Anda di halaman 1dari 40

ASKEP MENJELANG AJAL

Oleh :

Ni Ketut Restu Aditya Putri (P07120219058)

I Gusti Ngurah Agung Ari Kepakisan (P07120219059)

Putu Arsienda Dahata UlmaFema (P07120219060)

Kadek Wiryanti (P07120219061)

Putu Defri Githayani (P07120219062)

Ida Ayu Ketut Anjani (P07120219063)

I Gede Made Krisna Dwipayana (P07120219064)

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas rahmat-Nya saya dapat menyelesaikan makalah mengenai “Asuhan
kprawatan menjelang ajal”. Meskipun banyak rintangan dan hambatan yang
dialami dalam proses pengerjaannya, tetapi kami berhasil menyelesaikannya
dengan baik.
Tidak lupa, pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada
Bapak/Ibu guru pengajar yang telah membimbing kami dalam pengerjaan
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
sudah memberi konstribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam
pembuatan makalah ini, serta orang tua yang telah mendukung kami dalam bentuk
materi maupun fasilitas.
Banyak hal-hal positif yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari
hasil makalah ini. Karena itu kami berharap semoga makalah ini dapat menjadi
sesuatu yang berguna bagi kita bersama.
Kami menyadari bahwa makalah ini, jauh dari kata sempurna serta masih
banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematikanya.
Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan wawasan kami. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan dan saran untuk menyempurnakan laporan
ini.

Denpasar, 13 Januari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................4
1.1. Latar Belakang........................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...................................................................................5
1.3. Tujuan......................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................6
2.1. Pengertian menjelang ajal......................................................................... 6
2.2 Tahap Menjelang Ajal............................................................................... 8
2.3 Dampak Sakit...........................................................................................10
2.4 Hak-hak Asasi Klien Menjelang Ajal..................................................10
2.5 Hierarki Kebutuhan Seseorang Menjelang Ajal................................11
2.6 Konsep Dasar Kematian (Death).........................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
PENYAKIT HIV..................................................................................................24
3.1 Pengkajian..............................................................................................24
3.2 Pola fungsi kesehatan..............................................................................25
3.3 Pengkajian Kasus Kelolaan....................................................................27
3.4 Pemeriksaan Fisik................................................................................. 28
3.5 Pemeriksaan Penunjang....................................................................... 30
3.6 Klasifikasi Data......................................................................................30
3.7 Analisa Data.............................................................................................31
3.8 Diagnosa Keperawatan berdasarkan Prioritas.................................... 35
BAB V PENUTUP................................................................................................39
4.1 Kesimpulan................................................................................................... 39
4.2 Saran..............................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................40

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian


dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara
fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan
kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian
dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut
ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran
daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum
lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri,
kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai.Semua
hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat
menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal
perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan
berlanjut sepanjang hidup. Kematian didefinisikan sebagai kematian serebal
yang diikuti oleh kematian somatik klien yang menghadapi kematian
mempunyai harapan tertentu. Sakit gawat adalah suatu keadaan sakit yang
menurut akal sehat klien lanjut usia itu tidak dapat lagi atau tiada harapan lagi
untuk sembuh.
1.2. Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan menjelang ajal ?
Bagaimana tahap menjelang ajal?
Apa itu dampak sakit?
Apa itu Hak hak asasi klien menjelang ajal?
Apa itu Hierarki Kebutuhan Seseorang Menjelang Ajal?
Apa itu Konsep dasar keatian (death)?
1.3. Tujuan

4
Memahami maksud pengertian menjelang ajal.
Memahami bagaimana tahapan menjelang ajal.
Memahami bagaimana dampak sakit.
Memahami hak-hak asasi klien menjelang ajal.
Memahamai hierarki kebutuhan dasar manusia.
Memahami konsep dasar kematian (death).

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1.Pengertian menjelang ajal


Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian
dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh setiap
individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara
fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan
kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian
dari proses penuaan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut
ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran
daya tahan tubuh, merupakan acaman bagi integritas orang usia lanjut. Belum
lagi mereka harus berhadapan dengan kehilangan-kehilangan peran diri,
kedudukan sosial, serta perpisahan dengan orang-orang yang dicintai.Semua
hal tersebut menuntut kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat
menyikapi secara bijak (Soejono, 2000). Penuaan merupakan proses normal
perubahan yang berhubungan dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan
berlanjut sepanjang hidup. Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan, yang merupakan
proses menuju akhir. Menjelang ajal sering dikenal dengan sakaratul maut
(dying), merupakan suatu kondisi seseorang yang sedang menghadapi
kematian, memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal.
Kematian ( death ) merupakan terhentinya aktifitas otak atau
terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Dan dua keadaan itu akan
dialami oleh manusia.
Secara etimologi dying berasal dari kata dien yang berarti
mendekati kematian. Dengan kata lain, Dying adalah proses ketika individu
mendekati akhir hayatnya atau proses kematian. Kondisi ini bbisa disebabkan
oleh sakit parah atau konndisi lain yang berujung kematian pada individu.

6
Dalam memberikan asuhan keperawatan pada lanjut usia yang
sedang menghadapi sakarotul maut tidaklah selamanya muda, klien lanjut usia
akan memberikan reaksi-reaksi yang berbeda-beda, bergantung kepada
kepribadian dan cara klien lanjut usia menghadapi hidup. tetapi bagaimanapun
keadaan, situasi dan kondisinya perawat harus dapat menguasai keadaan
terutama terhadap keluarga klien lanjut usia. Biasanya, anggota keluarga
dalam keadaan krisis ini memerlukan perhatian perawatan karena kematian
pada seseorang dapat datang dengan berbagai cara, dapat terjadi secara tiba-
tiba dan dapat pula berlangsung berhari-hari. Kadang-kadang sebelum ajal tiba
klien lanjut usia ke hilangan kesadarannya terlebih dahulu.
Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi
ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan
salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984).Oleh
karena itu dibutuhkan dokter dan terutama perawat untuk memenuhi
kebutuhan spritual pasien.Karena peran perawat yang konfrehensif tersebut
pasien senantiasa mendudukan perawat dalam tugas mulia mengantarkan
pasien diakhir hayatnya dan perawat juga dapat bertindak sebagai fasilisator
(memfasilitasi) agar pasien tetap melakukan yang terbaik seoptimal mungkin
sesuai dengan kondisinya.Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh
perawat.Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien
terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati
sakaratul maut.
2.2 Tahap Menjelang Ajal
Menurut Elisabeth Kubler-Ross, seorang ahli kejiwaan dari amerika,
menjelaskan secara amendalam respon individu dalam menghadapi kematian.
Secara umum respon indivdu tersebut dibedakan menjadi lima fase, yaitu
penyangkalan dan isolasi, marah , tawar-menawar, depresi, dan penerimaan.
Kubler-Ross menyatakan berdasarkan pandangannya bahwa respon tersebut:
1. Tidak selamanya berurutan secara tepat,
2. Dapat tumpang tindih,
3. Lama tiap tahap bervariasi,

