Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

NARCOLEPSY

Disusun oleh :
Barbizu Tanamal, S.Ked
201870006

Pembimbing :
dr. Rosalina Asrawati, Sp. KJ

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PAPUA
JULI 2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Lengkap Mahasiswa : Barbizu Tanamal

Nomor Induk Mahasiswa : 201870006

Jurusan : Program Pendidikan Profesi Kedokteran

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Universitas Papua

Bidang Kepaniteraan : Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa

Judul Refarat : Narcolepsy

Diajukan pada :

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal : ……………………………………

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Rosalina Asrawati, Sp. KJ

i
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat, rahmat, dah hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang berjudul “Narcolepsy”.
Penyusunan dan penulisan karya tulis ini merupakan sebagai salah satu tugas dalam
menjalani Kepaniteraan Klinik pada stase Kesehatan Jiwa.
Pada kesempatan yang baik ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Rosalina Asrawati, Sp.KJ selaku pembimbing, atas bimbingan serta arahan dalam proses
penyusunan makalah ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada orangtua penulis yang
selalu mendukung dan mendoakan penulis.
Mengingat bahwa pengetahuan, pengalaman serta waktu yang tersedia pada
penulisan serta penyusunan makalah ini sangat terbatas, penulis menyadari bahwa masih
banyak terdapat kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka dari itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca makalah ini.
Akhir kata, penulis berharap referat ini dapat memberikan ilmu serta informasi yang
bermanfaat bagi semua pihak khususnya tenaga medis, serta berguna bagi seluruh pembaca
dalam mempelajari dan mengembangkan ilmu pengetahuan.

Sorong, 17 Juli 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 3
2.1 Fisiologi Tidur ............................................................................................... 3
2.2 Definisi Narcolepsy ....................................................................................... 5
2.3 Klasifikasi Narcolepsy................................................................................... 5
2.4 Epidemiologi ................................................................................................. 5
2.5 Etiologi .......................................................................................................... 6
2.6 Patofisiologi ................................................................................................... 9
2.7 Manifetasi Klinis ........................................................................................... 10

2.8 Diagnosis Narcolepsy .................................................................................... 13


2.9 Diagnosis Banding......................................................................................... 15
2.10 Tatalaksana Narcolepsy ............................................................................... 16
2.11 Komplikasi .................................................................................................. 19
2.12 Prognosis .................................................................................................... 19
BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 20
DAFTAR REFERENSI ....................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
Tidur adalah kebutuhan biologi yang sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan
pada anak-anak, remaja, dan orang dewasa. Tidur penting untuk fungsi kognitif, suasana hati,
kesehatan mental, dan kesehatan kardiovaskular, serebrovaskular, dan metabolisme. Tidur yang
sehat membutuhkan durasi tidur yang cukup, pengaturan waktu yang tepat, keteraturan, tidak
adanya gangguan tidur, dan kualitas yang baik, yang dapat ditunjukkan oleh variabel penilaian diri
dan kontinuitas tidur yang objektif. Sementara kebutuhan tidur individu berbeda-beda, American
Academy of Sleep Medicine (AASM) dan Sleep Research Society (SRS) merekomendasikan
bahwa rata-rata orang dewasa harus tidur 7 jam atau lebih per malam secara teratur. National Sleep
Foundation (NSF) memberikan rekomendasi konsensus serupa yaitu 7- 9 jam tidur untuk orang
dewasa dan 7-8 jam tidur untuk orang dewasa yang lebih tua. Rekomendasi konsensus untuk
populasi anak bervariasi berdasarkan rentang usia. Rekomendasi ini memberikan tolok ukur untuk
tujuan Orang Sehat 2030 untuk meningkatkan proporsi anak-anak, siswa sekolah menengah atas,
dan orang dewasa di AS yang cukup tidur.1,2,3

