Anda di halaman 1dari 26

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN

PSIKOLOGIS DAN TRAUMA PASCA


BENCANA

Di Susun Oleh:
Gita mawarni
Nur hikmah umati
Akbar hidayat
Oktaviana kristanti
Wiwin anggriani
Nur fadillah

PRODI KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS PATRIA ARTHA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kelompok ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha


Esa atas berkat dan karunia-Nya kelompok dapat menyelesaikan tugas
Makalah ini tepat pada waktunya. Serta salam dan shalawat kepada nabi
Muhammad Sallallahu Alahi Wasallam.
Adapun judul dari Makalah ini ialah: “Asuhan Keperawatan Pada
Trauma Psikis/Kejiwaan Pada Korban Bencana”. Tidak lupa kelompok
mengucapkan terima kasih pada dosen Mata Kuliah Keperawatan
Bencana atas arahannya kolompok dapat menyelesaikan tugas makalah
ini dengan baik.
Kelompok menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu kelompok berharap agar dosen
pembimbing memberikan kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah dikemudian hari.
Atas perhatian dan kerjasamanya kolompok mengucapkan terima
kasih.

Gowa 16 Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP TEORI
1. DEFINISI TRAUMA
2. JENIS-JENIS TRAUMA
3. PTSD (POST TRAUMATIC STRESS DISORDER)
4. GEJALA
5. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
6. FASE-FASE PTSD
7. PERISTIWA TRAUMATIC YANG DAPAT MENGARAH
KEPADA MUNCULNYA PTSD
8. TIGA KATEGORI UTAMA GEJALA YANG TERJADI PADA
PTSD
9. DAMPAK PTSD
10. PANDANGAN HUKUM TENTANG PTSD
11. PERAN PEMERINTAH
12. DAMPAK PSIKOSOSIAL PADA KORBAN BENCANA

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
2. DIAGNOSA
3. INTERVENSI
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setiap orang pasti pernah mengalami kejadian yang hebat,
mengejutkan, atau bahkan mengerikan. Kejadian-kejadian tersebut
seringkali akan mengganggu kondisi kejiwaan. Salah satu peristiwa
mengerikan yang mungkin dialami oleh seseorang adalah bencana
alam. Dampak dari bencana selain merusak bangunan fisik juga dapat
menimbulkan dampak psikologis. Bencana alam yang terjadi seringkali
dapat menyebabkan trauma bagi para korban.
Bencana alam yang berkepanjangan di dunia termasuk di
Indonesia sepanjang tahun 2010, disebabkan oleh faktor alam yang
berbeda. Dampak bencana alam tidak hanya mengakibatkan hilangnya
harta benda tetapi juga nyawa masyarakat di wilayah bencana.
Berdasarkan data dari 644 kejadian bencana di Indonesia total
kerugian material diperkirakan mencapai lebih 15 trilyun rupiah.
Kerugian tersebut meliputi kehilangan harta benda, kerusakan rumah-
rumah masyarakat, sarana dan prasarana umum, lahan pertanian,
perkebunan, peternakan, dan sebagainya. Selain itu juga menimbulkan
kehilangan orang yang dicintai, trauma, dan timbuln ya gangguan
kesehatan (Nugroho, 2010).
Peristiwa traumatik dapat terjadi pada siapa saja. Seseorang bisa
secara tiba-tiba mengalami bencana, baik karena bencana alam
ataupun tindak kejahatan tertentu sehingga menyebabkan trauma.
Peristiwa tersebut datang tanpa dapat diprediksi sebelumnya,
sehingga kondisi psikologis menjadi terganggu. Reaksi terhadap suatu
peristiwa dapat berbeda-beda pada setiap orang. Pada sebagian
orang suatu bencana tidak menyebabkan trauma, tapi pada orang lain
dapat menyebabkan trauma yang mendalam. Terkadang trauma
menyebabkan seseorang tidak mampu menjalankan kesehariannya
seperti yang biasanya dilakukan, bayangan akan peristiwa tersebut
senantiasa kembali dalam ingatannya dan mengusiknya, ia juga
merasa tak mampu untuk mengatasinya (Koentara, 2016).
Jika berbicara tentang tindak kekerasan atau trauma, ada suatu
istilah yang dikenal sebagai Post Traumatic Stress Disorderatau PTSD
(gangguan stres pasca trauma) yaitu gangguan stres yang timbul
berkaitan dengan peristiwa traumatis luar biasa. Misalnya, melihat
orang dibunuh, disiksa secara sadis, korban kecelakaan, bencana
alam, dan lain-lain. PTSD merupakan gangguan kejiwaan yang sangat
berat, karena biasanya penderita mengalami gangguan jiwa yang
mengganggu kehidupannya (Koentara, 2016).
Profesi keperawatan bersifat luwes dan mencakup segala kondisi,
dimana perawat tidak hanya terbatas pada pemberian asuhan dirumah
sakit saja melainkan juga dituntut mampu bekerja dalam kondisi siaga
tanggap bencana. Situasi penanganan antara keadaan siaga dan
keadaan normal memang sangat berbeda, sehingga perawat harus
mampu secara skill dan teknik dalam menghadapi kondisi seperti ini
(Anggi, 2010).
Kegiatan pertolongan medis dan perawatan dalam keadaan siaga
bencana dapat dilakukan oleh profesi keperawatan. Berbekal
pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki seorang perawat bisa
melakukan pertolongan siaga bencana dalam berbagai bentuk (Anggi,
2010).

