GANGGUAN PANIK
Disusun oleh :
140100059
Pembimbing :
GANGGUAN PANIK
Disusun oleh :
140100059
Pembimbing :
dr. M. Surya Husada, M.Ked.K.J., Sp.K.J
LEMBAR PENGESAHAN
(dr. M. Surya Husada, M.Ked.K.J., Sp.K.J.) (dr. Vita Camellia, M.Ked(KJ), Sp.KJ)
NIP. 198002032008011011 NIP.19780404 2005
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Gangguan
Panik”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk melengkapi persyaratan
Program Pendidikan Profesi Dokter (P3D) di Departemen Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang turut
membantu dengan memberikan dukungan ide. Biarlah Tuhan Yang Maha Esa yang
membalas setiap kebaikan yang telah diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya. Untuk itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
makalah penyuluhan selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat. Akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.
DAFTAR ISI
1
1.3.Manfaat Pembuatan Makalah
Manfaat dari pembuatan makalah ini adalah menambah wawasan tentang
gangguan panik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Gangguan panik adalah gangguan ansietas yang ditandai oleh serangan
panik tak terduga yang berulang.1 Gangguan panik ditandai oleh serangan panik
(ansietas), rasa takut, atau terror, oleh perasaan yang tidak nyata, atau oleh
kecemasan akan kematian, atau kehilangan kendali, disertai dengan tanda pusing,
vertigo, kemerahan atau pucat, dan berkeringat.2 Gangguan panik disebut juga
anxietas paroksismal episodik.3 Gangguan panik dapat muncul sendiri atau terkait
dengan agoraphobia (rasa takut saat berada di ruang terbuka, berada di luar rumah
sendirian, atau berada di keramaian).4
2.2 Epidemiologi
Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat, prevalensi
kejadian gangguan panik dalam jangka waktu 12-bulan di populasi usia 15 sampai
54 tahun di Amerika Serikat adalah sebesar 2,7%.5 Sebuah penelitian sistematis di
yang dilakukan terhadap 13 penelitian di Eropa menunjukkan prevalensi gangguan
panik dalam rentang waktu 12 bulan adalah sebesar 1,8%. 6
Serangan panik (yang dapat terjadi pada gangguan selain gangguan
panik) jauh lebih umum daripada gangguan panik, terjadi pada hingga sepertiga
individu pada suatu titik dalam masa hidup mereka. Serangan ini memiliki median
usia onset 24 tahun dan kira-kira dua kali lebih sering pada wanita dibandingkan
pria, dengan prevalensi 5 persen seumur hidup di antara wanita dibandingkan 2
persen di antara pria. Prevalensi kejadian serangan panik menurun secara
signifikan setelah usia 60 tahun.7
3
neuroendokrin menunjukkan adanya abnormalitas hormone, terutama
kortisol. Neurotransmitter yang berpengaruh pada Gangguan Panik adalah
Epinefrin, Serotonin, dan Gama Amino Butyric Acid (GABA).
2. Faktor Genetik : Keluarga generasi pertama pasiien Gangguan Panik 4 – 8
kali lebih berisiko untuk menderita gangguan ini. Risiko pada kembar
monozigot lebih besar daripada kembar dizigot.
3. Faktor Psikososial :
Teori Kognitif Perilaku: kecemasan bisa sebagai satu respon yang
dipelajari dari perilaku orangtua atau melalui proses pengondisian klasik
yang terjadi sesudah adanya stimulus luar yang menyebabkan individu
menghindari stimulus tersebut.