7
4. Peluperan perawat secara penuhdan cermat.
Sporken dan michels (stevens,1999). Mengemukakan fase menjelang
kematian menurut Kubler-Ross sebagai berikut.
1. Penyangkalan dan isolasi. Karakteristiknya antara lain sebagai berikut.
a. Menunjukkan reaksi penyangkalan secara verbal, “Tidak, bukan
saya. Itu tidak mungkin”.
b. Secara tidak langsung klien ingin mengatakan bahwa maut
menimpa semua orang kecuali dia.
c. Merepresi kenyataan.
d. Mengisolasi diri dari kenyataan.
e. Biasanya begitu terpengaruh dengan sikap penolakannya.
f. Tidak begitu memperhatikan fakta-fakta yang dijelaskan padanya.
g. Menyupresi kenyataan.
h. Meminta penguatan dari orang lain untuk penolakannya.
i. Gelisah dan cemas.
T ugas perawat pada tahap ini adalah sebagai berikut.
a. Membina hubungan saling percaya
b. Memberi kesempatan klien untuk mengekspresikan diri dan
menguasai dirinya.
c. Melakukan dialog di saat klien siap dan menghentikannya ketika
klien tidak mampu menghadapi kenyataan.
d. Mendengarkan klien dengan penuh perhatian dan memberinya
kesempatan untuk bermimpi tentang hal-hal yang menyenangkan.
2. Marah. Karakteristiknya antara lain sebagai berikut.
a. Mengekspresikan kemarahan dan permusuhan.
b. Menunjukkan kemarahan,kebencian, perasaan gusar, dan cemburu.
c. Emosi tidak terkendali.
d. Mengungkapkan kemarahan secara verbal, “mengapa harus aku”.
Dilihat dari sudut panjang keluarga dan staf rumah sakit, kondisi
ini sangat sulit diatasi karena kemarahan terjadi di segala aspek dan
proyeksikan pada saat yang tak terduga.

8
e. Apapun yang dilihat akan menimbulkan keluhan pada diri
individu.
f. Menyalahkan takdir.
g. Kemugkinan akan mencela setiap orang dan segala hal yang
berlaku.
Tugas perawat adalah sebagai berikut.
a. Menerima kondisi klien.
b. Berhati-hati dalam memberikan penilaian, mengenali kemarahan,
dan emosi yang terkendalikan.
c. Membiarkan klien mengungkapkan kemarahannya.
d. Menjaga agar tidak terjadi kemarahan destruktif dan melibatkan
keluarga.
e. Berusaha menghormati dan memahami klien, memberinya
kesempatan memperlunak suara, dan mengurangi permintaan
yang penuh kemarahan.
3. Tawar-menawar. Karakteristiknya antara lain sebagai berikut.
a. Kemarahan mulai mereda.
b. Respon verbal “ya benar aku, tapi ….”
c. Melakukan tawar-menawar/barter, misalnya untuk menunda
kematian.
d. Mempunyai harapan dan keinginan.
e. Terkesan sudah menerima kenyataan.
f. Berjanji pada Tuhan untuk menjadi manusia yang lebih baik.
g. Cenderung membereskan segala urusan.
Tugas perawat adalah sedapat mungkin berupaya agar keinginan
klien terpenuhi.
4. Depresi. Karakteristiknya antara lain sebagai berikut.
a. Mengalami proses berkabung karena dulu ditinggalkan dan
sekarang akan kehilangan nyawa sendiri.
b. Cenderung tidak banyak bicara, sering menangis.
c. Klien berada pada proses kehilangan segala hal yang dicintai.

9
Tugas seorang perawat adalah sebagai berikut.
a. Duduk tenang di samping klien.
b. Memberi klien kesempatan untuk mengungkapkan kedudukannya.
c. Tidak terus-menerus memksa klien untuk melihat sisi terang suatu
keadaan.
d. Memberi klien kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
e. Memberi dukungan dan perhatian pada klien (missal sentuhan
tangan, usap pada rambut, dan lain-lain.
5. Penerimaan. Karakteristinya antara lain sebagai beikut.
a. Mampu menerima kenyataan.
b. Respon verbal, “ biarlah maut cepat menga,bilku, karena aku sudah
siap”
c. Merenungkan saat-saat akhir dengan pengharapan tertentu.
d. Sering merasa lelah dan memerlukan tidur lebih banyak.
e. Tahap ini bukan merupakan tahap bahagia, namun lebih mrip
perasaan yang hampa.
Tugas perawat adalah sebagai berikut.
a. Mendampingi klien.
b. Menenangkan klien dan meyakinkannya bahwa Anda akan
mendampinginya sampai akhir.
c. Membiarkan klien mengetahui perihal yang terjadi pada dirinya.

Upaya yang dapat perawat lakukan ketika klien melalui kelima


tahap tersebut adalah menjadi katalisator agar klien dapat mencapai
tahap akhir. Upaya tersebut antara laindilakukan degan mengenali
dan memenuhi kebutuhan klien, mendrong dan memberi klien
kesempatan untuk berbicara dan mengungkapkan emosinya secara
bebas, selalu siap membantu klien, dan menghormati perilaku klien.
Sementara pada keluarga adalah berpartisipasi aktif dalam
perawatan untuk penyembuhan klien, dan memperoleh dukungan
dan perhatian selama proses berduka.

10
2.3 Dampak Sakit
Penyakit yang diderita klien dapat berdampak khusus pada klien
maupun keluarga. Secara umum, dampak sakit pada klien dan eluarga
dapat dilihat pada tablel.
Klien Keluarga
1. Menderita sampai saat kematian tiba ; 1. Perpartisipasi aktif dalam perawatan
memerlukan bantuan melewati masa- untuk penyembuhan klien.
masa tersebut. 2. Memperoleh support dan perhatian
2. Memutuskan perawatan yang akan selama proses berduka.
dijalani.
3. Mendapat support untuk setiap
keputusannya, memenuhi semua
keinginannya.

2.4 Hak-hak Asasi Klien Menjelang Ajal


1. Hak untuk diperlakukan sebagai manusia yang hidup sampai mati.
2. Berhak untuk tetap merasa punya harapan.
3. Berhak untuk dirawat.
4. Berhak untuk merasakan perasaan dan emosi mengenai kematian.
5. Berhak untuk meengambil dan berpartisipasi mengenai perawatannya.
6. Berhak untuk mengharapkan terus mendapatkan pelayanan medis.
7. Berhak untuk tidak mati dalam kesepian.
8. Berhak untuk bebas dalam rasa nyeri.
9. Berhak memperoleh jawaban yang jujur.
10. Berhak untuk tidak ditipu.
11. Berhak mendapat bantuan dari dan untuk keluarga.
12. Berhak untuk mati dengan tenang dan terhormat.
13. Berhak untuk mempertahankan individualitas.
14. Berhak untuk membicarakan dan memperluas pengalaman-
pengalaman keagamaan.

