Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

PSIKOLOGI ABNORMAL GANGGUAN PERASAAN

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi untuk Pekerjaan Sosial II

Dosen
Dr. Carolina Nitimihardjo, MS

DISUSUN OLEH :

KELAS: 1A

Syani Rupaidah 18.04.028

Rievandy Tiar Hudhilah 18.04.107

Prastiwi Nurhidayati 18.04.140

Fakhri Abdillah Rahman 18.04.174

Evi Meliyana 18.04.235

Nahar Azharrul Zain 18.04.251

Cantika Amalia Rizki 18.04.296

PROGRAM PENDIDIKAN DIPLOMA 1V PEKERJAAN SOSIAL

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG


2019

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah Gangguan Perasaan atau Gangguan Mood. Penyusunan
makalah ini dalam rangka memenuhi tugas mata pelajaran Psikologi untuk
Pekerjaan Sosial II yang diampu oleh dosen Dr. Carolina Nitimihardjo, MS

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Oleh
sebab itu kami mengucapkan banyak terima kasih atas segala kontribusi dalam
membantu penyusunan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat,
memperluas wawasan tentang Psikologi Abnormal tentang Gangguan Perasaan
atau Gangguan Mood.

Bandung, Maret 2019

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... ii

Daftar Isi..................................................................................................................... iii

BAB I Pendahuluan .................................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 3

BAB II Pembahasan ................................................................................................... 4


2.1 Pengertian Gangguan Perasaan atau Mood ................................................ 4
2.2 Karakteristik Umum Gangguan Perasaan ................................................... 5
2.3 Teori Psikologis Gangguan Perasaan .........................................................11
2.4 Teori Biologis Gangguan Perasan ..............................................................14
2.5 Faktor Penyebab Gangguan Perasaan .........................................................16
2.6 Jenis-Jenis Gangguan Perasaan ..................................................................19

BAB III Penutup .......................................................................................................23


A. Kesimpulan .................................................................................................23
B. Rekomendasi ...............................................................................................24

Daftar
Pustaka...............................................................................................
..............25

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan mood merupakan perubahan suasana perasaan (mood) atau
afek, umumnya mengarah ke depresi, atau ke arah elasi (suasana perasaan yang
meningkat) yang umumnya disertai suatu perubahan pada keseluruhan tingkat
aktivitas.
Gangguan afektif bipolar adalah salah satu gangguan mood yang tersifat
oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) di mana afekpasien
dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Gangguan bipolar ditandai dengan perubahan
mood, pemikiran, energi dan perilaku secara berlebihan. Perubahan mood
(mood swings) ini dapat bertahan selama berjam-jam, hari, minggu ataupun
bulan. Prevalensi gangguan bipolar pada tahun 2010 di China adalah 2,05%.
Pada tahun 2011 gangguan bipolar mempengaruhi kurang lebih 5,5 juta orang
Amerika diatas 18 2 tahun atau sekitar adalah 2,6% dari populasi orang dewasa
di Amerika setiap tahunnya. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia belum
tercatat dalam Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Menurut National
Institute of Mental Health, gangguan bipolar mengurangi 9,2 tahun dari rentang
hidup yang diharapkan. Setidaknya 25-50% pasien dengan gangguan bipolar
pernah mencoba bunuh diri setidaknya satu kali. Bunuh diri adalah penyebab
nomor satu kematian dini di kalangan pasien dengan gangguan bipolar, 15-
17% bunuh diri sebagai akibat dari gejala negatif yang berasal dari penyakit
yang tidak diobati. 4 Penelitian oleh World Health Organization (WHO) dalam
hal disability-adjusted life-years (DALY’S) tahun 1996 memasukkan gangguan
bipolar sebagai 10 besar penyebab kehilangan DALY. Menurut World Heath
Organization, gangguan bipolar menduduki urutan keenam penyebab

iv
ketidakmampuan di dunia. 2 Ini merupakan hal yang perlu diperhatikan karena
mood swings pada pasien bipolar (mania/hipomania dan depresi) dapat
menghambat pekerjaan (aspek ekonomi), mengganggu aktivitas sehari-hari,
fungsi sosial, fungsi kognitif, kesehatan pasien dan dapat berujung pada bunuh
diri. Pada episode mania, pasien memiliki peningkatan harga diri atau rasa
kebesaran (grandiosity), penurunan kebutuhan untuk tidur, lebih banyak bicara
dari biasanya atau dorongan untuk terus berbicara, flight of ideas atau perasaan
racing thoughts yang subjektif, perhatian terlalu mudah tertarik pada
rangsangan eksternal yang tidak penting atau tidak relevan, peningkatan
kegiatan yang bersifat goal-directed atau agitasi psikomotor, keterlibatan yang
berlebihan dalam kegiatan menyenangkan yang memiliki potensi tinggi untuk
konsekuensi yang menyakitkan (belanja yang tidak terkendali, kecerobohan
seksual, atau investasi bisnis yang kurang dipikir panjang). Sebaliknya, fase
depresi dapat menyebabkan minat atau kesenangan terhadap kegiatan sehari-
hari berkurang secara nyata, penurunan berat badan yang signifikan walaupun
tidak sedang diet atau kenaikan berat badan, penurunan atau peningkatan nafsu
makan, insomnia atau hipersomnia, agitasi psikomotor atau retardasi, kelelahan
atau kehilangan energi, perasaan tidak berharga, perasaan bersalah yang
berlebihan atau tidak pantas, penurunan kemampuan berpikir atau
berkonsentrasi, ketidaktegasan, pikiran berulang tentang kematian, keinginan
bunuh diri berulang, usaha bunuh diri atau 4 rencana khusus untuk melakukan
bunuh diri. Terlihat bahwa pada fase mania pasien dapat mengambil keputusan
yang salah karena hanya berdasarkan pemikiran sesaat dan kurang berpikir
panjang dalam menyelesaikan suatu masalah, sedangkan pada fase depresi
pasien umumnya akan kesulitan mencari jalan keluar dari suatu masalah karena
penurunan kemampuan berpikir dan konsentrasi, berkurangnya minat, dan
perasaan tidak berharga dan bersalah.

v
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pegertian gangguan perasaan atau mood disorders?
2. Bagaimana karaktristik umum gangguan perasaan atau mood disorders?
3. Bagaimana ciri-ciri atau simtom-simtom dari Gangguan Mood: Bipolar dan
Depresif?
4. Apa saja faktor yang dapat menyebabkan gangguan perasaan atau mood
disorders?
5. Apa saja jenis-jenis gangguan perasaan atau mood disorders?

vi
BAB 1I
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Gangguan Perasaan atau Mood Disorders


