Disusun Oleh:
Ahmad Nazharuddin Lubis
H1AP20001
Pembimbing:
dr. Lucy Marturia Bangun, Sp.KJ
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan referat tersebut. Referat ini
disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian kepaniteraan klinik di
bagian Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu.
Tak lupa saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pengajar dan semua pihak yang telah membantu penulis mengerjakan
referat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena itu
saya terbuka atas saran dan kritik yang dapat meningkatkan kinerja saya. Saya
berharap referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi siapa saja
yang membaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Defenisi..........................................................................................................3
2.2 Epidemiologi..................................................................................................3
2.3 Etiologi...........................................................................................................4
2.4 Gejala Klinis..................................................................................................7
2.5 Diagnosis......................................................................................................10
2.6 Tatalaksana...................................................................................................23
2.7 Prognosis......................................................................................................35
BAB III. KESIMPULAN.......................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37
iv
BAB I. PENDAHULUAN
Gangguan bipolar merupakan gangguan mood yang kronis dan berat yang
ditandai dengan episode mania, hipomania, campuran dan depresi. Sebelumnya
gangguan bipolar disebut dengan manik depresif, gangguan afektif bipolar atau
gangguan spektrum bipolar. Gangguan ini bersifat episode berulang (sekurang-
kurangnya dua episode) dimana afek dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu,
pada waktu tertentu terdiri peningkatan afek disertai penambahan energi dan
aktivitas dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi
dan aktivitas.1,2
Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar 2% sama dengan
prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama besar. Onset
gangguan bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun
atau lebih. Rata-rata usia terkena adalah usia 30 tahun. Penyebab gangguan
bipolar multifaktor. Secara biologis dikaitkan dengan genetik dan gangguan
neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh kanak-
kanak, stress yang menyakitkan, stress kehidupan yang berat dan berkepanjangan,
dan banyak lagi faktor lainnya. 3
Ada dua jenis utama gangguan bipolar. Gangguan bipolar I didefinisikan
dengan adanya setidaknya satu episode mania, sedangkan gangguan bipolar II
ditandai oleh setidaknya satu episode hipomania dan depresi. Perbedaan utama
antara mania dan hipomania adalah keparahan gejala manik. Mania
mengakibatkan gangguan fungsional yang parah, dapat bermanifestasi sebagai
gejala psikotik, dan sering memerlukan rawat inap, hipomania tidak memenuhi
kriteria tersebut.4 Sedangkan berdasarkan DSM-IV gangguan bipolar dibagi
menjadi empat, yaitu : gangguan bipolar I, gangguan II, siklotimia dan gangguan
bipolar yang tidak tergolongkan.3
Penatalaksanaan gangguan bipolar sangat bergantung dengan fase episode
(manik atau depresi) dan tingkat kegawatan dari fase tersebut. Evaluasi dan
monitor ketat pasien dengan depresi bipolar terhadap resiko perubahan mood dan
tiba-tiba terdapat gejala yang merupakan akibat dari diberikannya farmakoterapi
1
pada pasien depresi. Penatalaksanaan diberikan dengan pemberian farmakoterapi,
intervensi psikososial dan psikoterapi.5
Terapi tidak saja ditujukan untuk mengatasi simtom akut tetapi pencapaian
kebahagiaan jangka panjang sudah harus dimulai sejak awal terapi. Terapi yang
diberikan harus komperensif yaitu meliputi farmakoterapi, psikoedukasi, dan
psikoterapi. Peristiwa-peristiwa kehidupan yang bersifat stresor harus pula diatasi
karena stresor dapat menjadi faktor pencetus terjadinya kekambuhan. Karena
gangguan bipolar merupakan penyakit kronik, mengedukasi pasien dan
keluarganya tentang penatalaksanaan jangka panjang perlu dilakukan.6
2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
Gangguan bipolar merupakan gangguan mood yang kronis dan berat yang
ditandai dengan episode mania, hipomania, campuran dan depresi. Sebelumnya,
gangguan bipolar disebut dengan mania depresif, gangguan afektif bipolar, atau
gangguan spektrum bipolar.7
Pasien dengan mood meningkat menunjukkan adanya ekspansivitas, fligth
of ideas, tidur berkurang, harga diri meningkat, serta gagasan kebesaran. Pasien
dengan mood menurun menunjukkan hilangnya energi dan minat, rasa bersalah
sulit berkonsentrasi, hilang nafsu makan, serta pikiran mengenai kematian atau
bunuh diri.3
Gangguan afektif bipolar adalah gangguan episode berulang (sekurang –
kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan
energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).2
Yang khas adalah bahawa biasanya ada penyembuhan sempurna antar
episode. Episode mania biasanya mulai dengan tiba – tiba dan berlangsung antara
2 minggu sampai 4 – 5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama
(rata – rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang
usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup
yang penuh stress atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk
penegakkan diagnosis).2
2.2 Epidemiologi
Saat ini prevalensi gangguan bipolar saat ini dalam populasi cukup tinggi,
mencapai 1,3-3%. Bahkan prevalensi untuk seluruh spektrum bipolar mencapai
2,6-6,5%. Tujuh dari sepuluh pasien pada awalnya misdiagnosis. Prevalensi
antara laki-laki dan perempuan sama besarnya terutama pada gangguan bipolar I,
sedangkan pada gangguan bipolar II, prevalensi pada perempuan lebih besar.
