Anda di halaman 1dari 20

TERAPI GANGGUAN BIPOLAR

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi Abnormal yang
di ampu oleh dosen:
Devy Ayu Sekar Ningrum, M.Psi, Psikolog

Disusun Oleh Kelompok 9 :

Muhammad Fajar Sidik Jamaludin Putra (18010066)


Tedja Ayu Ningtyas (18010073)
Muhammad Daffa (18010084)

Kelas: A1 Bimbingan & Konseling 2018

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SILIWANGI
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan tepat waktu. Dan tak lupa solawat dan salam semoga di limpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, yang telah membimbing umatnya hingga sampai pada
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan ini.
Makalah ini susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Psikologi
Abnormal, yang membahas materi dengan topik pembahasan “Terapi Gangguan
Bipolar”. Kami mengucapkan terimakasih banyak yang sebesar besarnya kepada
Bu Devy Ayu Sekar Ningrum, M.Psi, Psikolog selaku dosen pengampu mata
kuliah Psikologi Abnormal yang telah sabar dan penuh dengan prihatin dalam
mengampu kami serta seluruh teman teman yang telah saling bahu membahu turut
mensuport demi keberlangsungan penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat beberapa kelemahan atau
kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, segala tegur sapa, kritik, koreksi
dan saran yang diberikan akan sangat membantu kami dalam memperbaiki dan
menyempurnakan penyusunan makalah selanjutnya. Besar harapan semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan kami sebagai
penyusun pada khususnya, Aamiin.

Kelompok 9,
Cimahi, 27 November 2020

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................I

DAFTAR ISI...........................................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2

1.3 Tujuan Penyusunan.........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Treatment pengidap gangguan bipolar melalui psikoterapi...........................6

2.2 Treatment pengidap gangguan bipolar melalui psikofarmaka (obat-obatan).7

2.3 Treatment pengidap gangguan bipolar melalui psikososial.........................13

2.4 Treatment pengidap gangguan bipolar melalui pengobatan yang lainnya...14

BAB III KESIMPULAN........................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................i

II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan Bipolar, yang sering disebut dengan gangguan manik depresi,
adalah suatu gangguan mood yang dikarakterisasikan oleh adany fluktuasi mood
yang ekstrim dari euforia menjadi depresi berat, dan diperantarai oleh periode
mood yang normal (eutimik). Gangguan bipolar merupakan salah satu masalah
kesehatan mental yang penting, yang terjadi hampir 2% - 4% dari populasi. Hal
ini mungkin disebabkan oleh karena seringnya terjadi kekambuhan dan banyaknya
dampak yang merugikan yang dapat disebabkan olehnya, dimana gangguan
bipolar mengakibatkan dampak yang berat untuk pasien, keluarga, dan
masyarakat.
Pasien - pasien dengan Gangguan Bipolar mempunyai prognosis yang lebih
buruk daripada pasien-pasien dengan gangguan depresi. Sekitar 40% sampai 50%
pasien-pasien dengan Gangguan Bipolar dapat mengalami episode manik kedua
dalam 2 tahun setelah episode pertama. Suatu penelitian selama 4 tahun terhadap
pasien-pasien dengan Gangguan Bipolar I menemukan bahwa riwayat pekerjaan
premorbid yang buruk, ketergantungan alkohol, gejala-gejala psikotik, gejala-
gejala depresi, dan jenis kelamin laki - laki adalah faktor - faktor yang
berkonstribusi untuk suatu prognosis yang buruk.
Gangguan bipolar atau Manic-Depressive Illness (MDI) merupakan salah
satu gangguan jiwa tersering yang berat dan persisten. Gangguan bipolar ditandai
oleh suatu periode depresi yang dalam dan lama, serta dapat berubah menjadi
suatu periode yang meningkat secara cepat dan/atau dapat menimbulkan amarah
yang dikenal sebagai mania. Gejala-gejala mania meliputi kurangnya tidur, nada
suara tinggi, peningkatan libido, perilaku yang cenderung kacau tanpa
mempertimbangkan konsekuensinya, dan gangguan pikiran berat yang
mungkin/tidak termasuk psikosis. Di antara kedua periode tersebut, penderita
gangguan bipolar memasuki periode yang baik dan dapat hidup secara produktif
Gangguan bipolar merupakan suatu gangguan yang lama dan jangka panjang.
Gangguan bipolar mendasari satu spektrum kutub darI gangguan mood/suasana

1
perasaan meliputi Bipolar I (BP I), Bipolar II (BP II), Siklotimia (periode manic
dan depresif yang bergantian/naik-turun), dan depresi yang hebat.
Gangguan Bipolar juga dikenal dengan gangguan manik depresi, yaitu
gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada
suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar karena penyakit kejiwaan
ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik
(bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi. Faktor genetik berkontribusi
substansial untuk kemungkinan mengembangkan bipolar disorder, dan faktor
lingkungan juga ikut mendukung. Bipolar disorder sering dirawat dengan mood
stabilisator obat, dan kadang-kadang obat psikiatris lainnya. Kejiwaan juga
memiliki peran, sering bila ada beberapa pemulihan stabilitas.