B. TUJUAN
Mengetahui asuhan keperawatan pada trauma psikis/kejiwaan pada
korban bencana.
BAB II

KONSEP DASAR

A. KONSEP TEORI
1. DEFINISI TRAUMA
Trauma adalah sebuah respon emosi terhadap kejadian
yang sangat buruk seperti kecelakaan, pemerkosaan, atau
bencana alam.
Trauma adalah reaksi fisik dan psikis yang bersifat stress
buruk akibat suatu peristiwa, kejadian atau pengalaman
spontanitas atau secara mendadak (tiba-tiba), yang membuat
individu kaget, menakutkan, shock, tidak sadarkan diri yang tidak
mudah hilang begitu saja dalam ingatan manusia. Sebagaimana
yang disebutkan The American Psychological Association
(2010), trauma as an emotional response to a terrible event like an
accident, rape or natural disaster.

2. JENIS-JENIS TRAUMA
Berdasarkan kajian psikologi (dalam Trauma: Deteksi Dini
dan Penanganan awal, 2010) berikut ini adalah jenis-jenis trauma
yang dilihat dari sifat dan sebab terjadinya trauma yaitu sebagai
berikut :
a. Trauma Psikologis
Trauma ini adalah akibat dari suatu peristiwa atau pengalaman
yang luar biasa, yang terjadi secara spontan (mendadak) pada
diri individu tanpa berkemampuan untuk mengontrolnya (loss
control and loss helpness) dan merusak fungsi ketahanan
mental individu secara umum. Akibat dari jenis trauma ini dapat
menyerang individu secara menyeluruh (fisik dan psikis).
b. Trauma Neurosis
Trauma ini merupakan suatu gangguan yang terjadi pada saraf
pusat (otak) individu, akibat benturan-benturan benda keras
atau pemukulan di kepala. Implikasinya, kondisi otak individu
mengalami pendarahan, iritasi, dan sebagainya. Penderita
trauma ini biasanya saat terjadi tidak sadarkan diri, hilang
kesadaran, yang sifatnya sementara.
c. Trauma Psikosis
Trauma psikosis merupakan suatu gangguan yang bersumber
dari kondisi atau problema fisik individu, seperti cacat tubuh,
amputasi salah satu anggota tubuh, yang menimbulkan shock
dan gangguan emosi. Pada saat-saat tertentu gangguan
kejiwaan ini biasanya terjadi akibat bayang-bayang pikiran
terhadap pengalaman atau peristiwa yang pernah dialaminya,
yang memicu timbulnya histeris atau fobia.
d. Trauma Diseases
Gangguan kejiwaan jenis ini oleh para ahli ilmu jiwa dan medis
dianggap sebagai suatu penyakit yang bersumber dari stimulus-
stimulus luar yang dialami individu secara spontan atau
berulang-ulang, seperti keracunan, terjadi pemukulan, teror,
ancaman.