Data dasar dari survei yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
(CDC) dan Biro Kesehatan Ibu dan Anak (MCHB) menunjukkan bahwa 34,1% anak-anak, 74,6%
siswa sekolah menengah, dan 32,5% orang dewasa gagal mendapatkan durasi yang cukup. tidur
secara teratur, menjadikan durasi tidur sebagai target penting untuk peningkatan kesehatan.
Kuantitas dan kualitas tidur yang cukup juga berperan dalam mengurangi risiko kecelakaan dan
cedera akibat kantuk dan kelelahan, termasuk kecelakaan kerja dan kecelakaan kendaraan
bermotor. 1

Kurang tidur jangka pendek, pembatasan tidur jangka panjang, ketidaksejajaran sirkadian, dan
gangguan tidur yang tidak diobati dapat berdampak besar dan merugikan pada kesehatan fisik,
kesehatan mental, suasana hati, dan keselamatan publik. Kurang tidur kronis dikaitkan dengan
peningkatan risiko kematian dan berkontribusi pada risiko individu dan beban masyarakat yang
terkait dengan beberapa epidemi medis, termasuk penyakit kardiovaskular, diabetes, obesitas, dan
kanker. Data yang muncul menunjukkan bahwa memperpanjang durasi tidur malam orang yang
biasanya kurang tidur dikaitkan dengan manfaat kesehatan. Sekitar 40 juta orang Amerika

1
menderita gangguan tidur dan terjaga yang kronis, yang mengganggu pekerjaan, mengemudi, dan
aktivitas sosial. Gangguan tidur menyebabkan 38.000 kematian kardiovaskular. The International
Classification of Sleep Disorders diagnostic and coding manual 2000 mencantumkan empat
kategori utama gangguan tidur: disomnia, parasomnia, gangguan tidur yang berhubungan dengan
gangguan mental, neurologis, atau medis lainnya. Gangguan tidur yang paling umum termasuk
insomnia, sleep apnea, sindrom kaki gelisah, dan narkolepsi. 1,4

Hampir seperempat dewasa muda mengalami Excessive Daytime Sleepiness (EDS) atau
mengantuk berlebihan di siang hari. Penyebabnya cukup banyak meliputi waktu tidur kurang,
kelainan tidur primer, kelainan medis dan neurologis yang mengganggu tidur atau menyebabkan
tidur patologis. Keluhan yang khas adalah tertidur yang tidak bisa ditahan, menyebabkan rasa
malu, menurunnya produktivitas, dan kadang-kadang menyebabkan bencana (saat mengemudi).
Mengantuk berlebihan (excessive sleepiness) harus dibedakan dengan kelelahan (fatigue) dan
abulia, yang memiliki faktor penyebab jauh lebih luas. Pasien yang mengantuk betul-betul tertidur,
bukan merasa enggan atau terlalu lemah untuk beraktivitas. Gangguan tidur paling umum yang
sering terjadi dengan gejala mengantuk berlebihan di siang hari adalah narkolepsi.5

Narkolepsi mempengaruhi sekitar 1 dari 2.000 orang di Amerika Serikat dan Eropa. Setiap
individu dengan narkolepsi menunjukkan rasa kantuk yang berlebihan di siang hari, dengan
kecenderungan untuk tertidur saat tidak banyak bergerak di sekolah, di tempat kerja atau bahkan
saat mengemudi. Kebanyakan orang dengan narkolepsi merasa beristirahat ketika mereka bangun
di pagi hari atau setelah tidur siang, tetapi dalam beberapa jam, mereka merasa mengantuk seperti
yang dirasakan orang sehat jika terjaga sepanjang malam. 6

Narkolepsi adalah gangguan tidur kronis yang berdampak negatif pada kualitas hidup penderitanya
Narkolepsi telah dipelajari oleh dokter dan peneliti selama hampir 150 tahun, tetapi hanya dalam
20 tahun terakhir penyebab yang mendasarinya menjadi jelas.6 Penanganan narkolepsi juga
mengalami perkembangan, tapi semua penanganannya masih berdasarkan gejala. Oleh karena
perlu pemahaman lebih mengenai diagnosis dan tatalaksana narkolepsi itu sendiri.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Fisiologi Tidur

