Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEBUTUHAN DASAR MANUSIA II

“Konsep Kondisi Terminal dan Menjelang Ajal”

Dosen Pengampu:

Achmad Djojo, APP. MM

DISUSUN OLEH:

Fatima Azzahra 191111004

Suci Natasya Firdia Lala 191111014

Yoram Valentino Aduana S 191111016

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN SINGKAWANG

PRODI D-IV KEPERAWATAN

2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nikmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah ini untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Kebutuhan Dasar
Manusia II di Jurusan Keperawatan Singkawang. 

Pada kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Achmad
Djojo, APP. MM  selaku dosen mata kuliah Kebutuhan Dasar Manusia II yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya makalah
ini. Rekan-rekan dan semua pihak yag telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini.

Makalah ini berjudul “Konsep Kondisi Terminal dan Menjelang Ajal”


yang didalamnya membahas tentang pengertian kehilanga, berduka, meninggal,
menjelang ajal, tahapan menjelang ajal, tipe-tipe perjalanan menjelang kematian,
tanda-tanda klinis menjelang kematian, tanda-tanda klinis saat meninggal, tanda
-tanda meninggal secara kelinis, tindakan yang berkaitan dengan penatalaksanaan
pasien meninggal, dan konsep askep pada kondisi pasien terminal dan menjelang
ajal.

Akhirnya kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya pada makalah ini,
dan kami berharap semoga laporan ini bermanfaat khususnya bagi kami dan
umumnya bagi pembaca, dengan segala kerendahan hati saran dan kritik dari
pembaca guna peningkatan pembuatan laporan pada tugas yang lain diwaktu
mendatang.

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................... i


DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................. 2
C. Rumusan Masalah ............................................................... 3
D. Manfaat ............................................................................... 3
BAB II ISI ............................................................................................. 4
A. Pegertian Kehilangan, Berduka, Menjelang Ajal, Meninggal 4
B. Tahapan Menjelang Ajal...................................................... 8
C. Tipe-Tipe Perjalanan Menjelang Ajal ................................. 12
D. Tanda-Tanda KlinisMenjelang Kematian ........................... 12
E. Tanda-Tanda Klinis saat Meninggal ................................... 15
F. Tindakan yang Berkaitan dengan Penatalaksanaan Pasien
Meninggal ......................................................................... 16
E. Asuhan Keperawatan Klien dalam Proses Menjelang Ajal . 17
BAB III PENUTUP................................................................................. 22
A. Kesimpulan ......................................................................... 22
B. Saran..................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Berjumpa dengan pasien yang menderita karena Terminal Ilness
(penyakit yang tidak tersembuhkan) , merupakan hal yang umum bagi dokter
yang merawat pasien lanjut usia (lansia). Meskipun hal itu umum, namun
tugas untuk menangani orang yang sedang meninggal (menjelang ajal,
sakaratul maut, sekarat, dying) tidak mudah. Tantangan dan stress bagi dokter
memang berbeda; sama-sama beratnya, baik telah lama merawat pasien itu
atau belum. Kebanyakan dokter tidak memiliki pendidikan formal yang
langsung berkaitan dengan filosofi atau penomenologi derita manusia, atau
sangat sedikit pelatihan menangani pasien menjelang ajal. 
Biasanya, pengalaman konkret merawat pasien menjelang ajal diperoleh
ketika dilakukan koas.Namun refleksi mendalam atas kasus terminal illness
dan pendidikan formal sangat jarang. Pendidkan dokter dan perawat pada
umumnya tetap terpusat pada penyembuhan, memperpanjang hidup, dan
memulihkan. Agaknya, fungsi utama pertolongan medis tetap menghilangkan
penderitaan.
Meskipun “perawatan manusia utuh” sudah didengungkan, paradigma
Cartesian yang memisahkan jiwa dengan raga tetap menguasai pelatihan
klinis dokter. Penderitaan, dianggap sebagai “sakit fisik:”. Bahkan dengan
wacana, fisik pun, dalam teori dan praktik menangani derita atau berbgai
sumber-sumber lain, derita menjelang ajal (dema) memang sangat langka
dalam buku dan kurikulum kedokteran dan keperawatan. 
Padahal demi kesejahteraan optimal pasien dan kemantapan pelayanan
medis, sesungguhnya pendekatan dan penanganan pasien terminal harus
didahului dengan pendidikan dan pelatihan yang memadai.Banyak masalah
legal melingkupi peristiwa kematian, meliputi definisi dasar dari titik yang