3. PTSD (POST TRAUMATIC STRESS DISORDER)


Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah gangguan
kecemasan yang dapat terbentuk dari sebuah peristiwa atau
pengalaman yang menakutkan/mengerikan, sulit dan tidak
menyenangkan dimana terdapat penganiayaan fisik atau perasaan
terancam (American Psychological Association, 2004).
Post-traumatic stress disorder (PTSD) adalah sebuah
gangguan yang dapat terbentuk dari peristiwa traumatik yang
mengancam keselamatan anda atau membuat anda merasa tidak
berdaya (Smith & Segal, 2008).
Gangguan stres pasca trauma (GSPT) adalah gangguan
psikologis yang terjadi pada orang-orang yang pernah mengalami
suatu peristiwa yang tragis atau luar biasa. Menurut Schiraldi
(2000) GSPT muncul dari pemajanan atas suatu peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang sangat menekan. seperti perkosaan,
kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan terhadap anak, perang,
kecelakaan, bencana alam, dan kerusuhan politik. Peristiwa
traumatis yang menjadi pemicu gangguan stres pasca trauma
berbeda dengan pemicu gangguan stres biasa. Peristiwa pemicu
GSPT biasanya bersifat luar biasa, tiba-tiba dan sangat menekan.
Menurut Scheraldi (2000) peristiwa pemicu GSPT
dikategorikan sebagai traumatic stessor, sedangkan pemicu stress
atau kecemasan biasa disebut ordinary stressor atau adjustment
stressor. Pada individu yang mengalami ordinary stressor
kebanyakan mampu mengatasinya, sebaliknya untuk peristiwa
traumatic stressor belum tentu semua individu mampu
mengatasinya karena perbedaan kapasitas menghadapi
catastrophic stress. 2

4. GEJALA
Mengacu kepada Diagnostic and Statistical Manual of Mnetal
Disorder (DSM-IV) yang dikeluarkan oleh American Psychiatric
Association (1994) ada enam indikator bahwa seseorang yang
mengalami GSPT, meliputi :
a. Gejala pemunculan stressor, terjadi pada :
 Orang yang mengalami, menyaksikan, atau mempelajari
peristiwa yang melibatkan kematian yang tragis, kecelakaan
serius atau kekejaman pada diri sendiri dan orang lain.
 Orang yang mengalami ketakutan, ketidakberdayaan atau
ketakutan hebat (pada anak-anak, respon tersebut
mengakibatkan perilaku kacau atau memprovokasi).
b. Gejala dari peristiwa yang dialami lagi, ditunjukan oleh :
 Perilaku mengungkit kembali peristiwa mengganggu.
 Mengingat kembali mimpi buruk suatu peristiwa
 Berperilaku atau seolah-olah trauma tersebut muncul
kembali (ilusi, halusinasi, dan kembali ke masa lalu yang
bersifat disosiatif)
 Distress psikologis yang hebat atas munculnya tanda-tanda
internal atau eksternal yang mensimbolkan dengan suatu
aspek dari trauma tersebut.
 Reaksi psikologis yang muncul berulang-ulang seperti pada
gejala diatas.
c. Gejala dari indikator penghindaran, meliputi :
 Upaya-upaya untuk menghindari pikiran, perasaan atau hal
lain yang dapat mengingatkan kembali pada peristiwa
traumatis.
 Upaya-upaya untuk menghindarkan diri dari aktivitas,
tempat, atau orang yang terkait dengan peristiwa traumatis.
 Ketidakmampuan mengingat aspek penting dari peristiwa
traumatik.
 Berkurangnya minat atau partisipasi secara nyata pada
aktivitas yang dahulunya merupakan aktivitas yang
menyenangkan.
d. Gejala indikator pemunculan, diantaranya :
 Perasaan terasing.
 Rentang afeksi terbatas
 Merasa masa depan suram.
e. Gejala gangguan kehidupan. Yaitu gangguan yang
menyebabkan distress dalam fungsi sosial atau bidang penting
lainnya.
5. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB
Menurut Schiraldi (1999) ada tiga faktor utama yang menjadi
penyebab terjadinya GSPT, yaitu :
a. Faktor kesengajaan manusia, diantaranya :
 Pertempuran, perang sipil, dan resistensi bertempur.
 Pelecehan termasuk pelecehan seksual, pelecehan fisikal,
pelecehan emosional.
 Penyiksaan
 Perbuatan kriminal seperti mutilasi, perampokan, kekerasan
terhadap keluarga
 Penyanderaan, tawanan perang, karantina, pembajakan.
 Pelecehan pemujaan
 Terorisme
 Peristiwa ledakan bom
 Menyaksikan pembunuhan
 Ancaman, penyiksaan
 Serangan penembak gelap
 Menyaksikan reaksi ketakutan orang tua
 Menyaksikan efek alkoholisme pada keluarga
 Bunuh diri atau bentuk lain dari kematian mendadak;
 ancaman kematian, dan
 Kerusakan atau kehilangan bagian tubuh.
b. Faktor ketidaksengajaan manusia, diantaranya :
 Industrial
 Kebakaran
 Ledakan kendaraan bermotor, kapal karam
 Bencana nuklir
 Runtuhnya bangunan, dan
 Kerusakan akibat operasi pada tubuh atau kehilangan
bagian tubuh
c. Faktor bencana alam
 Angin ribut
 Angin topan
 Tornado
 Banjir
 Gempa bumi
 Salju longsor, dan
 Tsunami.