1.2 Rumusan Masalah


1) Bagaimana treatment bagi seorang pengidap gangguan Bipolar melalui
Psikoterapi?
2) Bagaimana treatment bagi seorang pengidap gangguan Bipolar melalui
Psikofarmaka (Obat Obatan)?
3) Bagaimana treatment bagi seorang pengidap gangguan Bipolar melalui
Psikososial?

1.3 Tujuan Penyusunan


4) Guna mendalami dan memahami bagaimana treatment bagi seorang
pengidap gangguan Bipolar melalui Psikoterapi.
5) Guna mendalami dan memahami bagaimana treatment bagi seorang
pengidap gangguan Bipolar melalui Farmakologi (Obat Obatan).
6) Guna mendalami dan memahami bagaimana treatment bagi seorang
pengidap gangguan Bipolar melalui Psikososial.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Gangguan bipolar tipe I dan II memengaruhi sekitar 2% populasi


dunia, dengan subtipe yang memiliki bentuk gangguan yang memengaruhi
2% lainnya. Bahkan dengan pengobatan, sekitar 37% pasien mengalami
depresi atau mania kembali dalam 1 tahun, dan 60% dalam 2 tahun. Dalam
kelompok STEP-BD (n = 1469), 58% pasien dengan gangguan bipolar tipe
I dan II mencapai pemulihan, tetapi 49% mengalami kekambuhan dalam
selang waktu 2 tahun; dua kali lebih banyak dari kekambuhan ini adalah
polaritas depresi (ditandai dengan suasana hati yang sedih, kehilangan
minat, atau kelelahan) daripada polaritas manik (ditandai dengan suasana
hati yang meningkat, kemegahan, dan penurunan kebutuhan tidur). Setelah
set awal, pasien dengan gangguan bipolar memiliki gejala depresi sisa
sekitar sepertiga dari minggu hidup mereka. Pada tahun 2009, biaya
langsung dan tidak langsung dari gangguan bipolar diperkirakan mencapai
US $151 miliar. Pasien juga mengalami gejala psikotik, gangguan fungsi,
kualitas hidup yang terganggu, dan stigma.
Pengobatan gangguan bipolar secara konvensional berfokus pada
stabilisasi akut, di mana tujuannya adalah untuk membawa pasien mania
atau depresi ke pemulihan gejala dengan suasana hati eutimik (stabil); dan
pemeliharaan, yang tujuannya adalah pencegahan kambuh, pengurangan
gejala di bawah ambang batas, dan peningkatan fungsi sosial dan
pekerjaan. Perawatan untuk kedua fase penyakit bisa jadi rumit, karena
perawatan yang sama yang meredakan depresi dapat menyebabkan mania,
hipomania, atau siklus cepat (didefinisikan sebagai empat atau lebih
episode dalam 12 bulan), dan perawatan yang mengurangi mania dapat
menyebabkan depresi berulang.
Meskipun penelitian tentang gangguan bipolar dan pengobatan
potensial telah berkembang pesat selama 2 dekade terakhir, kemajuan
sebenarnya hanya sedikit. Perkembangan pengobatan yang efektif untuk
gangguan bipolar terhambat oleh pengetahuan kita yang langka tentang
mekanisme penyakit dasar dan akibat tidak adanya target farmakologis

3
yang divalidasi, dan model obat percobaan hewan atau manusia yang tidak
meyakinkan (tabel 1 memberikan ringkasan target pengobatan yang
diduga). Kebanyakan pengobatan yang baru diperkenalkan untuk
gangguan bipolar, baik farmakologis atau psikologis, telah didasarkan
pada perluasan penggunaan dari gangguan lain - misalnya, antipsikotik
pada mania dan antidepresan atau terapi perilaku kognitif untuk depresi
bipolar. Namun, litium tetap unik karena penggunaan terapeutik utamanya
adalah pada gangguan bipolar, dan penyelidikan mekanisme aksinya
memiliki, dan tetap, sangat penting dalam identifikasi target masa depan.
(Geddes & Miklowitz, 2013)

Terapi untuk bipolar dibagi menjadi 2 fase yaitu terapi fase akut dan
terapi fase pemeliharaan. Pengobatan gangguan bipolar harus dilakukan
secara individual karena gambaran klinis, keparahan dan frekuensi terjadi
yang bervariasi antar pasien (Ikawati, 2011; Aziz 2019).