1
aktual dimana seseorang dipertimbangkan meninggal. Hukum
mengidentifikasi kematian terjadi ketika ada penurunan fungsi otak yang
hebat, selain fungsi organ yang lainnya. Ketika klien tidak mengizinkan
pemberi pelayanan kesehatan untuk mencoba menyalamatkan hidup mereka,
fokus perawat harus menjadi tujuan perawatan versus penyembuhan.
Pada situasi lain yang melibatkan kematian, perawat memiliki tugas legal
yang khusus. Misalnya, perawat memiliki kewajiban hukum untuk menjaga
orang yang meninggal secara bermartabat. Penanganan yang salah untuk
orang yang meninggal dapat membahayakan emosional bagi orang yang
selamat. Asuhan keperawatan klien dengan penyakit terminal sangat
menuntut dan menegangkan.
Namun demikian, membantu klien menjelang ajal untuk meraih kembali
martabatnya dapat menjadi salah satu penghargaan terbesar keperawatan.
Perawat dapat berbagi penderitaan klien menjelang jal dan mengintervensi
dalam cara meningkatkan kualitas hidup. Klien menjelang ajal harus dirawat
dengan respek dan perghatian. Peningkatan Kenyamanan bagi klien
menjelang ajal termasuk pengenalan dan peredaan distres psikobiologis.
Perawat memberi berbagai tindakan penenangan bagi klien sakit
terminal. Kontrol nyeri terutama penting karena nyeri mengganggu tidur,
nafsu makan, mobilitas, dan fungsi psikologis. Higiene personal adalah
bagian rutin dari mempertahankan kenyamann klien dengan penyakit
terminal. Klien mungkin pada akhirnya bergantu ng pada perawat atau
keluarganya untuk pemunuhan kebutuhan dasarnya. 

B. TUJUAN

Dapat mengetahui apa pengertian dari kehilanga, berduka,


meninggal, menjelang ajal, tahapan menjelang ajal, tipe-tipe perjalanan
menjelang kematian, tanda-tanda klinis menjelang kematian, tanda-tanda
klinis saat meninggal, tanda -tanda meninggal secara kelinis, tindakan
yang berkaitan dengan penatalaksanaan pasien meninggal, dan konsep

2
askep pada kondisi pasien terminal dan menjelang ajal.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian dari kehilanga, berduka, meninggal,


menjelang ajal?
2. Apa saja tahapan menjelang ajal?
3. Apa saja tipe-tipe perjalanan menjelang kematian?
4. Apa saja tanda-tanda klinis menjelang kematian?
5. Apa saja tanda-tanda klinis saat meninggal?
6. Apa saja tanda -tanda meninggal secara kelinis?
7. Apa saja tindakan yang berkaitan dengan penatalaksanaan
pasien meninggal?
8. Bagaimana konsep askep pada kondisi pasien terminal dan
menjelang ajal?
D. MANFAAT
Diharapkan dengan makalah ini kita semua dapat lebih
mengetahui dan memahami konsep kondisi terminal dan
menjelang ajal.

BAB II

3
ISI

A. Pengertian Kehilangan, Berduka, Meninggal, Menjelang Ajal.


1) Kehilangan
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda. Kehilangan adalah penarikan sesuatu dan/atau
seseorang atau situasi yang berharga/bernilai baik segabagai pemisahan yang
nyata maupun yang diantisipasi.
Kehilangan kepribadian adalah segala kehilangan signifikan
yang membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi apabila
sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemukan, dirba, diketahui atau dialami.
Tipe dari kehilangan memengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda
mungkin tidak menimbulkan distres yang samaketika kehilangan seseorang
yang dekat dengan kita. Namun demikian, setiap individu berespon terhadap
kehilangan secara berbeda.
Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan
distres lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan, tetapi bagi
seseorang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan menyebabkan distres
emosional yang lebih besar dibanding dengan saudaranya yang sudah tidak
pernah bertemu selama bertahun-tahun. Tipe kehilangan penting artinya untuk
proses berduka. Namun perawat harus mengenali bahwa setiap unterpretasi
seseorang tentang kehilangan sangat bersifat individualisme.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi
dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi
dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan berduka. Penting
bagi perawat memahami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-keluarga-
perawat berkahir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan, atau
kematian. Perasaan pribadi, nilai, dan pengalaman pribadi memengaruhi
seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama

4
kehilangan dan kematian (Potter dan Perry, 2005).
Kehilangan adalah situasi aktual atau potensial ketika sesuatu
(orang atau objek) yang dihargai telah berubah, tidak lagi ada, atau menghilang.
Seseorang dapat kehilangan citra tubuh, orang terdekat, perasaan sejahtera,
pekerjaan, barang milik pribadi keyakinan, atau sense of self- baik sebagian
ataupun keseluruhan.
Peristiwa kehilangan dapat terjadi secara tiba-tiba atau bertahap
sebagai sebuah pengalaman traumatik. Kehilangan sendiri dianggap sebagai
kondisi krisis, baik krisis situasional ataupun krisis perkembangan. Dalam hal
ini presepsi individu, tahap perkembangan, mekanisme koping, dan sistem
pendukungnya sangatlah berpengaruh terhadap respon individu dalam
menghadapi proses kehilangan tersebut. Apabila proses kehilangan tidak
dibarengi dengan koping positif atau penanganan yang baik, pada akhirnya akan
berpengaruh pada perkembangan individu atau port of being matur-nya.
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari
kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau
memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan
mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau
taumatik, diantisipasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total, dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali.
Menutur Lambert dan Lambert (1985) kehilangan adalah suatu
keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemungkinan menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian maupun keseluruhan.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat
aktual dapat dengan mudah diidentifikasikan, misalnya seorang anak yang
teman sepermainannya pindah rumah atau seorang dewasa yang kehilangan
pasangan akibat bercerai. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat
disalah artikan, seperti kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat
disalah artikan, seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise. Makin dalam
makna kata yang hilang, maka makin besar rasa hilang tersebut.
2) Berduka