6. FASE-FASE PTSD
Fase-fase keadaan mental pasca bencana:
a. Fase Kritis
Fase dimana terjadi gangguan stres pasca akut (dini/cepat)
yangmana terjadi selama kira-kira kurang dari sebulan setelah
menghadap bencana. Pada fase ini kebanyakan orang akan
mengalami gejala-gejala depresi seperti keinginan bunuh diri,
perasaan sedih mendalam, susah tidur,dan dapat juga
menimbulkan berbagai gejala psikotik.
b. Fase setelah kritis
Fase dimana telah terjadi penerimaan akan keadaan yang
dialami dan penstabilan kejiwaan, umumnya terjadi setelah 1
bulan hingga tahunan setelah bencana, pada fase ini telah
tertanam suatu mindset yang menjadi suatu phobia/trauma akan
suatu bencana tersebut (PTSD) sehingga bila bencana tersebut
terulang lagi, orang akan memasuki fase ini dengan cepat
dibandingkan pengalaman terdahulunya.
c. Fase stressor
Fase dimana terjadi perubahan kepribadian yang
berkepanjangan (dapat berlangsung seumur hidup) akibat dari
suatu bencana dimana terdapat dogma “semua telah berubah”.
7. PERISTIWA TRAUMATIC YANG DAPAT MENGARAH KEPADA
MUNCULNYA PTSD:
a. Perang (War)
b. Pemerkosaan (Rape)
c. Bencana alam (Natural disasters)
d. Kecelakaan mobil / Pesawat (A car or plane crash)
e. Penculikan (Kidnapping)
f. Penyerangan fisik (Violent assault)
g. Penyiksaan seksual / fisik (Sexual or physical abuse)
h. Prosedur medikal - terutama pada anak-anak (Medical
procedures - especially in kids).