Teori Psikososial: serangan panik muncul karena gagalnya pertahanan
mental menghadapi impuls / dorongan yang menyebabkan anxietas. Pasien
dengan riwayat pelecehan fisik dan seksual pada masa kanak-kanak juga
beresiko lebih tinggi untuk menderita Ganggaun Panik.8
Dalam sebuah model psikologis, gangguan dan serangan panik
dinyatakan sebagai “ketakutan akan rasa takut”. Gambar 1 menunjukkan
sensasi fisik yang terkait dengan kecemasan, yaitu pusing atau pingsan, atau
jantung berdebar, sesak nafas, atau nyeri dada diinterpretasikan penderita
sebagai keadaan yang mengindikasikan penderita akan pingsan, mengalami
gangguan jantung atau tidak dapat bernafas. Hal ini menyebabkan
hipervigilansi dari sensasi tubuh, meningkatnya rangsangan system saraf
simpatis, meningkat atau bertambahnya sensasi fisik, dan meningkatnya
ansietas, yang secara spiral menjadi serangan panik. 9
4
Gambar 1
5
12. Takut kehilangan kontrol atau “menjadi gila”/
13. Takut akan mati.
Serangan-serangan ini harus menyebabkan kekhawatiran yang terus-
menerus tentang serangan di masa depan atau perubahan perilaku
maladaptif untuk menghindari serangan di masa depan. Serangan panik
dapat terjadi pada anxietas dan gangguan lainnya. Pada gangguan panik,
serangan muncul tanpa adanya provokasi.4
6
terkait dengan insulinoma juga dapat menghasilkan keadaan panik, begitu pula
proses neopatologis primer seperti gangguan kejang, disfungsi vestibular,
neoplasma, atau efek dari penggunaan obat-obatan terhadap system saraf pusat.
Gangguan pada jantung dan paru, termasuk aritmia, penyakit paru-paru obstruktif
kronik, dan asma, dapat menghasilkan gejala-gejala otonom dan disertai kecemasan
crescendo yang sulit dibedakan dari gangguan panik. Petunjuk dari etiologi medis
yang mendasari gejala panik antara lain adanya fitur atipikal selama serangan panik,
seperti ataksia, perubahan kesadaran, atau diskontrol kandung kemih; timbulnya
gangguan panik denagan onset yang relatif lambat; dan tanda atau gejala fisik yang
menunjukkan adanya gangguan medis.
2. Gangguan Mental
Gangguan panik juga harus dibedakan dari sejumlah gangguan psikiatri,
terutama gangguan kecemasan lainnya. Serangan panik terjadi di banyak gangguan
kecemasan, termasuk fobia sosial dan spesifik, PTSD, dan bahkan OCD. Kunci
untuk mendiagnosis gangguan panik dengan benar dan untuk membedakan kondisi
dari gangguan kecemasan lainnya melibatkan dokumentasi serangan panik spontan
berulang pada beberapa titik di penyakitnya. Membedakan gangguan panik dari
gangguan kecemasan umum juga bisa menjadi sulit. Secara klasik, serangan panik
dicirikan oleh onset yang cepat (dalam beberapa menit) dan durasi pendek
(biasanya kurang dari 10 hingga 15 menit), berbeda dengan kecemasan yang terkait
dengan gangguan kecemasan umum yang muncul dan menghilang dengan
perlahan. Anxietas juga sering merupakan gejala dari banyak gangguan psikiatri,
termasuk psikosis dan gangguan afektif, sehingga untuk membedakan gangguan
panik dengan gangguan lainnya dapat menjadi sulit.
Fobia Spesifik dan Fobia Sosial
Beberapa pasien yang mengalami serangan panik tunggal dalam kondisi
tertentu (misalnya, saat berada di dalam lift) dapat terus menghindar dari kondisi
tersebut, terlepas dari apakah mereka pernah mengalami serangan panik lainnya.
Pasien-pasien ini juga memenuhi kriteria diagnostik untuk fobia spesifik.
Dalam contoh lain, seseorang yang mengalami satu atau lebih serangan panik
mungkin kemudian takut untuk berbicara di depan umum. Meski secara klinis
7
gambarannya hampir identik dengan gambaran klinis dalam fobia sosial, diagnosis
fobia sosial dapat disingkirkan karena penghindaran dari situasi publik didasarkan
pada rasa takut memiliki serangan panik, bukan karena takut berbicara di depan
umum.4
2.7 Penatalaksanaan
Penggolongan obat anti-panik:
a. Obat anti-panik trisiklik, misalnya imipramine, clomipramine
b. Obat anti-panik benzodiazepine, misalnya alprazolam
c. Obat anti-panik RIMA (Reversible Inhibitors of Monoamine Oxydase-A),
misalnya moclobemide.
d. Obat anti-panik SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors), misalnya
sertraline, fluoxetine, paroxetine, fluvoxamine, citalopram.
