Anda di halaman 1dari 41

REFERAT

GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR

DISUSUN OLEH:
Diana Devina Rizmi (H1AP20008)

PEMBIMBING:
dr. Norevia Eurelyn, Sp.KJ

KEPANITERAAN KLINIK PSIKIATRI


RUMAH SAKIT KHUSUS JIWA SOEPRAPTO BENGKULU
PROGRAM ILMU KESEHATAN DAN KEDOKERAN UNIVERSITAS
BENGKULU
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Diana Devina Rizmi


NPM : H1AP20008
Fakultas : Kedokteran
Judul : Gangguan Afektif Bipolar
Bagian : Psikiatri
Pembimbing : dr. Norevia Eurelyn, Sp. KJ
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik psikiatri
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu.

Bengkulu, 22 Oktober 2021


Pembimbing

dr. Norevia Eurelyn, Sp. KJ

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan referat tersebut. Referat ini
disusun untuk memenuhi salah satu komponen penilaian kepaniteraan klinik di
bagian Psikiatri Rumah Sakit Khusus Jiwa Soeprapto Bengkulu, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Bengkulu.
Tak lupa saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pengajar dan semua pihak yang telah membantu penulis mengerjakan
referat baik secara langsung maupun tidak langsung.
Saya menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, karena itu
saya terbuka atas saran dan kritik yang dapat meningkatkan kinerja saya. Saya
berharap referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi siapa saja
yang membaca.

Bengkulu, 22 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................1
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................6
2.1 Gangguan Afektif Bipolar........................................................................................6
2.1.1 Definisi..............................................................................................................6
2.1.2 Epidemiologi.....................................................................................................6
2.1.3 Etiologi dan Patofisiologi..................................................................................7
2.1.4 Diagnosis.........................................................................................................11
2.1.5 Tatalaksana......................................................................................................25
2.1.6 Prognosis.........................................................................................................37
BAB III............................................................................................................................38
KESIMPULAN................................................................................................................38
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................39

3
BAB I
PENDAHULUAN

Suasana hati didefinisikan sebagai perasaan atau emosi yang ada dan
berkelanjutan yang mendominasi perilaku seseorang dan memengaruhi
persepsinya. Gangguan mood juga dikenal sebagai gangguan afektif termasuk
gangguan unipolar dan bipolar. Gejala utama dari gangguan afektif adalah
perubahan mood yang bergantian antara manik dan depresi yang disebut unipolar,
sedangkan jika terjadi bersamaan disebut bipolar.1
Gangguan bipolar adalah gangguan mood yang ditandai dengan
perpindahan (swing) mood, pikiran, energi, perilaku, dan biasanya kronik serta
berat. Istilah “bipolar” berarti dua kutub, yaitu pasien mengalami perpindahan
antara spektrum emosi yang berlawanan.2 Gangguan ini tersifat oleh episode
berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana afek pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek
disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu
lain berupa penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi).3
Ada dua jenis utama gangguan bipolar. Gangguan bipolar I didefinisikan
dengan adanya setidaknya satu episode mania, sedangkan gangguan bipolar II
ditandai oleh setidaknya satu episode hipomania dan depresi. Perbedaan utama
antara mania dan hipomania adalah keparahan gejala manik. Mania
mengakibatkan gangguan fungsional yang parah, dapat bermanifestasi sebagai
gejala psikotik, dan sering memerlukan rawat inap, hipomania tidak memenuhi
kriteria tersebut.4
Pada populasi umum, prevalensi seumur hidup BD adalah sekitar 1%
untuk gangguan bipolar I.5  Sebuah survei cross-sectional dari 11 negara mencatat
bahwa prevalensi gangguan bipolar adalah 2-3%, dengan prevalensi 0,4% untuk
gangguan bipolar II.6 Pasien dengan gangguan mood berada pada peningkatan
risiko kematian karena bunuh diri. Insiden kematian akibat bunuh diri di antara
pasien dengan diagnosis gangguan afektif bipolar telah dilaporkan setinggi 20 kali
lebih banyak terutama ketika gangguan bipolar tidak diobati.7

4
Terapi tidak saja ditujukan untuk mengatasi simtom akut tetapi pencapaian
kebahagiaan jangka panjang sudah harus dimulai sejak awal terapi. Terapi yang
diberikan harus komperensif yaitu meliputi farmakoterapi, psikoedukasi, dan
psikoterapi. Peristiwa-peristiwa kehidupan yang bersifat stresor harus pula diatasi
karena stresor dapat menjadi faktor pencetus terjadinya kekambuhan. Karena
gangguan bipolar merupakan penyakit kronik, mengedukasi pasien dan
keluarganya tentang penatalaksanaan jangka panjang perlu dilakukan.2

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Afektif Bipolar

2.1.1 Definisi
Gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan suasana perasaan yang
ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana
afek pasien dan tingkat aktivitas jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada
penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan
tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi
cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang
melebihi satu tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode tersebut
sering terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain
(adanya stres tidak esensial untuk penegakan diagnosis).3

2.1.2 Epidemiologi
Prevalensi GB I selama kehidupan mencapai 2,4%, GB II berkisar antara
0,3-4,8%, siklotimia antara 0,5-6,3%, dan hipoania antara 2,6-7,8%. Total
prevalensi spectrum bipolar, selama kehidupan, yaitu antara 2,6-7,8%.1,2 Menurut
American Psychiatric Association gangguan afektif bipolar I mencapai 0.8% dari
populasi dewasa, dalam penelitian yang dilakukan dengan komunitas mencapai
antara 0,4-1,6%. Angka ini konsisten di beragam budaya dan kelompok etnis.
Gangguan bipolar II mempengaruhi sekitar 0,5% dari populasi. Sementara
gangguan bipolar II tampaknya lebih umum pada wanita hal ini dperkirakan
dipengaruhi oleh hormon, efek dari melahirkan, dan stressor psikososial untuk
wanita, gangguan bipolar I mempengaruhi pria dan wanita cukup merata.
Gangguan bipolar I dimulai rata-rata pada usia 18 tahun dan gangguan bipolar II
pada usia 22 tahun.8,9,10

6
2.1.3 Etiologi dan Patofisiologi

1. Faktor Biologi
Patofisiologi gangguan bipolar masih belum diketahui secara pasti. Penelitian
biokimia menunjukkan bahwa patofisiologi gangguan bipolar melibatkan interaksi
antara berbagai neurotransmiter.2 Banyak penelitian melaporkan abnormalitas
metabolit amin biogenik-seperti asam 5-Hidroksiindolasetat (5-HIAA), asam
homovanilat (HVA), dan 3-metoksi-4-hidroksifenilglikol (MHPG) di dalam
darah, urine, dan cairan serebrospinalis pasien dengan gangguan mood.8
 Noreprinefrin
Hubungannya pada penurunan regulasi dan penurunan sensitivitas
dari reseptor β adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh respon
pada penggunaan anti depresan yang cukup baik sehingga mendukung
adanya peran langsung dari sistem noradrenergik pada depresi. Bukti lain
adanya keterlibatann reseptor prasinaps β2-adrenergik pada depresi,
aktivasi reseptor ini menimbulkan penurunan jumlah norepinefrin yang
dilepaskan. Reseptor prasinaps β2-adrenergik juga terletak pada neuron
serotonergik serta mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan.8
 Serotonin
Pengaruh besar pengobatan SSRI (selective serotonin reuptake
inhibitor) dalam mengatasi depresi. Serotonin telah menjadi
neurotransmiter amin biogenik yang paling lazim dikaitkan dengan
depresi. Serotonin terlibat di dalam patofisiologi depresi. Kekurangan
serotonin dapat mencetuskan depresi dan beberapa pasien dengan impuls
bunuh diri memiliki konsentrasi metabolit serotonin yang rendah di
dalam cairan serebrospinal serta konsentrasi tempat uptake serotonin
yang rendah pada trombosit.8
 Dopamin
Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamin juga sering
dikaitkan dengan patofisiologi depresi. Data yang mendukung bahwa
aktivitas dopamin berkurang pada depresi dan meningkat pada mania.