Gangguan Perasaan atau bisa juga disebut dengan Mood
Disorders didefinisikan oleh para ahli sebagai berikut;
A. Pengertian Perasaan atau Mood
 Mood adalah keadaan afektif yang bertahan dari beberapa menit hingga
beberapa minggu yang mengarahkan dan mewarnai persepsi,
pemikiran, dan perilaku. (David Matsumoto)
 Mood merupakan perpanjangan dari emosi yang berlangsung selama
beberapa waktu, kadang-kadang beberapa jam, beberapa hari, atau
bahkan, dalam beberapa kasus depresi beberapa bulan. Mood yang
dialami dalam kehidupan manusia ini sedikit banyak akan berpengaruh
kuat terhadap cara mereka dalam berinteraksi (Meier, 2000: 8-9).
B. Pengertian Gangguan Perasaan atau Mood Disorders
 Gangguan apa pun yang karakteristik utamanya adalah keadaan
emosional yang berkepanjangan yang tidak tergantung pada peristiwa
langsung. Ini termasuk gangguan depresi dan gangguan bipolar. (David
Matsumoto)
 Gangguan Perasaan atau Mood Disorders adalah gangguan pada
emosi, dimana emosi seseorang dapat berada dalam kondisi
kesedihan yang sangat ekstrim atau disebut juga kondisi depresif atau
bisa juga emosinya berada pada kondisi senang/bersemangat
yang ekstrim dan mudah terstimulus yang disebut dengan kondisi
mania. (Kring, Johnson, Davison, dan Neale)
 Gangguan mood ditandai oleh perubahan serius dalam mood (suasana
hati) yang mengganggu aktivitas kehidupan. Meskipun diketahui
banyak subtipe yang berbeda, ada tiga kondisi utama gangguan mood:
depresi, manik, dan bipolar. Major Depressive Disorder (MDD)

vii
ditandai dengan suasana hati yang depresi secara keseluruhan. Suasana
hati yang meningkat ditandai oleh mania atau hipomania. Siklus antara
perasaan depresi dan manik adalah karakteristik gangguan mood
bipolar. Selain tipe dan subtipe mood, gangguan ini juga bervariasi
dalam intensitas dan keparahan. Sebagai contoh, gangguan distimik
adalah bentuk depresi mayor yang lebih rendah dan gangguan
siklotimik disebut sebagai bentuk gangguan bipolar yang serupa, tetapi
tidak terlalu parah. (Christina Gregory)
 Gangguan mood ditandai oleh terganggunya suasana hati secara parah
atau terus-menerus sehingga menghambat fungsi sehari-hari. Gangguan
mood tersebut dapat bersifat ekstrem, terus-menerus, atau tidak sesuai
dengan peristiwa yang dialami orang tersebut. (Nevid dan Rathus)
 Gangguan mood ditandai terutama oleh ditandai perubahan mood
dengan kemampuan orang tersebut untuk berfungsi. Gangguan mood
terbagi dalam dua kategori: unipolar (juga dikenal sebagai depresi),
yang hanya melibatkan depresi; dan bipolar, yang melibatkan episode
suasana hati yang meningkat (mania atau hypomania) selain depresi.
(Cordón)

2.2 Karakteristik Umum Gangguan Perasaan atau Mood disorders


A. Tanda dan Gejala Depresi
Karakteristik Umum gejala dan durasi kurang dari dua
minggu, kemungkinan juga akan didiagnosis dengan depresi dan
pasien cenderung mengalami kekambuhan (Kendler & Iner, 1998).
Dengan demikian, depresi tampaknya ada dalam tingkat
keparahan, dan kriteria diagnostik DSM (Diagnostic and Statistic)
mengidentifikasi pasien pada akhir kontinum yang relatif parah.
Depresi timbul dua hingga tiga kali lebih sering terjadi pada wanita
daripada pada pria; lebih sering terjadi di antara anggota kelas
sosial ekonomi yang lebih rendah dan paling sering di kalangan
orang dewasa muda.

viii
Suasana hati atau kehilangan minat dan kesenangan harus
meninggalkan lima gejala Gangguan Sedih, depresi hilangnya
minat dan kesenangan, sebagian besar hampir menjelang tidur
mengalami kesulitan (insomnia): dan ketika bangun pagi,
beberapa pasien berkeinginan untuk tidur lebih banyak.
Terjadinya pergeseran dalam tingkat aktivitas, menjadi baik karena
lesu. tidak kembali tidur setelah bangun atau pada chomotor
retardation (nafsu makan) dan penurunan berat badan, atau
meningkatkan nafsu makan, kotoran dan kenaikan berat badan,
kehilangan energy sehingga merasa sangat lelah.
Konsep diri negatif; mencela diri sendiri dan menyalahkan
diri sendiri keluhan atau bukti kesulitan dalam memusatkan
perasaan tidak berharga dan rasa bersalah seperti pemikiran yang
melambat dan keraguan. Pikiran berulang tentang kematian atau
bunuh diri Tidak ada pertanyaan bahwa ini adalah gejala utama
depresi. Namun, yang kontroversial adalah apakah pasien dengan
lima gejala dan durasi dua minggu jelas berbeda dari orang yang
hanya memiliki tiga gejala selama sepuluh hari. Dalam evaluasi
masalah ini dengan sampel kembar, jumlah gejala dan durasi
depresi digunakan untuk memprediksi kemungkinan adanya
episode mendatang.
Gangguan suasana hati melibatkan gangguan yang
melumpuhkan dalam emosi dari kesedihan depresi hingga
kegembiraan dan kemarahan pada suasana hati. Depresi adalah
keadaan emosional yang ditandai dengan kesedihan, perasaan tidak
berharga dan rasa bersalah, penarikan diri dari orang lain, dan
kehilangan tidur, nafsu makan, hasrat seksual, dan minat serta
kesenangan dalam aktivitas biasa. Sama seperti kebanyakan dari
kita mengalami kecemasan kadang-kadang, demikian juga kita
mengalami kesedihan selama hidup kita, walaupun mungkin tidak
sampai taraf tertentu atau dengan frekuensi yang menjamin

