Anda di halaman 1dari 14

TOPIK-TOPIK KHUSUS DALAM SETING KRISIS ATAU TRAUMA

BERBASIS ( BENCANA ALAM, KEKERASAN SEKSUAL,


PELECEHAN SEKSUAL, TRAUMATIC INSIDENCE )

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah BKI Krisis dan Pasca Trauma

Di Susun Oleh :

Kelompok 12

1. Sri Utami ( 1920502043 )


2. Herman ( 1920502058 )
3. Muhammad Miftahul ilmi ( 1930502106 )

KELAS :
BPI A
DOSEN PENGAMPU :
Arizona, M.Pd

JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberkan rahmat dan kesempatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Topik-Topik Khusus Dalam Seting Krisis Atau Trauma Berbasis ( Bencana Alam,
Kekerasan Seksual, Pelecehan Seksual, Traumatic Insidence )” dengan baik tepat waktu.
Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah BKI Krisis dan Pasca Trauma.

Makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya dukungan dan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada bapak Arizona,
M.Pd yang telah membimbing kami serta semua pihak yang telah memberikan dukungan.

Segala sesuatu yang salah datangnya hanya dari manusia dan seluruh hal yang benar
datangnya hanya dari agama berkat adanya nikmat iman dari Allah SWT. Meski begitu tentu
tugas ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, apabila ada penulisan kata yang salah
kami memohon maaf yang sebesar-besarnya .

Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan berguna sebagaimana mestinya.

Palembang, 24 oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

a. Latar Belakang.............................................................................................1
b. Rumusan Masalah........................................................................................1
c. Tujuan .........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

a. Bencana Alam...............................................................................................3
b. Kekerasan Seksual.........................................................................................4
c. Pelecehan seksual..........................................................................................6
d. Traumatic Insidence......................................................................................7

BAB III PENUTUP................................................................................................8

a. Kesimpulan .................................................................................................8
b. Saran.............................................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Prayitno dan Amti terapi dalam konsep perkembangan dan bimbingan dan
konseling tidak ada gunanya membedakan tugas dan ruang lingkup kerja bimbingan dan
konseling di sisi lain. Mengingat perembangan bimbingan dan konseling yang belum
cukup mantap maka istilah bimbingan dan konseling yang belum cukup mantap maka
istilah bimbingan dan konseling masih dipertahankan, namun dari segi pelayanan
hendaknya menekankan porsi yang lebih besar pada koseling.
Ketika seseorang dipaksa untuk mengahadapi tekanan lingkungan yang lebih sulit dari
kemampuan mereka dalam mengatasinya, mereka memerlukan bantuan yang praktis,
positif, dan membangun. Suatu saat seseorang dipaksa untuk mengatasi berbagai tekanan
yang tiba-tiba, baik yang disebabkan oleh bencana alam, pelecehan seksual maupun hal
lainnya. Dalam situasi lain, orang yang menjadi korban mengalami tekanan atau stress
yang berkelanjutan dan mereka yang terpinggirkan. Tekanan apapun, seseorang akan
merasakan pesimis, tidak percaya diri, bahkan merasa takut untuk meminta tolong kepada
anggota yang bisa membantu. Ketika seorang konselor bertekat untuk terjun ke lapangan
dan memberikan layanan konseling baik kepada korban bencana alam, pelecehan seksual
atau kasus yang lainnya pasti terdapat banyak hambatan-hambatannya. Salah satunya
dalam kasus korban bencana alam yang terjadi di masyarakat luas, terdapat musibah
banjir, gunung meletus dan bencana alam lainnya yang menyebabkan hilangnya tempat
tinggal, pekerjaan, serta kehilangan keluarga yang berakibat meninggal dunia karena
musibah tersebut.
B. Rumusan Masalah
a. Apa itu bencana alam ?
b. Mengapa terjadinya kekerasan seksual ?
c. Apa penyebab pelecehan seksual ?
d. Bagaimana cara mengatasi traumatic insidence ?