7
Dua teori terkini mengenai dopamin dan depresi adalah bahwa jaras
dopamin mesolimbik mungkin mengalami disfungsi pada depresi dan
bahwa reseptor dopamin D1 mungkin hipoaktif pada depresi.8

2. Faktor Neurokimia Lain


Neurotransmiter asam amino (terutama asam γ-arninobutirat) dan peptide
neuroaktif (terutama vasopressin dan opiat endogen) telah dilibatkan di dalam
patofisiologi gangguan mood. Sejumlah peneliti telah mengajukan bahwa sistem
messenger kedua seperti regulasi kalsium, adenilat siklase. dan fosfatidilinositol
dapat menjadi penyebab. Asam amino glutamate dan glisin menjadi
neurotransmitter eksitasi utama pada sistem saraf pusat. Glutamat dan glisin
berikatan dengan resepto N-metil-D-aspartat (NMDA), jika berlebihan dapat
rnemiliki efek neurotoksik. Hipokampus memiliki konsentrasi reseptor NMDA
yang tinggi sehingga jika glutamate bersama clengan hiperkortisolemia
memerantarai efek neurokognitif pada stres kronis.8
 Regulasi Neuroendokrin
Hipotalamus merupakan pusat pengaturan aksis neuroendokrin dan
juga menerima berbagai input saraf melalui neurotransmiter amin
biogenik. Regulasi aksis neuroendokrin yang abnormal merupakan akibat
fungsi neuron yang menganding amin biogenik yang abnormal pula.
Disregulasi aksis neuroendokrin (seperti aksis adrenal, tiroid, serta
hormone pertumbuhan) yang menyebabkan gangguan mood. 3
 Aksis Adrenal
Peran kortisol adanya hubungan antara peningkatan kortisol
dengan kejadian depresi, sekitar 50% pasien yang mengalami depresi
memiliki kortisol yang meningkat. ACTH adalah hormone yang
merangsang pelepasan kortisol dari korteks adrenal. 8
 Aksis Tiroid
Pada sekitar 5-10% orang dengan depresi sering ditemukan adanya
gangguan tiroid. Sekitar sepertiga pasien dengan gangguan depresi berat

8
yang tidak memiliki aksis tiroid normal ditemukan memiliki respon
tirotropin dan hormon perangsang tiroid (TSH) yang tumpul.8
 Hormon Pertumbuhan
Pasien depresi memiliki respon stimulasi pelepasan hormone
pertumbuhan oleh tidur yang tumpul. Pasien depresi memiliki respon yang
tumpul terhadap peningkatan sekresi hormon pertumbuhan yang diinduksi
klonidin. 8
Somatostatin : selain penghambat hormone pertumbuhan dan
pelepasan CRH, somatostatin menghambat γ-aminobutirat, ACTH, dan
TSH. Kadar somatostatin dalam cairan serebrospinal lebih rendah pada
orang dengan depresi dibandingkan dengan skizofrenia atau normal, serta
kadar yang meningkat pada mania.8
Prolaktin : pelepasan prolaktin dari hipofisi dirangsan serotonin
dan dihambat dopamin. Terjadi kelainan pada sekresi prolactin basal atau
sirkadian pada depresi. 8
 Kelainan Tidur
Masalah tidur insomnia inisial dan terminal, sering terbangun,
hypersomnia, adalah gejala yang lazim dan klasik pada depresi, dan
penurunan kebutuhan tidur merupakan gejala klasik mania. Kelainan yang
lazim adalah awitan tidur yang tertunda, pemendekan latensi rapid eye
movement (REM) (waktu antara jatuh tertidur dan periode REM pertama)
dan peningkatan lama periode REM pertama.8
 Irama Sirkadian
Kelainan struktur tidur pada depresi dan perbaikan klinis sementara
oleh karena kekurangan tidur telah menghasilkan teori bahwa pada depresi
terdapat pengaturan irama sirkadian yang abnormal. 8
 Pencitraan Otak
Studi pencitraan struktur otak dengan computed tomography (CT)
dan magnetic resonance imaging (MRI) telah menghasilkan data yang
menarik. Walaupun studi tersebut belum melaporkan temuan yang

9
konsisten, data menunjukkan temuan bermakna pada pasien gangguan
bipolar l, terutama laki-laki yaitu memiliki ventrikel serebri yang
membesar. Satu studi MRI melaporkan bahwa pasien dengan gangguan
bipolar I memiliki jumlah lesi substantia alba profunda yang meningkat
dengan signifikan dibandingkan dengan subjek kontrol.8

 Pertimbangan Neuroanatomis
Baik gejala gangguan mood maupun temuan riset biologis
menyokong hipotesis bahwa gangguan mood melibatkan patologi sistem
limbik, ganglia basalis, dan hipotalamus. Orang dengan gangguan
neurologis ganglia basalis dan sistem limbik cenderung menunjukkan
gejala depresif. Sistem limbik dan ganglia basalis berhubungan sangat
erat, serta sistem limbik dapat memainkan peranan penting dalam
menghasilkan emosi.8

3. Faktor genetik
Data genetik dengan kuat menunjukkan bahwa faktor genetik yang
signifikan terlibat dalam timbulnya gangguan mood. Komponen genetik
memainkan peranan yang lebih bermakna di dalam menurunkan gangguan bipolar
I. Pewarisan gangguan bipolar I juga tampak di dalam fakta bahwa sekitar 50%
pasien gangguan bipolar I setidaknya memiliki satu orang tua dengan gangguan
mood, paling sering gangguan depresif berat. Jika salah satu orang tua memiliki
gangguan bipolar I, terdapat 25% kemungkinan bahwa setiap anaknya juga
memiliki gangguan mood. Jika kedua orang tua memiliki gangguan bipolar I,
terdapat 50% sampai 75% kemungkinan anaknya memiliki gangguan mood. Studi
pada anak kembar menunjukkan bahwa angka konkordansi untuk gangguan
bipolar I pada kembar monozigot adalah 33 sampai 90 %, bergantung pada studi
tertentu. Sebaliknya, angka konkordansi pada kembar dizigot sekitar 5 sampai 25
persen untuk gangguan bipolar I.8