ix
diagnosis depresi. Depresi sering dikaitkan dengan masalah
psikologis-psikologis lainnya, seperti serangan panik. Perhatian
yang melelahkan bagi orang-orang yang mengalami depresi.
Mereka tidak dapat menerima apa yang mereka baca dan apa yang
orang lain katakan kepada mereka.
Individu yang depresi dapat mengalami bicara secara
perlahan, setelah jeda iklan yang lama, menggunakan beberapa
kata dan suara yang rendah dan monoton. ada yang lebih suka
duduk sendiri dan tetap diam. Yang lain gelisah dan tidak bisa
duduk diam. Mereka mondar-mandir, meremas-remas tangan, terus
mengeluh mengeluh, dan mengeluh. Ketika individu yang tertekan
dihadapkan pada suatu masalah, tidak ada ide untuk solusinya.
Setiap saat memiliki beban yang sangat besar, dan kepala mereka
dipenuhi dan bergaung dengan saling menyalahkan diri sendiri.
Orang yang depresi dapat mengabaikan kebersihan dan
penampilan pribadi dan membuat berbagai keluhan gejala somatik
tanpa dasar fisik yang jelas (Simon et al., 1999). Benar-benar sedih
dan benar-benar tanpa harapan dan inisiatif, mereka mungkin agak
cemas, dan sedih sebagian besar waktu.
Dalam Gejala dan tanda-tanda depresi bervariasi seperti
apa yang mempengaruhi masa hidup Seperti yang kita bahas lebih
terinci di kemudian hari (hlm. 26, depresi pada anak-anak atau
begitu banyak keluhan, seperti halnya sakit kepala atau sakit perut,
depresi orang dewasa yang lebih tua sering terjadi). dicirikan oleh
penyakit dan keluhan dari memori yang hilang . Gejala depresi
menunjukkan beberapa variasi lintas budaya, mungkin disebabkan
oleh perbedaan dalam standar budaya dari perilaku yang dapat
diterima atau contohnya, keluhan saraf dan sakit kepala lebih
sering terjadi pada budaya Latin, dan laporan kelemahan dan
kelelahan lebih umum di antara orang Asia, Untungnya, sebagian
besar depresi, meskipun berulang, cenderung menghilang seiring

x
waktu, tetapi rata-rata episode yang tidak diobati dapat merentang
selama semut tiga hingga lima bulan atau bahkan lebih lama dan
mungkin tampak seperti durasi lebih besar untuk pasien dan
keluarga mereka .
B. Tanda dan Gejala Mania
Mania adalah keadaan emosional atau suasana hati yang
intens tetapi tidak berdasar yang disertai dengan sifat lekas marah,
hiperaktif, banyak bicara, pelarian ide, distraktibilitas, dan tidak
praktis, rencana muluk. Beberapa orang yang mengalami periode
episodik depresi juga kadang-kadang menjadi manik. Meskipun
ada laporan klinis dari individu yang mengalami mania tetapi tidak
depresi, kondisi ini sangat jarang terjadi. Orang yang mengalami
episode mania, dapat bertahan dari beberapa hari hingga beberapa
bulan, dengan mudah dapat diketahui cincinnya. Oleh aliran
ucapan yang keras dan tak henti-hentinya, kadang-kadang penuh
dengan permainan kata-kata, lelucon, berima, dan intervensi
tentang objek-objek terdekat dan kejadian-kejadian yang telah
menarik perhatian pembicara. Pidato ini sulit untuk disela dan
mengungkapkan apa yang disebut pelarian gagasan pasien mania.
Meskipun sedikit pembicaraan bersifat koheren, individu tersebut
dengan cepat bergeser dari satu topik ke topik lainnya. Kebutuhan
pasien untuk beraktifitas dapat menyebabkan risiko; anak menjadi
orang yang mudah bergaul dan mengganggu serta terus-menerus
dan kadang-kadang sibuk tanpa tujuan. setiap upaya mengekang
momentum ini dapat mendatangkan amarah yang cepat dan bahkan
membludak. Mania biasanya datang tiba-tiba selama satu atau dua
hari. Lekas marah yang sering menjadi bagian dari keadaan ini.
C. Gangguan Suasana dan Kreativitas
Dalam bukunya Touched with Fire: Manic-Depressive
Illness dan the Artistic Temperament (1992), Kay Jamison, dan
seorang ahli gangguan bipolar dan dirinya seorang penderita lama

xi
kondisi ini, mengumpulkan banyak sekali data. menghubungkan
gangguan mood, terutama gangguan bipolar, dengan kreativitas
artistik. Daftar artis, komposer, dan penulis yang mengalami
gangguan mood sangat mengesankan dan termasuk Michelangelo,
van Gogh, Tchaikovsky Gauguin, Tennyson, Shelley, dan
Whitman. Mungkin keadaan manik menumbuhkan kreativitas
melalui hubungannya dengan suasana hati yang gembira,
peningkatan energi, pemikiran Mood yang cepat, dan kemampuan
untuk membuat koneksi di antara ide-ide yang biasanya tetap tidak
berhubungan. Tentu saja, orang bisa menjadi seorang yang kreatif
dan tidak memiliki gangguan suasana hati serta banyak orang
dengan gangguan suasana hati yang tidak terlalu kreatif, tetapi
gangguan suasana hati tampaknya memainkan beberapa peran
dalam proses kreatif.
D. Heterogeneitas dalam Kategori
Masalah dalam klasifikasi gangguan mood adalah melalui
heterogenitas mereka yang luar biasa; orang dengan diagnosis yang
sama dapat sangat bervariasi satu sama lain. Beberapa pasien
bipolar, misalnya, mengalami berbagai gejala bahkan dalam gejala
mania dan depresi hampir setiap hari terjadi, hal ini disebut
episode depresi campuran. Pasien lain hanya memiliki gejala
mania atau hanya depresi selama episode klinis. Disebut demikian
adalah pasien e bipolar II memiliki episode kondisi depresi berat
yang disertai hipomania (bypo berasal dari bahasa Yunani episo
untuk "di bawah"), perubahan dalam perilaku dan suasana hati
yang tidak terlalu ekstrem daripada mania full-blown. dapat
didiagnosis sebagai memiliki fitur psikotik jika mereka mengalami
delusi hasil dan halusinasi.Kehadiran delusi tampaknya menjadi
perbedaan yang berguna di antara orang-orang dengan tekanan
medis unipolar Gohnson, Horvath, & Weissman, 1991); pasien
yang tertekan dengan delusi umumnya tidak merespon dengan baik