3
Depresi atau distimia yang terjadi pertama kali pada prapubertas memiliki risiko
untuk menjadi gangguan bipolar.8
Jumlah kejadian setiap tahun dari gangguan bipolar dalam populasi
diperkirakan antara 10-15 per 100.000 di antara manusia. Angka ini lebih tinggi di
kalangan wanita dan bahkan dapat mencapai 30 per 100.000. Kondisi ini dapat
mempengaruhi orang dari hampir semua usia, dari anak-anak sampai usia lanjut.
Prevalensi serupa terjadi pada pria maupun wanita.9
2.3 Etiologi
a. Faktor Biologis
Banyak penelitian melaporkan abnormalitas metabolit amin biogenik seperti
asam 5 –h idroksiindolasetat (5-HIAA), asam homovanilat (HVA), dan 3-
metoksi-4hidroksifenilglikol (MHPG)-di dalam darah, urine dan cairan
serebrospinalis pasien dengan gangguan mood . Laporan data ini paling konsisten
dengan hipotesis bahwa gangguan mood disebabkan oleh disregulasi heterogen
amin biogenik (norepinefrein dan serotonin adalah dua neurotransmitter yang
paling terkadi di dalam patofisiologi gangguan mood.3
Norepinefrin
Down regulation reseptor β-adrenergik dan respons antidepresan klinis
menunjukkan peranan langsung terhadap sistem noradrenergik pada depresi.
Bukti lain adanya keterlibatan reseptor presinaps β2-adrenergik pada depresi,
aktivasi reseptor ini menimbulkan penurunan jumlah norepinefrin yang
dilepaskan. Reseptor presinaps β2-adrenergikjuga terletak pada neuron
serotonergik serta mengatur jumlah serotonergik serta mengatur jumlah serotonin
yang dilepaskan. Obat antidepresan yang secara klinis efektif dengan efek
noradrenergik – contohnya sertralinmerupakan dukungan lebih lanjut terhadap
pernan norepinefrin di dalam patofisiologi setidaknya pada gejala depresi.3
Serotonin
Adanya pengaruh besar yang dihasilkan oleh inhibitor reuptake serotonin
selektif (SSRI) pada terapi depresi – contohnya fluoxetin-serotonin telah menjadi
neurotransmitter amin biogenik yang paling lazim dikaitkan dengan depresi.3
4
Dopamin
Aktivitas dopamin yang berkurang pada depresi dan meningkatnya mania.
Regulasi prasinaps dan pascasinaps pada fungsi dopamin lebih lanjut telah
memperkaya riset mengenai hubungan antara dopamin dan gangguan mood. Obat
yang mengurangi konsentrasi dopamin – contohnya reseprin – dan penyakit yang
mengurangi konsentrasi dopamin (seperti penyakit Parkinson) menyebabkan
gejala depresif. Sebaliknya, obat yang meningkatkan konsentrasi dopamin seperti
tirosin, amfetamin, dan bupropion akan menguragi
gejala depresif.3
b. Faktor Genetik
Gangguan bipolar, terutama bipolar tipe I gangguan, memiliki komponen
genetik utama, dengan keterlibatan kromosom 5, 11, 18, dan X. Gen reseptor D2
terletak pada kromosom 5. Gen untuk tirosin hidroksilase, yaitu enzim yang
membatasi laju sintesis katekolamin,terletak pada kromosom 11. Pada satu studi,
penanda pada kromsom 18 ditemukan di 28 keluarga inti dengan gangguan
bipolar.3
Studi adopsi membuktikan bahwa lingkungan umum bukanlah satusatunya
faktor yang membuat gangguan bipolar terjadi dalam keluarga. Anak-anak yang
orang tua biologis baik gangguan bipolar I atau gangguan depresi berat juga dapat
meningkatkan risiko gangguan afektif, bahkan jika mereka dibesarkan di rumah
dengan orang tua angkat yang tidak terpengaruh.3
c. Faktor Biokimia
Beberapa jalur biokimia kemungkinan berkontribusi terhadap gangguan
bipolar, yang mengapa mendeteksi satu kelainan tertentu sulit. Sejumlah
neurotransmiter telah dikaitkan dengan gangguan ini, sebagian besar didasarkan
pada respon pasien untuk agen psikoaktif.10
Hipotesis katekolamin, yang menyatakan bahwa peningkatan epinefrin dan
norepinefrin menyebabkan mania dan penurunan epinefrin dan norepinefrin
menyebabkan depresi.10
5
Obat yang digunakan untuk mengobati depresi dan penyalahgunaan obat
(misalnya, kokain) yang meningkatkan kadar monoamina, termasuk serotonin,
norepinefrin, dopamin atau, bisa semua berpotensi memicu mania, melibatkan
semua neurotransmiter ini dalam etiologi. Obat lain yang memperburuk mania
termasuk L-dopa, yang berimplikasi dopamin dan serotonin reuptake inhibitor -
yang pada gilirannya melibatkan serotonin.10
Semakin terbukti dari kontribusi glutamat baik gangguan bipolar dan
depresi berat. Sebuah studi postmortem dari lobus frontal individu dengan
gangguan ini menunjukkan bahwa tingkat glutamat meningkat.4
Calcium channel blockers telah digunakan untuk mengobati mania, yang
mungkin juga akibat dari gangguan regulasi kalsium intraseluler dalam neuron
seperti yang disarankan oleh percobaan dan genetik data. Gangguan yang
diusulkan regulasi kalsium dapat disebabkan oleh berbagai penghinaan
neurologis, seperti transmisi glutaminergic berlebihan atau iskemia. Menariknya,
valproate khusus meregulasi ekspresi protein pendamping kalsium, GRP 78, yang
mungkin menjadi salah satu mekanisme utamanya perlindungan selular.10
Ketidakseimbangan hormon dan gangguan dari sumbu
hipotalamushipofisis-adrenal yang terlibat dalam homeostasis dan respon stres
juga dapat berkontribusi pada gambaran klinis dari gangguan bipolar.10
6
e. Faktor Psikodinamik
Banyak praktisi melihat dinamika penyakit mania-depresif sebagai
dihubungkan melalui jalur umum tunggal. Mereka melihat depresi sebagai
manifestasi dari kerugian (yaitu, hilangnya harga diri dan rasa tidak berharga).