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral
yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekan pusat otak agar dapat tidur dan bangun.
Salah satu aktvitas tidur ini diatur oleh sistem pengaktivasi retikularis yang merupakan sistem yang
mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan saraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dan
tidur. Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua sistem pada batang otak, yaitu Reticular
Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR). RAS di bagian atas batang
otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran,
memberi stimulus visual, pendengaran, nyeri, dan sensori raba, serta emosi dan proses berfikir.
RAS melepaskan katekolamin pada saat sadar, sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan serum
serotonin dari BSR. Sedangkan bangun tergantung dari keseimbangan impuls yang diterima di
pusat otak dan system limbik. Irama sirkadian yang menjaga waktu tidur dikendalikan oleh pusat
utama yang terletak di inti suprachiasmatic dari hipotalamus. Substrat neuroanatomi dari tidur
NREM terutama terletak di nukleus preoptik ventrolateral hipotalamus dan tidur REM terletak di
pons.7,8

Penelitian yang dilakukan dengan bantuan alat elektro ensefalogram (EEG), elektro okulogram
(EOG), dan elektrokiogram (EMG), diketahui ada dua tahapan tidur, yaitu non-rapid eye
movement (NREM) dan rapid eye movement (REM).

1. Tidur NREM
Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang pendek karena gelombang otak yang
ditunjukkan oleh orang yang tidur lebih pendek dari pada gelombang alfa dan beta yang
ditunjukkan orang yang sadar. Tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi
tubuh. Semua proses metabolisme termasuk tanda-tanda vital, metabolisme, dan kerja otot
melambat. Tidur NREM sendiri terbagi atas 4 tahap (I-IV). Tahap I-II disebut sebagai tidur
ringan (light sleep) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur dalam (deep sleep) atau (delta
sleep).
 Tahap 1 NREM meliputi tingkat paling dangkal dari tidur, berakhir beberapa menit

3
dimana pengurangan aktivitas fisiologis dimulai dengan penurunan secara bertahap
tanda-tanda vital dan metabolisme dan dapat mudah terbangun oleh stimulus
sensori seperti suara ketika terbangun merasa seperti telah melamun
 Tahap 2 NREM merupakan periode tidur bersuara dan ada kemajuan relaksasi.
Terbangun masih relatif mudah, biasanya berakhir 10 hingga 20 menit dan fungsi
tubuh menjadi menjadi lamban.
 Tahap 3 NREM meliputi tahap awal dari tidur yang dalam. Orang yang tidur sulit
dibangunkan dan jarang bergerak. Otot-otot dalam keadaan santai penuh, tanda-
tanda vital menurun tapi tetap teratur. Tahap ini berakhir 15 hingga 30 menit
 Tahap 4 NREM merupakan tahap tidur terdalam, sangat sulit untuk membangunkan
orang yang tidur. Tanda-tanda vital menurun secara bermakna disbanding selama
jam terjaga. Tahap berakhir kurang lebih 15 hingga 30 menit, dan tidur sambil
berjalan dan anuresis dapat terjadi.7,9

2. Tidur REM
Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung selama 5-30 menit. Tidur
REM tidak senyenyak tidur NREM, dan sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Otak
cenderung aktif selama tidur REM dan metabolismnya meningkat hingga 20%. Tahap ini
individu menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat bangun dengan tiba-tiba, tonus
otot terdepresi, sekresi lambung meningkat, dan frekuensi jantung dan pernapasan sering
kali tidak teratur.Karakteristik tidur REM yaitu mimpi yang penuh warna dan tampak hidup
dapat terjadi pada REM. Mimpi yang kurang hidup dapat terjadi pada tahap yang lain.
Tahap ini biasanya dimulai sekitar 90 menit setelah mulai tidur dan dicirikan dengan respon
otonom dari pergerakan mata yang cepat, fluktuasi jantung dan kecepatan respirasi dan
peningkatan atau fluktuasi tekanan darah. Sangat sulit sekali membangunkan orang yang
tidur dan durasi dari tidur REM meningkat pada tiap siklus dan rata-rata 20 menit. 7,8,9