5
Berduka adlaah reaksi emosional individu terhadap peristiwa
kehilangan, biasanya akibat perpisahan yang dimanifestasikan dalam bentuk
prilaku, perasaan, dan pikiran. Respon klien selama fase berduka meliputi
 Prilaku bersedih (bereavement), yaitu respon subjektif dalam masa
berduka yang biasanya dapat menimbulkan berbagai masalah
kesehatan.
 Berkabung (mourning), yaitu periode penerimaan terhadap peristiwa
kehilangan dan berduka serta dapat dipengaruhi oleh budaya, sosial,
dan kebiasaan.
Berduka adalah proses mengalami reaksi psikologis, sosial, fisik
terhadap kehilangan yang dipresepsikan (Rando, 1991). respon ini termasuk
keputusasaan, kesepian, ketidakberdayaan, kesedihan, rasa bersalah dan marah.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak napas, susah
tidur, dan lain-lainnya.
NANDA merumuskan dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan disfungsional. Berduka diantisipasi adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual
ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan atau kedekatan, objek, atau
ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih
dalam batas normal. Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan
pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan
secara aktual maupun potensial, hubungan, objek, dan ketidak mampuan
fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan
Tujuan berduka adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif
dengan mengintegrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup klien.
Pencapaian ini membutuhkan waktu dan upaya. Upaya melewati berduka
menggambarkann tugas dan proses yang harus diselesaikan dengan berhasil
agar berduka terselesaikan. Orang yang mengalami berduka mencoba berbagai
strategi untuk menghadapinya (Worden 1982) menggaris bawahi 4 tugas

6
berduka yang memudahkan penyesuian yang sehat terhadap kehilangan dan
Harper (1987) merancang tugas dalam akronim “TEAR”
1. “T” untuk menerima realitas dari kehilangan
2. “E” mengalami kepedihan akibat kehilangan
3. “A” menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang,
benda, atau aspek diri yang hilang.
4. “R” memberdayakan kembali energi emosional kedalam hubungan
yang baru.
Tugas ini tidak terjadi dalam urutan yang khusus, pada kenyataan
orang yang berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan
atau hanya satu atau dua yang menjadi prioritas.
3) Menjelang Ajal
Menjadi tua adalah proses alamiah yang akan dihadapi oleh
setiap makhluk hidup dan meninggal dengan tenang adalah dambaan setiap insan.
Namun, seringkali harapan dan dambaan tersebut tidak tercapai. Dalam
masyarakat kita, umur harapan hidup semakin bertambah dan kematian semakin
banyak disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti kanker dan stroke. Klien
dengan penyakit kronis seperti ini akan memulai suatu proses pengobatan dan
perawatan yang panjang. Jika penyakit berlanjut maka suatu saat akan dicapai
stadium terminal yang ditandai oleh kelemahan umum, penderitaan, ketidak
berdayaan, dan akhirnya kematian.
Sebagian besar kematian di rumah sakit adalah kematian akibat
penyakit kronis dan terjadi perlahan-lahan pada umumnya, dokter dan perawat
lebih mudah menghadapi kematian yang muncul secara perlahan-lahan. Mereka
tidak dipersiapkan dengan baik untuk berhadapan dengan acaman kematian.
Ditengah keputusan sering kali terdengar ‘kami sudah melakukan segalanya yang
bisa dilakukan.” Namun, kini telah mulai disadari untuk klien terminal pun profesi
medis masih dapat melakukan banyak hal. Jika upaya kuratif tidak dimungkinkan
lagi, masih luas kesempatan untuk upaya paliatif.
Pada stadium lanjut, klien dengan penyakit kronis tidak hanya
mengalami berbagai masalah fisik, seperti nyeri, sesak napas, penurunan berat

7
badan, gangguan akrivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan
spiritual yang memengaruhi kualitas hidup klien dan keluarganya maka
kebutuhan klien pada stadium lanjut suatu penyakit tidak hanya pemenuham
atau pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya dukungan terhadap
kebutuhan psikologi, sosial, dan spiritual yang dilakukan dengan pendekatan
interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif atau palliative care.
4) Kematian
Kematian definisikan sebagai kematian serebral yang diikuti oleh
kematian somatik, klien yang menghadapi kematian mempunyai harapan
tertentu. Sakit gawat adalah suatu keadaan sakit yang menurut akal sehat
klien lanjut usia tidak dapat lagi atau tiada harapan lagi untuk sembuh.
Klien yang menghadapi kematian mempunyai harapan tertentu kesiapan
seseorang menghadapi kematian bergantung pada beberapa aspek antara
lain:
1. Aspek psikologis, usia loneliness / kesendirian merasa sudah
cukup berarti tugas sudah selesai.
2. Aspek spiritual , tiga keutuhan dasar spiritual seseorang
menghadapi kematian yaitu menyadari dan menemukan makna
hidup, meninggal dengan tenang menemukan makna hidup,
meninggal dan tenang menemukan harapan hidup setelah mati.
3. Aspek sosial, social isolation menurutnya hubungan dengan orang
lain.
4. Aspek fisik, sakit terminal, sakit dalam waktu yang lama (kronis),
dan sakit yang akut.
Kematian merupakan peristiwa alamiah yang dihadapi oleh manusia.
Pemahaman akan kematian memengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang
terhadap kematian. Selain pengalaman, pemaham konsep kematian juga
dipengaruhi oleh perkembangan kognitif dan lingkungan sosial budaya.