11
15. Berhak untuk mengharapkan bahwa kesucian tubuh manusia akan
dihrmati sesudah mati.

2.5 Hierarki Kebutuhan Seseorang Menjelang Ajal.


1. Kebutuhan integralitas biolgis. Bebas dari rasa sakit, mendapat gejala
yang ringan tidak dalam keadaan lemah.
2. Kebutuhan sfety dan security. Aman merasa orang-orang berkata
benar, percaya terhadap perawat yag diberikan kepadanya, beri
kesempatan untuk mengungkapkan rasa takut.
3. Kebutuhan belonging. Bicara, didengarkan, mengungkapkan cinta dan
bebagi cinta, bersama orang yang paling dekat.
4. Kebutuhan self esteem. Erjaganya identitas, merasa sebagai manusi
normal yang baik di kehidupannya, mendapat respect seiring
bertambahnya kelemahan, mendapat bantuan yang selayaknya.
5. Kebutuhan aktualisasi diri. Merasa berarti selama hidup dan ketika
meninggal berbagi hal bijak dan pengalaman hidup dengan orang di
sekitarnya, pengalaman kematian sebagai tugas perkembangan.
2.6 Konsep Dasar Kematian (Death)
Kematian didefinisikan sebagai kematian serebal yang diikuti oleh
kematian somatik klien yang menghadapi kematian mempunyai harapan
tertentu. Sakit gawat adalah suatu keadaan sakit yang menurut akal sehat klien
lanjut usia itu tidak dapat lagi atau tiada harapan lagi untuk sembuh.
Klien yag menghadapi kematian memiliki harapan tertentu kesiapan
seseeorang menghadapi kematan bergantung kepada aspek antara lain ;
1) Aspek psikologis: usia loneliness (kesendirian) merasa sudah
cukup berarti, tugas sudah selesai,.
2) Aspek spiritual: tiga keutuhan dasar spiritual seseorang
menghadapi kematian yaitu menyadari dan mrnemukan makna
hidup, meninggaldengan tenang menemukan makna hidup,
meninggal dan tenang menemuka harapan hidup setelah mati.

12
3) Aspek sosial: social isolation menurunnya hubungan dengan orang
lain.
4) Asfek fisik: sakit terminal, sakit dalam waktu yang lama (kronis)
dan sakit yang akut.
Perkembagan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep
tentang kematian.
Perkembangan euthanasia tidak terlepas dari perkembangan konsep
tentang kematian. Usaha manusia untuk memperpanjang kehidupan dan
menghindari kematian dengan mempergunakan kemajuan Iptek kedokteran telah
membawa masalah baru dalam euthanasia, terutama berkenaan dengan penentuan
kapan seseorang dinyatakan telah mati. Beberapa konsep tentang mati yaitu
sebagai berikut :

1. Mati sebagai berhentinya darah mengalir. Konsep ini bertolak dari kriteria
mati berupa berhentinya jantung. Dalam PP Nomor 18 tahun 1981 dinyatakan
bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru. Namun kriteria
ini sudah ketinggalan zaman. Dalam pengalaman kedoteran, teknologi
resusitasi telah memungkinkan jantung dan paru-paru yang semula terhenti
dapat dipulihkan kembali.
2. Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh. Konsep ini menimbulkan
keraguan karena, misalnya pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan
demikian menimbulkan kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali.
3. Hilangnya kemampuantubuh secara permanen. Konsep inipun dipertanyakan
karena organ-organ berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak
telah mati. Untuk kepentingan transplantasi, konsep ini menguntungkan.
Namun, secara moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organ-organ
masih berfungsi meskipun tidak tepadu lagi.
4. Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan
interaksi social. Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk
social,yaitu individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya,
kemampuan mengingat, mengambil keputusan, dan sebagainya, maka
pergerakan dari otak, baik secara fisik maupun social, makin banyak

13
dipergunakan. Pusat pengendali ini terletak dalam batang otak. Oleh karenaitu,
jika batang otak telah mati, dapat diyakini bahwamanusia itu secara fisik dan
social telahmati. Dalam keadaan seperti ini, kalangan medis sering menempuh
pilihan tidak meneruskan resusitasi, DNR (do not resuscitation).
Bila fungsi jantung dan paru berhenti, kematian sistemik atau kematian
sistem tubuh lainnya terjadi dalam beberapa menit, danotak merupakan organ
besar pertama yang menderita kehilangan fungsi yang tar reversible, karena alasan
yang belum jelas. Organ-organ lain akan mati kemudian.

A. Definisi
Secara etimologi death berasal dari kata deeth atau deth yangberarti
keadaaan mati atau kematian. Sementara secara definitive, kematian adalah
terhentinya fungsijantung dan paru-paru secara menetap, atau terhentinya
kerja otak secara permanen. Ini dapat dilihatdari tiga sudut pandang tentang
definisi kematian, yaitu :
1. Kematian jaringan
2. Kematian otak, yakni kerusakan otak yang tidak dapat pulih
3. Kematian klinik, yakni kematian orang tersebut

B. Pandangan Tentang Kematian


Seiring waktu, pandangan masyarakat tentang kematian telah
mengalami perubahan. Dahulu kematian cenderung dianggap sebagai hal yang
menakutkan dan tabu, tragis dan memilukan, menimbulkan sindrom kesedihan
dan ketakutan, selamanya tidak disukai, anak-anak tidak perlu mengetahui,
timbul karena prilaku buruk, pertengkaran, pembalasan, dan hukuman. Kini,
kematian telah dipandang sebagaihalyang wajar dan merupakan proses normal
kehidupan,menjadi hal yang patut dibicarakan, tidak menakutkan, lebih
rasional, dan bijak dalam menghadapinya, meruupakan proses yang progresif,
dan sesuatu yang harus dihadapi.

C. Tanda-Tanda Kematian

14
Secara tradisional, tanda-tanda klnis kematian dapat dilihat melalui
perubahan-perubahan nadi, respirasi, dan tekanan darah. Pada tahun 1968,
world medical assembly menetapkan beberapa petunjuk tentang indikasi
kematian, yaitu tidak ada respon terhadap rangsangan dari luar secara total,
tidak ada gerak dari otot, khususnya pernapasan, tidak ada reflex, dan
gambaran mendatar pada EKG. Tanda kematian dini, yaitu :
1. Pernapasan terhenti, penilaian >10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
2. Terhentinya sirkulasi, penilaian 15 menit nadi karotis tidak teraba
3. Kulit pucat
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina bersegmentasi beberapa menit pasca kematian
6. Pengeringan kornea yang menimbulkan kekeruhan dalam sepuluh menit
(hilang dengan penyiraman air)
Tanda kematian lanjut (tanda pasti kematian) yaitu lebam mayat (livor
mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh (algor mortis),
pembusukan (dekomposisi), adiposera (lilin mayat), mumifikasi.