Siklus Tidur Individu melewati tahap tidur NREM dan REM selama tidur. Siklus tidur yang
komplit normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya melalui empat hingga
lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke
tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV
4
selama ± 20 menit. Individu kemudian kembali melalui tahap III dan II selama 20 menit. Tahap I
REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit.7,9

2.2 Definisi Narcolepsy


Narkolepsi berasal dari dua kata Yunani yaitu "narco" dan "lepsy" secara harfiah berarti pingsan
pingsan/ kaku. Terminologi ini pertama kali digunakan oleh dokter Prancis, Gélineau J pada akhir
abad ke-19 yang melaporkan kasus seorang pedagang anggur yang menderita kantuk. Namun
belum dapat membedakan serangan tidur dari episode kelemahan otot yang disebabkan oleh emosi,
kemudian digambarkan sebagai entitas terpisah oleh Loëwenfeld sebagai cataplexy.10

Menurut definisi klasik, narkolepsi digambarkan sebagai “kantuk siang hari berlebihan yang
disebabkan cataplexy dan fenomena tidur rapid eye movement (REM) tipe lainnya, seperti sleep
paralysis dan hypnagogic hallucination. Cataplexy, yang merupakan kejadian lemas otot tiba-tiba
karena tertawa, bergurau, atau marah, sejak lama dianggap sebagai gejala pathognonomik inti dari
narkolepsi. Definisi luas dari narkolepsi bisa mencakup pasien dengan kantuk dan tidur REM yang
abnormal, seperti sleep-onset REM period (SOREMP) selama multiple sleep latency test (MSLT),
sleep paralysis, atau hypnagogic hallucination (narkolepsi tanpa cataplexy). Gangguan tidur
nokturnal jarang disebut tapi memang dapat menimbulkan keluhan.11

Narkolepsi berdampak negatif pada kualitas hidup penderitanya. Rasa kantuk yang berlebihan di
siang hari terdiri dari periode kebutuhan tidur yang tak tertahankan selama waktu yang biasanya
ditandai dengan terjaga, yang menyebabkan serangan tidur yang dipicu oleh aktivitas menetap dan
aktivitas fisik. Selain itu, gejala narkolepsi dapat menyebabkan komplikasi dalam hubungan dan
kehidupan keluarga. Narkolepsi sering tidak terdiagnosis selama bertahun-tahun dan bahkan
setelah diagnosis, masih perlu waktu untuk memahami dan mengelola gejala.12

2.3 Klasifikasi Narcolepsy


Pada tahun 2014, international classification of sleep disorders (ICSD3) mengkategorikan
narkolepsi menjadi dua subtipe, narkolepsi tipe 1 (NT1) dan narkolepsi tipe 2 (NT2) berdasarkan
ada tidaknya protein hipokretin dalam cairan serebrospinal (CSF) pasien. Pasien yang didiagnosis
dengan NT1 memiliki cataplexy dengan tidak adanya atau kadar hypocretin 1 yang rendah di CSF
mereka, sedangkan pasien NT2 tidak memiliki cataplexy dan memiliki kadar hypocretin 1 yang
normal di CSF. Pasien yang menunjukkan kadar hipokretin rendah tetapi tidak menunjukkan gejala

5
cataplexy juga termasuk dalam kategori NT1. Sekelompok pasien narkolepsi terpilih yang juga
menderita katapleksi memiliki kadar hipokretin normal, dan juga dikategorikan sebagai NT1 oleh
ICSD3. Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa timbulnya NT1 kemungkinan besar
disebabkan oleh hilangnya neuron penghasil hipokretin secara selektif yang terletak di
hipotalamus. NT2 berbagi banyak kesamaan klinis dengan NT1 tetapi saat ini patogenesisnya
masih belum diketahui.12