 Faktor Psikososial

10
Peristiwa Hidup dan Stres Lingkungan. Terdapat pengamatan klinis yang
bertahan lama bahwa peristiwa hidup yang penuh tekanan lebih sering timbul
mendahului episode ganguan mood yang mengikuti. Hubungan ini telah
dilaporkan untuk pasien gangguan bipolar I. Sebuah teori yang diajukan
untuk menerangkan pengamatan ini adalah bahwa stres yang menyertai
episode pertama mengakibatkan perubahan yang bertahan lama di dalam
biologi otak. Perubahan yang bertahan lama ini dapat menghasilkan
perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmiter dan sistem
pemberian sinyal intraneuron, perubahan yang bahkan dapat mencakup
hilangnya neuron dan berkurangnya kontak sinaps yang berlebihan,
Akibatnya, seseorang memiliki risiko tinggi mengalami episode gangguan
mood berikutnya, bahkan tanpa stresor eksternal.8

Faktor kepribadian. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa gangguan


kepribadian tertentu terkait dengan timbulnya gangguan bipolar I di kemudian
hari. Meskipun demikian, orang dengan gangguan distimik dan siklotimik
memiliki risiko mengalami gangguan depresi berat atau gangguan bipolar I di
kemudian hari.8

2.1.4 Diagnosis
 Kriteria Diagnostik menurut PPDGJ III3
F31 Gangguan Afektif bipolar
 Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (sekurang-kurangnya dua
episode) dimana afek pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, pada
waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek disertai penambahan energi
dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa
penurunan afek disertai pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang
khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2
minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih
lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali
pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah

11
peristiwa hidup yang penuh stress atau trauma mental lainnya (adanya
stress tidak esensial untuk penegakan diagnosis).
 Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif
Tidak termasuk: Gangguan bipolar, episode manic tunggal (F30).

F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik 1


a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
(F30.0); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.

F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala


Psikotik3
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa gejala
psikotik (F30.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif, atau campuran) di masa lampau.

F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala


Psikotik3
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan
gejala psikotik (F30.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran) di masa lampau.

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau


Sedang3
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresi
ringan (F32.0) atau pun sedang (F32.1); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.

12
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa
Gejala Psikotik3
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan


Gejala Psikotik3
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif
berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran dimasa lampau.

F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran1


a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomanik,
dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala
mania/hipomania dan depresif yang sama-sama mencolok selama masa
terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung
sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik,
atau campuran di masa lampau.

F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini Dalam Remisi3


 Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa
bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan
ditambah sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,
manik, depresif atau campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya3
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT. 3

13
Tabel 3.1 Kriteria Diagnostik menurut the Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorder IV- Text Revised (DSM IV-TR).11

Tipe Episode Kriteria


Manik A. Mood elasi, ekspansif atau iritabel yang menetap, secara abnormal,
selama periode tertentu, berlangsung paling sedikit satu minggu (atau
waktunya bisa kurang dari satu minggu bila dirawat-inap).
B. Selama periode gangguan mood tersebut, tiga (atau lebih) gejala di
bawah ini menetap dengan derajat berat yang signifikan:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya tidur
tiga jam).
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk
tetap berbicara.
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikirannya
berlomba.
5. Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus eksternal
yang tidak relevan atau tidak penting.
6. Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ke tujuan (sosial, pekerjaan,
sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor.
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan
yang berpotensi merugikan (misalnya investasi bisnis yang
kurang perhitungan, hubungan seksual yang tidak aman, sembrono
di jalan raya, atau terlalu boros).
C. Gejala-gejala tidak memenuhi kriteria episode campuran.
D. Gangguan mood sangat berat sehingga menyebabkan hendaya yang
jelas dalam fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasa dilakukan,
hubungan dengan orang lain, atau memerlukan perawatan untuk
menghindari melukai diri sendiri atau orang lain, atau dengan gambaran
psikotik.

14
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, obat, atau terapi
lainnya) atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid).
Depresi A. Lima (atau lebih) gejala berikut terdapat, paling sedikit, dalam dua
Mayor minggu, dan memperlihatkan terjadinya perubahan fungsi. Paling
sedikit satu dari gejala ini harus ada yaitu (1) mood depresi atau (2)
hilangnya minat atau rasa senang.
Catatan: tidak boleh memasukkan gejala yang jelas-jelas disebabkan
oleh kondisi kondisi medik umum atau halusinasi atau waham yang
tidak serasi dengan mood.
1. Mood depresi yang terjadi hampir sepanjang hari, hampir setiap
hari, yang ditunjukkan baik oleh laporan subjektif (misalnya,
merasa sedih atau hampa), atau yang dapat diobservasi oleh orang
lain (misalnya, terlihat menangis). Catatan: pada anak-anak atau
remaja, mood bisa bersifat iritabel.
2. Berkurangnya minat atau rasa senang yang sangat jelas pada semua,
atau hampir semua aktivitas sepanjang hari, hampir setiap hari
(yang diindikasikan oleh laporan subjektif atau diobservasi oleh
orang lain).
3. Penurunan berat badan yang bermakna ketika tidak sedang diit atau
peningkatan berat badan (misalnya, perubahan berat badan lebih
dari 5% dalam satu bulan) atau penurunan atau peningkatan nafsu
makan hampir setiap hari.
4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari.
5. Agitasi atau retardasi psikomotor hampir setiap hari (dapat
diobservasi oleh orang lain, tidak hanya perasaan subjektif tentang
adanya kegelisahan atau perasaan menjadi lamban).
6. Letih atau tidak bertenaga hampir setiap hari.
7. Rasa tidak berharga atau rasa bersalah berlebihan, tidak sesuai
(mungkin bertaraf bertaraf waham) hampir setiap hari (tidak hanya
rasa bersalah karena berada dalam keadaan sakit).

15
8. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau konsentrasi, ragu-
ragu, hampir setiap hari (baik dilaporkan secara subjektif atau dapat
diobservasi oleh orang lain).
9. Berulangnya pikiran tentang kematian (tidak hanya takut mati),
berulangnya ide-ide ide-ide bunuh diri tanpa rencana spesifik, atau
tindakan-tindakan bunuh diri atau rencana spesifik untuk
melakukan bunuh diri.
B. Gejala-gejala yang ada tidak memenuhi kriteria untuk episode
campuran.
C. Gejala-gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinik
atau terjadinya hendaya sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lainnya.
D. Gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung dari zat
(misalnya, penyalahgunaan zat atau obat) atau kondisi medik umum
(misalnya, hipotiroid).
E. Gejala bukan disebabkan oleh berkabung, misalnya kehilangan orang
yang dicintai, gejala menetap lebih dari dua bulan, atau ditandai oleh
hendaya fungsi yang jelas, preokupasi dengan rasa tidak berharga,
ide bunuh diri, gejala psikotik atau retardasi psikomotor.
Episode A. Memenuhi kriteria episode manik dan episode depresi mayor (kecuali
Campuran untuk durasi) hampir setiap hari selama paling sedikit satu minggu.
B. Gangguan mood cukup berat hingga menyebabkan hendaya nyata dalam
fungsi pekerjaan atau aktivitas sosial yang biasa dilakukan atau
hubungan dengan orang lain, atau memerlukan perawatan untuk
mencegah melukai diri sendiri atau orang lain, atau terdapat gambaran
psikotik.
C. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat (penyalahgunaan zat, atau obat, atau terapi lainnya) atau
kondisi medik umum (hipertiroid).
Hipomanik A. Mood elasi, ekspansif atau iritabel, menetap, paling sedikit empat hari,
mood jelas terlihat berbeda dengan mood biasa atau ketika tidak sedang