1
C.Tujuan
a. Mengetahui apa itu bencana alam
b. Mengetahui penyebab terjadinya kekerasan seksual
c. Mengetahui penyebab pelecehan seksual
d. Mengetahui cara mengatasi traumatic insidence

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Bencana Alam
Bencana adalah peristiwa atau raingkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh fakor alam atau faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian
benda dan dampak psikologis. Sedangkan pengertian bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam semesta
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan
dan tanah longsor.
Sebagai konselor yang professional dalam melaksanakan tugasnya di sekolah dan di
masyarakat, tentunya tidak terlepas dari kegiatan sosial. Layanan bimbingan dan
konseling adalah upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram
yang dilakukan oleh konselor untuk memfasilitasi individu untuk mencapai kemandirian,
dalam wujud kemampuan mamahami, menerima, mengarahkan, mengambil keputusan,
dan merealisasikan diri secara bertanggung jawab sehingga mencapai kebahagiaan dan
kesejahteraan dalam hidupnya (dalam, Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Tentang
Bimbingan dan Konseling Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah).
Masyarakat yang memerlukan layanan konseling komunitas seperti korban bencana
alam yang bermasalah dengan keadaan psikologis serta tingkatan sosial yang memacu
untuk menjadikan ia semakin terpinggirkan. Pemberian layanan konseling komunitas
sangat tepat bagi korban bencana alam yang akan membantu serta mengarahkan individu
dan kelompok masyarakat yang terkena bencana alam untuk lebih bisa bangkit dan
berjuang kembali secara fisik dan psikologis menuju kesejahteraan yang ingin di capai.
Kelebihan layanan konseling komunitas pada individu dan masyarakat ini mencakup
tekanan, pemberdayaan, konteks masyarakat, memberikan jalan ke masa depan. Sebuah
pendapat tentang strategi untuk mengahadi situasi yang darurat, (Solomon, 2003)
menunjukkan "meskipun profesional yang bekerja di arena kesehatan mental jarang
dilatih atau dipersiapkan untuk bekerja di tingkat masyarakat yang lebih luas, skala
keadaan darurat ini mungkin perlu menggunakan intervensi bagi mereka yang dapat
diimplementasikan melalui aksi masyarakat menggunakan pendekatan kesehatan
masyarakat yang dibantu dengan pemberian layanan konseling komunitas oleh konselor.

3
Menurut Drummond (2000: 5) di beberapa negara, seseorang yang ingin menjadi
konselor harus lulus ujian sertifikasi. Di Florida, calon konselor harus mampu
menunjukkan kemampuannya dalam delapan bidang, yaitu:
1. Memahami konsep dasar pengukuran seperti validitas, norma, reliabilitas,

standar kesalahan pengukuran, dan standardisasi.

2. Mengidentifikasi kondisi-kondisi tentang efek hasil tes.

3. Menunjukkan pengetahuan dari fungsi utama prosedur penilaian, kekuatan, dan

batasan yang terstandar dan tidak terstandar.

4. Menunjukkan pengetahuan untuk prosedur yang sesuai untuk mengumpulkan,

menyimpan dan melindungi instrument penilaian dan data.

5. Mengembangkan laporan lisan dan tulisan tentang penyediaan


informasi yang berarti berdasarkan atas penilaian data.
6. Menunjukkan pemahaman statistik yang penting untuk intervensi individu
maupun kelompok.
7. Menginterpretasikan penilaian data untuk personel professional dan orang tua
pada terminology pertumbuhan dan perkembangan individu.
8. Mengidentifikasi data individu dari arsip dan laporan professional.
Pemberian layanan konseling komunitas yang dilakukan oleh konselor tentunya harus
sesuai dan tepat pada sasaran yaitu individu atau kelompok korban bencana alam. Bantuan
tersebut harus sesuai dengan keadaan individu dan kelompok masyarakat yang memiliki
pandangan serta kultur atau budaya yang berbeda, konselor harus mampu secara lisan
maupun tulisan dalam memberikan layanan konseling komunitas kepada korban bencana
alam.
B. Kekerasan Seksual
Kejahatan menurut R. Soesilo (1985) menjadi dua sudut pandang yaitu sudut pandang
yuridis dan sosiologis. Dalam sudut pandang yuridis menjelaskan bahwa kejahatan adalah
suatu tingkah laku yang bertentangan dengan undang- undang sedangkan sudut pandang
sosiologis kejahatan adalah perbuatan atau tingkah laku yang selain merugikan si
penderita (korban) juga sangat merugikan masyarakat yaitu berupa hilangnya
keseimbangan, ketentraman dan ketertiban.