8. TIGA KATEGORI UTAMA GEJALA YANG TERJADI PADA PTSD


Pertama, mengalami kembali kejadian traumatic (re-
eksperience). Seseorang kerap teringat akan kejadian tersebut dan
mengalami mimpi buruk tentang hal itu. Gejala flashback (merasa
seolah-olah peristiwa tersebut terulang kembali), nightmares (mimpi
buruk tentang kejadian-kejadian yang membuatnya sedih), reaksi
emosional dan fisik yang berlebihan karena dipicu oleh kenangan
akan peristiwa yang menyedihkan.
Kedua, penghindaran (avoidance) stimulus yang
diasosiasikan dengan kejadian terkait atau mati rasa dalam
responsivitas. Orang yang bersangkutan berusaha menghindari
untuk berpikir tentang trauma atau menghadapi stimulus yang akan
mengingatkan akan kejadian tersebut, dapat terjadi amnesia
terhadap kejadian tersebut. Mati rasa adalah menurunnya
ketertarikan pada orang lain, suatu rasa keterpisahan dan ketidak
mampuan untuk merasakan berbagai emosi positif. Gejala ini
menunjukkan adanya penghindaran aktivitas, tempat, berpikir,
merasakan, atau percakapan yang berhubungan dengan trauma.
Selain itu, juga kehilangan minat terhadaps emua hal, perasaan
terasing dari orang lain, dan emosi yang dangkal.
Ketiga, gejala ketegangan (hyperarousal). Gejala ini meliputi
sulit tidur atau mempertahankannya, sulit berkonsentrasi,
wasapada berlebihan, respon terkejut yang berlebihan, termasuk
meningkatnya reaktivitas fisiologis.

9. DAMPAK PTSD
Gangguan stress pascatraumatik ternyata dapat
mengakibatkan sejumlah gangguan fisik, kognitif,emosi,behavior
(perilaku),dan sosial.
a. Gejala gangguan fisik:
 pusing,
 gangguan pencernaan,
 sesak napas,
 tidak bisa tidur,
 kehilangan selera makan,
 impotensi, dan sejenisnya.
b. Gangguan kognitif:gangguan pikiran seperti disorientasi,
 mengingkari kenyataan,
 linglung,
 melamun berkepanjangan,
 lupa,
 terus menerus dibayangi ingatan yang tak diinginkan,
 tidak fokus dan tidak konsentrasi.
 tidak mampu menganalisa dan merencanakan hal-hal yang
sederhana,
 tidak mampu mengambil keputusan.
c. Gangguan emosi :
 halusinasi dan depresi (suatu keadaan yang menekan,
berbahaya, dan memerlukan perawatan aktif yang dini),
 mimpi buruk,
 marah,
 merasa bersalah,
 malu,
 kesedihan yang berlarut-larut,
 kecemasan dan ketakutan.
d. Gangguan perilaku :
 menurunnya aktivitas fisik, seperti gerakan tubuh yang
minimal. Contoh, duduk berjam-jam dan perilaku repetitif
(berulang-ulang).
e. Gangguan sosial:
 memisahkan diri dari lingkungan,
 menyepi,
 agresif,
 prasangka,
 konflik dengan lingkungan,
 merasa ditolak atau sebaliknya sangat dominan.

10. PANDANGAN HUKUM TENTANG PTSD


UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
yang berisi hak dan kewajiban pemerintah dan masyarakat saat
bencana maupun pasca bencana. Salah satu pasalnya yaitu pasal
26 menyatakan bahwa setiap orang berhak:
1. Mendapat perlindungan sosial dan rasa aman bagi kelompok
masyarakat yang rentan bencana.
2. Mendapat pendidikan, pelatihan, ketrampilan dalam
penyelenggaraan penaggulangan bencana.
11. PERAN PEMERINTAH
Dalam mengatasi trauma psikologis pada anak dan
perempuan telah dan akan dilanjutkan pelayanan trauma konseling
melalui women trauma center dan children center, sekaligus untuk
mencegah terjadinya tindak kekerasan dan perdagangan anak,
dengan dibentuknya Gugus Tugas Anti-trafficking dan Pencegahan
Tindak Kekerasan. Di samping itu, juga perlu terus dilakukan
upaya untuk mempertemukan kembali anak-anak dengan
keluarganya dilakukan melalui kegiatan ”reunifikasi keluarga”,
sejalan dengan terus mengupayakan pemulihan spiritual (spiritual
healing), pemulihan emosional (emotional healing) terhadap
kejadian traumatik yang dihadapi dengan memberikan semangat
hidup dan bangkit kembali menjadi sangat penting, penyembuhan
fisik (physical healing); dan penyembuhan terhadap kemampuan
otak manusia (intelligential healing).