xii
terhadap terapi obat yang biasa untuk depresi, tetapi mereka
merespons dengan baik terhadap obat-obatan ini ketika mereka
dapat dikombinasikan dengan obat yang biasa digunakan untuk
mengobati gangguan psikotik lainnya, seperti skizofrenia, lebih
jauh lagi, depresi dengan fitur psikotik lebih parah daripada depresi
tanpa delusi dan melibatkan lebih banyak gangguan sosial dan
lebih sedikit waktu antara episode memiliki gangguan. Coryell et
al., 1996), Menurut DSM-IV beberapa pasien dengan depresi
mungkin memiliki fitur melankolis. Dalam DSM, istilah eir
melancholic mengacu pada pola spesifik gejala depresi. Pasien
dengan fitur melankolis tidak menemukan kesenangan dalam
aktivitas apa pun dan tidak dapat merasa lebih baik dan bahkan
untuk sementara waktu ketika sesuatu yang baik terjadi, suasana
hati mereka yang tertekan lebih buruk di pagi hari. Mereka bangun
atau sekitar dua jam terlalu dini, kehilangan nafsu makan dan berat
badan, dan lle baik lesu atau sangat gelisah. Individu ini tidak
memiliki gangguan kepribadian sebelum episode pertama mereka
dari depresi dan merespon dengan baik untuk terapi biologis. Studi
tentang validitas perbedaan antara tekanan dengan atau tanpa fitur
melankolis telah menghasilkan hasil yang beragam. Sebuah studi
baru-baru ini, bagaimanapun, menemukan bahwa pasien dengan
fitur melankolik memiliki lebih banyak komorbiditas (misalnya,
dengan gangguan kecemasan), episode lebih sering, dan lebih
banyak gangguan, menunjukkan itu mungkin jenis depresi yang
agak lebih parah. (Kendler, 1997). (Lihat Fokus pada Penemuan
10.1 untuk diskusi tentang subtipe lain dari depresi yang mungkin
tidak muncul, makanlah DSM-IV.)
Keduanya episode manik dan depresi dapat ditandai
sebagai memiliki ciri katatonik. seperti motorik imobilitas atau
aktivitas berlebihan tanpa tujuan. Baik dari episode manik dan
depresi juga dapat terjadi dalam ion. empat minggu melahirkan;

xiii
dalam hal ini mereka dicatat ke siklus kata kerja. Akhirnya, DSM-
IV menyatakan bahwa kedua gangguan tipis bipolar dan unipolar
dapat di subdiagnosis sebagai musiman jika ada hubungan teratur
antara suatu episode dan partikel tertentu dalam waktu setahun.
Sebagian besar penelitian telah berfokus pada depresi yang terjadi
di musim dingin, dan perencanaan penjelasan yang paling umum
adalah bahwa hal itu terkait dengan penurunan jumlah jam siang
hari. Berkurangnya cahaya menyebabkan penurunan aktivitas
neuron serotonin di hipotalamus yang mengatur beberapa perilaku,
seperti tidur, yang merupakan bagian dari sindrom (Schwartz et al.
1997). Terapi untuk Laut depresi musim dingin ini melibatkan
mengekspos pasien dis ke cahaya putih terang (Blehar &
Rosenthal, 1989, Wirzane Justice et al., 1993).
E. Gangguan Suasana Kronis
DSM-IV ini mencantumkan dua gangguan jangka panjang,
atau kronis, di mana gangguan mood lebih dominan. Meskipun
gejala-gejala kelainan ini harus terbukti selama setidaknya dua
tahun, mereka tidak cukup parah untuk menjamin diagnosis
episode depresif atau manik yang utama. Pada gangguan
siklotimik, orang tersebut sering mengalami depresi dan
hipomania. Periode-periode ini dapat bercampur dan dapat
bergantian atau dapat dipisahkan oleh periode-periode suasana
hati normal yang berlangsung selama dua bulan. Orang dengan
gangguan cyclothymic memiliki pasangan gejala pada periode
depresi dan mania. Selama depresi mereka merasa tidak cukup
selama hipomania motorik harga diri mereka meningkat. Mereka
menarik keduanya dari orang-orang, lalu mencari mereka dengan
cara yang tidak dibatasi. Mereka tidur terlalu banyak dan kemudian
terlalu sedikit. Pasien depresi terhadap pasien cyclothymic
mengalami kesulitan berkonsentrasi, dan produktivitas verbal
mereka menurun, selama hypomania, pemikiran bipolar mereka

xiv
menjadi tajam dan kreatif dan produktivitas mereka semakin
meningkat. Pasien-pasien dengan cyclothymia juga mungkin
mengalami episode mania dan depresi full-blown. Orang dengan
gangguan distimik kronis tertekan. Selain merasa biru dan
kehilangan kesenangan dalam kegiatan dan hiburan biasa, orang
tersebut juga mengalami beberapa tanda depresi lain, seperti
insomnia atau tidur,terlalu banyak; perasaan tidak mampu, tidak
efektif, dan kurang energi; pesimisme; ketidakmampuan untuk
berkonsentrasi dan untuk berpikir jernih; dan keinginan untuk
menghindari ditemani orang lain. Data yang dikumpulkan oleh
Klein dan rekan-rekannya (1988) yang menyebutkan bahwa
dysthymia telah divalidasi sebagai bentuk depresi juga
mengindikasikan bahwa hal itu menyebabkan kerusakan parah.

2.3 Teori Psikologis Gangguan Perasaan atau Mood


Depresi telah diteliti dari berbagai perspektif. Berbagai teori sebagian
besar menjelaskan berbagai dhiatesis yang berbeda dalam suatu teori
dhiatesis-stress umum. Peran stressor dalam memicu episode depresi juga
dijelaskan dengan baik (Kendler,Karkowski, dan Prescott,1999), meskipun
pentingnya stressor tersebut tampaknya berkurang seiring meningkatnya
jumlah episode (Lewinshon dkk., 1999; Pardoen dkk., 1996).
1. Teori Psikoanalisis Depresi
Dalam tulisannya yang terkenal “Mourning and
Melancholia,” Freud (1917/1950) berteori bahwa potensi depresi
diciptakan pada awal masa kanak-kanak. Dalam periode oral,
kebutuhan seorang anak dapat kurang dipenuhi atau dipenuhi
secara berlebihan sehingga menyebabkan seseorang terfiksasi pada
tahap ini dan tergantung pada pemenuhan kebutuhan instingtual
yang menjadi ciri tahap ini. Dengan terbawanya kondisi tersebut
dalam tahap kematangan psikoseksual, fiksasi pada tahap oral
tersebut, orang yang bersangkutan dapat memiliki kecenderungan