Tanda-tanda kematian terbagi kedalam tiga tahap, yakni menjelang


kematian, saat kematian, dan setelah kematian.

1. Menjelang kematian, tanda-tanda fisik menjelang kematian meliputi :


a. Penurunan tonus otot
1) Gerakan ekstremitas berangsur-angsurmenghilang, khususnya
pada kaki dan ujug kaki
2) Sulit berbicara
3) Tubuh semakin lemah
4) Aktivitas saluran pencernaan menurun sehingga perut
membuncit
5) Otot rahang dan muka mengendur sehingga dagu menjadi turun
6) Rahang bawah cenderung turun
7) Sulit menelan, reflex gerakan menurun
8) Mata sedikit terbuka

15
9) Penurunankegiatan traktus gastrointestinal, ditandai dengan
nausea, muntah,perut kembung, obstipasi, dan sebagainya
10) Penurunan control sfingter urinary dan rektal
11) Gerakan tubuh terbatas
b. Sirkulasi melemah
1) Suhu tubuh klien tinggi, tetapi kaki, tangan, danujung hidung klien
dingin dan lembap
2) Kulit ekstremitas dan ujung hidung tampak kebiruan, kelabu, atau
pucat
3) Nadi mulai tidak teratur, lemah, dan cepat
4) Tekanan darah menurun
5) Peredaran darah perifer terhenti
6) Kemunduran dalam sensasi
c. Kegagalan fungsi sensorik
1) Sensasi nyeri menurun atau hilang
2) Pandangan mata kabur/berkabut
3) Kemampuan indera berangsur-angsur menurun
4) Sensasi panas, lapar, dingin, dan tajam menurun
5) Gangguan penciuman dan perabaan
6) Variasi-variasi tingkat kesadaran dapat dilihat sebelum kematian,
kadang-kadang klien tetap sadar sampai meninggal. Pendengaran
merupakan sensori terakhir yang berfungsi sebemum meninggal
d. Penurunan/kegagalan fungsi pernapasan
1) Mengorok (death rattle)/bunyi napas terdengar kasar
2) Penapasan tidak teratur dan berlangsung melalui mulut
3) Pernapasan cheyne stokes
e. Perubahan-perubahan dalam tanda-tanda vital
1) Nadi lambat dan lemah
2) Tekanan darah turun
3) Pernapasan cepat, dangkal, dan tidak teratur
2. Saat kematian, fase ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :

16
a. Terhentinya pernapasan, nadi, tekanan darah, dan fungsi otak (tidak
berfungsinya paru, jantung, dan otak)
b. Hilangnya respons terhadap stimulasieksternal
c. Hilangnya control atas sfingter kandungan kemih dan rectum
(inkontenesia) akibat peredaran darah yang terhambat, kaki dan ujung
hidung menjadi dingin
d. Hilangnya kemampuan panca indra,hanya indrapendengaran yang
paling lamadapat berfungsi
e. Adanya garis datar pada mesin elektroensefalografi menunjukkan
terhentinya aktivitas listrik otak untuk penilaian pasti suatu kematian.
3. Setelah kematian, fase ini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut
1) Rigor mortis (kaku), tubuhmenjadi kaku 2-4 jamsetelah kematian
2) Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun
3) Livor mortis (post-mortem decomposition), perubahan warna kulit
pada daerah yang tertekan, jaringan melunak, dan bakteri sangat
banyak.
Setelah klien meninggal, perawat bertugas melakukan perawatan pada
jenazahnya. Di samping itu, perawat juga bertugas memberikanasuhan
keperawatan kepada keluarga dan orang terdekat klien.

D. Sebab-Sebab Kematian
1. Penyakit keganasan, misalnya karsinoma hati, karsinoma mamma,
karsinoma paru, penyakit kronis (Chronic Renal Failure atau gangguan
ginjal, Myocard Infarction atau gangguankardiovaskuler)
2. Kecelakaan

E. Tipe-Tipe Perjalanan Menjelang Kematian


Ada empat tipe dari perjalanan proseskematian, yaitu sebagai berikut :
1. Kematian yang pasti dengan waktu yang diketahui, yaitu adanya
perubahan yang cepat dari fase akut ke kronik

17
2. Kematian yang pasti dengan waktu yang tidak bisa diketahui, biasanya
terjadi pada kondisi penyakit yang kronik
3. Kematian yang belum pasti, kemungkinan sembuh belum pasti, biasanya
terjadi pada klien dengan operasi radikal karena adanya kanker
4. Kemungkinan mati atau sembuh yang tidak tentu. Terjadi pada klien
dengan sakit kronik dan telah berjalan lama.

F. Macam Tingkat Kesadaran/Pengertian Klien Dan Keluarganya Terhadap


Kematian
Strause dkk, (1970) membagi kesadaran ini dalam tiga tipe-tipe sebagai
berikut :
1. Closed awerness/tidak mengerti. Pada situasi seperti ini, dokter biasanya
memilih untuk tidak memberitahukan tentang diagnosis dan prognosis
kepada klien dan keluarganya. Akan tetapi bagi perawat hal ini sangat
menyulitkan karena kontak perawat lebih dekat dan sering kepada klien
dan keluarganya. Perawat sering kali dihadapkan dengan pertanyaan-
pertanyaan langsung, kapan sembuh, kapan pulang, dan sebagainya.
2. Mutual pretense/kesadaran/pengertian yang di tutupi. Pada fase ini
memberikankesempatan kepada klien untuk menentukan segala sesuatu
yang bersifat pribadi walaupun merupakan beban yang berat baginya.
3. Open awereness/sadar akan keadaan dan terbuka. pada situasi ini, klien
dan orang-orang sekitarnya mengetahui akan adanya ajal yang menjelang
dan menerima untuk mendiskusikannya, walaupun dirasakan getir.
Keadaan ini memberikan kesempatan kepada klien untuk berpartisipasi
dalam merencanakan saat-saat akhirnya, tetapi tidak semua orang dapat
melaksanakan hal tersebut.

