Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KELOMPOK

KONSELING POPULASI KHUSUS

Tentang

TRAUMATIC COUNSELING

Dosen Pembina :
Dra. ZIKRA, M.Pd., Kons

Oleh :
Kelompok 7
 FRISCHA MEIVILONA YENDI 04164 / 2008
 JULI HARTATI 00046 / 2008
 AIDA FITRIA 04259 / 2008
 NIKO RESKI 01335 / 2008

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011

TRAUMATIC COUNSELING

A. PENGERTIAN
Traumatic counseling atau konseling traumatik berasal dari dua kata, yaitu konseling
dan trauma. Konseling merupakan bantuan yg bersifat terapeutis yg diarahkan untuk
mengubah sikap dan perilaku konseli, dilaksanakan face to face antara konseli dan konselor,
melalui teknik wawancara dengan konseli sehingga dapat terentaskan permasalahan yang
dialaminya. Sedangkan trauma adalah suatu kondisi emosional yg berkembang setelah
suatu peristiwa trauma yang tidak mengenakkan, menyedihkan, menakutkan, mencemaskan
dan menjengkelkan, seperti peristiwa pemerkosaan, pertempuran, kekerasan fisik,
kecelakaan, bencana alam dan peristiwa-peristiwa tertentu yang membuat batin tertekan,
misalnya konseli (siswa) yang tidak lulus Ujian Nasional.
Jadi, konseling traumatik adalah kebutuhan mendesak untuk membantu mengatasi
beban psikologis yang diderita akibat bencana mapun hal yang lainnya. Guncangan
psikologis yang dahsyat akibat kehilangan orang-orang yang dicintai, kehilangan sanak
keluarga, dan kehilangan pekerjaan, bisa memengaruhi kestabilan emosi para korban.
Mereka yang tidak kuat mentalnya dan tidak tabah dalam menghadapi petaka, bisa
mengalami guncangan jiwa yang dahsyat dan berujung pada stres berat yang sewaktu-waktu
bisa menjadikan mereka lupa ingatan atau gila.
Konseling traumatik adalah upaya klien dapat memahami diri sehubungan dengan
masalah trauma yang dialaminya dan berusaha untuk mengatasinya sebaik mungkin Oleh
sebab itu, konseling traumatik dapat membantu menata kestabilan emosinya sehingga
mereka bisa menerima kenyataan hidup sebagaimana adanya meskipun dalam kondisi yang
sulit. Konseling traumatik juga sangat bermanfaat untuk membantu penderita trauma untuk
lebih mampu mengelola emosinya secara benar dan berpikir realistik.
Dengan modal emosi yang stabil dan keterampilan mengelola kehidupan
emosionalnya, maka konseling trauma dapat dilanjutkan untuk membantu para korban
untuk menemukan kembali rasa percaya diri yang sempat terkoyak tak berdaya dirampas
bencana. Tidak mudah bagi setiap orang untuk bisa menerima kenyataan kehilangan istri,
anak, atau pun suami. Bahkan ketika perasaan kehilangan yang amat dalam itu muncul,
seseorang akan merasa hidupnya tidak berarti lagi. Keadaan inilah yang memicu munculnya
kondisi putus asa (hopeless) dan tak berarti (meaningless). Membangun rasa percaya diri
ditopang kestabilan emosional menjadi awal untuk berkembangnya kemampuan berpikir
rasional dan realistik. Kestabilan emosional dan kemampuan berpikir rasional dan realistik
merupakan dua tonggak utama yang sangat menentukan pikologi seseorang.
Semangat hidup menjadi modal utama bagi para korban untuk sanggup bertahan
dan menatap masa depan dari balik kehancuran hidup dan kesendirian. Dengan semangat
hidup yang kuat, para penderita akan terbebas dari belenggu keputusasaan dan
ketidakberdayaan. Konseling traumatik juga sangat bermanfaat dalam membantu para
korban untuk mampu memecahkan masalah secara kreatif melalui hubungan timbal balik
dan dukungan lingkungan.