B. Tahap Menjelang Ajal

8
Elisabeth Kubler-Ross, seorang ahli kejiwaan dari Amerika, menjelaskan
secara mendalam respon individu dalam menghadapi kematian. Berdasarkan
pandangannya, Kubler-Ross menyatakan bahwa respon individu dalam
menghadapi kematian yaitu tidak selamanya berurutan secara tepat, dapat
tumpang tindih, lama tiap tahap bervariasi, perlu perhatian perawat secara penuh
dan cermat. Secara umum ia membedakan respon tersebtu menjadi lima fase
yaitu :
1) Penyangkalan dan isolasi. Karakteristiknya:
a. Menunjukan reaksi penyangkalan secara verbal, ‘tidak, bukan saya.
Itu tidak mungkin’ .
b. Secara tidak langsung klien ingin mengatakan bahwa maut
menimpa semua orang kecuali Sang Pencipta.
c. Merepresikan kenyataan
d. Mengisolasi diri dari kenyataan.Biasanya begitu terpengaruh
dengan sikap penolakannya.
e. Tidak begitu memperhatikan fakta-fakta yang menjelaskan
padanya.
f. Menyupresikan pernyataan.
g. Meminta penguatan dari orang lain untuk penolakannya.
h. Gelisah dan cemas.
Tugas perawat :
a. Membina hubungan saling percaya.
b. Memberi kesempatan klien untuk mengekspresikan diri dan
menguasai dirinya
c. Melakukan dialog di saat klien siap dan menghentikannya ketika
klien tidak mampu menghadapi kenyataan.
d. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian dan memberinya
kesempatan untuk bermimpi tentang hal-hal yang menyenangkan.
2) Marah, karakteristiknya
a. Mengeskpresikan kemarahan dan permusuhan.
b. Menunjukan kemarahan, kebencian, perasaan gusar, dan cemburu

9
c. Emosi tidak terkendali.
d. Mengungkapkan kemarahan secara verbal ‘mengapa harus aku.’
e. Apapun yang dilihat atau dirasakan akan menimbukan pilihan pada
individu
f. Menyalahkan takdir
g. Kemungkinan akan mencela setiap orang dan segala hal yan
berlaku
Tugas perawat:
a. Menerima kondisi klien
b. Berhati-hati dalam memberikan penilaian, mengenali kemarahan,
dan emosi tak terkendali
c. Membiarkan klien mengungkapkan kemarahannya
d. Menjaga agar tidak terjadi kemarahan detruktif dan melibatkan
keluarga
e. Berusaha menghormati dan memahami klien, memberinya
kesempatan memperlunak suara dan mengurangi permintaan yang
penuh kemarahan.
3) Tawar menawar, antara lain:
a. Kemarahan mulai mereda
b. Respon verbal ‘Ya benar aku, tapi....’
c. Melakukan tawar menawar atau barter, misalnya untuk menunda
kematian
d. Mempunyai harapan dan keinginan
e. Tersekesan sudah menerima kenyataan
f. Berjanji pada Tuhan untuk menjadi manusia yang lebih baik
g. Cenderung membereskan segala urusan
Tugas perawat adalah sedapat mungkin berupaya agar keinginan klien
terpenuhi.
4) Depresi. Karakteristiknya:
a. Mengalami proses berkabung karena dulu ditinggalkan dan sekarang
akan kehilangan nyawa sendiri

10
b. Cenderung tidak banyak bicara, sering menangis.
c. Klien berada pada proses kehilangan segala hal yang ia cintai
Tugas perawat:
a. Duduk tenang disamping klien
b. Memberi klien kesempatan untuk mengungkapkan kedudukannya
c. Tidak terus menerus memaksa klien untuk melihat sisi terang suatu
keadaan
d. Memberi klien kesempatan mengungkapkan perasaannya
e. Memberi dukungan dan perhatian kepada klien.
5) Penerimaan, karakteristiknya :
a. Mampu menerima kenyataan
b. Merasa kedamaian dan ketenangan
c. Respon verbal, ‘biarlah maut cepat mengambilku, karena aku sudah
siap.’
d. Merenungkan saat-saat akhir dengan pengharapan tertentu
e. Sering merasa lelah dan memerlukan tidur lebih banyak
f. Tahap ini bukan merupakan tahap bahagia, namun lebih mirip
perasaaan yang hampa
Tugas perawat:
a. Mendampingi klien
b. Menenangkan klien dan meyakinkannya bahwa anda akan
mendampinginya sampai akhir
c. Membiarkan klien mengetahui perihal yang terjadi pada dirinya
Upaya yang dapat perawat lakukan ketika klien melalui
kelima tahap tersebut adalah menjadi katalisator agar klien dapat
mencapai tahap akhir. Upaya tersebut antara lain dilakukan dengan
mengenali dan memenuhi kebutuhan klien, mendorong dan memberi klien
kesempatan untuk berbicara dan mengungkapkan emosinya secara bebas,
selalu siap membantu klien, dan menghormati prilaku klien. Sementara
pada keluarga adalah berpartisipasi aktif dalam perawatan untuk
menyembuhkan klien, dan memperoleh dukungan dan perhatian selama

11
proses duka.