G. Bantuan Yang Dapat Diberikan


1. Bantuan emosional

18
a. Pada fase denial. Perawat perlu waspada terhadap isyarat klien dengan
denial dengan cara menanyakan tentang kondisinya atau prognosisnya dan
klien dapat mengekspresikan perasaan-perasaannya.
b. Pada fase marah. Biasanya klien akan merasa berdosa telah
mengkspresikan perasaannya yang marah. Perawat perlu membantunya
agar mengerti bahwa masih merupakan hal yang normal dalam merespons
perasaan kehilangan menjelang kematian. Akan lebih baik bila kemarahan
ditunjukan kepada perawat sebagai orang yang dipercaya, memberikan
rasa aman dan akan menerima kearahan tersebut, serta meneruskan asuhan
sehingga membantu klien dalam menumbuhkan rasa aman.
c. Padafase tawar-menawar. Pada fase ini perawat perlu mendengarkan
segala keluhannya dan menolong klien untuk dapat berbicara karena akan
mengurangi rasa bersalah dan takut yang tidak masuk akal.
d. Pada fase depresi. Pada fase ini perawat selaluhadir di dekatnya dan
mendengarkan apa yangdikeluhkan olehklien. Akan lebih baik jika
berkomunikasi secara nonverbal yaitu duduk dengan tenang disampingnya
dan mengamati reaksi-reaksi nonverbal dari klien sehingga menumbuhkan
rasa aman bagi klien.
e. Pada fase penerimaan. Fase ini ditandai klien denganperasaan tenang,
damai. Kepada keluarga danteman-temanya dibutuhkan pengertian bahwa
klien telah menerima keadaannya danperlu dilibatkan seoptimal mungkin
dalam program pengobatan danmampu untuk menolong dirinya sendiri
sebatas kemampuannya.
2. Bantuan pemenuhan kebutuhan fisiologis
a. Kebersihan diri. Klien dilibatkan untuk mampu melakukan kebersihan
diri sebatas kemampuannya dalam hal kebersihan kulit, rambut, mulut,
badan, dan sebagainya.
b. Mengontrol rasa rasik. Beberapa obat untuk mengurangi rasa sakit
digunakan pada klien dengan sakit terminal, seperti morfin, heroin, dan
sebagainya. Pemberian obat ini diberikan sesuai dengan tingkat
toleransi nyeri yang dirasakan klien. Obat-obatan lebih baik diberikan

19
intravena dibandingkan melalui intramuscular/subcutan, karena
kondisi sistem sirkulasi sudah menurun.
c. Membebaskan jalan napas. Klien dengan kesadaran penuh, posisi
fowler akan lebih baik dan pengeluaran sekresi lendir perlu dilakukan
untuk membebaskan jalan napas, sedangkan bagi klien yang tidak
sadar, posisi yang baik adalah posisi sims dengan dipasan drainase dari
mulut dan pemberian oksigen.
d. Bergerak. Apabila kondisinya memungkinkan, klien dapat dibantu
untuk bergerak, seperti turun dari tempat tidur, ganti posisi tidur untuk
mencegah decubitus, dan dilakukan secara periodic, jika diperlukan
dapat digunakan alat untuk menyokong tubuh klien, karena tonus otot
sudah menurun.
e. Nutrisi. Klien sering kali anoreksia, nausea karena adanya penurunan
peristatik. Dapat diberikan antiemetic untuk mengurangi nausea dan
merangsang nafsu makan serta pemberian makan tinggi kalori dan
protein serta vitamin. Oleh karena terjadi tonus otot yang berkurang,
terjadi disfagia, perawat perlu menguji reflex menelan klien sebelum
diberikan makanan, kalau perlu diberikan makanan cair atau
intravena/infus.
f. Eliminasi. Oleh karena adanya penurunan atau kehilangan tonus otot
dapat terjadi konstipasi, inkontinensia urine dan feses. Obat laksatif
perlu diberikan untuk mencegah konstipasi. Klien dengan
inkontinensia dapat diberikan urinal,pispot secara teratur atau dipasang
duk yang diganti setiap saat, atau dilakukan kateterisasi. Harus dijaga
kebersihan pada daerah sekitar perineum, apabila terjadi lecet, harus
diberikan salep.
g. Perubahan sensori. Klien dengan dying, penglihatan menjadi kabur,
klien biasanya menolak/ menghadapkan kepala kea rah lampu/tempat
terang.klien masih dapat mendengar, tetapi tidak dapat/mampu
merespons, perawat dan keluarga harus bicara dengan jelas dan tidak
berbisik-bisik.

20
3. Bantuan pemenuhan kebutuhan social. Klien dengan dying akan
ditempatkan diruang isolasi, dan untuk memenuhi kebutuhan kontak
sosialnya, perawat dapat melakukan sebagai berikut :
a. Menanyakan siapa-siapa saja yang ingin didatangkan untuk bertemu
dengan klien dan didiskusikan dengan keluarganya, misalnya teman-
teman dekat atau anggota keluarga lain.
b. Menggali perasaan-perasaan klien sehubungan dengan sakitnya dan
perlu diisolasi.
c. Menjaga penampilan klien pada saat-saat menerima kunjungan teman-
teman terdekatnya, yaitu dengan memberikan klien untuk
membersihkan diri dan merapikan diri.
d. Meminta saudara/ teman-temannya untuk sering mengunjungi dan
mengajak orang lain membawa buku-buku bacaan bagi klien apabila
klien mampu membacanya.
4. Bantuan pemenuhan kebutuhan spiritual
a. Menanyakan kepada klien tentang harapan-harapan hidupnya dan
rencana-rencana klien selanjutnya menjelang kematian.
b. Menanyakan kepada klien untuk mendatangkan pemuka agama dalam
hal untuk memenuhi kebutuhan spiritual.
c. Membantu dan mendorong klien untu melaksanakan kebutuhan
spirituan sebatas kemampuannya.

H. Perawatan Klien Sakaratul Maut


Pengertian
Memberikan perawatan khusus kepada klien yang akan meninggal sakaratul
maut.

Tujuan
1. Memberi kepuasan dan ketenangan kepada klien dan keluarganya.
2. Memberi kesan baik pada klien lain disekitar
Persiapan alat

21
1. Tempat/ ruang khusus (bila memungkinkan)
2. Alat pemberian O2
3. Alat resusitasi
4. Tensimeter
5. Stetoskop
6. Pinset
7. Kain kasa penekan dan air matang pada tempatnya
8. Kertas tisu
9. Kapas
10. Handuk kecil/ waslap utuk menyeka keringat klien
11. Alat tenun
Persiapan klien

1. Disisipkan sesuai agama dan kepercayaan.


2. Keluarha klien diberitahu secara bijaksana.
Pelaksanaan

1. Klien ditempatkan terpisah dariklien lain


2. Klien didampingi oleh keluarga dan petugas
3. Memberi penjelasan kepada keluaraga tentang keadaan klien
4. Usahakan klien dalam keadaan bersih dan suasana tenang
5. Bila bibir klien kering, basahi dengan kain kasa basah
6. Berikan bantuan kepada keluarga klien untuk kelancaran pelaksanaan
upacara keagamaan.

I. Perawatan Klien Yang Meninggal


Pengertian
Suatu bantuan perawatan khusus yang diberikan kepada klien yang baru saja
meninggal.