B. KARAKTERISTIK
Ada beberapa ciri trauma, yaitu :
 Disebabkan oleh kejadian dahsyat yang mengguncang di luar rencana dan kemauan kita,
 Kejadian itu sudah berlalu,
 Terjadi mekanisme psikofisik : kalau tidak melawan maka saya akan binasa,
 Sensitif terhadap stimulus yang menyerupai kejadian asli.
Contohnya, korban gempa hanya mendengar bunyi tertentu saja maka dia akan ketakutan
karena ia secara otomatis mengasosiasikan bunyi itu dengan kejadian yang mengguncang
dirinya. Konseling dapat digunakan membantu menyembuhkan trauma tersebut. Konseling
traumatik sangat berbeda dengan konseling biasa dilakukan oleh konselor, perbedaan ini
terletak pada waktu, fokus, aktivitas, dan tujuan.
Dilihat dari segi waktu konseling traumatik sangat butuh waktu yang panjang dari
pada konseling biasa, kemudian dari segi fokus, konseling traumatik lebih memerhatikan
pada satu masalah, yaitu trauma yang dirasakan sekarang. Adapun konseling biasa, pada
umumnya suka menghubungkan satu masalah klien dengan masalah lainnya, seperti latar
belakang klien, proses ketidak-sadaran klien, masalah komunikasi klien, transferensi dan
conter transferensi antara klien dan konselor, kritis identitas dan seksualitas klien,
keterhimpitan pribadi klien dan konflik nilai yang terjadi pada klien.
Dilihat dari segi aktivitas, konseling traumatik lebih banyak melibatkan banyaknya
orang dalam membantu klien dan yang paling banyak aktif adalah konselor, konselor
berusaha mengarahkan, mensugesti, memberi saran, mencari dukungan dari keluarga dan
teman klien, menghubungi orang yang lebih ahli untuk referal, menghubungkan klien
dengan ahli lain untuk referal, melibatkan orang atau agen lain yang kompeten secara legal
untuk membantu klien, dan mengusulkan berbagai perubahan lingkungan untuk
kesembuhan klien.
Dilihat dari segi tujuan, konseling traumatik lebih menekankan pada pulihnya
kembali klien pada keadaan sebelum trauma dan mampu menyesuaikan diri dengan
keadaan diri dengan keadaan lingkungan yang baru. Secara lebih spesifik, kottman (1995)
menyebutkan, bahwa tujuan konseling traumatik adalah :
1. Berpikir realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan
2. Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma
3. Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma, serta
4. Belajar ketrampilan baru mengatasi trauma.

C. IDENTIFIKASI
Trauma adalah keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari
tekanan jiwa atau cedera jasmani. Selain itu trauma juga dapat diartikan sebagai luka yang
ditimbulkan oleh faktor external. Jiwa yang timbul akibat peristiwa traumatik. Peristiwa
traumatik bisa sekali dialami, bertahan dalam jangka lama, atau berulang-ulang dialami oleh
penderita. Trauma psikologis bisa juga timbul akibat trauma fisik atau tanpa ada trauma fisik
sekalipun. Penyebab trauma psikologis antara lain pelecehan seksual, kekerasan, ancaman,
atau bencana. Namun tidak semua penyebab tersebut punya efek sama terhadap tiap
orang. Ada orang yang bisa mengatasi masalah tersebut, namun ada pula yang tidak bisa
mengatasi emosi dan ingatan pada peristiwa traumatik yang dialami.

Penyebab dari trauma meliputi 2 faktor, yaitu :