1) Terapi Fase Akut


Terapi farmakologi gangguan bipolar adalah pengobatan yang ditujukan
untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas. Pertama yang dilakukan
oleh psikiater harus melakukan pengkajian diagnosis dan menilai keselamatan
serta tingkat kemampuan pasien untuk mendapatkan keputusan tentang
pengaturan pengobatan yang optimal. Sedangkan tujuan spesifik dari
manajemen kejiwaan termasuk membangun dan memelihara aliansi
terapeutik, memantau status kejiwaan pasien, memberikan edukasi mengenai
gangguan bipolar, meningkatkan kepatuhan pengobatan, mengatur pola tidur,
mengantisipasi stres, mengidentifikasi episode baru di awal, dan
meminimalkan gangguan fungsional (APA, 2010).

a) Mania dan Episode Campuran


Pengobatan mania akut, atau hipomania, bisa digunakan dalam
bentuk tungga atau dapat dilakukan kombinasi. Pasien dengan mania
berat paling baik diobati di rumah sakit dimana dosis harus tepat dan
outcome yang akan didapat, dalam beberapa hari atau minggu.
Kepatuhan terhadap pengobatan sering menjadi masalah karena pasien

4
kebanyakan mania sangat membutuhkan pengetahuan tentang penyakit
mereka dan kebanyakan menolak untuk minum obat (Kaplan &
Sadock’s, 2015; Aziz 2019).
Lini pertama untuk episode mania atau campuran (berat) adalah
inisiasi litium dengan antipsikotik, atau asam valproat dengan
antipsikotik. Bagi pasien yang tidak terlalu parah, monoterapi dengan
lithium, valproate, atau antipsikotik seperti olanzapine mungkin cukup.
Pengobatan tambahan jangka pendek yaitu benzodiazepin juga bisa
membantu. Untuk episode campuran, valproat lebih disukai daripada
litium. Antipsikotik atipikal lebih disarankan dari pada antipsikotik khas
karena profil efek sampingnya yang lebih minimal (APA, 2010).

b) Episode Depresi
Etiology dari depresi antara lain alkohol atau penggunaan obat.
Mengobati gejala depresi tersebut dapat dilakukan dengan cara
pemberian nutrisi yang baik dengan protein normal dan asupan asam
lemak esensial, berolahraga, tidur yang cukup, pengurangan stres, dan
terapi psikososial (Wells et al., 2015; Aziz 2019).
Pengobatan lini pertama untuk depresi bipolar adalah inisiasi litium
atau lamotrigin. Monoterapi antidepresan tidak dianjurkan. Sebagai
alternatif, terutama untuk pasien yang sakit parah, beberapa dokter akan
melakukan perawatan simultan dengan litium dan antidepresan. Sejumlah
besar penelitian membuktikan kemanjuran psikoterapi dalam pengobatan
depresi unipolar. Pada pasien dengan kemungkinan mengancam jiwa,
bunuh diri, atau psikosis, ECT juga merupakan alternatif yang dapat
digunakan karena ECT bisa dipergunakan kepada pasien depresi selama
kehamilan (APA, 2010).
Secara umum kegunaan antidepresan merupakan standar pada
penyakit bipolar, penggunaan antidepresan kontroversial pada siklus
cepat, mania, atau hipomania. Dengan demikian, obat antidepresan sering
dikombinasi oleh stabilisator mood dalam pengobatan lini pertama untuk
episode depresi bipolar I. Kombinasi olanzapine dan fluoxetine terbukti
efektif dalam mengobati depresi bipolar akut selama 8 minggu tanpa

5
mendorong beralih ke mania atau hipomania. (Kaplan & Sadock’s, 2015;
Aziz, 2019). Pasien yang memiliki kecenderungan untuk bunuh diri
diberikan diazepam atau lorazepam dengan dosis kecil atau antipsikotik
(seperti haloperidol atau risperidone) dapat digunakan secara oral atau
parenteral (Ahuja, 2011; Aziz, 2019).

c) Siklus Cepat
Intervensi awal pada pasien yang mengalami rapid cycling adalah
untuk mengidentifikasi dan mengobati kondisi medis, seperti
hipotiroidisme atau penggunaan narkoba atau alkohol, yang dapat
menyebabkan cycling (APA, 2010). Litium, karbamazepin, dan asam
valproat dalam bentuk sendiri atau kombinasi adalah agen yang paling
banyak digunakan dalam pengobatan jangka panjang pasien dengan
gangguan bipolar (Kaplan & Sadock’s, 2015; Aziz, 2019).