C. Tipe-Tipe Perjalanan Menjelang Ajal


Ada empat tipe dari perjalanan proses kematian, sebagai
berikut:
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, biasanya terjadi pada
perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik.
2. Kematian yang pasti dengan waktu tidak bisa diketahui, biasanya terjadi
pada kondisi penyakit yang kronik
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya
terjadi pada klien dengan operasi radikal karena adanya kanker
4. Kemungkinan mati dan sembuh yang tidak tentu terjadi pada klien dengan
sakit kronik dan telah berjalan lama.

D. Tanda-Tanda Klinis Menjelang Kematian


Kematian adalah proses psiko-somatis yang melibatkan seluruh
jiwa & raga pasien. Kerna itu terdapat tanda-tanda psikis dan somatis yang
menunjukkan bahwa moment kematian itu telah makin mendekat. Berikut
kita lihat beberapa dari antaranya.
Sekitar dua minggu menjelang kematian, pasien bisa
memperlihatkan tandatanda psikis berupa disorientasi mental: kekacauan
dan kekeliruan dalam daya pemikiran, perasaan dan pengamatannya. Ia
bisa mengalami tiga gejala berikut: ilusi, halusinasi dan delusi. Ketiga
gejala itu timbul kerna kondisi mental pasien yang makin menurun hingga
ia kerap berada dalam kondisi setengah sadar, seakan-akan setengah
bermimpi. Ilusi adalah kesalahan dalam membaca/mentafsirkan kesan atau
stimulus indrawi eksternal. Misalnya: bunyi angin dipersepsi sebagai suara
orang menangis, harum parfum sebagai bau mayat, rasa gatal sebagai
adanya serangga di balik selimut, ada cacing kecil dalam gelas susu etc.
Dalam kehidupan normal, kita juga bisa mengalami ilusi indrawi semacam
itu, namun pada umumnya kita bisa segera melakukan koreksi atasnya.

12
Dalam diri pasien yang terminal, kemampuan untuk mengkoreksi-diri itu
telah menurun/menghilang hingga ilusi itu bisa sungguh terasa sebagai
real.
Lain dari ilusi yang terjadi kerna stimulus indrawi eksternal,
halusinasi adalah produk internal imaginasi kita sendiri. Contoh dari
bayangan/gambaran (image) yang halusioner adalah gambaran-gambaran
yang muncul saat kita bermimpi atau berada dalam pengaruh narkoba.
Mungkin kerna pengaruh obat penenang dan kegalauan emosional yang
dirasakannya, pasien sering nampak mendapat halusinasi tertentu: ia
seakan-akan melihat atau berbicara dengan orang-orang tertentu yang
tidak ada di sekitarnya, termasuk juga berbicara/melihat orang-orang yang
sudah meninggal dunia. Beberapa orang yang menganut faham spiritisme
(komunikasi dengan roh) mentafsirkan gejala ini sebagai tersibaknya
selubung antara alam fana dengan alam baka: “Some may see this as the
veil being lifted between this life and the next life.” . Persepsi halusioner
ini bisa terungkap secara fisik juga: pasien menjadi tegang dan gelisah
(agitasi), ia menggerak-gerakan anggota badannya secara kacau tak
menentu, seakan-akan seperti hendak mengusir, menghindar atau
menjangkau sesuatu; atau ia terengah-engah mencengkram ujung seprai
atau selimutnya erat-erat etc.
Lain dari halusinasi yang merupakan produk imaginasi, delusi
adalah produk dari “wrong thinking” (false belief). Pasien bisa mendadak
mempunyai “fixed ideas” bahwa ia sudah sembuh, lalu berusaha turun dari
ranjang dan menolak segala bantuan medis; atau ia merasa ada konspirasi
tersembunyi untuk meracuninya, bukan mengobatinya; atau ia akan
sembuh bila pergi ke tempat/orang/obat keramat tertentu padahal
kondisinya jelas tidak memungkinkan. Ringkasnya, pikiran dan
perbuatannya bisa nampak irasional. etc. Selain tanda-tanda psikis di atas
terdapat juga tanda-tanda somatis yang menunjukkan bahwa saat ajal itu
sudah semakin mendekat. Kita deretkan saja beberapa di antaranya: kulit
kebiruan dan pucat, mulai dari ujung jari, kaki dan bibir lalu menjalar ke

13
bagian tubuh yang lain Denyut nadi tidak teratur dan lemah Nafas
berbunyi keras dan kerap ngorok Penglihatan dan pendengaran mulai
kabur. “It is believed that hearing is the last sense to go, so it is
recommended that loved ones sit with and talk kindly to the dying during
this time.” Hilangnya kesadaran diri “Eventually, breathing will cease
altogether and the heart stops. Death has occurred.”
Tanda-tanda fisik menjelang kematian meliputi :
a. Penurunan tonus otot
a) Gerakan ekstremitas berangsur-angsur menghilang, khususnya pada kaki
dan ujung kaki.
b) Sulit berbicara
c) Tubuh semakin lemah
d) Aktivitas saluran pencernaan menurun sehingga perut membuncit
e) Otot rahang dan muka mengendur sehingga daging menjadi turun
f) Rahang bawah cenderung turun
g) Sulit menelan, refleks gerakan menurun
h) Mata sedikit terbuka
i) Penurunan kegiatan traktus gastrointestina, ditandai dengan nausea,
muntah, perut kembung, opstipasi, dsb.
j) Penurunan kontrol sfingter urinari dan rektal
k) Gerakan tubuh yang terbatas
b. Sirkulasi melemah
a) Suhu tubuh klien tinggi, tetapi kaki, tangan, dan ujung hidung klien
terasa dingin dan lembab
b) Kulit ekstremitas dan ujung hidung tampak kebiruan, kelabu, atau pucat.
c) Nadi mulai tidak teratur, lemah, dan cepat
d) Tekanan darah menurun
e) Peredaran darah perifer terhenti
f) Kemunduran dalam sensasi
c. Kegagalan fungsi sensorik
a) Sensasi nyeri menurun atau hilang