xv
untuk sangat tergantung pada orang lain untuk mempertahankan
harga dirinya.
2. Teori Kognitif Depresi
Teori Beck mengenai Depresi. Teori kontemporer
terpenting yang menganggap proses-proses berfikir sebagai faktor
penyebab depresi adalah teori Aaron Beck (1967, 1987). Pemikiran
sentralnya adalah bahwa orang-orang yang depresi memiliki
perasaan seperti demikian karena pemikiran mereka menyimpang
dalam bentuk interpretasi negatif.
Menurut Beck, pada masa kanak-kanak dan remaja orang-
orang yang depresi mengembangkan skema negatif – suatu
kecendedungan untuk melihat lingkungan secara negatif – melalui
kehilangan orang tua, tragedi yang terjadi susul- menyusul,
penolakan sosial oleh teman-teman sebaya, kritik para guru, atau
sikap depresif orang tua.
Berikut ini adalah beberapa penyimpangan kognitif utama
pada individu yang depresi menurut Aron Beck.
a. Kesimpulan yang subjektif (arbitrary inference) – suatu
kesimpulan yang diambil tanpa bukti-bukti cukup atau tanpa bukti
sama sekali.
b. Abstraksi selektif (selektive abstraction) – suatu kesimpulan yang
diambil hanya berdasarkan satu elemen dari banyak elemen dalam
elemen dalam suatu situasi.
c. Overgeneralisasi – suatu kesimpulan menyeluruh yag diambil
berdasarkan satu peristiwa tunggal yang mungkin tidak penting.
d. Magnifikasi dan minimisasi – melebih-lebihkan dalam menilai
kinerja.
3. Teori Ketidakberdayaan/Keputusasaan.
Teori ini membahas evolusi sebuah teori kognitif tentang
depresi yang berpengaruh –sebenarnya, tiga teori – yaitu teori

xvi
ketidakberdayaan yang asli; versi lanjutannya yang lebih kognitif
dan atribusional; dan transformasinya menjadi teori keputusasaan.
Ketidakberdayaan yang Dipelajari (Learned Helplessness).
Premis dasar teori learned helplessness adalah kepasifan individu
dan perasaan tidak mampu bertindak dan mengendalikan hidupnya
terbentuk melalui pengalaman yang tidak menyenangkan dan
trauma yang tidak berhasil dikendalikan oleh individu,
menimbulkan rasa tidak berdaya yang kemudian memicu depresi.
Atribusi dan Learned Helplessness. Seseorang menjadi
depresi menurut teori ini, bila mereka mengatribusikan berbagai
peristiwa kehidupan yang negatif pada berbagai penyebab yang
stabil dan global. Apakah harga diri juga hancur akan tergantung
pada apakah mereka menyalahkan ketidakmampuan mereka atas
hasil yang buruk tersebut.
Teori Keputusasaan (Hopelessness Theory). Beberapa
bentuk depresi (depresi karena keputusasaan) dewasa ini dianggap
disebabkan oleh kondisi putus asa, suatu ekspetasi bahwa hasil
yang diinginkan tidak akan terjadi atau yang tidak diinginkan akan
terjadi dan bahwa orang yang bersangkutan tidak dapat
memberikan respons untuk mengubah situasi tersebut.
4. Teori Interpersonal Depresi
Pada bagian ini menjelasakan tentang bagaimana hubungan
orang-orang yang depresi dengan orang lain. Para individu yang
depresi cenderung memiliki sedikit jaringan sosial dan
menganggap jaringan sosial hanya memberikan sedikit dukungan
(Keltner & Kring, 1998). Kurangnya dukungan sosial tersebut
kemungkinan disebabkan oleh fakta bahwa orang-orang yang
depresi memicu reaksi negatif dari orang lain (Coyne, 1976). Data
menunjukkan bahwa perilaku orang-orang yang depresi
menimbulkan penolakan. Kesulitan dan kurangnya hubungan
interpersonal dapat menjadi penyebab depresi dan juga menjadi

xvii
konsekuensinya. Perilaku interpersonal secara jelas berperan besar
dalam depresi.
5. Teori Psikologis Gangguan Bipolar
Seperti halnya dalam depresi unipolar, stress kehidupan
tampaknya berperan penting dalam memicu berubah-ubahnya
mood pada gangguan bipolar (Johnson & Miller, 1997; Malkoff-
Schwartz dkk.,1998). Berbagai temuan lain terkait episode depresif
dalam gangguan bipolar juga sama dengan gangguan berbagai
temuan terkait depresi unipolar (atau mayor). Dalam suatu studi
prospektif terhadap para pasien bipolar, Johnson dan para
koleganya (1999) menemukan bahwa dukungan sosial
memprediksi pemulihan yang lebih cepat serta berkurangnya
simtom-simtom depresif, namun tidak demikian dengan simtom-
simtom manik. Dalam suatu studi mengenai faktor-faktor kognitif,
gaya atribusional dan sikap disfungsional bersama dengan
peristiwa negatif dalam hidup memprediksi meningkatnya simtom-
simtom depresi pada pasien bipolar (Reilly-Harrington dkk., 1999).

2.4 Teori Biologis Gangguan Perasaan atau Mood

1. Data Genetik
Penelitian mengenai faktor-faktor genetik dalam gangguan
bipolar dan depresi unipolar menggunakan metode keluarga, orang
kembar dan orang-orang yang diadopsi. Sekitar 10 hingga 25
persen kerabat tingkat pertama para pasien bipolar mengalami
suatu episode gangguan mood (Gershon, 1990).
Informasi yang tersedia mengenai depresi unipolar
mengindikasikan bahwa faktor-faktor genetik, meskipun
berpengaruh, namun kurang berperan dibanding dalam gangguan
bipolar. Contohnya, dalam suatu studi para kerabat orang-orang
yang mengalami depresi hanya memiliki resiko sedikit lebih tinggi
dibanding risiko normal (Kendler dkk., 1993).

xviii
2. Neurokimia dan Gangguan Mood
Ada dua neurotransmitter yang paling banyak dipelajari,
yaitu norepinefrin dan serotonin. Teori norepinefrin merupakan
yang paling relevan dengan gangguan bipolar, dan secara umum,
dinyatakan bahwa kadar norepinefrin yang rendah memicu depresi
dan kadar yang tinggi memicu mania. Teori serotonin menyatakan
bahwa kadar seortonin yang rendah menimbulkan depresi.
Cara kerja obat-obatan yang digunakan untuk menangani
depresi memberikan berbagai petunjuk yang mendasari kedua teori
diatas. Pada tahun 1950-an dua kelompok obat, trisiklik dan
penghambat monoamin oksidase, diketahui efektif untuk
menyembuhkan depresi.
3. Sistem Neuroendokrin
Aksis hipotalamus-pituitari-adrenokortikal juga dapat
berperan dalam depresi. Bagian limbik pada otak sangat terkait
dengan emosi dan juga mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus
kemudian mengatur berbagai kelenjar endoktrin dan sekaligus
kadar hormon yang dihasilkan berbagai kelenjar tersebut.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus juga
mempengaruhi kelenjar pituitari dan hormon-hormon yang
dihasilkannya. Karena relevansinya dengan apa yang disebut
simtom-simtom vegetatif pada depresi, seperti gangguan nafsu
makan dan tidur, diperkirakan aksis hipottalamus-pituitasi-
adrenokortial bekerja terlalu aktf dalam depresi.
4. Teori Terpadu Gangguan Bipolar
Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa gangguan bipolar
mencerminkan suatu gangguan dalam sistem motivasional yang
disebut sistem aktivasi behavioral atau BAS (behavioral activation
system) (s.l., Depue, Collins & Luciano, 1996; Johnson & Roberts,
1995). Secara behavioral, BAS memfasilitasi kemampuan kita
untuk mencari dan mendapatkan imbalan d idalam lingkungan, dan