2) Terapi fase pemeliharaan


Ada beberapa penelitian yang melibatkan pasien dengan gangguan
bipolar II telah dilakukan, pertimbangan perawatan pemeliharaan untuk
bentuk penyakit ini juga sangat diperlukan (APA, 2010). Lamotrigin
merupakan antidepresan profilaksis dan berpotensi menstabilkan suasana hati
pada terapi pemeliharaan. (Kaplan & Sadock’s, 2015; Aziz, 2019). Setelah
kesembuhan dari episode akut, pasien mungkintetap pada resiko tinggi untuk
kambuh dalam jangka hingga 6 bulan. Pengobatan tersebut adalah terapi
pemeliharaan (Ikawati, 2011; Aziz 2019).
Obat dengan bukti empiris terbaik dapat mendukung penggunaannya
dalam perawatan pemeliharaan antara lain litium dan valproat, Alternatif
yang lain dapat di gunakan yaitu lamotrigin atau karbamazepin atau
oxcarbazepine. Perawatan ECT juga dapat dipertimbangkan untuk pasien
yang episode akutnya merespons ECT (APA, 2010).

2.1 Treatment pengidap gangguan bipolar melalui psikoterapi


Menggobati penyalagunaan zat serta pemberian nutrisi yang baik
dengan protein normal dan asupan asam lemak esensial, berolahraga, tidur
yang cukup, pengurangan stres, dan terapi psikososial (Wells et al., 2015;

6
Aziz, 2019). Ini bisa dilakukan dengan memberikan dukungan, edukasi,
dan bimbingan kepada orang-orang dengan gangguan bipolar dan keluarga
penderita gangguan bipolar. Beberapa perawatan psikoterapi yang
digunakan untuk mengobati gangguan bipolar meliputi (NIMH, 2012):
1) Terapi pikiran dan perilaku (Cognitive behavioral therapy - CBT)
membantu orang dengan bipolar belajar untuk mengubah pola pikir dan
perilaku yang negatif atau berbahaya.
2) Terapi yang berfokus-pada-keluarga termasuk anggota keluarga.
Terapi ini membantu memperkuat strategi menangani permasalahan, seperti
mengenali episode baru secara dini dan membantu orang-orang yang mereka
cintai, terapi ini juga meningkatkan komunikasi dan pemecahan masalah.
3) Terapi interpersonal dan ritme sosial
membantu orang dengan bipolar meningkatkan kualitas hubungan dengan
orang lain dan mengelola rutinitas sehari-hari mereka. Aktivitas sehari-hari
yang rutin dan jadwal tidur dapat membantu melindungi terhadap episode
manik.

2.2 Treatment pengidap gangguan bipolar melalui psikofarmaka (obat-obatan)

Gangguan bipolar dapat didiagnosa dan obat-obatannya dapat


diresepkan oleh dokter. Biasanya, obat untuk gangguan bipolar diresepkan
oleh psikiater. Di beberapa negara, psikolog klinis, perawat jiwa, dan
perawat jiwa tingkat mahir dapat juga meresepkan obat-obatan tersebut.
Setiap orang bereaksi berbeda-beda terhadap obat yang dikonsumsinya.
Beberapa obat yang berbeda mungkin harus dicoba sebelum dapat
ditemukan obat yang benar-benar cocok.
Menyimpan bagan harian gejala-gejala alam perasaan (chart of daily
mood symptoms), pengobatan, pola tidur, dan hal-hal yang terjadi dalam
hidup dapat membantu dokter menelusuri dan mengobati gangguan
tersebut dengan cara yang paling efektif. Kadang-kadang ini disebut
sebagai bagan kehidupan sehari-hari (daily life chart). Jika gejala-gejala
seseorang berubah atau efek samping obat menjadi serius, sang dokter
dapat mengganti atau menambahkan dengan obat lainnya (NIMH, 2012).

7
1) Mood Stabilizer
Obat penstabil alam perasaan biasanya merupakan pilihan pertama
untuk mengobati gangguan bipolar. Umumnya, orang dengan bipolar
melanjutkan pengobatan dengan obat penstabil alam perasaan selama
bertahun-tahun. Terkecuali litium, sebagian besar dari obat-obatan ini adalah
obat anti-kejang. Obat-obatan anti-kejang biasanya dipergunakan untuk
mengobati serangan epilepsi, akan tetapi juga dapat dipergunakan untuk
membantu mengontrol alam perasaan. Obat- obatan berikut ini pada
umumnya digunakan sebagai penstabil alam perasaan bagi gangguan bipolar:

a) Lithium (kadang-kadang dikenal sebagai Eskalith atau Lithobid) adalah


obat penstabil alam perasaan yang pertama kali disetujui oleh Badan
POM Amerika (FDA) pada tahun 1970-an untuk pengobatan mania. Obat
ini seringkali sangat efektif dalam pengendalian gejala-gejala mania dan
pencegahan kekambuhan episode manik dan depresif (NIMH, 2012).
b) Asamvalproat atau natriumdivalproat (Depakote), Pertama kali sodium
valproat digunakan untuk pengobatan mania akut dan pencegahan
gangguan mood bipolar. Terutama berguna pada pasien yang sulit
sembuh dengan litium (NIMH, 2012).
c) Karbamazepin, dianggap sebagai alternatif yang masuk akal untuk
lithium ketika kurang efektif. Karbamazepin adalah senyawa trisiklik
yang efektif dalam pengobatan depresi bipolar. Pertama kali dipasarkan
untuk pengobatan neuralgia trigeminal tetapi juga terbukti berguna untuk
terapi epilepsi (Katzung et al., 2012; Aziz, 2019).
d) lamotrigin (Lamictal) Lamotrigin efektif sebagai monoterapi untuk
kejang parsial, lamotrigin juga efektif untuk menjaga stabilitas
pengobatan bagi gangguan bipolar (NIMH, 2012).
e) Obat anti-kejang lainnya, termasuk gabapentin (Neurontin), topiramate
(Topamax), dan oxcarbazepine (Trileptal) kadang-kadang juga
diresepkan (NIMH, 2012).

8
Efek samping yang umum dari obat penstabil alam perasaan termasuk
(NIMH, 2012):
• Rasa kantuk
• Pusing
• Sakit kepala
• Diare
• Sembelit
• Rasa panas dalam perut dan dada bagian bawah (heartburn)
• Ayunan alam perasaan
• Hidung mampet atau berlendir, atau gejala mirip flu lainnya.

Tak ada penelitian besar-besaran yang telah menunjukkan bahwa obat-


obatan ini lebih efektif dibandingkan obat penstabil alam perasaan di atas.
Asam valproat, lamotrigin, dan obat anti-kejang lainnya memiliki peringatan
dari FDA. Peringatan itu adalah bahwa obat-obat tersebut dapat
meningkatkan resiko niatan dan perilaku bunuh diri. Seseorang yang
mengonsumsi anti-kejang sudah semestinya dimonitor secara seksama akan
gejala-gejala depresi, niat dan perilaku bunuh diri, yang semakin memburuk
pada diri mereka atau perubahan yang tidak biasa pada alam perasaan dan
perilaku mereka. Seseorang yang meminum obat ini janganlah melakukan
perubahan apapun terhadap obat mereka tanpa berbicara dengan tenaga
professional yang menangani mereka (NIMH, 2012).

2) Obat antipsikotik
Obat antipsikotik mampu mengurangi gejala psikotik dalam berbagai
kondisi, termasuk skizofrenia, gangguan bipolar, depresi psikotik, psikosis
pikun, berbagai psikosis organik, dan psikosis akibat obat (Katzung et al.,
2012; Aziz, 2019). Obat antipsikotik atipikal kadang-kadang digunakan untuk
mengobati gejala-gejala gangguan bipolar. Seringkali, obat-obatan ini
digunakan bersama dengan obat-obatan lain. Antipsikotik atipikal disebut
“atipikal” untuk membedakan mereka dari obat generasi terdahulu, yang
disebut antipsikotik “konvensional” atau “generasi pertama.” (antipsikotik

9
generasi kedua ke atas disebut “atipikal”, yang makna harfiahnya adalah
“memiliki resiko rendah di banding obat antipsikotik terdahulu) (NIMH,
2012).

a) Klozapin, adalah salah satu obat yang menyebabkan kejang. Namun


beberapa obat seperti aripiprazol, amilsuprid, zapin dan Klozapin
merupakan salah satu obat yang dapat digunakan sebagai terapi bipolar.
Obat ini adalah obat yang terkenal sebagai antipsikotik atipikal (Ahuja,
2011; Aziz, 2019).
b) Klobazam, adalah obat yang tidak tersedia di AS tetapi di pasarkan
paling banyak negara dan secara luas digunakan dalam berbagai jenis
kejang dan bipolar (NIMH, 2012).
c) Olanzapine (Zyprexa), saat diberikan bersama dengan obat antidepresan,
dapat membantu meredakan gejala mania atau psikosis. Olanzapine juga
tersedia dalam bentuk suntikan, yang secara cepat dapat menangani
agitasi yang berkaitan dengan episode manik atau campuran. Olanzapine
juga dapat dipergunakan dalam pengobatan gangguan bipolar, bahkan
saat orang yang bersangkutan tidak memiliki gejala psikotik.
Bagaimanapun, beberapa studi menunjukkan bahwa orang yang
mengonsumsi Olanzapine berat badannya dapat bertambah dan resiko
akan penyakit diabetes dan penyakit jantung dapat bertambah. Efek
samping ini cenderung lebih banyak terjadi pada orang yang
mengonsumsi olanzapine dibadingkan orang yang mengonsumsi
antispikotik atipikal lainnya (NIMH, 2012).
d) Aripiprazole (Abilify), seperti olanzapine mendapat persetujuan untuk
mengobati mania atau episode campuran. Aripiprazole juga
dipergunakan untuk mempertahankan kondisi setelah episode yang akut
atau mendadak. Seperti olanzapine, aripriprazole juga dapat disuntikkan
untuk pengobatan darurat gejala- gejala mania atau campuran pada
gangguan bipolar (NIMH, 2012).
e) Quetiapine (Seroquel) meredakan gejala-gejala episode mania yang akut
dan mendadak. Dalam hal ini, quetiapine seperti kebanyakan
antispikotik. Pada tahun 2006, quetiapine menjadi antispikotik atipikal