Tujuan
1. Membersihkan dan merapikan jenazah.

22
2. Memberi rasa puas kepada keluarga klien.
Persiapan alat

1. Pakaian khusus
2. Pembalut atau verban
3. Bengkok
4. Pinset
5. Kapas lembap dan kain kasa secukupnya
6. Peralatan yang diperlukan ntuk membersihkan jenazah missal baskom
7. Seprai/kain penutup jenazah
8. Tempat pakaian kotor
9. Surat kematian sesuai peraturan yang berlaku
Pelaksanaan

1. Keluarga klien diberitahu dengan seksama, bagaimana jenazah akan


dibersihkan.
2. Petugas memakai pakaian khusus
3. Jenazah dibersihkan dan dirapikan sesuai kebutuhan
4. Letak tangan klien diatur menurut agama
5. Kelopak mata dirapatkan dan lubang-lubang pada tubuh ditutup
6. Mulut dirapatkan dengan cara mengikat dagu
7. Kedua kaki dirapatkan, pergelangan kaki dan kedua ibu jari diikat perban
8. Jenazah ditutup rapi dengan kain penutup
9. Surat kematian harus diisi dengan lengkap
10. Jenasah dibawa ke kamar mayat.

23
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

PENYAKIT HIV

3.1 Pengkajian
A.    Identitas pasien.
1. Nama :Tn. ABC
2. Umur : 57 Tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
4. Suku/bangsa : Bali/Indonesia
5. Agama : Hindu
6. Status perkawinan : Kawin
7. Pendidikan/pekerjaan : SMA Makasar
8. Bahasa yang digunakan : Indonesia
9. Alamat : Jl, gunung agung no30

B.    Alasan masuk rumah sakit


1. Alasan dirawat : mencret sejak 1 bulan yang lalu, malam keringat dingin
dan kadang demam serta tubuh terasa lemah.
2. Keluhan utama : Diare tak terkontrol tanpa merasakan sakit perut
penyebab tidak diketahui, dengan faktor yang memperberat adalah bila
bergerak dan usaha yang dilakukan adalah diam.

C.Riwayat kesehatan
2.1 Riwayat kesehatan sebelum sakit ini :
pasien sebelumnya tidak pernah sakit serius kecuali batuk dan
pilek.
2.2 Riwayat kesehatan sekarang :
sejak 12 tahun, yang lalu pasien mengkonsumsi obat putaw dengan
cara suntik. Karena menggunakan obat terlarang akhirnya
dikucilkan oleh saudara-saudaranya. Klien memakai obat karena

24
merasa terpukul akibat ditinggal menginggal ibunya. Sejak 1 bulan
yang lalu klin mencret-mencret 3-5 kali sehari. Sejak 15 hari yang
lalu mencretnya makin keras dan tak terkontrol. Klien tgl 10-1-
2016, memeriksakan diri ke UGD RSUD nabire.
2.3 Riwayat kesehatan keluarga :
Kedua orang tua sudah meninggal, tidak ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama atau PMS. Tidak ada penyakit
bawaan dalam keluarga klien.

3.2 Pola fungsi kesehatan


1. Pola manajemen kesehatan – persepsi kesehatan : Pasien
mengatakan ingin mengakhiri hidupnya.

2. Pola metabolik – nutrisi : Pasien mengatakan makan 3 kali sehari,


dengan jenis makanan nasi, daging, dan sayur dengan porsi normal.
Pasien minum air putih kurang dari 5 gelas per hari.

3. Pola eliminasi : Pasien mengatakan BAB 1 kali per hari dengan


konsistensi padat dan berwarna kuning kecoklatan. BAK 5-6 kali
per hari dengan konsistensi cair dan berwarna kuning pekat.

4. Pola aktivitas – latihan : Pasien mengatakan pasien kurang suka


berolahraga, aktivitasnya sehari-hari yaitu diam di rumah.

5. Pola persepsi – kognitif : Pasien mengatakan pernah mencari


informasi mengenai keadaannya saat ini bahwa pasien mengalami
penyakit yang cukup kronis.

6. Pola istirahat – tidur : Pasien mengatakan tidur siang kurang lebih


1 jam dan tidur malam kurang lebih selama 5 jam.

25
7. Pola konsep diri – persepsi diri : Pasien mengatakan mengalami
penurunan harga diri karena kejadian yang dialaminya, pasien
sering mengeluh ingin mengakhiri hidupnya.

8. Pola hubungan – peran : Pasien mengakatan tidak dapat


menjalankan perannya sebagai seorang kakek karena sejak
mengalami penyakit HIV pasien selalu menyendiri dan tidak
melakukan aktivitas seperti biasanya.

9. Pola reproduktif - seksualitas : Pasien mengatakan sudah tidak


melakukan hubungan seksual dikarnakan mengetahui penyakitnya.

10. Pola toleransi terhadap stress - koping : Pasien mengatakan bahwa


dirinya sudah ingin mengakhiri hidupnya karena penyakit yang di
alami

11. Pola keyakinan – nilai :Pasien mengatakan selalu berdoa di pagi


hari sebelum beraktivitas dan selalu melakukaan persembahyangan
di hari-hari suci.
3.3 Pengkajian Kasus Kelolaan
2.2. ktivitas hidup sehari – hari

Aktivitas sehari-hari Pre-masuk rumah sakit Di rumah sakit


A.       Makan dan
minum Pola makan tidak teratur, Pola makan 3 kali/hari
1.      Nutrisi tetapi tidak ada napsu bubur, namun tidak ada
makan, terutama jika napsu makan, nyeri saat
sudah memakai obat. menelan, makan hanya 1/2
2.      Minum Minum air putih dengan porsi.
jumlah tidak tentu Minum air putih 2-3 gelas
kadang minuman keras. dan teh hangat 2-3 gelas.

26
B.        Eliminasi Mencret 5 X/hari,, seperti Mencret dengan frekuensi
lendir, tidak bercampur 5-7 X/hari, encer, tidak
darah dan berbau. BAK 2 ada isi tanpa diikuti sakit
X hari dan tidak ada perut dan BAK 2 X/hari
kelainan. serta tidak ada kelainan.
C. Istirahat dan tidur Pasien tidak bisa istirahat Pasien istirahat di tempat
dan tidur karena terus tidur saja. Pasien tidak bisa
keluar memcret serta istirahat dan tidur karena
perasaan tidak menentu terus keluar mencret serta
akibat tidak dapat putaw perasaan tidak menentu
sejak 20 hari. akibat tidak dapat putaw
sejak 20 hari.
D. Aktivitas Pasien sebagai guide Pasien mengatakan tidak
freelance sejak sebulan bisa melakukan
tidak bekerja. aktivitasnya karena lemah,
merasa tidak berdaya dan
cepat lelah. Pasien partial
care.
E. Kebersihan diri Jarang dilakukan. Mandi dibantu petugas,
dan menggosok gigi
dilakukan di tempat tidur.
Hambatan dalam
melakukan kebersihan diri
adalah lemah .
F. Rekreasi Tidak ada, hanya dengan Hanya ingin bercerita
memakai putaw. dengan petugas.

