantangan hidup yang berat dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya.

Anak-anak usia muda tidak berhasil dalam mencapai apa yang dikehendakinya.

Para korban bencana alam dan di tempat-tempat konflik, karena setres terhadap harta

bendanya yang hilang.

2. Faktor eksternal (fisik)

Faktor orang tua dalam bersosialisasi dalam kehidupan keluarga, terjadinya

penganiyayaan yang menjadikan luka atau trauma fisik. Kejahatan atau perbuatan

yang tidak bertanggung jawab yang mengakibat kan trauma Fisik dalam bentuk luka

pada badan dan organ pada tubuh korban. Salah satu penanganan trauma yaitu

dengan konseling trauma.

Konseling trauma merupakan kebutuhan mendesak untuk membantu

mengatasi beban psikologis yang diderita akibat bencana mapun hal yang linnya.

Guncangan psikologis yang dahsyat akibat kehilangan orang-orang yang dicintai,

kehilangan sanak keluarga, dan kehilangan pekerjaan, bisa memengaruhi kestabilan

9
emosi para korban. Mereka yang tidak kuat mentalnya dan tidak tabah dalam

menghadapi petaka, bisa mengalami guncangan jiwa yang dahsyat dan berujung

pada stres berat yang sewaktu-waktu bisa menjadikan mereka lupa ingatan atau gila.

Konseling trauma dapat membantu menata kestabilan emosinya sehingga

mereka bisa menerima kenyataan hidup sebagaimana adanya meskipun dalam

kondisi yang sulit.

Konseling trauma juga sangat bermanfaat untuk membantu penderita

trauma untuk lebih mampu mengelola emosinya secara benar dan berpikir

realistik. Dengan modal emosi yang stabil dan keterampilan mengelola kehidupan

emosionalnya, maka konseling trauma dapat dilanjutkan untuk membantu para

korban untuk menemukan kembali rasa percaya diri yang sempat terkoyak tak

berdaya dirampas bencana.Tidak mudah bagi setiap orang untuk bisa menerima

kenyataan kehilangan istri, anak, atau pun suami.

Bahkan ketika perasaan kehilangan yang amat dalam itu muncul, seseorang

akan merasa hidupnya tidak berarti lagi. Keadaan inilah yang memicu munculnya

kondisi putus asa (hopeless) dan tak berarti (meaningless) (Fromm, 1999). Hidup

tanpa arti dan tanpa harapan akan sulit.

Membangun rasa percaya diri ditopang kestabilan emosional menjadi awal

untuk berkembangnya kemampuan berpikir rasional dan realistik. Kestabilan

emosional dan kemampuan berpikir rasional dan realistik merupakan dua tonggak

utama yang sangat menentukan psikologi seseorang.

Semangat hidup menjadi modal utama bagi para korban untuk sanggup

bertahan dan menatap masa depan dari balik kehancuran hidup dan

kesendirian. Dengan semangat hidup yang kuat, para penderita akan terbebas dari

belenggu keputusasaan dan ketidakberdayaan.

10
Konseling trauma juga sangat bermanfaat dalam membantu para korban

untuk mampu memecahkan masalah secara kreatif melalui hubungan timbal balik

dan dukungan lingkungan.

E. Akibat Terjadinya Trauma

Salah satu dampak trauma pada individu, terutama anak-anak, terletak pada

kemampuan individu untuk membentuk hubungan interpersonal yang positif dan

bermakna.Tokoh pengasuh atau orangtua merupakan jendela bagi anak untuk

memandang dunia sebagai hal yang aman ataupun berbahaya. Anak yang mengalami

kejadian traumatis berupa kekerasan oleh tokoh pengasuh akan memandang dunia

sebagai tempat yang berbahaya. Oleh karena itu, anak yang memiliki pengalaman

traumatis cenderung bersikap curiga pada orang-orang di sekitar mereka dan mengalami

kesulitan dalam membentuk hubungan sosial ataupun romantis.

Selain dampak pada kognisi, kejadian traumatis juga memiliki dampak

terhadap fisiologi individu.Ketika berhadapan dengan situasi yang mengingatkan mereka

pada kejadian traumatis, individu dapat menunjukkan nafas yang tidak teratur, detak

jantung berlebih, ataupun mengalami dampak psikosomatis seperti sakit perut dan

kepala(Kolk, Roth, Pelcovitz, & Mandel, 1993).

Anak dengan sejarah kejadian trauma yang kompleks dapat dengan mudah

terpancing dan mengeluarkan reaksi berlebih akan stimulus-stimulus yang umumnya

tidak berbahaya. Anak tersebut juga akan mengalami kesulitan dalam mengendalikan

emosinya (misal sulit menenangkan diri ketika marah) dan seringkali bertindak secara

impulsif tanpa memikirkan konsekuensinya. Oleh karena itu, anak yang mengalami

trauma dapat berperilaku secara tidak terduga dan ekstrem.Ia dapat bersikap agresif atau

malah bersikap kaku dan penurut secara tidak wajar(American Psychiatric

Association,2013).