10
pertama yang menerima persetujuan FDA untuk mengobati gangguan
bipolar episode depresif (NIMH, 2012).
f) Risperidone (Risperdal) dan ziprasidone (Geodon) adalah obat
antipsikotik pertama yang juga dapat diresepkan untuk mengontrol mania
dan episode campuran (NIMH, 2012).

Beberapa orang mengalami efek samping saat mereka pertama kali


mulai menggunakan antipsikotik atipikal. Sebagian besar efek samping
menghilang setelah beberapa hari dan seringkali dapat dikelola dengan baik.
Orang yang meminum antipsikotik seharusnya tidak mengemudi hingga
mereka dapat menyesuaikan diri dengan obat baru mereka. Efek samping dari
antipsikotik (NIMH, 2012) termasuk:

• Rasa kantuk
• Pusing saat berubah posisi
• Pandangan kabur
• Jantung berdebar-debar
• Peka terhadap sinar matahari
• Ruam (rash) pada kulit
• Gangguan haid pada wanita.

Obat antispikotik atipikal dapat menyebabkan bertambahnya berat


badan dan berubahnya metabolisme di dalam tubuh. Hal ini dapat
meningkatkan resiko seseorang untuk menderita diabetes dan kolesterol
tinggi. Berat badan, kadar glukosa, dan kadar lipid sudah semestinya
dicermati secara teratur oleh dokter saat pasiennya meminum obat ini.
Pada kasus yang lebih jarang, penggunaan antispikotik atipikal dalam
jangka panjang, dapat mengarah ke suatu kondisi yang disebut sebagai
tardive dyskinesia (TD). Sebuah kondisi yang menyebabkan pergerakan otot
yang pada umumnya terjadi di sekitar mulut. Seseorang dengan TD tidak
dapat mengendalikan gerakan-gerakan ini. TD terentang dari mulai yang
sedang-sedang saja hingga ke tingkat akut, dan tidak selalu dapat terpulihkan.
Beberapa orang dengan TD pulih gerakan-gerakannya sebagian atau
sepenuhnya setelah mereka menghentikan penggunaan obat (NIMH, 2012).

11
3) Obat antidepresan
Obat antidepresan kadang-kadang digunakan untuk mengobati gejala-
gejala depresi pada gangguan bipolar. Orang dengan bipolar yang
mengonsumsi antidepresan seringkali mengonsumsi obat penstabil alam
perasaan juga. Dokter biasanya mempersyaratkan hal ini karena meminum
antidepresan terlalu lama dapat meningkatkan resiko seseorang untuk berubah
kepada mania atau hipomania, atau mengembangkan gejala bersiklus cepat.
Untuk mencegah perubahan ini, dokter biasanya meresepkan antidepresan
bersama-sama dengan obat penstabil alam perasaan dalam waktu yang sama
(NIMH, 2012).
Fluoxetine (Prozac), Fluoxetin memiliki keuntungan waktu paruh yang
lebih lama. Fluoxetin dapat mengobati serangan panik juga dengan fobia.
paroxetine (Paxil), sertraline (Zoloft), Sertraline dapat mengobati depresi
dengan dosis rendah karena memiliki aktifitas antikolinergik yang rendah dan
memiliki efek samping obat terhadap jantung yang minimal. Efek samping
obat sertraline yang paling umum ditemui adalah kebingungan dan mengigau
(Ahuja, 2011; Aziz, 2019). bupropion (Wellbutrin) adalah contoh dari
antidepresan yang dapat diresepkan untuk mengobati gejala- gejala gangguan
bipolar. Beberapa obat lebih baik untuk pengobatan satu tipe gangguan
bipolar daripada obat yang lain. Sebagai contoh, lamotrigine (Lamictal)
kelihatannya membantu dalam mengontrol gejala depresi pada gangguan
bipolar (NIMH, 2012).
Antidepresan yang sebagian besar diresepkan untuk menyembuhkan
gejala-gejala gangguan bipolar dapat juga menyebabkan efek samping ringan
yang biasanya tidak berlangsung lama (NIMH, 2012), termasuk:
• Sakit kepala, yang biasanya menghilang setelah beberapa hari
penggunaan.
• Mual, yang biasanya menghilang setelah beberapa hari.
• Masalah tidur, seperti kurang tidur atau rasa mengantuk. Ini mungkin
terjadi selama beberapa minggu pertama akan tetapi kemudian

12
menghilang. Untuk membantu mengurangi efek ini, kadang-kadang
dosis obat ini dapat dikurangi, atau waktu minumnya dapat diubah.
• Agitasi (gaduh gelisah).
• Masalah seksual, yang dapat mempengaruhi baik pria maupun wanita.
Hal ini mencakup berkurangnya dorongan seksual atau bermasalah
untuk menjalani dan menikmati seks.