12. DAMPAK PSIKOSOSIAL PADA KORBAN BENCANA


Berdasarkan hasil penelitian empiris, dampak psikologis dari
bencana dapat diketahui berdasarkan tiga faktor yaitu faktor pra
bencana, faktor bencana dan faktor pra bencana (Tomoko, 2009) :
a. Faktor pra bencana : dampak psikologi pada faktor pra bencana
ini dapat ditinjau dari beberapa hal dibawah ini ;
1. Jenis kelamin : perempuan mempunyai resiko lebih tinggi
terkena dampak psikologis dibanding laki-laki dengan
perbandingan 2:1.
2. Usia dan pengalaman hidup : kecenderungan kelompok usia
rentan stres masing-masing negara berbeda karena
perbedaan kondisi sosial politik ekonomi dan latar belakang
sejarah negara yang bersangkutan.
3. Faktor budaya, ras, karakter khas etnis : Dampak yang
ditimbulkan bencana ini lebih besar di negara berkembang
dibandingkan dengan negara maju. Pada kelompok usia
muda tidak ada gejala khas untuk etnis tertentu baik pada
etnis mayoritas maupun etnis minoritas, sedangkan pada
kelompok usia dewasa, etnis minoritas cenderung
mengalami dampak psikologis dibanding mayoritas.
4. Sosial Ekonomi : Dampak bencana pada individu berbeda
menurut latar belakang pendidikan, proses pembentukan
kepribadian, penghasilan dan profesi. Individu dengan
kedudukan sosio ekonomi yang rendah akan mengalami
stress pasca trauma lebih berat.
5. Keluarga : Pengalaman bencana akan mempengaruhi
stabilitas keluarga seperti tingkat stress dalam perkawinan,
posisi sebagai orang tua terutama orang tua perempuan.
6. Tingkat kekuatan Mental dan kepribadian : Hampir semua
hasil penelitian menyimpulkan bahwa kondisi kesehatan
mental pra bencana dapat dijadikan dasar untuk
memprediksi dampak patologis pasca bencana. Individu
dengan maslah kesehatan jiwa akan mengalami stress yang
lebih berat dibandingkan dengan individu dengan kondisi
psikologis yang stabil.
b. Faktor bencana : pada faktor ini, dampak psikologis dapat
ditinjau dari beberapa hal dibawah ini ;
1. Tingkat keterpaparan : Keterpaparan seseorang akan
masalah yang dihadapi merupakan variabel penting untuk
memprediksi dampak psikologis korban bencana.
2. Ditinggal mati oleh sanak keluarga atau sahabat.
3. Diri sendiri atau keluarga terluka.
4. Merasakan ancaman keselamatan jiwa atau mengalami
kekuatan yang luar biasa.
5. Mengalami situasi panik pada saat bencana
6. Pengalaman berpisah dengan keluarga terutama pada
korban usia muda.
7. Kehilangan harta benda dalam jumlah besar
8. Pindah tempat tinggal akibat bencana
9. Bencana yang menimpa seluruh komunitas. Hal ini
mengakibatkan rasa kehilangan pada individu dan
memperkuat perasaan negatif dan memperlemah perasaan
positif.

Semakin banyak fakltor yang diatas, maka akan semakin berat


gangguan jiwa yang dialami korban bencana. Apalagi pada
saat-saat seperti ini mereka cenderung menolak intervensi
tenaga spesialis, sehingga menghambat perbaikan kualitas
hidup pasca bencana.