xix
hal itu terkait dengan kondisi emosional positif, berbagai
karakteristik kepribadian seperti ekstraversi, meningkatnya energi,
dan berkurangya kebutuhan untuk tidur. Secara biologis, BAS
diyakini terkait dengan jalur-jalur saraf didalam otak yang
melibatkan neurotransmitter dopamin, yang sering kali terkait
dengan perilaku imbalan (reward behavior) (a.l., Depue & Collins,
1999).

2.5 Faktor Penyebab Gangguan Perasaan atau Mood disorders


A. Genetika
Genetika bawaan adalah faktor umum penyebab gangguan
bipolar. Seseorang yang lahir dari orang tua yang salah satunya
merupakan pengidap gangguan bipolar memiliki risiko mengidap
penyakit yang sama sebesar 15 % hingga 30%. Bila kedua
orangtuanya mengidap gangguan bipolar, maka berpeluang
mengidap gangguan bipolar sebesar 50% - 75%. Kembar identik
dari seorang pengidap gangguan bipolar memiliki risiko tertinggi
kemungkinan berkembangnya penyakit ini daripada yang bukan
kembar identik. Penelitian mengenai pengaruh faktor genetis pada
gangguan bipolar pernah dilakukan dengan melibatkan keluarga
dan anak kembar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar
10% - 15% keluarga dari pasien yang mengalami gangguan bipolar
pernah mengalami satu episode gangguan suasana hati.
B. Fisiologis
Salah satu faktor utama penyebab seseorang mengidap
gangguan bipolar adalah terganggunya keseimbangan cairan kimia
utama di dalam otak. Sebagai organ yang berfungsi menghantarkan
rangsang, otak membutuhkan neurotransmitter (saraf pembawa
pesan atau isyarat dari otak ke bagian tubuh lainnya) dalam
menjalankan tugasnya. Norepinephrin, dopamin, dan serotonin
adalah beberapa jenis neurotransmitter yang penting dalam

xx
penghantaran impuls saraf. Pada penderita gangguan bipolar,
cairan-cairan kimia tersebut berada dalam keadaan yang tidak
seimbang.
Sebagai contoh, ketika seorang pengidap gangguan bipolar
dengan kadar dopamin yang tinggi dalam otaknya akan merasa
sangat bersemangat, agresif dan percaya diri. Keadaan inilah yang
disebut fase mania. Sebaliknya dengan fase depresi yang terjadi
ketika kadar cairan kimia utama otak itu menurun di bawah
normal, sehingga penderita merasa tidak bersemangat, pesimis dan
bahkan keinginan untuk bunuh diri yang besar.
Seseorang yang menderita gangguan bipolar menandakan
adanya gangguan pada sistem motivasional yang disebut dengan
behavioral activation system (BAS). BAS memfasilitasi
kemampuan manusia untuk memperoleh penghargaan (pencapaian
tujuan) dari lingkungannya. Hal ini dikaitkan dengan positive
emotional states, karakteristik kepribadian seperti ekstrovert
(bersifat terbuka), peningkatan energi dan berkurangnya kebutuhan
untuk tidur. Secara biologis, BAS diyakini terkait dengan jalur
saraf dalam otak yang melibatkan dopamin dan perilaku untuk
memperoleh penghargaan. Peristiwa kehidupan yang melibatkan
penghargan atau keinginan untuk mencapai tujuan diprediksi
meningkatkan episode mania tetapi tidak ada kaitannya dengan
episode depresi. Sedangkan peristiwa positif lainnya tidak terkait
dengan perubahan pada episode mania.
C. Sistem neuroendokrin
Area limbik di otak berhubungan dengan emosi dan
mempengaruhi hipotalamus yang berfungsi mengontrol kelenjar
endokrin dan tingkat hormon yang dihasilkan. Hormon yang
dihasilkan hipotalamus juga mempengaruhi kelenjar pituaritas.
Kelenjar ini terkait dengan gangguan depresi seperti gangguan
tidur dan rangsangan selera. Berbagai temuan mendukung hal

xxi
tersebut, bahwa orang yang depresi memiliki tingkat dari cortisol
(hormon adrenocortical) yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh
produksi yang berlebih dari pelepasan hormon rotropin oleh
hipotalamus. Produksi yang berlebih dari cortisol pada orang yang
depresi juga menyebabkan semakin banyaknya kelenjar adrenal.
Banyaknya cortisol tersebut juga berhubungan dengan kerusakan
pada hipoccampus dan penelitian juga telah membuktikan bahwa
pada orang depresi menunjukkan hipoccampal yang tidak normal.
Penelitian mengenai Cushing’s Syndrome juga dikaitkan dengan
tingginya tingkat cortisol pada gangguan depresi.
D. Lingkungan
Gangguan bipolar tidak memiliki penyebab tunggal.
Tampaknya orang-orang tertentu secara genetis cenderung untuk
mengidap gangguan bipolar, namun tidak semua orang dengan
kerentanan mewarisi penyakit berkembang yang menunjukkan
bahwa gen bukanlah satu-satunya penyebab. Beberapa studi
pencitraan otak menunjukkan perubahan fisik pada otak penderita
gangguan bipolar. Dalam penelitian lain disebutkan, gangguan ini
juga disebabkan oleh poin ketidakseimbangan neurotransmitter,
fungsi tiroid yang abnormal, gangguan ritme sirkadian dan tingkat
tinggi hormon stres kortisol. Faktor eksternal lingkungan dan
psikologis juga diyakini terlibat dalam pengembangan gangguan
bipolar. Faktor-faktor eksternal yang disebut pemicu dapat
memulai episode baru mania atau depresi dan membuat gejala
yang ada memburuk, namun banyak episode gangguan bipolar
terjadi tanpa pemicu yang jelas.
Gangguan penyakit ini cenderung mengalami faktor pemicu
munculnya penyakit yang melibatkan hubungan antarperseorangan
atau peristiwa-peristiwa pencapaian tujuan (penghargaan) dalam
hidup. Contoh dari hubungan perseorangan antara lain jatuh cinta,
putus cinta, dan kematian sahabat. Sedangkan peristiwa