Beberapa antidepresan cenderung untuk menimbulkan efek samping tertentu


daripada jenis yang lain.

2.3 Treatment pengidap gangguan bipolar melalui psikososial

1) Psikoedukasi
a) Intervensi yang menggabungkan teknik edukasi dan psikoterapi, bertujuan:
b) meningkatkan pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit serta
tatalaksananya
c) membangun sistem dukungan antar pasien, antar keluarga, pasien dan
profesional penyedia layanan
d) meningkatkan keterampilan untuk komunikasi, menyelesaikan masalah,
dan mengelola gejala

2) Manajemen Kasus
Manajemen kasus adalah model layanan psikiatri di mana seorang case
manager mengkoordinasikan dan memastikan kebutuhan orang dengan
gangguan jiwa dapat terpenuhi secara efektif dan efisien.

3) Latihan Keterampilan Sosial


Latihan keterampilan sosial adalah suatu terapi yang bertujuan untuk:
a) membentuk perilaku spesifik, inisiatif, agar mampu berinteraksi dengan
orang lain
b) membentuk perilaku positif sesuai dengan konteks sosial
c) menjauhi perilaku yang tidak disukai oleh lingkungan,
d) memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah (memahami situasi,
bereaksi dengan tepat, menghasilkan solusi alternatif, dan
mempertimbangkan kemungkinan yang terjadi).

13
4) Latihan Keterampilan Hidup
Berbagai bentuk latihan keterampilan hidup dasar, seperti : Kebersihan diri,
Merias diri, Membersihkan kamar/rumah, Menyiapkan meja makan,
Membereskan tempat tidur, dll

5) Remediasi Kognitif
Remediasi kognitif adalah terapi untuk meningkatkan dan memperbaiki
fungsi kognitif seperti: fokus/atensi, konsentrasi, memori/daya ingat, problem
solving, kelancaran verbal, dll

6) Terapi Okupasi dan Vokasional


Suatu bentuk terapi yang memberikan orang dengan gangguan jiwa
keterampilan kerja sehingga bisa berfungsi, mandiri, dan produktif di
masyarakat. Terapi okupasi dan vokasional yang diberikan: Tata boga,
Perkebunan, Pertamanan, Kerajinan tangan flanel, Kerajinan tangan sulaman,
Art therapy (mewarnai, menggambar, melukis,dll)

7) Kegiatan Spiritual
Kegiatan kerohanian untuk mendukung pemulihan orang dengan gangguan
jiwa.
a) Pengajian dan kebaktian yang diselenggarakan dengan rutin
b) Latihan Yoga dilatih oleh instruktur profesional
c) Latihan musik dan angklung

8) Komunitas Terapeutik
Komunitas terapeutik adalah merupakan bentuk terapi kelompok yang
dilakukan bagi pasien, keluarga dan masyarakat agar memiliki pemahaman
dan wawasan yang baik mengenai kesehatan jiwa.

2.4 Treatment pengidap gangguan bipolar melalui pengobatan yang lainnya

1) Terapi kejut listrik (Electroconvulsive Therapy, ECT)


Dalam kasus obat dan/atau psikoterapi tidak bekerja, terapi kejut listrik
(ECT) mungkin dapat membantu. ECT, yang semula terkenal dengan sebutan

14
“terapi sentak (shock therapy)”, pada waktu yang lalu memiliki reputasi yang
buruk. Akan tetapi pada tahun-tahun belakangan ini, terapi tersebut telah
diperbaiki dan dapat memberikan kepulihan bagi orang dengan bipolar yang
tidak merasa lebih baik dengan pengobatan yang lain. Sebelum ECT
dilaksanakan, pasien diberikan pelemas otot (muscle relaxant) dan ditaruh
dalam keadaan terbius singkat (brief anesthesia). Sang pasien tidak dapat
merasakan arus listrik yang mengalir dalam ECT tersebut. Rata-rata, ECT
berlangsung selama 30-90 detik. Orang yang mendapatkan ECT biasanya pulih
setelah 5-15 menit dan mampu untuk pulang pada hari yang sama.
Kadang-kadang ECT digunakan untuk gangguan bipolar saat kondisi
medis lainnya, termasuk kehamilan,membuat penggunaan obat-obatan terlalu
beresiko. ECT adalah cara pengobatan yang efektif untuk episode depresif,
manik, atau episode campuran, walaupun bukan merupakan pilihan pengobatan
yang pertama. ECT dapat menyebabkan beberapa efek samping yang singkat,
termasuk kebingungan, disorientasi, dan kehilangan ingatan. Tetapi efek
samping ini biasanya hilang segera setelah pengobatan tersebut berakhir. Orang
dengan bipolar seharusnya mendiskusikan kemungkinan keuntungan dan
resiko dari ECT dengan dokter yang berpengalaman.