c. Faktor pasca bencana : dampak psikologis pasca bencana


dapat diakibatkan oleh kegiatan tertentu dalam siklus kehidupan
stress kronik pasca bencana yang terkait dengan kondisi
psykitrik korban bencana. Hal ini perlu adanya pemantuan
dalam jangka panjang oleh tenaga spesialis.Gejala dan dampak
psikologis pasca bencana juga dapat dilihat dari daftar gejala
Hopkins untuk mengetahui adanya depresi dan kecemasan.
Gejala-gejala Hopkins tersebut meliputi perasaan depresi, minat
atau rasa senang yang kurang. Gejala perasaan depresi
meliputi menangis, merasa tidak ada harapan untuk masa
depan, merasa galau dan merasa kesepian.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian untuk klien dengan PTSD meliputi empat aspek
yang akan bereaksi terhadap stress akibat pengalaman traumatis,
yaitu :
a. Pengkajian Perilaku (Behavioral Assessment), Yang dikaji
adalah:
 Dalam keadaan yang bagaimana klien mengalami perilaku
agresif yang berlebihan.
 Dalam keadan yang seperti apa klien mengalami kembali
trauma yang dirasakan.
 Bagaimana cara klien untuk menghindari situasi atau
aktifitas yang akan mengingatkan klien terhadap trauma.
 Seberapa sering klien terlibat aktivitas sosial.
 Apakah klien mengalami kesulitan dalam masalah pekerjaan
semenjak kejadian traumatis.
b. Pengkajian Afektif (Affective Assessment)
 Berapa lama waktu dalam satu hari klien merasakan
ketegangan dan perasaan ingin cepat marah.
 Apakah klien pernah mengalami perasaan panik.
 Apakah klien pernah mengalami perasaan bersalah yang
berkaitan dengan trauma.
 Tipe aktivitas yang disukai untuk dilakukan.
 Apa saja sumber - sumber kesenangan dalam hidup klien.
 Bagaimana hubungan yang secara emosional terasa akrab
dengan orang lain
c. Pengkajian Intelektual (Intellectual Assessment)
 Kesulitan dalam hal konsentrasi.
 Kesulitan dalam hal memori.
 Berapa frekuensi dalam satu hari tentang pikiran yang
berulang yang berkaitan dengan trauma.
 Apakah klien bisa mengontrol pikiran-pikiran berulang
tersebut.
 Mimpi buruk yang dialami klien.
 Apa yang disukai klien terhadap dirinya dan apa yang tidak
disukai klien terhadap dirinya.
d. Pengkajian Sosiokultural (Sociocultural Assessment)
 Bagaimana cara keluarga dan teman klien menyampaikan
tentang perilaku klien yang menjauh dari mereka.
 Pola komunikasi antara klien dengan keluarga dan teman.
 Apa yang terjadi jika klien kehilangan kontrol terhadap rasa
marahnya.
 Bagaimana klien mengontrol kekerasan terhadap sistem
keluarganya.

2. DIAGNOSA
a. Ansietas b/d Krisis situasiona
b. Ketakutan b/d berasal dari dlaam (neurotransmitter)
c. Duka cita b/d kematian orang terdekat

3. INTERVENSI
a. Ansietas b/d krisis situariona
Definisi :perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
samar disertai respons autonom (sumber sering kali
tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu);
perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan
adanya bahaya dan memampukan individu untuk
bertindak menghadapi ancaman.
NOC:
Setelah dilakukan tindakan Keperawatan selama 3 x 24 jam
nyeri dapat teratasi dengan indikator:
 monitor intensitas dari ansietas
 gunakan strategi koping efektif
 menggunakan teknik relaksasi untuk menurunkan ansietas
NIC:
 Gunakan pendekatan yang menenangkan
 Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
 Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama
prosedur
 Temani pasien untuk memberikan keamanan dan
mengurangi takut
 Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan
prognosis
 Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
 Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik
relaksasi
 Dengarkan dengan penuh perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan,
persepsi
 Kelola pemberian obat anti cemas
b. Ketakutan b/d berasal dari dlaam (neurotransmitter)
Defenisi :respons terhadap persepsi ancaman yang secara
sadar dikenali sebagai sebuah bahaya.
Batasan karakteristik:
 Melaporkan isyarat/ peringatan
 Melaporkan kegelisahan
 Melaporkan rasa takut
 Melaporkan penurunan kepercayaan diri
 Melaporkan ansietas
 Melapokan kegembiraan
 Melaporkan peningkatan ketegangan
 Melaporkan kepanikan
 Melaporkan terror
NOC :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama......takut klien
teratasi dengan kriteria hasil :
 Memiliki informasi untuk mengurangi takut
 Menggunakan tehnik relaksasi
 Mempertahankan hubungan sosial dan fungsi peran
 Mengontrol respon takut
NIC:
 Jelaskan pada pasien tentang proses penyakit
 Jelaskan semua tes dan pengobatan pada pasien dan
keluarga
 Sediakan reninforcement positif ketika pasien melakukan
perilaku untuk mengurangi takut
 Sediakan perawatan yang berkesinambungan
 Kurangi stimulasi lingkungan yang dapat menyebabkan
misinterprestasi
 Dorong mengungkapkan secara verbal perasaan, persepsi
dan rasa takutnya
 Perkenalkan dengan orang yang mengalami penyakit yang
sama
 Dorong klien untuk mempraktekan tehnik relaksasi