Oleh karena itu, mania berfungsi sebagai pertahanan terhadap perasaan depresi.10
Terdapat dua pola gejala dasar pada Gangguan bipolar yaitu, episode
depresi dan episode mania.
a. Episode mania:
Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami
mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga
atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu:3
Grandiositas atau percaya diri berlebihan
Berkurangnya kebutuhan tidur
Cepat dan banyaknya pembicaraan
Lompatan gagasan atau pikiran berlomba
Perhatian mudah teralih
Peningkatan energi dan hiperaktivitas psikomotor
Meningkatnya aktivitas bertujuan (sosial, seksual, pekerjaan dan sekolah)
Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan
yang matang).
7
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran
psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya
Gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa
sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan
produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik
(halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan
hospitalisasi.3
c. Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi
yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood
disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis,
ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar
dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga
memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai
8
gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan.3
d. Episode Hipomania
Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan
mood , ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat
gejala bila mood irritable) yaitu:3
Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri
Berkurangnya kebutuhan tidur
Meningkatnya pembicaraan
Lompat gagasan atau pemikiran berlomba
Perhatian mudah teralih
Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor
Pikiran menjadi lebih tajam
Daya nilai berkurang
e. Sindrom Psikotik
Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang
paling sering yaitu:7
Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya)
Waham
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan
waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak
serasi dengan mood. Pasien dengan Gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai
skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi
pasien dengan Gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan
prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara
Gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian sosial pramorbid
9
yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang
penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti
psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan
terapi antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis.7
2.5 Diagnosis
10
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.
11
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran2
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik,
dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa
terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.
Tabel 2.1 Kriteria Diagnostik menurut the Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder IV- Text Revised (DSM IV-TR).11
12
tetap berbicara.
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikirannya
berlomba.
5. Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus eksternal
yang tidak relevan atau tidak penting.
6. Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ke tujuan (sosial, pekerjaan,
sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor.
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan
yang berpotensi merugikan (misalnya investasi bisnis yang
kurang perhitungan, hubungan seksual yang tidak aman, sembrono
di jalan raya, atau terlalu boros).
C. Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran.
D. Gangguan mood sangat berat sehingga menyebabkan hendaya yang
jelas dalam fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasa dilakukan,
hubungan dengan orang lain, atau memerlukan perawatan untuk
menghindari melukai diri sendiri atau orang lain, atau dengan gambaran
psikotik.
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, obat, atau terapi
lainnya) atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid).
Depresi A. Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat, paling sedikit, dalam dua
Mayor minggu, dan memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi. Paling
sedikit satu dari gejala ini harus ada yaitu (1) mood depresi atau (2)
hilangnya minat atau rasa senang.
Catatan: tidak boleh memasukkan gejala yang jelas-jelas disebabkan
oleh kondisi kondisi medik umum atau halusinasi atau waham yang
tidak serasi dengan mood.
1. Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap
hari, yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya,
merasa sedih atau hampa), atau yang dapat diobservasi oleh orang
lain (misalnya, terlihat menangis). Catatan: pada anak-anak atau
13
remaja, mood bisa bersifat iritabel.
2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua,
atau hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari
(yang diindikasikan oleh laporan subjektif atau diobservasi oleh
orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diit atau
peningkatan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih
dari 5% dalam satu bulan) atau penurunan atau peningkatan nafsu
makan hampir setiap hari.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat
diobservasi oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang
adanya kegelisahan atau perasaan menjadi lamban).
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari.
7. Rasa tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan, tidak sesuai
(mungkin bertaraf bertaraf waham) hampir setiap hari (tidak hanya
rasa bersalah karena berada dalam keadaan sakit).
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-
ragu, hampir setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat
diobservasi oleh orang lain).
9. Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati),
berulangnya ide-ide ide-ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau
tindakan-tindakan bunuh diri atau rencana spesifik untuk
melakukan bunuh diri.
B. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria untuk episode
campuran.
C. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik
atau terjadinya hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat
(misalnya, penyalahgunaan zat atau obat) atau kondisi medik umum
(misalnya, hipotiroid).
14
E. Gejala bukan disebabkan oleh berkabung, misalnya kehilangan orang
yang dicintai, gejala menetap lebih dari dua bulan, atau ditandai oleh
hendaya fungsi yang jelas, preokupasi dengan rasa tidak berharga,
ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.
Episode A. Memenuhi kriteria episode manik dan episode depresi mayor (kecuali
Campuran untuk durasi) hampir setiap hari selama paling sedikit satu minggu.
B. Gangguan mood cukup berat hingga menyebabkan hendaya nyata dalam
fungsi pekerjaan atau aktivitas sosial yang biasa dilakukan atau
hubungan dengan orang lain, atau memerlukan perawatan untuk
mencegah melukai diri sendiri atau orang lain, atau terdapat gambaran
psikotik.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat (penyalahgunaan zat, atau obat, atau terapi lainnya) atau
kondisi medik umum (hipertiroid).
Hipomanik A. Mood elasi, ekspansif atau iritabel, menetap, paling sedikit empat hari,
mood jelas terlihat berbeda dengan mood biasa atau ketika tidak sedang
depresi
B. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut menetap
(empat bila mood hanya iritabel), dengan derajat berat cukup bermakna:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya tidur
tiga jam).
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk tetap
berbicara.
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran
yang berlomba.
5. Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus eksternal
yang tidak relevan atau tidak penting).
6. Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ke tujuan
(sosial, pekerjaan, sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor.
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan
15
yang berpotensi merugikan (investasi bisnis yang kurang
perhitungan, hubungan seksual yang sembrono, atau terlalu terlalu
boros)
C. Episode yang terjadi berkaitan dengan perubahan yang jelas
dalam fungsi yang tidak khas bagi orang tersebut tersebut ketika ia
tidak ada gejala.
D. Perubahan mood dan fungsi tersebut dapat terlihat oleh orang lain.
E. Episode yang terjadi tidak cukup berat untuk menyebabkan hendaya
yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan, atau tidak
memerlukan perawatan, atau tidak ada gambaran psikotik.
F. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, atau terapi lainnya)
atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid).
Bila kriteria lengkap saaat ini memenuhi kriteria untuk episode manik,
campuran, atau episode depresi mayor, spesifikasi status klinik saat ini
atau gambaran klinik atau gabungannya;
16
Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik, atau berat dengan
gambaran psikotik.
Dengan gambaran katatonik.
Dengan awitan pasca persalinan.
17
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat.
18
Dengan siklus cepat.
19
Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan
Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode depresi berat,
spesifikasi status klinik gangguan bipolar I saat ini atau gambaran
episode manik saat ini atau keduannya;
Dalam remisi parsial atau remisi sempurna
Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat.
20
skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan
gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
Bila kriteria lengkap saaat ini memenuhi kriteria untuk episode
depresi, spesifikasi status klinik atau gambaran klinik atau keduanya:
Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik, atau berat dengan
gambaran psikotik.
Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan
Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode depresi berat,
spesifikasi status klinik gangguan bipolar I saat ini atau gambaran
episode manik saat ini atau keduanya;
Dalam remisi parsial atau remisi sempurna
Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat.
21
D. Gejala mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan
gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Jika kriteria lengkap saat ini terpenuhi untuk episode depresi mayor,
tentukan status klinis dan atau fiturnya saat ini:
Ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik/ berat dengan gejala
psikotik
Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan
Jika kriteria lengkap saat ini tidak terpenuhi untuk episode hipomanik
atau depresi mayor, tentukan status klinis gangguan bipolar II dan atau
fitur episode depresi mayor saat ini.
Dalam remisi parsial atau remisi sempurna
Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat.
22
Gangguan Siklotimia
A. Paling sedikit selama dua tahun (paling sedikit selama satu tahun pada
anak-anak dan remaja) mengalami beberapa periode dengan simtom
hipomania yang tidak memenuhi kriteria episode hipomanik dan
beberapa periode dengan simtom depresi yang tidak memenuhi
kriteria episode depresi mayor.
B. Selama periode dua tahun di atas (satu tahun untuk anak-anak dan
remaja), periode hipomanik dan depresi terlihat paling sedikit pada
separuh waktunya dan individu tersebut tidak penah tanpa gejala lebih
dari dua bulan.
C. Tidak pernah memenuhi kriteria episode manik, hipomanik, dan
depresi mayor.
D. Gejala-gejala pada kriteria A tidak dapat menjelaskan gangguan
skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham,
spektrum skizofrenia tidak spesifik atau spesifik lainnya dan gangguan
psikotik lainnya.
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat (misalnya,
penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medik lainnya (misalnya,
hipertiroid).
Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
hendaya fungsi sosial, okupasi, atau fungsi pada area penting lainnya.1
2.6 Tatalaksana
Dalam mengobati pasien dengan gangguan bipolar, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan, misalnya, keamanan pasien. Selain itu, perlu mengevaluasi
diagnosis secara seksama. Terapi tidak saja ditujukan untuk mengatasi simtom
akut tetapi pencapaian kebahagiaan jangka panjang sudah harus dimulai sejak
awal terapi. Terapi yang diberikan harus komperensif yaitu meliputi
farmakoterapi, psikoedukasi, dan psikoterapi. Peristiwa-peristiwa kehidupan yang
bersifat stresor harus pula diatasi karena stresor dapat menjadi faktor pencetus
terjadinya kekambuhan. Karena gangguan bipolar merupakan penyakit kronik,
23
mengedukasi pasien dan keluarganya tentang penatalaksanaan jangka panjang
perlu dilakukan.1
a. Farmakoterapi
Pasien dengan mania akut dapat mengalami agitasi, agresif, dan melakukan
tindakan kekerasan. Hospitalisasi sering diperlukan untuk mengurangi risiko
pasien melukai dirinya atau orang lain. Selain itu, pasien sering tidak patuh
terhadap pengobatan karena tilikannya yang buruk terhadap penyakit. Oleh karena
itu, pasien sebaiknya dirawat supaya mendapat pengobatan yang efektif dan
respon yang adekuat terhadap pengobatan dapat dicapai dengan cepat. Sebagian
pasien menolak penggunaan preparat oral karena mereka merasa dirinya tidak
sakit. Untuk psien yang tidak bersedia memakan obat, preparat injeksi harus
diberikan meskipun pasien menolak. Di bawah ini adalah obat injeksi yang
direkomendasikan untuk agitasi akut pada bipolar mania:1
Tabel 2.2 Rekomendasi obat injeksi untuk agitasi akut pada gangguan bipolar.1
Lini I Injeksi intramuskular (IM) aripiprazol efektif untuk
pengobatan agitasi pada pasien dengan episode mania atau
campuran akut. Dosis adalah 9,75 mg/injeksi. Dosis
maksimum adalah 30 mg/hari (tiga kali injeksi per hari dengan
interval dua jam). Berespons dalam 45-60 menit.
Injeksi IM olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan
episode mania atau campuran akut. Dosis 10 mg/injeksi. Dosis
maksimum adalah 30 mg/hari. Interval pengulangan injeksi
adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien menerima hanya satu
kali injeksi dalam 24 jam pertama.
Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis maksimum lorazepam 4
mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM
aripiprazol atau olanzapin. Jangan dicampur dalam satu jarum
suntik karena mengganggu stabilitas antipsikotika.
Lini II Injeksi IM haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang
24
setelah 30 menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.
Injeksi IM diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan
bersamaan dengan injeksi haloperidol IM. Jangan dicampur
dengan satu jarum suntik.
25
Tabel 2.3 Rekomendasi Farmakologi Mania Akut GB.1
Pilihan Jenis Obat
Lini I Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin, quetiapin
XR, aripiprazol, litium atau divalproat + risperidon, litium
atau divalproat + quetiapin, litium atau divalproat +
olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol.
Lini II Karbamazepin, TKL, litium + divalproat, paliperidon.
Lini III Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat haloperidol,
litium + karbamazepin, klozapin.
Tidak Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon +
direkomendasikan karbamazepin, olanzapin + karbamazepin.
Tabel 2.4 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-I, Mania Akut (CANMAT &
ISBD 2013).1
Pilihan Jenis Obat
Lini I Monoterapi: Litium, divalproat, divalproat ER, olanzapin,
risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol, ziprasidon,
asenapin, paliperidon ER.
Terapi tambahan dengan litium atau divalproat: risperidon,
quetiapin, olanzapin, aripiprazol, asenapin.
Lini II Monoterapi: Karbamazepin, karbamazepin ER, ECT,
haloperidol
Terapi kombinasi: Litium + divalproat.
Lini III Monoterapi: klorpromazin, klozapin, okskarbazepin,
tamoksifen, cariprazin.
Terapi kombinasi: litium atau divalproat + haloperidol, litium
+ karbamazepin, tambahan tamoksifen.
Tidak Monoterapi: gabapentin, topiramat, lamotrigin, verapamil,
direkomendasikan Terapi kombinasi: risperidon + karbamazepin, olanzapin +
karbamazepin
26
Tabel 2.5 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-I, Depresi Akut (CANMAT &
ISBD 2013).1
Pilihan Jenis Obat
Lini I Monoterapi: Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR.
Terapi kombinasi: litium atau divalproat + SSRI, olanzapin +
SSRI, litium + divalproat, litium atau divalproat + bupropion.
Lini II Monoterapi: divalproat, lurasidon
Terapi kombinasi: Quetiapin + SSRI, tambahkan modafinil,
litium atau divalproat + lamotrigin, litium atau divalproat +
lurasidon.
Lini III Monoterapi: karbamazepin, olanzapin, ECT
Terapi kombinasi: litium + karbamazepin, litium +
pramipeksol, litium atau divalproar + venlafaksin, litium +
MAOI, litium atau divalproat atau APG-II + TCA, litium atau
divalproat atau karbamazepin + SSRI + lamotrigin, quetiapin
+ lamotrigin.