2) Obat tidur
Orang dengan bipolar yang memiliki gangguan tidur biasanya tidur
secara lebih baik setelah mendapatkan pengobatan bagi gangguan bipolarnya.
Jika tidur tidak menjadi lebih baik, dokter mungkin dapat menyarankan
penggantian obat. Jika masalah ini terus terjadi, dokter dapat meresepkan obat
yang memiliki efek menidurkan (sedatif) atau obat-obatan lainnya yang
menimbulkan kantuk. Orang dengan bipolar semestinya menginformasikan
kepada dokter mereka mengenai semua obat yang diresepkan, obat yang
bertentangan, atau suplemen yang mereka minum. Obat-obatan dan suplemen
tertentu yang diminum secara bersama-sama dapat mengakibatkan efek yang
tidak diinginkan dan bahkan berbahaya.

15
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan bipolar tipe I dan II memengaruhi sekitar 2% populasi


dunia, dengan subtipe yang memiliki bentuk gangguan yang memengaruhi
2% lainnya. Pasien juga mengalami gejala psikotik, gangguan fungsi,
kualitas hidup yang terganggu, dan stigma. Pengobatan gangguan bipolar
secara konvensional berfokus pada stabilisasi akut, di mana tujuannya
adalah untuk membawa pasien mania atau depresi ke pemulihan gejala.
Terapi untuk bipolar dibagi menjadi 2 fase yaitu terapi fase akut dan terapi
fase pemeliharaan. Terapi farmakologi gangguan bipolar adalah
pengobatan yang ditujukan untuk dapat menurunkan morbiditas dan
mortalitas. Setelah kesembuhan dari episode akut, pasien mungkin tetap
pada resiko tinggi untuk kambuh dalam jangka hingga 6 bulan.
Pengobatan tersebut adalah terapi pemeliharaan (Ikawati, 2011; Aziz
2019). Treatment untuk pengidap bipolar bisa dilakukan melalui
Psikoterapi, psikofarmaka, dan psikososial.
Beberapa perawatan psikoterapi yang digunakan untuk mengobati
gangguan bipolar meliputi (NIMH, 2012):  1) Terapi pikiran dan perilaku
(Cognitive behavioral therapy - CBT), 2) Terapi yang berfokus-pada-
keluarga termasuk anggota keluarga, 3) Terapi interpersonal dan ritme
sosial.
Beberapa obat-obatan psikofarmaka yaitu Mood Stabilizer, Obat
antipsikotik, dan Obat antidepresan. Psikososial dilakukan dengan
beberapa treatment: Psikoedukasi, Manajemen Kasus, Latihan
Keterampilan Sosial, Latihan Keterampilan Hidup, Remediasi Kognitif,
Terapi Okupasi dan Vokasional, Kegiatan Spiritual, Komunitas
Terapeutik. Treatment lain yang bisa dilakukan melalui Terapi kejut listrik
(Electroconvulsive Therapy, ECT) dan Obat tidur

16
DAFTAR PUSTAKA

APA (American Psychiatric Association). (2010). “Practice Guideline For The


Treatment of Patients with Bipolar Disorder Second Edition”. American
Psychiatric Publishing.
(https://psychiatryonline.org/pb/assets/raw/sitewide/practice_guidelines/
guidelines/bipolar.pdf)

Aziz, D. F. (2019). “STUDI POLA PENGGUNAAN DIAZEPAM PADA PASIEN


GANGGUAN BIPOLAR”. (Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Jiwa Dr.
Radjiman Wediodiningrat Lawang) (Doctoral dissertation, University of
Muhammadiyah Malang).
(http://eprints.umm.ac.id/48098/)

Geddes, J. R., & Miklowitz, D. J. (2013). “Treatment of bipolar disorder”. Lancet


(London, England), 381(9878), 1672–1682.
(https://doi.org/10.1016/S0140-6736(13)60857-0)

NIMH (National Institute of Mental Health). (2012). “Bipolar Disorder”. United


States: Department of Health and Human Service National Institute of
Health.

(https://www.academia.edu/36515838/Mengenal_Gangguan_Bipolar_v2_1
5_0_)

Anda mungkin juga menyukai