14
b) Pandangan mata kabur atau berkabut
c) Kemampuan indra berangsur-angsur menurun
d) Sensasi panas, lapar, dingin, dan tajam menrun
e) Gangguan penciuman dan perabaan
f) Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian,
kadang-kadang klien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran
merupakan sensori terakhir sebelum meninggal
d. Penurunan atau kegagalan fungsi pernapasan
a) Mengorok (death rattle) bunyi napas terdengar kasar
b) Pernapasan tidak berlangsung dan melalui mulut
c) Pernapasan Cheyne stokes
e. Peubahan-peubahan dalam tanda-tanda vital.
a) Nadi lambat dan lemah
b) Tekanan darah turun
c) Pernapasan cepat,cepat dangkat, tidak teratur.

E. Tanda-Tanda Klinis saat Meninggal


Tanda-tanda klinis kematian dapat dilihat melalui
perubahann-perubahan nadi, respirasi, dan tekanan darah. Pada tahun 1968
World Medical Assembly menetapkan beberpa petunjuk tentang indikasi
kematian yaitu tidak ada respon terhadap rangsanga dari luar secara total,
tidak adanya gerak dari otot, khususnya pernapasan, tidak ada refleks dan
gambaran mendatar pada EKG.
Tanda kematian dini yaitu pernapasan terhenti, penilaian > sepuluh
menit (inspeksi, palpasi, auskultasi), terhentinya sirkulasi, penilaian yaitu
15 menit nasi koronis tidak teraba, kulit pucat, tonus otot menghilang dan
relaksasi, pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca
kematian, pengeringan kornea menimbukan kekeringan dalam sepuluh
menit (hilang dengan penyiraman air).
Tanda kematian lajut ( tanda pasti kematian) yaitu lebam mayat
(liformortis), kaku mayat (rigormortis), penurunan suhu tubuh

15
(algormortis) , pembusukan (dekompisisi), adiposera (lilin mayat),
momifikasi.
Saat kematian dan setelah kematian, fase ini ditandai dengan ciri-
ciri sebagai berikut:
a. Terhentinya pernapasan, nadi, tekanan darah, dan fungsi otak (tidak
berfungsinya paru, jantung, dan otak).
b. Hilangnya respon terhadap stimulus eksternal
c. Hilangnya kontrol atas sfingter kandung kemih dan rektum (inkontinensia)
akibat peredaran darah yang terhambat, kaki dan ujung hidung menjadi dingin
d. Hilangnya kemampuan panca indra, hanya indra pendengaran yang paling
lama dapat berfungsi
e. Adanya garis datar pada mesin EKG menunjukan terhentinya aktivitas listrik
otak untuk penilaian pasti suatu kematian
f. Rigor mortis(kaku), tubuh menjadi kaku 2-4 jam setelah kematian
g. Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan tubuh
h. Livor mortis (post-mortern decomposition), perubahan warna kulit pada
daerah yang tertekan, jaringan melunak dan bakteri sangat banyak
Setelah klien meninggal perawat bertugas melakukan pada
jenazahnya. Disamping itu, perawat juga bertugas
memberikan asuhan keperawatan kepada keluarga dan orang terdekat
klien.

F. Tindakan yang Berkaitan dengan Penatalaksanaan Pasien Meninggal


1) Pengertian
Suatu bantuan perawatan khusus yang diberikan kepada klien yang
barusaja meninggal.
2) Tujuan
 Membersihkan dan merapikan jenazah
 Memberkan rasa puas kepada keluarga klien
3) Persiapan alat
 Pakaian khusus

16
 Pembalut atau verban
 Bengkok
 Pinset
 Kapas lembab dan kain kasa secukupnya
 Peralatan untuk membersihkan jenazah misalnya baskom
 Seprai atau kain penutup jenazah
 Tempat pakaian kotor
 Surat kematian sesuai kematian yang berlaku
4) Pelaksanaan
 Keluarga klien diberi tahu dengan seksama, bagaimana jenazah akan
dibersihkan
 Petugas memakai pakaian khusus
 Jenazah dibersihkan dan dirapikan sesuai kebutuhan
 Letak tangan klien diatur menurut agama
 Kelopak mata dirapatkan dan lubang-lubang pada tubuh ditutup
 Mulut dirapatkan dengan cara mengikat dagu.
 Kedua kaki dirapatkan, pergelangan kaki dan kedua ibu jari diikat perban
 Jenazah ditutup rapi dengna kain penutup
 Surat kematian harus diisi dengan lengkap
 Jenazah dibawa ke kamar mayat

G. Asuhan Keperawatan Klien dalam Proses Menjelang Ajal


1) Pengkajian
Pada kasus ini perawat mengkaji seluruh data baik subjektif
maupun objektif yang berhubungan dengan proses menjelang ajal dan
kematian. Ini bisa dipelajari dari tanda-tanda yang muncul dari proses
tersebut sesuai dengan tahapannya. Perawat harus memahami apa yang
dialami klien dengan kondisi terminal tujuannya untuk dapat menyiapkan
dukungan dan bantuan bagi klien sehingga pada saat-saat terkahir dalam
hidup bisa bermakna dan akhirnya dapat meninggal dengan tenang dan
damai.