1. Faktor Internal (Psikologis)
Bentuk gangguan dan kekacauan fungsi mental, atau kesehatan mental yang
disebabkan oleh kegagalan bereaksinya mekanisme adaptasi dari fungsi-fungsi kejiwaan
terhadap stimuli ekstern dan ketegangan-ketegangan, sehingga muncul gangguan fungsi
atau gangguan struktur dari satu bagian, satu organ, atau sistem kejiwaan/mental.
Merupakan totalitas kesatuan ekspresi proses kejiwaan/mental yang patologis terhadap
stimuli sosial, dikombinasikan dengan faktor-faktor kausatif sekunder lainnya
(patalogi=ilmu penyakit).
Secara sederhana, Trauma dapat dirumuskan sebagai gangguan kejiwaan akiba
ketidak mampuan seseorang mengatasi persoalan hidup yang harus dijalaninya,
sehingga yang bersangkuan bertingkah secara kurang wajar.
Sebab-sebab timbulnya trauma, yaitu :
• Kepribadian yang lemah atau kurang percaya diri sehingga menyebabkan yang
bersangkutan merasa rendah diri (orang-orang melankolis).
• Terjadinya konflik sosial-budaya akibat dari adanya norma yang berbeda antara
dirinya dengan lingkungan masyarakat.
• Pemahaman yang salah sehingga memberikan reaksi berlebihan terhadap kehidupan
sosial (overacting) dan juga sebaliknya terlalu rendah diri (underacting).
Proses-proses yang diambil oleh sesorang dalam menghadapii kekalutan mental,
sehingga mendorongnya kearah :
• Positif, bila trauma (luka jiwa) yang dialami seseorang, akan disikapi untuk
mengambil hikmah dari kesulitan yang dihadapinya, setelah mencari jalan keluar
maksimal, tetapi belum mendapatkannya tetapi dikembalikan kepada sang pencipta
yaitu Allah SWT, dan bertekad untuk tidak terulang kembali dilain waktu.
• Negatif, bila trauma yang dialami tidak dapat dihilangkan, sehingga yang
bersangkutan mengalami frustasi, yaitu tekanan batin akibat tidak tercapainya apa
yang dicita-citakan.
Contohnya :
1. Agresi, yaitu : Meluapkan rasa emosi yang tidak terkendali dan cenderung
melakukan tindakan sadis yang dapat mambahayakan orang lain.
2. Regresi, yaitu : Pola reaksi yang primitif atau kekanak-kanakan (menjerit atau
menangis)
3. Fiksasi, yaitu : Pembatasan pada satu pola yang sama (membisu atau memukul
dada sendiri)
4. Proyeksi, yaitu : Melemparkan atau memproyeksikan sikap-sikap sendiri yang
negatif pada orang lain.
5. Indentifikasi, yaitu : Menyamakan diri dengan sesorang yang sukses dalam
imajinasi, (kecantikan atau dengan bintang)
6. Narsisme, self love yaitu : Merasa dirinya lebih dari orang lain.
Autisme yaitu : Menutup diri dari dunia luar dan tidak puas dengan fantasinya
sendiri.

Penderita Trauma lebih banyak terdapat dalam lingkungan ;


 Kota-kota besar yang banyak memberikan tantangan hidup yang berat dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.
 Anak-anak usia muda tidak berhasil dalam mencapai apa yang dikehendakinya.
Para korban bencana alam dan di tempat-tempat konflik, karena setres terhadap
harta bendanya yang hilang.

2. Faktor Eksternal (Fisik)


• Faktor orang tua dalam bersosialisasi dalam kehidupan keluarga, terjadinya
penganiyayaan yang menjadikan luka atau trauma fisik.
• Kejahatan atau perbuatan yang tidak bertanggung jawab yang mengakibat kan
trauma Fisik dalam bentuk luka pada badan dan organ pada tubuh korban.
SUMBER BACAAN

Ifdil. 2010. Konseling Traumatik Pasca Ujian Nasional.


http://konselingindonesia.com/index.php?
option=com_content&task=blogcategory&id=13&Itemid=100, diakses pada 22 Maret
2011 pukul 15.30 WIB

Psikologi and Counseling. 2010. Trauma Konseling. http://ichas7girl.blogspot.com/, diakses


pada 20 Maret 2011 pukul 09.10 WIB

_______. 2010. Konsep Konseling Traumatik.


http://adepondoktinggi.wordpress.com/2010/02/08/konsep-konseling-traumatik/,
diakses pada 20 Maret 2011 pukul 09.13 WIB

________. 2009. Konseling Traumatik di Tengah Bencana.


http://grahakonseling.blogspot.com/, diakses pada 22 Maret 2011 pukul 15.28 WIB

Anda mungkin juga menyukai