16
depresi
B. Selama periode gangguan mood, tiga (atau lebih) gejala berikut menetap
(empat bila mood hanya iritabel), dengan derajat berat cukup bermakna:
1. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri.
2. Berkurangnya kebutuhan tidur (merasa segar dengan hanya tidur
tiga jam).
3. Bicara lebih banyak dari biasanya atau adanya desakan untuk tetap
berbicara.
4. Loncatan gagasan atau pengalaman subjektif adanya pikiran
yang berlomba.
5. Distraktibilitas (perhatian mudah teralih kepada stimulus eksternal
yang tidak relevan atau tidak penting).
6. Meningkatnya aktivitas yang diarahkan ke tujuan
(sosial, pekerjaan, sekolah, seksual) atau agitasi psikomotor.
7. Keterlibatan yang berlebihan dalam aktivitas yang menyenangkan
yang berpotensi merugikan (investasi bisnis yang kurang
perhitungan, hubungan seksual yang sembrono, atau terlalu terlalu
boros)
C. Episode yang terjadi berkaitan dengan perubahan yang jelas
dalam fungsi yang tidak khas bagi orang tersebut tersebut ketika ia
tidak ada gejala.
D. Perubahan mood dan fungsi tersebut dapat terlihat oleh orang lain.
E. Episode yang terjadi tidak cukup berat untuk menyebabkan hendaya
yang jelas dalam fungsi sosial atau pekerjaan, atau tidak
memerlukan perawatan, atau tidak ada gambaran psikotik.
F. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik langsung
penggunaan zat (misalnya, penyalahgunaan zat, atau terapi lainnya)
atau kondisi medik umum (misalnya, hipertiroid).

 Pembagian gangguan mood bipolar menurut DSM-IV:11

17
- Gangguan Mood Bipolar I11
 Gangguan Mood Bipolar I, Episode Manik Tunggal
A. Hanya mengalami satu kali episode manik dan tidak ada riwayat
depresi mayor sebelumnya.
Catatan: Berulang; bila ada perubahan dalam polaritas dari depresi
atau paling sedikit dua bulan tanpa gejala manik.
B. Episode manik yang terjadi bukanlah skizoafekif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan
waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
Spesifikasi:
Campuran; bila gejala memenuhi kriteria untuk episode campuran.

Bila kriteria lengkap saaat ini memenuhi kriteria untuk episode manik,
campuran, atau episode depresi mayor, spesifikasi status klinik saat ini
atau gambaran klinik atau gabungannya;
Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik, atau berat dengan
gambaran psikotik.
Dengan gambaran katatonik.
Dengan awitan pasca persalinan.

Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode manik,


campuran, atau depresi berat, spesifikasi status klinik gangguan
bipolar saat ini atau gambaran episode terkini.
Dalam remisi parsial atau remisi sempurna
Dengan gambaran katatonik
Dengan awitan pasca persalinan

 Gangguan Mood Bipolar I, Episode Manik Saat Ini11

18
A. Saat ini dalam episode manik
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu kali episode
manik, depresi, atau campuran.
C. Episode mood pada kriteria A dan B bukan skizoafektif dan tidak
bertumpang tindih dengan skizofrenia, skizofreniform, gangguan
waham, atau dengan gangguan psikotik yang tidak dapat
diklasifikasikan.
Bila kriteria lengkap saaat ini memenuhi kriteria untuk episode manik,
spesifikasi status klinik atau gambaran klinik atau keduanya:
Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik, atau berat dengan
gambaran psikotik.
Dengan gambaran katatonik.
Dengan awitan pasca persalinan.

Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode manik,


spesifikasi status klinik gangguan bipolar I saat ini atau keduanya;
Dalam remisi parsial atau remisi sempurna
Dengan gambaran katatonik
Dengan awitan pasca persalinan.
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat.

 Gangguan Mood Bipolar I, Episode Campuran Saat Ini11


A. Saat ini dalam episode campuran
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik,
depresi atau campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan skizofrenia,

19
skizifreniform, gangguan waham, atau gangguan psikotik yang
tidak diklasifikasikan
Bila kriteria lengkap saaat ini memenuhi kriteria untuk episode
campuran, spesifikasi status klinik atau gambaran klinik atau
keduanya:
Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik, atau berat dengan
gambaran psikotik.
Dengan gambaran katatonik.
Dengan awita pasca persalinan.

Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode campuran,


spesifikasi status klinik gangguan bipolar I saat ini atau gambaran
episode manik saat ini atau keduanya;
Dalam remisi parsial atau remisi sempurna
Dengan gambaran katatonik
Dengan awitan pasca persalinan.
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat.

 Gangguan Mood Bipolar I, Episode Hipomanik Saat Ini11


A. Saat ini dalam episode hipomanik.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran.
C. Gejala mood menyebabkan penderita yang secara klinik cukup
bermakna atau hendaya sosial, pekerjaan atau aspek fungsi penting
lainnya.
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan

20
skizofrenia, skizofreniform, Gangguan waham, dan dengan
Gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa
pemulihan interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat.

 Gangguan Mood Bipolar I, Episode Depresi Saat Ini11


A. Saat ini dalam episode depresi mayor
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami episode manik dan
campuran
C. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, dan dengan
gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan.
Bila kriteria lengkap saaat ini memenuhi kriteria untuk episode
depresi, spesifikasi status klinik atau gambaran klinik atau keduanya:
Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik, atau berat dengan
gambaran psikotik.
Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan

Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode depresi berat,
spesifikasi status klinik gangguan bipolar I saat ini atau gambaran
episode manik saat ini atau keduannya;

Dalam remisi parsial atau remisi sempurna


Kronik

21
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat.

 Gangguan Mood Bipolar I, Episode Yang Tidak Dapat


Diklasifikasikan Saat Ini11
A. Kriteria, kecuali durasi, saat ini, memenuhi kriteria untuk manik,
hipomanik, campuran atau episode depresi.
B. Sebelumnya, paling sedikit, pernah mengalami satu episode manik
atau campuran.
C. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
D. Episode mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan
gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
Bila kriteria lengkap saaat ini memenuhi kriteria untuk episode
depresi, spesifikasi status klinik atau gambaran klinik atau keduanya:
Ringan, sedang, berat tanpa gambaran psikotik, atau berat dengan
gambaran psikotik.
Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal

22
Dengan awitan pasca persalinan

Bila kriteria lengkap saat ini tidak memenuhi episode depresi berat,
spesifikasi status klinik gangguan bipolar I saat ini atau gambaran
episode manik saat ini atau keduanya;

Dalam remisi parsial atau remisi sempurna


Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat.