Mekanisme kerja obat anti-panik adalah menghambat “reuptake” serotonin
pada celah sinaptik antar neuron, sehingga pada awalnya terjadi peningkatan
serotonin dan sensitivitas reseptor (timbul gejala efek samping anxietas, agitasi,
insomnia), sekitar 2 sampai 4 minggu, kemudian seiring dengan peningkatan
serotonin terjadi penurunan sensitivitas reseptor (down regulation). Penurunan
sensitivitas reseptor tersebut berkaitan dengan penurunan serangan panik
(adrenergic overactivity) dan juga gejala depresi yang menyertai akan berkurang
pula, Penurunan hipersensitivitas melalui dua fase tersebut disebut juga “efek
bifasik”.
Efek samping obat anti-panik golongan trisiklik dapat berupa:
Efek anti-histaminergik (sedasi, rasa mengantuk, kewaspadaan berkurang,
kinerja psikomotor menurun, kemampuan kognitif menurun, dll)
Efek anti-kolinergik (mulut kering, retensi urin, penglihatan kabur,
konstipasi, sinus takikardia, dll)
Efek anti-adrenergik alfa (perubahan EKG, hipotensi ortostatik)
Efek neurotoksis (tremor halus, kejang, agitasi, insomnia).
8
Pemberian obat dimulai dengan dosis rendah, secara perlahan-lahan dosis
dinaikkan dalam beberapa minggu untuk meminimalkan efek samping dan
meccegah terjadinya toleransi obat. Dosis efektif dicapai dalam waktu 2-3 bulan.
Batas lamanya pemberian obat bersifat individual, umumnya selama 6 bulan
sampai 12 bulan, kemudian dihentikan secara bertahap selama 3 bulan bila kondisi
penderita sudah memungkinkan (bebas gejala dalam kurun waktu tertentu). 10
Psikoterapi untuk gangguan panik adalah terapi perilaku dan kognitif (CBT).
Terapi kognitif bertujuan juga untuk membangun kembali (restructuring) kognisi
yang baru. Hal pertama yang dapat dilakukan adalah mengidentifikasi gejala panik
yang timbul dan perasaan serta pikiran yang salah berhubungan dengan gejala
tersebut serta edukasi tentang gangguan panik itu sendiri. Biasanya pasien
gangguan panik selalu mengidentikkan sensasi tubuh yang ringan sebagai awal
gangguan paniknya; menyebabkan pasien mengalami cemas antisipasi. Edukasi
bahwa serangan panik dibatasi waktu dan tidak mengancam jiwa juga sangat
dibutuhkan.11
2.8 Prognosis
Gangguan panik secara umum bersifat kronis. Penelitian jangka panjang
terhadap pasien dengan gangguan panik sulit untuk diinterpretasikan karena tidak
dilakukan kontrol terhadap efek dari terapi. Namun demikian, sekitar 30 sampai
40 persen pasien mengalami bebas gejala; sekitar 50 persen mengalami gejala
yang ringan dan tidak mempengaruhi kehidupan mereka secara signifikan; dan
sekitar 10 sampai 20 persen terus memiliki gejala yang signifikan. Pasien dengan
fungsi premorbid yang baik dan memiliki gejala dengan durasi yang singkat
cenderung memiliki prognosis yang lebih baik.4
9
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan panik adalah gangguan ansietas yang ditandai oleh serangan panik tak
terduga yang berulang.1 Gangguan panik ditandai oleh serangan panik (ansietas),
rasa takut, atau terror, oleh perasaan yang tidak nyata, atau oleh kecemasan akan
kematian, atau kehilangan kendali, disertai dengan tanda pusing, vertigo,
kemerahan atau pucat, dan berkeringat. Gangguan panik disebabkan beberapa
faktor seperti faktor biologis, faktor genetic dan faktor psikososial. Tatalaksana
dapat berupa obat anti-panik, misalnya obat anti-panik golongan trisiklik dan
benzodiazepine, maupun tatalaksana nonfarmakologi berupa psikoterapi.
Berdarkan penelitian tindak lanjut jangka panjang, sekitar 30 sampai 40 persen
pasien mengalami bebas gejala; sekitar 50 persen mengalami gejala yang ringan
dan tidak mempengaruhi kehidupan mereka secara signifikan; dan sekitar 10
sampai 20 persen terus memiliki gejala yang signifikan.
10
DAFTAR PUSTAKA
11
11. Ham P, Waters DB, Oliver N. Treatment of Panic Disorder. J. Am. Fam.
Physician. 2005; p. 71-74
12