4
Kejadian trauma terutama kekerasan seksual di masyarakat semakin lama semakin
bertambah, dari data komnas perempuan sejak tahun 2008-2010, di Indonesia telah terjadi
91.311 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, dimana kekerasan seksual yang
terbanyak berupa perkosaan, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, pelecehan
seksual, penyiksaan seksual dan eksploitasi seksual. Begitu juga kekerasan seksual
terhadap anak, terjadi 250 kasus kekerasan seksual terhadap anak dimana kasus tersebut
mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Korban dari kejahatan kekerasan seksual banyak terjadi pada perempuan hal ini
dikarenakan perempuan sangat rentan mendapat tindak kekerasan seksual. Kekerasan
seksual sendiri merupakan isu penting dan rumit dari seluruh peta kekerasan terhadap
perempuan karena ada dimensi yang sangat khas bagi perempuan. Persoalan ketimpangan
relasi kuasa antara pelaku dan korban adalah akar kekerasan seksual terhadap perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan adalah setiap tindakan berdasarkan gender yang
menyebabkan kerugian atau penderitaan fisik, seksual atau psikologis, termasuk ancaman
untuk melaksakan tindakan tersebut dalam kehidupan masyarakat dan pribadi.
Peristiwa kekerasan seksual seringkali juga dikaitkan pada penilaian perempuan yang
sebagai korban dituduh sebagai penyebab atau pemberi peluang terjadinya kekerasan
seksual karena cara berpakaiannya, bahasa tubuhnya, cara ia berelasi sosial, status
perkawinannya, pekerjaannya, atau karena keberadaannya pada sebuah waktu atau lokasi
tertentu. Dalam konteks ini pula, korban kerap dituduh membiarkan peristiwa kekerasan
tersebut terjadi ketika ia dianggap tidak berupaya untuk melawan pelaku, menempatkan
dirinya terus-menerus gampang disentuh pelaku, ataupun terbuai dengan iming-iming
pelaku.
Contoh kasus kekerasan seksual yang diberitakan oleh media di Indonesia. Pertama
yakni kasus pelecehan seksual yang terjadi di kantor pemerintahan Aceh Timur. Kasus ini
berawal saat pelaku yg berinisial “JR” (38 thn) meremas tubuh korban yang merupakan
seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kantor Badan Kepegawaian dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Aceh Timur. Saat kejadian korban sedang ke toilet
untuk buang air kecil. Tiba-tiba tersangka mendobrak pintu toilet langsung memegang
korban, bahkan berupaya membuka celana dalam korban. Namun korban melawan dan
berteriak meminta pertolongan dari pegawai kantor tersebut. Sebagian pegawai yang
mendengar teriakan langsung mendatangi toilet dan membantu korban sampai akhirnya
korban langsung melaporkan kejadian tersebut ke Polres Aceh Timur. 7 Kasus tersebut

5
menunjukkan bahwa kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, bahkan tempat-tempat
yang selama ini kita anggap aman sekalipun.
Dalam menangani kasus kekerasan seksual, mengandalkan peraturan pemerintah yang
memberikan hukuman berat untuk para pelaku saja tidak cukup. Karena seberat apapun
undang-undang jika pelaporannya saja sulit akan menambah permasalahan, hal ini
dikarenakan masih banyaknya korban kesulitan untuk melaporkan kasus yang terjadi
kepada mereka dan kurangnya pengetahuan yang didapatkan oleh korban, dengan
demikian korban tidak tahu harus ke mana untuk melapor serta mendapatkan
pendampingan hukum selain itu mereka juga mendapat intimidasi dari pelaku.
Jadi pada kasus kekerasan seksual ini bukan hanya partisipasi dari pemerintah saja
tetapi dari masyarakat sekitar yang peduli akan masalah sosial terutama lembaga-lembaga
masyarakat. Phebe Illenis dan Woelan Handadari ( 2011) Peranan lembaga sangat
dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam penanganan kasus korban kekerasan seksual karena
kekerasan seksual cenderung menimbulkan dampak traumatis baik pada anak maupun
pada orang dewasa. Sehingga dibutuhkan lembaga pendamping dalam pemulihan untuk
korban kekerasan seksual.
C. Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual adalah segala tindakan seksual yang tidak diinginkan, permintaan
untuk melakukan perbuatan seksual, tindakan lisan atau fisik atau isyarat yang bersifat
seksual, atau prilaku lain apapun yang bersifat seksual yang membuat seseorang merasa
tersinggung, dipermalukan atau diintimidasi dimana reaksi seperti itu adalah masuk akal
dalam situasi dan kondisi yang ada dan tindakan tersebut sangat menggangu.
Pelecehan dapat menyebabkan kesulitan dalam pelaksanaan tugas yang diberikan dan
menyebabkan trauma bagi korban yang mengalami pelecehan seksual tersebut. Pelecehan
seksual ini menyebabkan kesehatan dan keselamatan bagi korban.
Kejadian trauma terutama kekerasan seksual di masyarakat semakin lama semakin
bertambah, dari data komnas perempuan sejak tahun 2008-2010, di Indonesia telah terjadi
91.311 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, dimana kekerasan seksual yang
terbanyak berupa perkosaan, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, pelecehan
seksual, penyiksaan seksual dan eksploitasi seksual. Begitu juga kekerasan seksual
terhadap anak, terjadi 250 kasus kekerasan seksual terhadap anak dimana kasus tersebut
mengalami peningkatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Kekerasan seksual merupakan salah satu bentuk kekerasan yang dapat menimbulkan