 Ganggguan Mood Bipolar II11


A. Adanya (atau riwayat) satu atau lebih episode depresi mayor.
B. Adanya (atau riwayat) setidaknya satu episode hipomanik.
C. Tidak pernah ada episode manik atau episode campuran.
D. Gejala mood pada kriteria A dan B tidak dapat dikategorikan
sebagai skizoafektif dan tidak bertumpang tindih dengan
skizofrenia, skizofreniform, gangguan waham, atau dengan
gangguan psikotik yang tidak dapat diklasifikasikan di tempat lain.
E. Gejala mood menyebabkan penderitaan yang secara klinik cukup
bermakna atau menimbulkan hendaya dalam sosial, pekerjaan, atau
aspek fungsi penting lainnya.
Jika kriteria lengkap saat ini terpenuhi untuk episode depresi mayor,
tentukan status klinis dan atau fiturnya saat ini:

23
Ringan, sedang, berat tanpa gejala psikotik/ berat dengan gejala
psikotik
Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan
Jika kriteria lengkap saat ini tidak terpenuhi untuk episode hipomanik
atau depresi mayor, tentukan status klinis gangguan bipolar II dan atau
fitur episode depresi mayor saat ini.
Dalam remisi parsial atau remisi sempurna
Kronik
Dengan gambaran katatonik
Dengan gambaran melankolik
Dengan gambaran atipikal
Dengan awitan pasca persalinan
Spesifikasi bila:
Perjalanan penyakit berkelanjutan (dengan atau tanpa pemulihan
interepisode)
Dengan pola musim
Dengan siklus cepat.

 Gangguan Siklotimia4
A. Paling sedikit selama dua tahun (paling sedikit selama satu tahun pada
anak-anak dan remaja) mengalami beberapa periode dengan simtom
hipomania yang tidak memenuhi kriteria episode hipomanik dan
beberapa periode dengan simtom depresi yang tidak memenuhi
kriteria episode depresi mayor.
B. Selama periode dua tahun di atas (satu tahun untuk anak-anak dan
remaja), periode hipomanik dan depresi terlihat paling sedikit pada

24
separuh waktunya dan individu tersebut tidak penah tanpa gejala lebih
dari dua bulan.
C. Tidak pernah memenuhi kriteria episode manik, hipomanik, dan
depresi mayor.
D. Gejala-gejala pada kriteria A tidak dapat menjelaskan gangguan
skizoafektif, skizofrenia, gangguan skizofreniform, gangguan waham,
spektrum skizofrenia tidak spesifik atau spesifik lainnya dan gangguan
psikotik lainnya.
E. Gejala-gejala tidak disebabkan oleh efek fisiologik zat (misalnya,
penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medik lainnya (misalnya,
hipertiroid).
F. Gejala-gejala di atas menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau hendaya fungsi sosial, okupasi, atau fungsi pada area
penting lainnya.5

2.1.5 Tatalaksana
1. Farmakoterapi
Pasien dengan mania akut dapat mengalami agitasi, agresif, dan
melakukan tindakan kekerasan. Hospitalisasi sering diperlukan untuk mengurangi
risiko pasien melukai dirinya atau orang lain. Selain itu, pasien sering tidak patuh
terhadap pengobatan karena tilikannya yang buruk terhadap penyakit. Oleh
karena itu, pasien sebaiknya dirawat supaya mendapat pengobatan yang efektif
dan respon yang adekuat terhadap pengobatan dapat dicapai dengan cepat.
Sebagian pasien menolak penggunaan preparat oral karena mereka merasa
dirinya tidak sakit. Untuk psien yang tidak bersedia memakan obat, preparat
injeksi harus diberikan meskipun pasien menolak. Di bawah ini adalah obat
injeksi yang direkomendasikan untuk agitasi akut pada bipolar mania.2

25
Tabel 3.2 Rekomendasi obat injeksi untuk agitasi akut pada gangguan bipolar.2
Lini I  Injeksi intramuskular (IM) aripiprazol efektif untuk
pengobatan agitasi pada pasien dengan episode mania atau
campuran akut. Dosis adalah 9,75 mg/injeksi. Dosis
maksimum adalah 30 mg/hari (tiga kali injeksi per hari
dengan interval dua jam). Berespons dalam 45-60 menit.
 Injeksi IM olanzapin efektif untuk agitasi pada pasien dengan
episode mania atau campuran akut. Dosis 10 mg/injeksi.
Dosis maksimum adalah 30 mg/hari. Interval pengulangan
injeksi adalah dua jam. Sebanyak 90% pasien menerima
hanya satu kali injeksi dalam 24 jam pertama.
 Injeksi lorazepam 2 mg/injeksi. Dosis maksimum lorazepam
4 mg/hari. Dapat diberikan bersamaan dengan injeksi IM
aripiprazol atau olanzapin. Jangan dicampur dalam satu jarum
suntik karena mengganggu stabilitas antipsikotika.
Lini II  Injeksi IM haloperidol yaitu 5 mg/kali injeksi. Dapat diulang
setelah 30 menit. Dosis maksimum adalah 15 mg/hari.
 Injeksi IM diazepam yaitu 10 mg/kali injeksi. Dapat diberikan
bersamaan dengan injeksi haloperidol IM. Jangan dicampur
dengan satu jarum suntik.

Tujuan terapi gangguan bipolar adalah tercapainya remisi sempurna


simptom mood bukan hanya pengurangan gejala. Pasien dengan simptom residual
lebih sering kambuh dan mengalami hendaya fungsi yang dapat berlangsung
secara terus-menerus. The Canadian Network for Mood and Anxiety Treatments
(CANMAT) mempublikasikan tuntunan untuk menatalaksana gangguan bipolar.
International Society for Bipolar Disorders (ISBD) bekerja sama dengan
CANMAT dalam membuat tuntunan tersebut. Litium, valproat, dan beberapa
antipsikotika atipik tetap terletak di lini pertama untuk mania akut. Asenapin
monoterapi, paliparidon extended release (ER) dan divalproat ER sebagai terapi
tambahan pada asenapin juga terletak di lini pertama.2

26
Hampir semua pasien memerlukan stabilitator mood untuk mengatasi
episode mood yang terjadi dan sebagian besar memerlukan satu atau lebih
stabilisator mood. Saat ini, ada empat jenis obat yang dikategorikan sebagai
stabilisator mood yaitu litium, valproat, lamotrigin, dan karbamazepin. Litium
merupakan obat pertama yang dinyatakan efektif untuk mengobati gangguan
bipolar pada fase mania akut. Beberapa tahun kemudian, hingga saat ini, litium
digunakan juga untuk fase rumatan. Kemudian, antikonvulsan yaitu asam valproat
dan karbamazepin juga disetujui oleh FDA, USA, untuk mania akut. Lamotrigin
juga suatu antikonvulsan yang disetujui FDA untuk gangguan bipolar, episode
depresi. Semenjak dua dekade terakhir, perkembangan farmakologi untuk
pengobatan gangguan bipolar maju dengan pesat. Beberapa antipsikotika pun
dikategrikan sebagai stabilisator mood. Di bawah ini adalah tabel obat-obat yang
dapat digunakan untuk mengobati gangguan bipolar.2