B.Psikososial.
a. Psikologis :
pasien belum tahu penyakit yang dialaminya, klien hanya merasa
ditelantarkan oleh teman dan keluarganya. Klien punya kaka di

27
Bandung, tetapi sejak lama tidak berkomunikasi.Klien tidak percaya
dengan kondisinya sekarang. Mekanisme koping pasrah. Klien ingin
diperlakukan manusiawi. Klien pada tanggal 14-1-2002 bermaksud
melakukan bunuh diri dengan menjatuhkan diri dari lantai II akibat
merasa tidak berguna lagi.
b. Sosial :
sejak 12 tahun sudah berkomunikasi dengan keluarga sejak ayah dan
ibunya meninggal, teman-temanya sebagian pemakai putaw yang
sekarang entah dimana.
c. Spiritual :
Pada waktu sehat sangat jarang ke Gereja. Klien minta didampingi
Pastur Jelanti dari Menara Kathedral Surabaya.

3.4 Pemeriksaan Fisik


TTV
Keadaan umum : Pasien tampak lemah, kurus, dan pucat
Kesadaran : Compos Mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 120 x/ mnt
R : 22 x/ mnt
SB : 37,8oC
BB : 40 kg

Head to toe :
 Kepala:
Bentuk bulat, dan ukuran normal, kulit kepala nampak kotor dan berbau,
Rambut ikal, nampak kurang bersih.
 Mata (penglihatan).
Ketajaman penglihatan dapat melihat, konjungtiva anemis, refleks cahaya
mata baik, tidak menggunakan alat bantu kacamata.
 Hidung (penciuman).

28
Bentuk dan posisi normal, tidak ada deviasi septum, epistaksis, rhinoroe,
peradangan mukosa dan polip. Fungsi penciuman normal.
 Telinga (pendengaran).
Serumen dan cairan, perdarahan dan otorhoe, peradangan, pemakaian alat
bantu, semuanya tidak ditemukan pada pasien. Ketajaman pendengaran
dan fungsi pendengaran normal.
 Mulut dan gigi.
Ada bau mulut, perdarahan dan peradangan tidak ada, ada karang
gigi/karies. Lidah bercak-bercak putih dan tidak hiperemik serta tidak ada
peradangan pada faring.
 Leher.
Kelenjar getah bening tidak membesar, dapat diraba, tekanan vena
jugularis tidak meningkat, dan tidak ada kaku kuduk/tengkuk.
 Thoraks.
Pada inspeksi dada simetris, bentuk dada normal. Auskultasi bunyi paru
normal. Bunyi jantung S1 dan S2 tunggal. Tidak ada murmur.
 Abdomen.
Inspeksi tidak ada asites, palpasi hati dan limpa tidak membesar, ada nyeri
tekan, perkusi bunyi redup, bising usus 14 X/menit.
 Repoduksi
Penis normal, lesi tidak ada.
 Ekstremitas
Klien masih mampu duduk berdiri dan berjalan sedikit, tetapi cepat lelah.
Ektremitas atas kanan terdapat tatoo dan pada tangan kiri tampak tanda
bekas suntikan.
 Integumen.
Kulit keriput, pucat, akral hangat.

3.5 Pemeriksaan Penunjang


A.    Laboratorium :
Tanggal 10-1 2016

29
Hb : 8,7
Leukosit : 8,8
Trombosit : 208
PCV : 0,25
Terapi : tanggal 14-1-2016
-          Diet TKTP
-          RL 14 X/mnt
-          Cotimoxazol : 2 X II tab
-          Corosorb : 3 X 1 tab
-          Valium : 3 X 1 tab

3.6 Klasifikasi Data


Data Subyektif Data Obyektif
 Pasien mengatakan lemah, cepat  Keadaan umum : Pasien
lelah, bila melaukan aktivitas, tampak lemah, kurus, dan pucat
terbatas. Kesadaran : Compos
 Pasien mengatakan kadang Mentis
demam. TD : 110/70
 Pasien mengatakan tidak ada mmHg
nafsu makan, saat menelan sakit, N : 120 x/ mnt
mengatakan tidak bisa R : 22 x/ mnt
menghabiskan porsi yang SB : 37,8oC
disiapkan  BB : 40 kg Turgor masih
 Pasien mengatakan diare sejak 1 baik, inkontinensia alvi, BAB
bulan yang lalu, mengatakan encer, membran mukosa kering,
menceret 5-7 kali/hari, kadang bising usus meningkat 20
demam dan keringat pada malam X/menit
hari, minum 2-3 gelas/hari  Lemah, 4 hari tidak makan,
 Klien merasa diasingkan oleh mulut kotor, lemah, holitosis,
keluarga dan teman-temannya, lidah ada bercak-bercak
klien tidak punya uang lagi, klien keputihan, Hb 8,7g/dl, pucat,

30
merasa frustasi karena tidak konjungtiva anemis
punya teman dan merasa
terisolasi. Minta dipanggilkan
Pastur Jelantik dari Gereja
Katedral.

3.7 Analisa Data


Data Penyebab Masalah
Ds :
Pasien mengatakan
kadang demam
Do :
Keadaan umum : Pasien
tampak lemah, kurus,
dan pucat
Immunocompromised Resiko Infeksi
Kesadaran : Compos
Mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 120 x/ mnt
R : 22 x/ mnt
SB : 38,oC

Ds : Diare intake cairan Resiko tinggi terhadap


Pasien mengatakan kekurangan volume
diare sejak 1 bulan yang cairan
lalu, mengatakan
menceret 5-7 kali/hari,
kadang demam dan
keringat pada malam

31
hari, minum 2-3
gelas/hari.
Do :
Turgor masih baik,
inkontinensia alvi, BAB
encer, membran mukosa
kering, bising usus
meningkat 20 X/menit
Ds :
Pasien mengatakan
tidak ada nafsu makan,
saat menelan sakit,
mengatakan tidak bisa
menghabiskan porsi
yang disiapkan. Intake yang tidak Perubahan nutrisi
Do : adekuat kurang dari kebutuhan
Lemah, 4 hari tidak tubuh
makan, mulut kotor,
lemah, holitosis, lidah
ada bercak-bercak
keputihan, Hb 8,7g/dl,
pucat, konjungtiva
anemis
Ds : Harga diri rendah Resiko bunuh diri
Klien merasa
diasingkan oleh
keluarga dan teman-
temannya, klien tidak
punya uang lagi, klien
merasa frustasi karena
tidak punya teman dan

32
merasa terisolasi. Minta
dipanggilkan Pastur.
Do :
Mencoba melakukan
percobaan bunuh diri
tanggal 14-1-2016,
dengan berusaha
menceburkan diri dari
lantai II.