11
Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa anak yang hidup dalam lingkungan

traumatis, seperti orangtua yang abusive, dan secara terus menerus berhadapan dengan

stres akan mengalami gangguan dalam perkembangannya. Daya tahan tubuh, sistem

otak, dan jaringan saraf pada anak tidak akan berkembang sempurna ketika ia beranjak

dewasa.(Kaplan, Harold , Sadock, Benjamin, & Grebb, 1997)

F. Konseling Penanganan Trauma

1. Tahap Awal Konseling (Penghantaran)

Pada tahap awal konseling ini, konselor harus fokus pada usaha membentuk relasi

dengan klien. Ini mencakup usaha melibatkan klien pada suatu kerja sama untuk

memulai proses konseling sehingga sasaran-sasaran konseling dapat tercapai. Apa pun

nama yang kita berikan pada relasi kerja sama itu, sasarannya adalah agar konselor

bisa masuk dalam kehidupan klien untuk membantu dan mengarahkannya pada solusi

efektif atas masalah-masalahnya. Inilah tugas konselor dalam pertemuan pertama.

2. Tahap Kerja Konseling (Penjelajahan, Penafsiran, Pembinaan)

a. Penjelajahan

Menurut Prayitno (1998:24) sasaran penjajagan adalah hal-hal yang

dikemukakan klien dan hal-hal lain yang perlu dipahami tentang diri klien. Dalam

konseling traumatik, konselor menggali semua hal yang dikemukakan oleh klien.

Pada tahap ini, merupakan tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam

mengemukakan pendapat dan melakukan transferensi. Oleh karena itu konselor

harus mampu membawa klien agar dapat mengungkapkan segala perasaan dan

kondisi psikologis yang dirasakannya.

Selain itu, pada tahap ini konselor juga perlu menilik terhadap masa lalu

klien terutama pada masa kanak-kanaknya. Hal ini akan membantu konselor dalam

menafsirkan permasalahan yang dialami oleh klien.

12
b. Penafsiran

Menurut Prayitno (1998:25) pada tahap penafsiran ini, konselor mencoba

menafsirkan apa faktor penyebab permasalahan yang dialami oleh klien. Dari

pemahaman konselor tentang faktor penyebab tersebut, konselor dapat memberikan

solusi dari permasalahan klien. Dalam konseling traumatik, konselor menafsirkan

bagaimana penyebab terjadinya trauma pada klien.

c. Pembinaan

Menurut Prayitno (1998:26) tahap pembinaan merupakan tahap merubah perilaku

apa yang hendaknya dirubah oleh klien. Dalam konseling traumatik, hal-hal yang

perlu perlu dilakukan oleh konselor adalah pengembangan resistensi untuk

pemahaman diri klien. Selanjutnya, konselor perlu mengembangkan hubungan

transferensi antara klien dengan konselor.

Transferensi adalah apabila klien menghidupkan kembali pengalaman dan konflik

masa lalu yang berhubungan dengan cinta, seksualitas, kebencian, kecemasan,

yang oleh klien dibawa ke masa sekarang dan dilemparkan kepada konselor.

Biasanya klien bisa membenci atau mencintai konselor.

3. Tahap Pengakhiran Konseling

Dalam tahap pengakhiran konseling ini, konselor perlu melakukan penilaian

terhadap proses konseling yang telah dilaksanakan. Komselor perlu melihat apakah

klien sudah memahami apa yang diberikan selama proses konseling, bagaimana

perasaan klien setelah adanya proses konseling serta hal-hal apa saja yang akan

dilakukan oleh klien setelah adanya proses konseling.

13
KESIMPULAN

Trauma adalah sebuah peristiwa yang terjadi di luar individu yang mengalami yang

mengancam kehidupan dan dapat menyebabkan organisme menderita kerusakan fisik

maupun psikologis serta mengakibat kan rasa takut yang mendalam dan tidak berdaya.

Penyebab dari trauma meliputi 2 faktor yaitu :

1. Faktor internal (psikologis)

2. Faktor eksternal (fisik)

Koseling traumatik adalah upaya konselor untuk membantu klien yang mengalami

trauma melalui proses hubungan pribadi sehingga klien dapat memahami diri sehubungan

dengan masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik

mungkin. Konseling traumatik sangat berbeda dengan konseling biasa dilakukan oleh

konselor, perbedaan ini terletak pada waktu,fokus, aktifitas, dan tujuan.

Cara Menghilangkan Trauma

1. Mengenali dulu apa yang menjadi penyebab gangguan itu, sebab tidak sama dalam setiap

kasus.

2. Kembali lagi pada peristiwa saat itu, dan mengeluarkan emosi yang seharusnya dia

keluarkan saat itu. Tentunya dengan bantuan seorang ahli terapi dia mengunjungi

kembali saat itu dan mengeluarkan perasaannya yaitu perasaan takut, marah,

diekspresikan semua.

3. Setelah itu baru masuk ke yang disebut di dalam ilmu terapi ke arah yang bersifat

kognitif. Yaitu penyembuhan kognitif artinya dia akan diajar atau mulai belajar melihat

hidup ini atau situasi ini dengan kaca mata yang berbeda.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amti, Erman dan Prayitno. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta: PT

Rineka Cipta,

Hallen, A. 2002. Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Pers,

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/trauma.html

Nurihsan Achmad Juntika, 2006. Bimbingan dan Konseling dalam Berbagai Latar

Kehidupan, Bandung: PT Refika Aditama,

Rohani, Ahmad dan Abu Ahmadi. 1991. Bimbingan dan Konseling di Sekolah, Jakarta:

PT Rineka Cipta,

Sutirna. 2013. Bimbingan Konseling : Pendidikan Formal, Nonformal, dan Informal.

Yogyakarta : CV. Andi Offset

Winkel dan Sri Hastuti dan Winkel. 2006. Bimbingan dan Konseling di Institusi

Pendidikan. Yoyakarta: Media Abadi

15

Anda mungkin juga menyukai