Tidak Monoterapi: gabapentin atau aripiprazol atau ziprasidon.
direkomendasikan Terapi kombinasi: tambahan ziprasidon, tambahan
levetirasetam.
Tabel 2.6 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-I, Rumatan (CANMAT & ISBD
2013).1
Pilihan Jenis Obat
Lini I Monoterapi: Litium, lamotrigin (efikasinya terbatas dalam
mencegah mania), divalproat, olanzapin, quetiapin, risperidon
LAI, aripirazel.
Terapi tambahan dengan litium atau divalproat, quetiapin,
risperidon LAI, aripiprazol, ziprasidon.
Lini II Monoterapi: Karbamazepin, paiiperidon ER
Terapi kombinasi: litium+divalproat, litium +karbamazepin,
litium atau divalproat + olanzapin, litium+risperidon, litium +
27
lamotrigin, olanzapin+ fluoksetin.
Lini III Monoterapi: asenapin
Terapi tambahan: fenitoin, olanzapin, ECT, topiramat, asam
lemak omega-3, okskarbazepin, gabapentin, asenapin.
Tidak Monoterapi: Gabapentin, topiramat atau antidepresan
direkomendasikan Terapi tambahan: flupentiksol.
Tabel 2.7 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-II, Depresi Akut (CANMAT &
ISBD 2013).1
Pilihan Jenis Obat
Lini I Quetiapin, Quetiapin XR.
Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat +
antidepresan, litium + divalproat, APG-II + antidepresan
Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang jarang
mengalami hipomania), ganti dengan AD lainnya, quetiapin +
lamotrigin, menambah ECT, menambah NAC + menambah
T3.
Tidak Lihat teks pada antidepresan mengenai rekomendasi
direkomendasikan antidepresan monoterapi.
Tabel 2.8 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-II, Rumatan (CANMAT & ISBD
2013).1
Pilihan Jenis Obat
Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin
Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau APG II + AD,
penambahan quetiapin, penambahan lamotrigin, kombinasi
dua obat ini: litium, divalproat, atau APG II.
Lini III Karbamazepin, okskarbazepin, APG-II, ECT, fluoksetin
28
Tidak Gabapentin.
direkomendasikan
Litium
Valproat
Data efisiensi untuk valproat saat ini cukup untuk menjamin penggunaannya
sebagai obat lini pertama. Pasien dalam jumlah signifikan tampaknya dapat
menoleransi valproat lebih baik dibandingkan litium dan karbamazepin. Asam
valproat dan divalproeks memiliki indeks terapeutik yang luas dan tampak efektif
29
pada kadar 50 sampai 125 g/mL. Pemeriksaan pra terapi mencangkup hitung
darah lengkap serta uji fungsi hati. Uji kehamilan diperlukan karena obat ini dapat
menyebabkan defek tabung saraf pada janin yang sedang berkembang. Obat ini
dapat menyebabkan trombositopenia dan meningkatkan kadar transaminase,
keduanya biasanya ringan dan dapat pulih sendiri tetapi memerlukan pengawasan
darah yang lebih ketat.12
Toksisitas hati yang fatal dilaporkan hanya kepada anak berusia di bawah 10
tahun yang memperoleh berbagai antikonvulsan. Efek samping yang khas
mencangkup rambut rontok (yang dapat diterapi dengan zinc dan selenium),
tremor, berat badan meningkat, dan sedasi. Gangguan gastrointestinal lazim
terjadi tetapi dapat diminimalkan dengan menggunakan tablet berselaput enterik
(depakote) dan dititrasi secara bertahap. Asam valproat dapat diberikan pada
pengendalian gejala akut dengan memberikan 20 mg/kg dalam dosis terbagi.
Strategi ini juga menghasilkan tingkat terapeutik dan dapat memperbaiki gejala
dalam 7 hari. Untuk pasien rawat jalan, pasien yang lebih rapuh secara fisik atau
pasien yang lebih ringan sakitnya, obat dapat dimulai pada 250 sampai 750
mg/hari dan secara bertahap dititrasi sampai kadar terapeutik kadarnya dalam
darah dapat diperiksa setelah 3 hari pada dosis tertentu.12
Karbamazepin
Karbamazepin biasanya dititrasi untuk menilai respon dan bukan untuk
mengukur kadarnya di dalam darah, walaupun banyak klinisi menitrasi untuk
mencapai kadar 4 sampai 12 µg/mL. Evaluasi praterapi harus mencakup uji fungsi
hati dan hitung jenis darah lengkap serta elektrokardiogram, elektrolit, retikulosit,
dan tes kehamilan. Efek samping mencangkup mual, sedasi, dan ataksia.