c. Duka cita b/d kematian orang terdekat


Defenisi :Proses kompleks normal yang meliputi respons dan
perilaku emosional, fisik, spiritual, sosial, dan
intelektual yakni individu, keluarga, dan komunitas
memasukan kehilangan yang actual, adaptif, atau
dipersepsikan ke dalam kehidupan sehari-hari
mereka.
Batasan Karakteristik:
 Perubahn tingkat aktivitas
 Perubahan pola mimpi
 Perubahan fungsi imun
 Gangguan fungsi neuroendokrin
 Marah
 Menyalahkan
 Berpisah/ menarik diri
 Putus asa
 Disorganisasi/kacau
 Gagngguan pola tidur
 Mengalami kelegaan
 Memelihara hubungan dengan almarhum/ah
 Membuat makna kehilangan
 Kepedihan
 Perilaku panic
 Pertumbuhan personal
 Distress psikologis
 Menderita
NOC:
 Mampu mengespresikan kepercayaaan dengan kematian
 Menggambarkan tentang kehilangan
 Partisipasi dalam perencanaan
NIC:
 Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan
penyangkalan yang adaptif.
 Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima
dukungan.
 Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi
kehilangan masa lalu saat ini.
 Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan
personal.
 Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
 Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk
makan.
 Gunakan komunikasi yang efektif.
 Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
 Gunakan refleksi
 Berikan informasi
 Nyatakan keraguan
 Gunakan teknik menfokuskan
 Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau
menyatakan hal yang tersirat
 Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal
 Kehadiran yang penuh perhatian
 Menghormati proses berduka klien yang unik
 Menghormati keyakinan personal klien

4. IMPLEMENTASI
Dilaksanakan sesuai dengan NIC yang telah di tentukan.

5. EVALUASI
Evaluasi dengan melihat NOC yang telah ditentukan. Apakah
sudah tercapai atau tidak.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bencana merupakan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/ atau faktor
non- alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis. Bencana menimbulkan trauma psikologis bagi
semua orang yang mengalaminya.
Peran perawat sangatlah penting pada kasus ini. Peran perawat
sangat berguna untuk memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan standar keperawatan dan kode etik dalam menangani pasien
dengan Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) pasca bencana alam.
Dan diharapkan kepada pembaca dan penulis bisa lebih
memahami materi mengenai penyakit dengan Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD) pasca bencana alam dilihat dari perbandingan data di
lahan dan konsep teori yang sesungguhnya.

B. SARAN
Dengan mempelajari Asuhan keperawatan dengan Post Traumatic
Stress Disorder (PTSD) diharapkan mahasiswa/I mampu melakukan
asuhan keperawatan meliputi pengkajian, diagnose, intervensi, dan
implementasi sesuai dengan kebutuhan pasien dalam keadaan
bencana alam.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Ferry.Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan praktik dalam


keperawatan. Jakarta. Penerbit Salemba Medika,2009.
Herdman, T. heather. 2011. Diagnose Keperawatan 2015-2017. Jakarta:
EGC

Koentara.(2006).MenanganiKasusBencana(online)(http://www.dispsiad.mil
.id/index.php/en/publikasi/artikel/221-post-traumatic-stress-disorder-
ptsddiakses 09 Mar 2016)
Mccloskey, Joanne. 2004. Nursing intervention classification. St. Louis,
Missouri

Moorhead, Sue. 2004. Nursing outcomes classification. St. Louis, Missouri

Pratiwi, Anggi. 2010. PTSD (Post Traumatic Stress Disolder).


(online)(www. Scribd. Com/doc/41221173/askep-PTSD. Pada
tanggal 5Mei 2011)

Anda mungkin juga menyukai