xxii
pencapaian tujuan antara lain kegagalan untuk lulus sekolah dan
dipecat dari pekerjaan. Selain itu, seorang penderita gangguan
bipolar yang gejalanya mulai muncul saat masa ramaja
kemungkinan besar mempunyai riwayat masa kecil yang kurang
menyenangkan seperti mengalami banyak kegelisahan atau
depresi. Selain penyebab di atas, alkohol, obat-obatan dan penyakit
lain yang diderita juga dapat memicu munculnya gangguan
bipolar. Di sisi lain, keadaan lingkungan di sekitarnya yang baik
dapat mendukung penderita gangguan ini sehingga bisa menjalani
kehidupan dengan normal. Berikut ini adalah faktor lingkungan
yang dapat memicu terjadinya gangguan bipolar:
 Stres merupakan peristiwa kehidupan yang dapat memicu gangguan
bipolar pada seseorang dengan kerentanan genetik. Peristiwa ini
cenderung melibatkan perubahan drastis atau tiba-tiba-baik atau buruk
seperti akan menikah, akan pergi ke perguruan tinggi, kehilangan orang
yang dicintai, atau dipecat dalam pekerjaan.
 Penggunaan zat tidak menyebabkan gangguan bipolar, itu dapat
membawa pada sebuah episode dan memperburuk perjalanan penyakit.
Obat-obatan seperti kokain, ekstasi dan amphetamine dapat memicu
mania, sedangkan alkohol dan obat penenang dapat memicu depresi.
 Obat-obat tertentu, terutama obat-obatan antidepresan, bisa memicu
mania. Obat lain yang dapat menyebabkan mania termasuk obat flu,
penekan nafsu makan, kafeina, kortikosteroid dan obat tiroid.
 Perubahan musiman merupakan episode mania dan depresi sering
mengikuti pola musiman. Episode mania lebih sering terjadi selama
musim panas, dan episode depresif lebih sering terjadi selama musim
dingin, musim gugur, serta musim semi (untuk negara dengan 4
musim).
 Kurang tidur atau melewatkan beberapa jam istirahat dapat memicu
episode mania.

xxiii
2.6 Jenis-Jenis Gangguan Perasaan atau Mood disorders
Berikut ini terdapat beberapa tipe atau jenis terkait gangguan mood yang
mempengaruhi kondisi psikis seseorang dan menjadikan kondisi emosinya
tidak stabil, diantaranya adalah:

1. Gangguan Depresi (gangguan unipolar)


Depresi dalam Psikologi merupakan gangguan mood dengan
jenis mayor ataupun berat, dimana gangguan depresi lebih banyak
terjadi pada penderita yang memang mengalami permasalahan
berat atau hal-hal yang tidak bisa mereka kendalikan sendiri.
Gangguan depresi biasanya terjadi satu periode ataupun lebih,
episode depresi ini tanpa adanya riwayat terjadi episode manik
atau hipomanik. Selain itu permasalahan utamanya adalah para
penderita gangguan depresi kemungkinan akan mengalami lagi
gangguan tersebut dan bisa saja lebih parah. Selain itu bisa
berdampak pada keluarga lainnya. Ciri atau tanda seseorang
mengalami gangguan depresi parah diantaranya bermasalah tidur,
selera makan yang buruk, kehilangan atau bertambah berat badan
secara mencolok, dan akan menjadi gelisah secara fisik, atau akan
menunjukkan lambatnya aktivitas motorik mereka. Anda juga bisa
mengenali beberapa ciri besarnya jika penderita mengalami
depresi, diantaranya adalah :
 Perubahan pada kondisi emsional yang ekstrim dan berlebihan
 Tidak adanya motivasi dalam hidup
 Perubahan dalam fungsi dan perilaku motorik dari ringan ke berat
 Adanya perubahan kognitif yang cukup signifikan
 Penderita seringkali merasa tidur terlalu banyak (10 jam atau lebih)
ataupun terlalu sedikit sehingga sulit terbangun.
 Kelakuan motorik yang rendah

xxiv
 Kehilangan nafsu makan tiba-tiba dan juga mengalami kenaikan tubuh
secara drastis juga
 Kehilangan energi, terlihat lemas tidak bersemangat dan tidak tertarik
melakukan apapun.
2. Gangguan Distimik
Selanjutnya adalah gangguan distimik, gangguan ini termasuk
kedalam depresi ringan dimana depresi ini jarang sekali kambuh,
biasanya rentang waktunya beberapa tahun baru kembal
mengalami depresi ringan. Orang yang biasa terkena gangguan
distimik diantaranya adalah :
Seringkali dilanda perasaan terpuruk atau merasa bersalah, atau
mengalami masalah sepanjang waktu. Namun tidak separah
depresi mayor hingga ada rasa ingin bunuh diri dan sejenisnya.
Adanya perasaan atau kesadaran bahwa penderita sedang
memiliki gangguan yang membuat ia seringkali bersikap berbeda.
3. Gangguan Perubahan Mood (Bipolar)
Gangguan Bipolar merupakan gangguan yang cukup populer
diantara masyarakat, dimana gangguan ini sebenarnya cukup
bahaya dan juga mengganggu aktifitas penderitanya.
Gangguan bipolar bisa terjadi apabila penderita yang disertai
satu atau lebih episode manik atau hipomanik, hal ini dimaksudkan
penderita seringkali merasakan mood yang melambung dan
hiperaktivitas atau juga merasa mood yang sangat sedih hingga
depresi berlebih. Bipolar juga bisa merasakan bahagia namun
bahagia mereka bisa mencapai tingkat mania.
Dalam ilmu psikologi ada dua tipe umum untuk gangguan
bipolar dibedakan menjadi 2 diantaranya adalah bipolar 1 dan
gangguan bipolar 2. Untuk gangguan bipolar 1 ditandai dengan
adanya manik secara penuh, sedangkan bipolar 2 merupakan
kejadian dimana seseorang akan mengalami satu atau lebih