Toksisitas hati, hiponatremia, atau supresi sumsum tulang dapat terjadi. Ruam
terjadi pada 10% pasien. Ruam eksfoliatif (sindrom Steven Johnson) jarang terjadi
tetapi dapat fatal. Obat dapat dimulai dengan 200 mg sampai 600 mg/hari dengan
penyesuaian setiap 5 hari berdasarkan respon klinis. Perbaikan dapat dilihat dalam
7 sampai 14 hari setelah dosis terapeutik dicapai. Interaksi obat mempersulit
penggunaan karbamazepin dan mungkin mengubah statusnya menjadi obat lini
30
kedua. Obat ini merupakan penginduksi enzim yang poten dan dapat menurunkan
kadar psikotropika lain, seperti haloperidol. Karbamazepin menginduksi
metabolismenya sendiri (autoinduksi) dan dosisnya sering perlu ditingkatkan
selama beberapa bulan pertama terapi untuk mempertahankan kadar terapeutik
dan respons klinis.12
Antikonvulsan Lain
Lamotrigin dan gabapentin adalah antikonvulsan yang mungkin memiliki
sifat antidepresan, antimanik, dan penstabil mood. Obat-obat ini tidak
memerlukan pengawasan darah. Gabapentin diekskresikan hanya oleh ginjal dan
memiliki efek gambaran samping ringan yang dapat mencakup sedasi atau
aktivasi, pusing, dan lelah. Obat ini tidak berinteraksi dengan obat lain.
Diperlukan pengurangan dosis pada pasien dengan insufisiensi ginjal gabapentin
dapat dititrasi dengan agresif dan respon terapeutik nya dilaporkan berada pada
dosis 300 sampai 3600 mg/hari. Obat ini memiliki waktu paruh singkat serta
diperlukan dosis sampai tiga kali sehari.12
Lamotrigin memerlukan titrasi bertahap untuk menurunkan risiko terjadinya
ruam yang terjadi pada 10 persen pasien. Sindrom Steven Johnson terjadi pada
0,1% pasien yang diobati dengan lamotrigin. Efek samping lainnya mencakup
mual, sedasi, ataksia, dan insomnia. Dosis dapat dimulai dengan 25 sampai 50
mg/hari selama 2 minggu dan kemudian ditingkatkan secara perlahan hingga 150
sampai 250 mg dua kali perhari. Valproat meningkatkan kadar lamotrigin, dengan
adanya valproat, titrasi lamotrigin harus lebih lambat dan dosisnya lebih rendah
(contoh 25 mg oral 4 kali sehari selama 2 minggu, dengan ditingkatkan 25 mg
setiap dua minggu sampai maksimum 150 mg/hari).12
Topiramat menunjukkan efisien awal pada gangguan bipolar. Efek
sampingnya mencakup lelah dan kognisi menumpul. Obat ini memiliki sifat khas
yaitu menyebabkan penurunan berat badan. Serangkaian pasien gangguan bipolar
dengan berat badan berlebih rata-rata kehilangan 5% berat badannya saat minum
topiramat sebagai tambahan terhadap obat lain. Dosis awalnya biasanya 25 sampai
50 mg/hari sampai maksimum 400 mg/hari.12
31
Agen lain
Agen lain yang digunakan pada gangguan bipolar mencangkup verapamil
(isoptin, calan), nimodipin (nimotop), klonidin (catapres), klonazepam, dan
levotiroksin (levoxyl, levothroid, synthroid). Klozapin (clozaril) terlihat memiliki
sifat anti manik dan penstabil mood yang poten pada terapi pasien yang refrakter
terhadap terapi. ECT dapat dipertimbangkan pada kasus yang terutama berat atau
resisten obat sebagai terapi alternatif untuk gangguan bipolar I.12
b. Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive
behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok,
psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial lainya.
Intervensi psikososial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan remisi.15
Intervensi psikososial menunjukkan manfaat yang signifikan baik pada episode
depresi akut maupun pada terapi rumatan jangka panjang. Intervensi psikososial
dapat mengurangi angka kekambuhan, fluktuasi mood, kebutuhan medikasi dan
hospitalisasi. Oleh karena itu, pemberian terapi psikologi terutama psikoedukasi
singkat merupakan modalitas penting dalam penatalaksanaan gangguan bipolar.
Selain itu, psikoedukasi juga dapat membantu keluarga terhindari dari perilaku
berisiko terjadinya kelelahan.1
Terapi Psikososial
Sebagian besar studi menunjukkan dan sebagian besar klinisi serta peneliti
menyakini bahwa kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah terapi yang
paling efektif untuk gangguan mood. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu
terapi kognitif, terapi interpersonal, dan terapi perilaku telah dipelajari untuk
menentukan efektifitasnya dalam terapi gangguan mood. Walaupun efektivitas
ketiga terapi ini belum diteliti dengan baik, psikoterapi berorientasi psikoanalitik
telah lama digunakan untuk gangguan mood dan banyak klinisi menggunakan
teknik ini sebagai metode utama mereka. Hal yang membedakan ketiga metode
32
psikoterapi jangka pendek dengan metode berorientasi psikoanalitis adalah peran
aktif dan langsung terapis, tujuan yang langsung dikenali, dan titik akhir terapi
jangka pendek.12
Terapi Kognitif
Terapi kognitif yang awalnya dikembangkan Aaron Beck, memfokuskan
pada distorsi kognitif. Distorsi tersebut mencangkup perhatian selektif terhadap
aspek negatif keadaan dan kesimpulan patologis yang tidak realistis mengenai
konsekuensi. Contohnya, apatis dan kurang tenaga adalah akibat pengharapan
pasien mengenai kegagalan di semua area. Tujuan terapi kognitif adalah
meringankan episode depresif dan mencegah kekambuhan dengan membantu
pasien mengidentifikasi dan menguji teknisi negatif; mengembangkan cara
berpikir alternatif, fleksibel, dan positif; serta melatih respon perilaku dan kognitif
yang baru.12
Terapi Interpersonal
Terapi interpersonal, yang dikembangkan Gerald Klerman, memfokuskan
pada satu atau dua masalah interpersonal pasien saat ini. Terapi ini didasarkan
pada dua asumsi. Pertama masalah internasional saat ini cenderung memiliki akar
pada hubungan yang mengalami diskusi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal
saat ini cenderung terlibat di dalam mencetuskan atau melanjutkan gejala saat ini.