17
Doka (1993) menggambarkan respon terhadap penyakit
yang mengancam hidup kedalam empat fase yaitu sebagai berikut:
1. Fase prediagnostik, terjadi ketika diketahui ada gejala atau faktor resiko
penyakit.
2. Fase akut, berpusat pada kondisi kritis klien dihadapkan pada serangkaian
keputusan, termasuk kondisi medis, interpersonal, maupun psokologis
3. Fase kronis, klien bertempur dengan penyakit dan pengobatannya pasti
terjadi.
4. Klien dalam kondisi terminal akan mengalami berbagai masalah baik fisik,
psikologis, maupun sosial spiritual.
Pengkajian dilakukan secara cermat dengan mengamati
tanda-tanda klinis klien, antara lain fisik dan psikologis
 Fisik
Pengkajian fisik meliputi pengkajian menjelang kematian yaitu
perubahan tanda-tanda vital, sirkulasi melemah, tonus otot menghilanh,
kegagalan sensorik, tingkat kesadaran klien; mendekati kematian.pupil
berdialatasi, refleks menghilang, frekuensi nadi meningkat kemudian turun
pernapasan cheyne stokes,tidak bergerak,napas terdengar kasar,tekanan
darah menurun; dan saat kematian yaitu pernapasan,nadi,dan tekanan
darah terhenti hilang respon stimulus,tidak ada pergerakan otot,henti
aktivitas listrik otak.
 Psikologis
Respon yang terjadi yaitu kekhawatiran dampak kematian orang terdekat
ketidak berdayaan terhadap isu yang berhubungan dengan kematian,takut
akan kehilangan, kepedihan yang diantisipasi,kesedihan yang mendalam
takut akan proses menjelang ajal,khawatir beban kerja pemberi asuhan
akibat sakit terminal dan ketidak mampuan,ragu terhadap tuhan,kehilangan
kontrol total aspek kematian pikiran negatif tentang kematian atau proses
menjelang ajal, takut kematian dini menghambat tujuan hidup
 Sosial
Perawat harus mengkaji kondisi klain selama terminal ketidak yakinan

18
dan kepus asaan sering membawa pada prilaku isolasi.perawat harus
mengetahuinya seheingga dapat memberikan dukungan sosial dari orang
terdekat pasien
 Spiritual
Perawat harus mengkaji keyakinan klaen dan sikap akan proses
kematian.apakah semakin mendekatkan diri kepada Tuhan atau brontak
dan apakah klaen mengharapkan tokoh agama untuk menemaninnya.
2) Penetapan diagnosis
Diagnosis diterapkan bergantung pada hasil pengkajiannya.beberapa diagnosis
yang mungkin sesuai adalah ketakutan,keputusasaan,dan ketidak berdayaan.Dapat
disertai diagnosis lain yaitu gangguan/perubahan proses keluarga dan ketegangan
peran pemberi asuhan, berduka, resiko terhadap disstres spiritual, perubahan proses
keluarga.
3) Perencanaan dan implementasi
 Ketakutan
Intervensinya yaitu, kaji faktor penyebab, kurangi atau hilangkan faktor
penyebab. Dorong klaen untuk mengungkapkan perasaan dan beri masukan.
Dorong klaen untuk menggunakan mekanisme koping yang positif, menceritakan
masalahnya kepada orang lain,menghadapi ketakutan. Hadirkan suasana yang tidak
mengancam emosional.
Implementasinya yaitu jelaskan isyarat prilaku yang mengindikasikan
meningkatnya ketakutan. Ajarkan cara meningkatkan kontrol. Identifikasi aktivitas
yang dapat menyalurkan energi emosional untuk mengurangi ketakutan. Sarankan
atau ajarkan metode relaksasi dan kenyamanan. Lakukan penyuluhan sesuai
indikasi.
 Keputusasaan
Intervensinya yaitu, bantu klien mengidentifikasi dan
mengungkapkan perasaannya. Dengarkan klien dengan seksama dan
perlakukan ia sebagai seorang individu. Tujukan sikap empati. Dorong
klien untuk menceritakan bagaimana harapan menjadi ketidakpastian
dalam hidupnya dan saat harapan mengecewakannya. Bantu klien