3.8 Diagnosa Keperawatan berdasarkan Prioritas


I. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan b/d kehilangan yang
berlebihan, diare berat
II. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang tidak
adekuat
III. Resiko infeksi b/d immunocompromised
IV. Resiko bunuh diri b/d harga diri rendah

33
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN HIV/AIDS
(DIAGNOSA, INTERVENSI,)

No Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
. Tujuan Intervensi Rasional
1 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan Keseimbangan cairan dan  Monitor tanda-tanda  Volume cairan deplesi
b/d kehilangan yang berlebihan, diare berat, elektrolit dipertahankan dehidrasi. merupakan komplikasi dan
ditandai dengan : dengan kriteria intake dapat dikoreksi.
Ds : seimbang output, turgor
Pasien mengatakan diare sejak 1 bulan yang lalu, normal, membran mukosa
 Monitor intake dan ouput  Melihat kebutuhan cairan
mengatakan menceret 5-7 kali/hari, kadang demam lembab, kadar urine normal,
yang masuk dan keluar.
dan keringat pada malam hari, minum 2-3 tidak diare setelh 3 hari
gelas/hari. perawatan.
 Anjurkan untuk minum
peroral  Sebagai kompensasi akibat
Do :
peningkatan output.
Turgor masih baik, inkontinensia alvi, BAB encer,
membran mukosa kering, bising usus meningkat 20
X/menit  Atur pemberian infus dan  Memenuhi kebutuhan intake
eletrolit : RL 20 tetes/menit. yang peroral yang tidak
terpenuhi.

34
 Kolaborasi pemberian
antidiare antimikroba  Mencegah kehilangan cairan
tubuh lewat diare (BAB).

2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Setelah satu 4 hari perawatan  Monitor kemampuan  Mengetahui jenis makanan
intake yang tidak adekuat ditandai dengan : pasien mempunyai intake mengunyah dan menelan. yang lebih cocok
Ds : kalori dan protein yang
Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan, saat adekuat untuk memenuhi
 Monitor intake dan ouput.  Untuk membandingkan
menelan sakit, mengatakan tidak bisa kebutuhan metaboliknya
kebutuhan dengan suplai
menghabiskan porsi yang disiapkan. dengan kriteria pasien makan,
 Rencanakan diet dengan sehingga diharapkan tidak
Do : serum albumin dan protein
pasien dan orang penting terjadi kurang nutrisi
Lemah, 4 hari tidak makan, mulut kotor, lemah, dalam batas normal,
lainnya.Anjurkan oral
holitosis, lidah ada bercak-bercak keputihan, Hb menghabiskan porsi yang
hygiene sebelum makan.  Untuk mengurangi kotoran
8,7g/dl, pucat, konjungtiva anemis disiapkan, tidak nyeri saat
dalam mulut yang dapat
menelan, mulut bersih.
 Anjurkan untuk beri menurunkan nafsu makan.

makanan ringan sedikit tapi


sering.Timbang TB/BB
 Untuk mengatasi penurunan
keluhan makan

35
3 Resiko infeksi b/d immunocompromised ditandai Pasien akan bebas infeksi  Monitor tanda-tanda infeksi  Untuk pengobatan dini
dengan : oportunistik dan baru.
Ds : komplikasinya dengan
Pasien mengatakan kadang demam kriteria tak ada tanda-tanda
 gunakan teknik aseptik pada  Mencegah pasien terpapar
Do : infeksi baru, lab tidak ada
setiap tindakan invasif. Cuci oleh kuman patogen yang
Keadaan umum : Pasien tampak lemah, kurus, dan infeksi oportunis, tanda vital
tangan sebelum meberikan diperoleh di rumah sakit.
pucat dalam batas normal, tidak ada
tindakan.
Kesadaran : Compos Mentis luka atau eksudat.
TD : 110/70 mmHg
 Mencegah bertambahnya
 Anjurkan pasien metoda infeksi
N : 120 x/ mnt
mencegah terpapar terhadap
R : 22 x/ mnt
lingkungan yang patogen.  Mempertahankan kadar
SB : 37,8oC
darah yang terapeutik.
 Atur pemberian antiinfeksi
sesuai order
4 Resiko bunuh diri b/d harga diri rendah ditandai Setelah 4 hari klien tidak  .     Waspada pada setiap  Karena tanda tersebut
dengan : membahayakan dirinya ancaman bunuh diri sebagai tanda permintaan
Ds : sendiri secara fisik. tolong
Klien merasa diasingkan oleh keluarga dan teman-
 Jauhkan semua benda
temannya, klien tidak punya uang lagi, klien merasa
berbahaya dari  Untuk mencegah
frustasi karena tidak punya teman dan merasa
lingkungan klien penggunaan benda
terisolasi. Minta dipanggilkan Pastur.
36
Do : tersebut untuk tindakan
Mencoba melakukan percobaan bunuh diri tanggal  Observasi secara ketat bunuh diri
14-1-2016, dengan berusaha menceburkan diri dari
lantai II.  Untuk mencegah jika

 Observasi jika klien ditemukan gejala

minum obat perilaku bunuh diri

 Obat mengandung

 Komunikasikan antidepresan dapat

kepedulian perawat mengurangi perilaku

kepada klien. bunuh diri klien.

 Waspada jika tiba-tiba  Untuk meningkatkan

menjadi tenang dan harga diri klien

tampak tentram
 Karena hal tersebut

 Dukung perilaku positif merupakan suatu cara

klien. mengelabui petugas.

 Meningkatkan harga diri

37
klien

38
BAB V

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Acquired Immune Defiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang
dapat disebabkan oleh Human Immuno Deficiency Virus (HIV). Virus dapat ditemukan
dalam cairan tubuh terutama pada darah, cairan vagina, cairan sperma, cairan Air Susu Ibu.
Virus tersebut merusak system kekebalan tubuh manusia dengan mengakibatkan turunnya
atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi.

4.2 Saran
Untuk penderita diharapkan untuk selalu kontrol dengan teratur, selalu konsultasi bila ada
keluhan dan ketidaktahuan tentang penyakitnya.

39
DAFTAR PUSTAKA

Elizabeth, J. Corwin.2008. Buku Saku Patofisiologis. Jakarta: ECG


Price,  Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI
: Jakarta.
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik.  Edisi 2. EGC:Jakarta
Mubarak Wahit Iqbal DKK, 2015. Ilmu Keperawatan Dasar . Selemba Medika;Jakarta
Haswita, S.Kp., M.Kes, Reni Sulistyowati, S.ST., M.Kes; Kebutuhan Dasar Manusia Untuk
Mahasiswa Keperawatan Dan Kebidanan. Trans Info Media :Jakarta.

40

Anda mungkin juga menyukai