Sejumlah uji terkontrol membandingkan terapi interpersonal terapi kognitif,
farmakoterapi, dan kombinasi antara farmakoterapi dengan psikoterapi. Semua uji
ini menunjukkan bahwa terapi interpersonal efektif dalam penatalaksanaan
gangguan mood dan, tidak mengejutkan, khususnya mungkin membantu
menyelesaikan masalah interpersonal. Program terapi interpersonal biasanya
terdiri atas 12 sampai 16 sesi dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang
aktif. Fenomena intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal, tidak
diselesaikan. Prilaku khas seperti tidak asertif, keterampilan sosial terganggu dan
pikiran terdistorsi dapat diselesaikan tetapi hanya dalam konteks pengertiannya
terhadap atau pengaruhnya terhadap hubungan interpersonal.12
33
Terapi Perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin
sekaligus penolakan dari masyarakat. Dengan memusatkan perhatian pada
perilaku maladaptif di dalam terapi. Pasien belajar berfungsi di dalam dunia
sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif.12
Terapi Keluarga
Terapi keluarga menunjukkan bahwa dapat membantu pasien gangguan
mood untuk mengurangi dan menghadapi stress serta mengurangi kemungkinan
kambuh. Tetapi keluarga diindikasikan jika gangguan merusak perkawinan pasien
atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood bertambah atau mempertahankan
oleh situasi keluarga. Terapi keluarga memeriksa peranan anggota keluarga yang
mengalami gangguan mood di dalam kesejahteraan psikologis seluruh keluarga.
Terapi keluarga juga memeriksa peranan seluruh keluarga di dalam
mempertahankan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki angka
perceraian yang tinggi dan sekitar 50% pasangan melaporkan bahwa mereka tidak
akan menikah atau punya anak, jika mereka tahu bahwa pasien akan mengalami
gangguan mood.12
2.7 Prognosis
34
Prognosis gangguan bipolar I lebih buruk bila dibandingkan dengan
gangguan depresi mayor. Sekitar 40%-50% pasien dengan gangguan bipolar I
mengalami kekambuhan dalam dua tahun setelah episode pertama. Sekitar 7%
pasien dengan gangguan bipolar tidak mengalami kekambuhan. Sebanyak 45%
mengalami lebih dari satu episode dan 40% menjadi kronik. Prognosis gangguan
bipolar II belum begitu banyak diteliti. Diagnosisnya lebih stabil dan merupakan
merupakan penyakit penyakit kronik yang memerlukan terapi jangka panjang.14
35
muda seseorang terkena bipolar, maka makin besar kemungkinannya untuk
mengalami gejala psikotik dan semakin jelas terlihat hubungan genetiknya. Dalam
pemilihan lini pertama terapi pada gangguan bipolar dapat menggunakan lithium
atau valproat yang sudah jelas efektif. Namun pemilihannya dalam penggunaan
lithium ataupun valproat harus diperhatikan keadaan pasien, kelebihan, dan
kekurangannya.
DAFTAR PUSTAKA
36
4. McCormick U, Murray B, McNew B. Diagnosis and treatment of patients
with bipolar disorder: A review for advanced practice nurses. J Am Assoc
Nurse Pract. 2015;27(9):530-542. doi:10.1002/2327-6924.12275
5. Wardani IAK. Bipolar Disorder Clinical Pathway Inpatient. Departemen
Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedoteran Udayana. 2013.
6. Amir N. Gangguan Bipolar. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
7. Elvira S.D dan Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Ed.2. Jakarta :
FKUI;2013.
8. Kusumawardhani A. Diagnosis Banding Gangguan Bipolar. Dalam:
Kumpulan Makalah Konas I Gangguan Bipolar. Surabaya: Airlangga
University Press; 2012.
9. Ketter TA. Diagnostic Features, Prevalence, And Impact of Bipolar
Disorder. J Clin Psychiatry. 2010;71(6).
10. Soreff,S. Bipolar Affective Disorders. Medscape [Online] Agustus 18,
2014. [Cited: Oktober 10, 2014] http://emedicine.medscape.com
11. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR).
Washington: American Psychiatric Publishing; 2000.
12. Kadock BJ. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC;
2010.
13. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.
14. Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PP PDSKJI).
Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran jiwa/Psikiatri (PNPK
JIWA/PSIKIATRI). 2012
37