xxv
episode-episode depresi mayor dan paling tidak satu episode
hipomanik. Ciri-ciri besar dari gangguan bipolar adalah :
Siklus perubahaan mood ekstrim berganti tanpa adanya mood
normal sebagai perantarannya, sehingga dari sedih tiba-tiba merasa
senang yang super mania. Tanpa ada cooling down mood terlebih
dahulu.
4. Gangguan Siklotimik
Gangguan siklotimik merupakan gangguan mood yang sangat
kronis meliputi beberapa periode dan beberapa periode mood yang
merasa tertekan ataupun hilang minatnya. Terutama kegiatan
mendasar seseorang. Perubahaan mood siklotimik sebenarnya
lebih ringan dari pada gangguan bipolar besar. Gangguan
siklotimik, biasanya bermula dari masa akhir remaja dan juga
ketika awal dewasa.
Beberapa bentuk dari gangguan siklotimik dapat mewakili
suatu tipe gangguan bipolar awal yang ringan. Sekitar 33% orang
dengan gangguan siklotimik pada akhirnya akan berkembang
menjadi gangguan bipolar baik 1 ataupun 2. Penderitanya kira-kira
33 kali lebih besar dibanding pada populasi umum. Adapun ciri-
cirinya adalah :
Adanya pola perubahan kondisi mood yang cukup kronis dan
juga bersiklus, biasanya berepisode.
Periode yang sering dari mood yang depresi atau kehilangan
minat atau kesenangan dalam aktivitas, namun tidak pada taraf
keparahan.
5. Gangguan Mood lainnya
Klasifikasi gangguan mood lainnya sebenarnya masih ada,
namun tidak se-spesifik gangguan besar yang ada diatas. Dimana
gangguan mood ini seringkali terjadi pada beberapa manusia
normal jika sudah merasa cukup lelah atau stress dengan

xxvi
pekerjaan, masalah hidup atau sekolah. Namun masih bisa diatasi,
diantaranya adalah :
 Mood Eutimia : Tidak ada Mood yang tertekan atau melambung, datar.
 Mood Hipotimia: Mood yang pervasif, cenderung banyak emosi
kesedihan
 Mood Disforia: Mood yang tidak menggembirakan
 Mood Eutimia: Memiliki sisi penghayatan yang cenderung lebih
emosional
 Mood Eforia: Perasaan yang berlebihan
 Mood Ekstasia: Gairah yang meluap luap
 Aleksitimia: Sulit menyadari emosi seseorang
 Anhedonia: Hilangnya minat melakukan sesuatu
 Mood Kosong: Sedikit memiliki sisi emosional
 Mood Labil:Osilasi antara euforia dan mudah marah
 Mood Iritabel: Mudah diganggu dan mudah marah

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Menurut Meiner Mood merupakan perpanjangan dari emosi yang
berlangsung selama beberapa waktu, kadang-kadang beberapa jam, beberapa
hari, atau bahkan, dalam beberapa kasus depresi beberapa bulan. Mood yang
dialami dalam kehidupan manusia ini sedikit banyak akan berpengaruh kuat
terhadap cara mereka dalam berinteraksi. Sedangkan Mood Disorders adalah
penyakit mental yang memengaruhi perasaan dan pikiran penderita mengenai
dirinya sendiri, orang lain, dan kehidupan pada umumnya. Ada beberapa jenis
Mood Disorders: depresi, gangguan distimik dan gangguan bipolar. (Canadian
Mental Health Association, 2013).

xxvii
Ada beberapa karakteristik umum gangguan suasana perasaan diantaranya
adalah (1) tanda dan gejala depresi, (2) tanda dan gejala mania, (3) gangguan
suasana dan kreativitas, (4) heterogeneitas dalam kategori, (5) Gangguan
Suasana Kronis.
Begitupun juga dengan teori biologis gangguan perasaan atau mood (1)
data genetik, (2) neurokimia dan gangguan mood, (3) sistem neuroendokrin,
(4)Teori Terpadu Gangguan Bipolar.
Gangguan mood atau suasana perasaan disebabkan oleh beberaapa faktor
yaitu (1) genetika dari gen atau keturunan , (2) Fisiologis yaitu dari fungsi
tubuh individu sendiri, (3) Sistem neuroendokrin, (4) Lingkungan sangat
berpengaruh dan mempengaruhi gangguan suasana perasaan seseorang.
Berikut ini terdapat beberapa tipe atau jenis terkait gangguan mood yang
mempengaruhi kondisi psikis seseorang dan menjadikan kondisi emosinya
tidak stabil, diantaranya adalah:
1. Gangguan Depresi (gangguan unipolar)
2. Gangguan Distimik
3. Gangguan Perubahan Mood (Bipolar)
4. Gangguan Siklotimik
3.2 Rekomendasi
Sebagai calon Pekerja Sosial kami harus belajar lebih mendalam lagi
bagaimana mengetahui dan memahami tentang gangguan suasana perasaan
atau gangguan mood, karena menyangkut permasalahan klien yang harus
pekerja sosial intervensi. Pekerja sosial harus mampu mengungkapkan solusi
mengenai masalah-masalah yang kompleks bisa jadi berawal dari seseorang
atau kelompok orang mempunyai gangguan perasaan menjalar ke gangguan
lainnya.
Pekerja sosial diharapkan mampu mengungkapkan persoalan klien dan
mencari solusi permasalahan tersebut karena pekerja sosial tidak menggunakan
alat atau benda melainkan menggunakan dirinya sebagai alat dan dengan
sistem sumber lainnya.

xxviii
DAFTAR PUSTAKA

Cordon, Luis A. 2005. Popular Psychology An Encyclopedia. Cetakan ke-I.


Greenwood: Greenwood Publishing Group, Inc.

Davison, Gerald dan John. 2000. Psikologi Abnormal. Edisi Kedelapan. New
York: John Wiley & Sons, inc.

Dosen Psikologi: Tipe-tipe Gangguan, [online], https://dosenpsikologi.com/amp/,


(diakses tanggal 26 Maret 2019 pukul 20.45 WIB).

xxix
Kring, Ann M., et al. 2012. Abnormal Psychology. Cetakan ke-XII. Danvers: John
Wiley & Sons, Inc.

Matsumoto, David. 2009. The Cambridge Dictionary of Psychology. Cetakan ke-


I. New York: Cambridge University Press.

Nevid, Jeffrey S. dan Spencer A. Rathus. 2016. Psychology and the Challenges of
Life: Adjustment and Growth. Cetakan ke-XIII. Danvers: John
Wiley & Sons, Inc.

Psycom: Definisi Mood Disorders, [online], https://www.psycom.net/mood-


disorders/, (diakses tanggal 27 Maret 2019 pukul 00.30 WIB )

Wikipedia: Gangguan Bipolar, [online],


https://id.m.wikipedia.org/wiki/Gangguan_bipolar, (diakses
tanggal 26 Maret 2019 pukul 21.56 WIB

WordPress: Gangguan Mood, [online],


https://swcorner.wordpress.com/2014/10/16/psikologi-ii-
gangguan-mood/, (diakses tanggal 27 Maret 2019 pukul 00.30
WIB).

xxx

Anda mungkin juga menyukai