Tabel 3.3 Rekomendasi Farmakologi Mania Akut GB.2


Pilihan Jenis Obat
Lini I Litium, divalproat, olanzapin, risperidon, quetiapin,
quetiapin XR, aripiprazol, litium atau divalproat +
risperidon, litium atau divalproat + quetiapin, litium atau
divalproat + olanzapin, litium atau divalproat + aripiprazol.
Lini II Karbamazepin, TKL, litium + divalproat, paliperidon.
Lini III Haloperidol, klorpromazin, litium atau divalproat
haloperidol, litium + karbamazepin, klozapin.
Tidak Gabapentin, topiramat, lamotrigin, risperidon +
direkomendasika karbamazepin, olanzapin + karbamazepin.
n

27
Tabel 3.4 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-I, Mania Akut (CANMAT &
ISBD 2013).2
Pilihan Jenis Obat
Lini I Monoterapi: Litium, divalproat, divalproat ER, olanzapin,
risperidon, quetiapin, quetiapin XR, aripiprazol, ziprasidon,
asenapin, paliperidon ER.
Terapi tambahan dengan litium atau divalproat: risperidon,
quetiapin, olanzapin, aripiprazol, asenapin.
Lini II Monoterapi: Karbamazepin, karbamazepin ER, ECT,
haloperidol
Terapi kombinasi: Litium + divalproat.
Lini III Monoterapi: klorpromazin, klozapin, okskarbazepin,
tamoksifen, cariprazin.
Terapi kombinasi: litium atau divalproat + haloperidol,
litium + karbamazepin, tambahan tamoksifen.
Tidak Monoterapi: gabapentin, topiramat, lamotrigin, verapamil,
direkomendasika Terapi kombinasi: risperidon + karbamazepin, olanzapin +
n karbamazepin

Tabel 3.5 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-I, Depresi Akut (CANMAT &
ISBD 2013).2
Pilihan Jenis Obat
Lini I Monoterapi: Litium, lamotrigin, quetiapin, quetiapin XR.
Terapi kombinasi: litium atau divalproat + SSRI, olanzapin
+ SSRI, litium + divalproat, litium atau divalproat +
bupropion.
Lini II Monoterapi: divalproat, lurasidon
Terapi kombinasi: Quetiapin + SSRI, tambahkan
modafinil, litium atau divalproat + lamotrigin, litium atau
divalproat + lurasidon.

28
Lini III Monoterapi: karbamazepin, olanzapin, ECT
Terapi kombinasi: litium + karbamazepin, litium +
pramipeksol, litium atau divalproar + venlafaksin, litium +
MAOI, litium atau divalproat atau APG-II + TCA, litium
atau divalproat atau karbamazepin + SSRI + lamotrigin,
quetiapin + lamotrigin.
Tidak Monoterapi: gabapentin atau aripiprazol atau ziprasidon.
direkomendasika Terapi kombinasi: tambahan ziprasidon, tambahan
n levetirasetam.

Tabel 3.6 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-I, Rumatan (CANMAT & ISBD
2013).2
Pilihan Jenis Obat
Lini I Monoterapi: Litium, lamotrigin (efikasinya terbatas dalam
mencegah mania), divalproat, olanzapin, quetiapin,
risperidon LAI, aripirazel.
Terapi tambahan dengan litium atau divalproat, quetiapin,
risperidon LAI, aripiprazol, ziprasidon.
Lini II Monoterapi: Karbamazepin, paiiperidon ER
Terapi kombinasi: litium+divalproat, litium
+karbamazepin, litium atau divalproat + olanzapin,
litium+risperidon, litium + lamotrigin, olanzapin+
fluoksetin.
Lini III Monoterapi: asenapin
Terapi tambahan: fenitoin, olanzapin, ECT, topiramat,
asam lemak omega-3, okskarbazepin, gabapentin,
asenapin.
Tidak Monoterapi: Gabapentin, topiramat atau antidepresan
direkomendasikan Terapi tambahan: flupentiksol.

29
Tabel 3.7 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-II, Depresi Akut (CANMAT &
ISBD 2013).2
Pilihan Jenis Obat
Lini I Quetiapin, Quetiapin XR.
Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat +
antidepresan, litium + divalproat, APG-II + antidepresan
Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang
jarang mengalami hipomania), ganti dengan AD lainnya,
quetiapin + lamotrigin, menambah ECT, menambah NAC
+ menambah T3.
Tidak Lihat teks pada antidepresan mengenai rekomendasi
direkomendasika antidepresan monoterapi.
n

Tabel 3.8 Rekomendasi Farmakologi untuk GB-II, Rumatan (CANMAT & ISBD
2013).2
Pilihan Jenis Obat
Lini I Litium, lamotrigin, quetiapin
Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau APG II + AD,
penambahan quetiapin, penambahan lamotrigin, kombinasi
dua obat ini: litium, divalproat, atau APG II.
Lini III Karbamazepin, okskarbazepin, APG-II, ECT, fluoksetin
Tidak Gabapentin.
direkomendasika
n

30
Tabel. 3.9 Sediaan Obat Anti-Mania dan Dosis Anjuran.12

Litium
Litium merupakan terapi standar gangguan bipolar satu. Efek samping yang
dapat membatasi penggunaan litium dan menyebabkan klinisi mempertimbangkan
penggunaan karbamazepin atau valproat mencangkup efeknya pada ginjal (rasa
haus, poliuria), efek sistem saraf (tremor, hilang memori), efek metabolik
(penambahan berat badan), efek gastrointestinal (diare), efek dermatologis (akne,
psoriaris), serta efek tiroid (strauma, miksedema). Dari semua kekhawatiran yang
berpotensi serius mengenai terapi litium adalah efeknya pada ginjal, yang dapat
mencangkup gangguan fungsi tubulus sedang atau kadang kadang berat; yang
tidak lazim, perubahan morfologis sedang dan tidak spesifik; dan yang jarang,
sindrom nefrotik. Efek samping yang banyak ini membutuhkan pengawasan teliti
status ginjal dan tiroid pasien.8

Valproat
Valproat saat ini cukup untuk menjamin penggunaannya sebagai obat lini
pertama. Asam valproat dan divalproeks memiliki indeks terapeutik yang luas dan
tampak efektif pada kadar 50 sampai 125 g/mL. Pemeriksaan pra terapi
mencangkup hitung darah lengkap serta uji fungsi hati. Uji kehamilan diperlukan
karena obat ini dapat menyebabkan defek tabung saraf pada janin yang sedang
berkembang. Obat ini dapat menyebabkan trombositopenia dan meningkatkan

31
kadar transaminase, keduanya biasanya ringan dan dapat pulih sendiri tetapi
memerlukan pengawasan darah yang lebih ketat.8
Toksisitas hati yang fatal dilaporkan hanya kepada anak berusia di bawah 10
tahun yang memperoleh berbagai antikonvulsan. Efek samping yang khas
mencangkup rambut rontok (yang dapat diterapi dengan zinc dan selenium),
tremor, berat badan meningkat, dan sedasi. Gangguan gastrointestinal lazim
terjadi tetapi dapat diminimalkan dengan menggunakan tablet berselaput enterik
(depakote) dan dititrasi secara bertahap. Asam valproat dapat diberikan pada
pengendalian gejala akut dengan memberikan 20 mg/kg dalam dosis terbagi.
Strategi ini juga menghasilkan tingkat terapeutik dan dapat memperbaiki gejala
dalam 7 hari. Untuk pasien rawat jalan, pasien yang lebih rapuh secara fisik atau
pasien yang lebih ringan sakitnya, obat dapat dimulai pada 250 sampai 750
mg/hari dan secara bertahap dititrasi sampai kadar terapeutik kadarnya dalam
darah dapat diperiksa setelah 3 hari pada dosis tertentu.8