19
mengidentifikasi hal yang menyenangkan bagi mereka.bantu klien
mengatasi keputusasaan dan menerimanya, memisahkannya dari aspek
penuh harapan, mengidentifikasi tujuan hidup mereka.
Implementasinya yaitu harapan terkait dengan bantuan dan
dukungan yang diberikan orang lain. Mempertahankan peran dan
tanggungjawab keluarga penting untuk menumbuhkan harapan dan koping
(Herth, 1989) selain itu, konsep harapan penting bagi keluarga yang
anggotanya menderita penyakit kritis untuk memfasilitasi koping dan
penyesuaian diri (Coulter, 1989).
 Berduka yang berhubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang
dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri, dan menarikdiri dari orang
lain.
Intervensi dan implementasinya yaitu berikan dorongan
penggunaan strategi koping positif yang terbukti dapat memberikan
keberhasilan pada masa lalu yang membantu memecahkan
masalah.tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian,
menghilangkan ketidaknyamanan dan dukungan karena merka klien sait
terminal menghargai hal tersebut (Skoruka dan Bonet, 1982).
 Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan
keluarga, takut akan hasil (kematian) dengan lingkungannya penuh dengan
stess (tempat perawatan).
Intervensi dan implementasinya yaitu luangkan waktu
bersama orang terdekat klien dan tunjukan empati hal ini akan mengurangi
kecemasan. Izinkan orang terdekat klien untuk mengekspresikan
perasaanya agar perawat dapat mengidentifikasi ketakutan dan
kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi. Jelaskan keadaan ,
kondisi terbaru pasien kepada orang terdekat pasien.
 Resiko terhadap distress spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari
sistem pendukung keagamaan, kurang privasi, atau ketidakmampuan diri
dalam menghadapi ancaman kematian.
Intervensi dan implementasinya adalah gali apakah kien

20
menginginkan untuk melaksanakan praktik atau ritual keagamaan atau
spiritual yang diinginkan memberikan kesempatan pada klien untuk
melakukannya hal ini akan meberikan kenyamanan dan kekuatan bagi
klien. Ekspresikan pengertian dan penerimaan Anda tentang pentingnya
keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien. Berikan privasi dan
ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat
dilaksanakan untuk memudahkan refleksi dan perenungan. Bila Anda
menginginkan tawaran untuk berdoa bersama klien lainnya atau membaca
buku keagamaan setidaknya perawat dapat membantu klien memenuhi
kebutuhan spiritualnya. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin
religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan agar dapat
membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan
ritual yang penting.
4) Evaluasi
 Klien merasa nyaman dan mengekspresikan perasaannya pada perawat
 Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan
 Klien selalu ingat kepada Tuhan Yang Maha Esa dan selalu bertawakal
 Klien saadar bahwa setiap apa yang diciptakan Tuhan Yang Maha Esa akan
kembali kepada-Nya.

21
BAB III

KESIPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa penyakit terminal


adalah suatu penyakit yag tidak bisa disembuhkan lagi. Kematian adalah tahap
akhir kehidupan. Kematian bisa datang tiba-tiba tanpa peringatan atau mengikuti
priode sakit yang panjang . Terkadang kematian menyerang usia muda tetapi
selalu menunggu yang tua. Perawatan pasien yang akanmeninggal tetap harus
dilakukan.

 Perawatan yang komprehensif tentang orang yang menjelang ajal sangat


jarang menuntut lebih dari manajemen symptom yang hati-hati dan perhatian

22
terhadap kebutuhan dasar fisik pasien – secara perorangan – sebagai pribadi dan
keluarganya. Di samping menangani manajemen symptom, intervensi perawatan
paliatif dan hospis dapat ditujukan untuk menolong seseorang untuk mencapai
perasaan beres dalam dimensi social dan relas antar pribadi, untuk membangun
atau memperdalam perasaan bermakna dan menemukan perasaan keunikan
mereka sendiri dalam makna hidup. 

Yang paling mendasar adalah, perawat dapat melayani


dengan cara menghadirkan diri secara penuh. Mungkin kita tidak memiliki
jawaban untuk pertanyaan eksistensial tentang hidup dan kematian lebih daripada
orang yang sedang meninggal. Mungkin kita tidak dapat mengurangi semua
perasaan menyesal dan takut menghadapi ketidaktahuan. Namun, bukan tugas kita
untuk menjawab semua masalah itu. Tugas utama seorang perawat adalah berdiri
di samping pasien, terus menerus menyediakan perawatan fisik dan psikososial
yang diperlukan, sementara itu pasien sendiri berjuang untuk mencari
jawabannya.

B. Saran

Hal yang paling diperlukan dalam penanganan pasien dalam fese terminal
adalah pendekatan secara moral, social dan spiritual. Peran utama perawat dalam
keadaan ini ditekankan pada kemampuan untuk mempersiapkan pasien secara
utuh dalam menerima keadaanya dan mempersiapkan diri dalam menghadapi
kematian secara damai. 

23
DAFTAR PUSTAKA

Heriana, Pelapina. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Tanggerang


Selatan: Karisma Publishing, 2014.

Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing edisi 7 buku 2. Jakarta :


Salemba medika.

Rachmat, A. 2015. Kuebler-Ross: Tanda dan Tahap Menjelang Kematian.


Jurnal Universitas Kristen Parahayang : Bandung.

Susanto, Joko; Lilis Indrawati; Wahit Iqbal Mubarak. Buku Ajar Ilmu
Keperawatan Dasar. Jakarta : Salemba Medika, 2015.

24
25

Anda mungkin juga menyukai