6
stress atau trauma psikis pada orang yang mengalaminya. Gejala PTSD sering timbul pada
anak-anak yang pernah mengalami kekerasan seksual, bahkan dikatakan bahwa kekerasan
seksual merupakan penyebab tersering timbulnya PTSD. Dalam tinjauan pustaka ini akan
dibahas tentang PTSD, bagaimana timbulnya PTSD setelah mengalami kekerasan seksual,
bagaimana diagnosis ditegakkan serta penangan yang dapat dilakukan pada penderita
PTSD.
D. Traumatic Insidence
Traumatic insidence adalah jenis difungsi jiwa yang terjadi sebagai akibat dari
peristiwa traumatic. Ketika trauma yang mengarah pada gangguan stess pasca trauma,
difungsi mungkin menyebabkan perubahan fisik dan kimia di dalam otak, yang merubah
respon seseorang terhadap stess masa depan dan dapat pula menyebabkan Post traumatic
stress disorder (PTSD) .
Post traumatic stress disorder (PTSD) merupakan suatu kondisi atau keadaan yang
terjadi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatik atau kejadian buruk dalam
hidupnya. Timbulnya PTSD tidak hanya disebabkan adanya stressor namun melibatkan
faktor lainnya yang terjadi sebelum dan sesudah trauma.
Mekanisme timbulnya gejala PTSD pada anak-anak yang mengalami kekerasan
seksual, melalui tiga cara langsung dari reaksi disclosure yakni menghindar, rasa cemas
dan disosiatif. Sedangkan cara tidak langsungnya berasal dari pretrauma dan variabel
trauma, ada empat yakni umur, jenis kelamin, faktor stres lainnya dan umur saat
terjadinya trauma. Gambaran klinis yang ada pada penderita Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) yaitu merasakan kembali mengalami peristiwa (reexperience),
avoidance dan numbing serta hyperarousal.
Kriteria diagnosis untuk PTSD didasarkan pada DSM-IV-TR. Dua pilihan terapi yang
dapat diberikan kepada penderita PTSD, yakni terapi psikologi dan pharmakologi. Lini
pertama dalam penanganan PTSD adalah trauma-focused cognitive- behavioural therapy
(TFCBT) atau eye movement desensitization and reprocessing (EMDR). Beberapa
pilihan golongan obat yang dianggap bisa dipakai untuk penderita PTSD Selective
serotonin reuptake inhibitors, Tricyclics dan Monoamine Oxidase inhibitors. Intervensi
secara psikologi maupun pharmakologi secepat mungkin, setelah seseorang mengalami
trauma dapat mencegah atau mengurangi resiko timbulnya PTSD.

7
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan pada makalah diatas dapat saya simpulkan Jadi pada
kasus kekerasan seksual, pelecehan seksua, bencana alam maupun traumatic
insidence ini bukan hanya partisipasi dari pemerintah saja tetapi dari masyarakat
sekitar yang peduli akan masalah sosial terutama lembaga-lembaga masyarakat.
Peran lembaga sangat dibutuhkan untuk berpartisipasi dalam penanganan terutama
kasus korban kekerasan seksual karena kekerasan seksual cenderung menimbulkan
dampak traumatis baik pada anak maupun pada orang dewasa. Sehingga dibutuhkan
lembaga pendamping dalam pemulihan untuk korban kekerasan seksual.
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini dapat menambah wawasan kepada pembaca dan
penulis mengenai topik yang dibahas pada makalah ini. Penulis menyadari pada
makalah ini masih memiliki kekurangan untuk itu diharapkan kepada pembaca untuk
memberikan kritik dan saran yang membangun untuk perkembangan makalah ini.

8
DAFTAR PUSTAKA

Benedek DM, Ursano RJ. Posttraumatic stress disorder : from Phenomenology to

clinical Practice. Spring 2009, Vol VII, No 2.

Permendikbud Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan Konseling Pada

Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar- Dasar Bimbingan dan Konseling.Jakarta:

Rineka Cipta.

Sadock BJ, Sadock VA. Post traumatic stress disorder and acute stress

disorders.Synopsis of psychiatry. 10th ED. Philadelphia : Lippincot Williams &

Wilkins. 2007.

9
10

Anda mungkin juga menyukai