Karbamazepin
Karbamazepin biasanya dititrasi untuk menilai respon dan bukan untuk
mengukur kadarnya di dalam darah, walaupun banyak klinisi menitrasi untuk
mencapai kadar 4 sampai 12 µg/mL. Evaluasi pra-terapi harus mencakup uji
fungsi hati dan hitung jenis darah lengkap serta elektrokardiogram, elektrolit,
retikulosit, dan tes kehamilan. Efek samping mencangkup mual, sedasi, dan
ataksia. Toksisitas hati, hiponatremia, atau supresi sumsum tulang dapat terjadi.
Ruam terjadi pada 10% pasien. Ruam eksfoliatif (sindrom Steven Johnson) jarang
terjadi tetapi dapat fatal. Obat dapat dimulai dengan 200 mg sampai 600 mg/hari
dengan penyesuaian setiap 5 hari berdasarkan respon klinis. Perbaikan dapat
dilihat dalam 7 sampai 14 hari setelah dosis terapeutik dicapai. Interaksi obat
mempersulit penggunaan karbamazepin dan mungkin mengubah statusnya
menjadi obat lini kedua. Obat ini merupakan penginduksi enzim yang poten dan
dapat menurunkan kadar psikotropika lain, seperti haloperidol. Karbamazepin
menginduksi metabolismenya sendiri (autoinduksi) dan dosisnya sering perlu

32
ditingkatkan selama beberapa bulan pertama terapi untuk mempertahankan kadar
terapeutik dan respons klinis.8

Antikonvulsan Lain
Lamotrigin dan gabapentin adalah antikonvulsan yang mungkin memiliki
sifat antidepresan, antimanik, dan penstabil mood. Obat-obat ini tidak
memerlukan pengawasan darah. Gabapentin diekskresikan hanya oleh ginjal dan
memiliki efek gambaran samping ringan yang dapat mencakup sedasi atau
aktivasi, pusing, dan lelah. Obat ini tidak berinteraksi dengan obat lain.
Diperlukan pengurangan dosis pada pasien dengan insufisiensi ginjal gabapentin
dapat dititrasi dengan agresif dan respon terapeutik nya dilaporkan berada pada
dosis 300 sampai 3600 mg/hari. Obat ini memiliki waktu paruh singkat serta
diperlukan dosis sampai tiga kali sehari.8
Lamotrigin memerlukan titrasi bertahap untuk menurunkan risiko terjadinya
ruam yang terjadi pada 10 persen pasien. Sindrom Steven Johnson terjadi pada
0,1% pasien yang diobati dengan lamotrigin. Efek samping lainnya mencakup
mual, sedasi, ataksia, dan insomnia. Dosis dapat dimulai dengan 25 sampai 50
mg/hari selama 2 minggu dan kemudian ditingkatkan secara perlahan hingga 150
sampai 250 mg dua kali perhari. Valproat meningkatkan kadar lamotrigin, dengan
adanya valproat, titrasi lamotrigin harus lebih lambat dan dosisnya lebih rendah
(contoh 25 mg oral 4 kali sehari selama 2 minggu, dengan ditingkatkan 25 mg
setiap dua minggu sampai maksimum 150 mg/hari).8
Topiramat menunjukkan efisien awal pada gangguan bipolar. Efek
sampingnya mencakup lelah dan kognisi menumpul. Obat ini memiliki sifat khas
yaitu menyebabkan penurunan berat badan. Serangkaian pasien gangguan bipolar
dengan berat badan berlebih rata-rata kehilangan 5% berat badannya saat minum
topiramat sebagai tambahan terhadap obat lain. Dosis awalnya biasanya 25 sampai
50 mg/hari sampai maksimum 400 mg/hari.8

Agen lain

33
Agen lain yang digunakan pada gangguan bipolar mencangkup verapamil
(isoptin, calan), nimodipin (nimotop), klonidin (catapres), klonazepam, dan
levotiroksin (levoxyl, levothroid, synthroid). Klozapin (clozaril) terlihat memiliki
sifat anti manik dan penstabil mood yang poten pada terapi pasien yang refrakter
terhadap terapi. ECT dapat dipertimbangkan pada kasus yang terutama berat atau
resisten obat sebagai terapi alternatif untuk gangguan bipolar I.8

2. Intervensi Psikososial
Intervensi psikososial meliputi berbagai pendekatan misalnya, cognitive
behavioral therapy (CBT), terapi keluarga, terapi interpersonal, terapi kelompok,
psikoedukasi, dan berbagai bentuk terapi psikologi atau psikososial lainya.
Intervensi psikososial sangat perlu untuk mempertahankan keadaan remisi. 9
Intervensi psikososial menunjukkan manfaat yang signifikan baik pada episode
depresi akut maupun pada terapi rumatan jangka panjang. Intervensi psikososial
dapat mengurangi angka kekambuhan, fluktuasi mood, kebutuhan medikasi dan
hospitalisasi. Oleh karena itu, pemberian terapi psikologi terutama psikoedukasi
singkat merupakan modalitas penting dalam penatalaksanaan gangguan bipolar.
Selain itu, psikoedukasi juga dapat membantu keluarga terhindari dari perilaku
berisiko terjadinya kelelahan.2

Terapi Psikososial
Sebagian besar studi menunjukkan dan sebagian besar klinisi serta peneliti
menyakini bahwa kombinasi psikoterapi dan farmakoterapi adalah terapi yang
paling efektif untuk gangguan mood. Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yaitu
terapi kognitif, terapi interpersonal, dan terapi perilaku telah dipelajari untuk
menentukan efektifitasnya dalam terapi gangguan mood. Walaupun efektivitas
ketiga terapi ini belum diteliti dengan baik, psikoterapi berorientasi psikoanalitik
telah lama digunakan untuk gangguan mood dan banyak klinisi menggunakan
teknik ini sebagai metode utama mereka. Hal yang membedakan ketiga metode
psikoterapi jangka pendek dengan metode berorientasi psikoanalitis adalah peran
aktif dan langsung terapis, tujuan yang langsung dikenali, dan titik akhir terapi
jangka pendek.8

34
Terapi Kognitif
Terapi kognitif yang awalnya dikembangkan Aaron Beck, memfokuskan pada
distorsi kognitif. Distorsi tersebut mencangkup perhatian selektif terhadap aspek
negatif keadaan dan kesimpulan patologis yang tidak realistis mengenai
konsekuensi. Contohnya, apatis dan kurang tenaga adalah akibat pengharapan
pasien mengenai kegagalan di semua area. Tujuan terapi kognitif adalah
meringankan episode depresif dan mencegah kekambuhan dengan membantu
pasien mengidentifikasi dan menguji teknisi negatif; mengembangkan cara
berpikir alternatif, fleksibel, dan positif; serta melatih respon perilaku dan kognitif
yang baru.8

Terapi Interpersonal
Terapi interpersonal, yang dikembangkan Gerald Klerman, memfokuskan
pada satu atau dua masalah interpersonal pasien saat ini. Terapi ini didasarkan
pada dua asumsi. Pertama masalah internasional saat ini cenderung memiliki akar
pada hubungan yang mengalami diskusi sejak awal. Kedua, masalah interpersonal
saat ini cenderung terlibat di dalam mencetuskan atau melanjutkan gejala saat ini.
Sejumlah uji terkontrol membandingkan terapi interpersonal terapi kognitif,
farmakoterapi, dan kombinasi antara farmakoterapi dengan psikoterapi. Semua uji
ini menunjukkan bahwa terapi interpersonal efektif dalam penatalaksanaan
gangguan mood dan, tidak mengejutkan, khususnya mungkin membantu
menyelesaikan masalah interpersonal. Program terapi interpersonal biasanya
terdiri atas 12 sampai 16 sesi dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang
aktif. Fenomena intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal, tidak
diselesaikan. Prilaku khas seperti tidak asertif, keterampilan sosial terganggu dan
pikiran terdistorsi dapat diselesaikan tetapi hanya dalam konteks pengertiannya
terhadap atau pengaruhnya terhadap hubungan interpersonal.8

35
Terapi Perilaku
Terapi perilaku didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif
mengakibatkan seseorang menerima sedikit umpan balik positif dan mungkin
sekaligus penolakan dari masyarakat. Dengan memusatkan perhatian pada
perilaku maladaptif di dalam terapi. Pasien belajar berfungsi di dalam dunia
sedemikian rupa sehingga mereka memperoleh dorongan positif.8

Terapi Berorientasi Psikoanalitik


Pendekatan psikoanalitik pada gangguan mood didasarkan pada teori
psikoanalitik mengenai depresi dan mania. Tujuan psikoterapi psikoanalitik
adalah memberi pengaruh pada perubahan struktur atau karakter kepribadian
seseorang, bukan hanya untuk meredakan gejala. Perbaikan kepercayaan
interpersonal, keintiman, mekanisme koping, kapasitas berduka, serta kemampuan
mengalami kisaran luas emosi adalah sejumlah tujuan terapi psikoanalitik. Terapi
sering mengharuskan pasien untuk mengalami periode ansietas yang semakin
berat serta penderitaan selama perjalanan terapi, yang dapat berlanjut hingga
beberapa tahun.8

Terapi Keluarga
Terapi keluarga menunjukkan bahwa dapat membantu pasien gangguan mood
untuk mengurangi dan menghadapi stress serta mengurangi kemungkinan
kambuh. Tetapi keluarga diindikasikan jika gangguan merusak perkawinan pasien
atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood bertambah atau mempertahankan
oleh situasi keluarga. Terapi keluarga memeriksa peranan anggota keluarga yang
mengalami gangguan mood di dalam kesejahteraan psikologis seluruh keluarga.
Terapi keluarga juga memeriksa peranan seluruh keluarga di dalam
mempertahankan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki angka
perceraian yang tinggi dan sekitar 50% pasangan melaporkan bahwa mereka tidak

36
akan menikah atau punya anak, jika mereka tahu bahwa pasien akan mengalami
gangguan mood.8

2.1.6 Prognosis
Prognosis gangguan bipolar I lebih buruk bila dibandingkan dengan
gangguan depresi mayor. Sekitar 40%-50% pasien dengan gangguan bipolar I
mengalami kekambuhan dalam dua tahun setelah episode pertama. Sekitar 7%
pasien dengan gangguan bipolar tidak mengalami kekambuhan. Sebanyak 45%
mengalami lebih dari satu episode dan 40% menjadi kronik. Prognosis gangguan
bipolar II belum begitu banyak diteliti. Diagnosisnya lebih stabil dan merupakan
penyakit kronik yang memerlukan terapi jangka panjang.13

37
BAB III
KESIMPULAN

Gangguan afektif bipolar adalah suatu gangguan suasana perasaan yang


ditandai oleh adanya episode berulang (sekurang-kurangnya dua episode) dimana
afek pasien dan tingkat aktivitas jelas terganggu, pada waktu tertentu terdiri dari
peningkatan afek disertai penambahan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada
penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan
tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi
cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan).
Terapi yang diberikan harus komperensif yaitu meliputi farmakoterapi,
psikoedukasi, dan psikoterapi. Peristiwa-peristiwa kehidupan yang bersifat stresor
harus pula diatasi karena stresor dapat menjadi faktor pencetus terjadinya
kekambuhan. Karena gangguan bipolar merupakan penyakit kronik, mengedukasi
pasien dan keluarganya tentang penatalaksanaan jangka panjang perlu dilakukan.

38
DAFTAR PUSTAKA

1. Grande I, Berk M, Birmaher B, Vieta E. Bipolar Disorder . 2016 April


09; 387 (10027):1561-1572. 
2. Amir N. Gangguan Bipolar. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2017.
3. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.
4. McCormick U, Murray B, McNew B. Diagnosis and treatment of patients with
bipolar disorder: A review for advanced practice nurses. J Am Assoc Nurse
Pract. 2015;27(9):530-542. doi:10.1002/2327-6924.12275
5. Pini S, de Queiroz V, Pagnin D, Pezawas L, Angst J, Cassano GB, Wittchen
HU. Prevalence and burden of bipolar disorders in European countries. Eur
Neuropsychopharmacol. 2005 Aug;15(4):425-34.
6. Merikangas KR, Jin R, He JP, Kessler RC, Lee S, Sampson NA, Viana MC,
Andrade LH, Hu C, Karam EG, Ladea M, Medina-Mora ME, Ono Y, Posada-
Villa J, Sagar R, Wells JE, Zarkov Z. Prevalence and correlates of bipolar
spectrum disorder in the world mental health survey initiative. Arch Gen
Psychiatry. 2011 Mar;68(3):241-51
7. Kapczinski NS, Narvaez JC, Magalhães PV, Bücker J, Peuker AC, Loredo AC,
Troiano F, Czepielewski L, Rosa A, Fries GR, Gama CS. Cognition and
functioning in bipolar depression. Braz J Psychiatry. 2016 Jul-Sep;38(3):201-6.
8. Kadock BJ. Kaplan dan Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis. Jakarta: EGC;
2010.
9. Hilty DM, Leamon MH, Lim RF, Kelly RH, Hales RE. A review of bipolar
disorder in adults. Psychiatry (Edgmont). 2006;3(9):43-55.
10. Rowland TA, Marwaha S. Epidemiology and risk factors for bipolar
disorder. Ther Adv Psychopharmacol. 2018;8(9):251-269. Published 2018 Apr
26. doi:10.1177/2045125318769235
11. American Psychiatric Association. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders, Fourth Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Washington:
American Psychiatric Publishing; 2000.

39
12. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.
Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.
13. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/73/2015. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Jiwa.

40

Anda mungkin juga menyukai