2.4 Epidemiologi
Prevalensi narkolepsi dilaporkan berada di kisaran. 0,02 hingga 0,067% pada populasi Amerika
Utara, Eropa Barat, dan Asia. Namun, dua penelitian di Jepang melaporkan tingkat prevalensi yang
jelas lebih tinggi masing-masing 0,16 dan 0,18%. Perkiraan prevalensi yang sering dikutip untuk
narkolepsi dengan cataplexy adalah 25-50 per 100.000 orang. Tingkat insiden per tahun berkisar
antara 0,64 hingga 1,37 per 100.000 orang.10,13

Studi epidemiologis paling sering dilakukan untuk narkolepsi dengan cataplexy karena gejala
lainnya tidak terdefinisi dengan baik untuk berguna dalam epidemiologi. Selanjutnya, tingkat
prevalensi yang tinggi untuk kelumpuhan tidur (6,2%) dan halusinasi hipnogogik (24,1%) pada
populasi umum menunjukkan bahwa gejala ini tidak spesifik untuk narkolepsi. Untuk Narkolepsi
tanpa Cataplexy, penelitian telah menunjukkan bahwa subkelompok ini mewakili sekitar 10-50%
dari semua kasus narkolepsi. Tingkat kejadian untuk Narkolepsi dengan atau tanpa Cataplexy
adalah 1,37 per 100.000 penduduk per tahun dan untuk Narkolepsi dengan Cataplexy, 0,74 per
100.000 penduduk per tahun di Amerika Serikat. Tingkat kejadian tertinggi pada dekade kedua
dan gangguan ini lebih sering terjadi pada laki-laki.10

2.5 Etiologi

Pada tahun 1998, dua kelompok penelitian menemukan orexin A dan orexin B atau dikenal sebagai
hypocretin 1 dan hypocretin 2, yang mana merupakan suatu neuropeptida kecil yang diproduksi
hanya oleh neuron di hipotalamus lateral. Berasal dari protein prekursor (prepro-orexin), orexin A
dan orexin B memiliki efek rangsang pada neuron postsinaptik melalui reseptor orexin 1 (OX1R)
dan OX2R6. Para peneliti juga menemukan bahwa narkolepsi disebabkan oleh hilangnya neuron
orexin yang sangat selektif dan parah yang menghasilkan tingkat orexin yang rendah di otak dan
cairan serebrospinal (CSF). Penemuan ini juga merupakan dasar pembagian dua jenis narkolepsi

6
yaitu narkolepsi tipe 1 (NT1) dan narkolepsi tipe 2 (NT2). Nakolepsi NT1 ditandai dengan rasa
kantuk kronis plus cataplexy, dan kadar orexin CSF pada gangguan ini sangat rendah atau tidak
terdeteksi, karena hilangnya neuron orexin yang parah. NT2 umumnya memiliki gejala yang
kurang parah, dan 90% pasien memiliki kadar orexin CSF normal. NT2 mempengaruhi hingga
setengah dari semua pasien narkolepsi dan mungkin disebabkan oleh hilangnya sebagian neuron
orexin, tetapi sedikit yang diketahui tentang neuropatologi yang mendasarinya.14

1) Faktor Genetik
Aspek genetik narkolepsi sangat kompleks. Perubahan pada beberapa gen telah diidentifikasi yang
mempengaruhi risiko berkembangnya narkolepsi, meskipun tidak jelas bagaimana pengaruhnya
terhadap risiko berkembangnya kondisi tersebut. Perubahan genetik yang paling baik dijelaskan
adalah gen HLA DQB1 yang merupakan bagian dari kompleks Human Leukocyte Antigen (HLA).
Gen ini mengkode protein yang memainkan peran penting dalam presentasi antigen (peptida) ke
sistem kekebalan. Gen HLA lain yang terkait dengan narkolepsi termasuk HLA DRB1 dan HLA
DQA1. Alel HLA memainkan peran utama dalam predisposisi penyakit.10

a. HLA Haplotipe
Antigen Leukosit Manusia (HLA) terkait dengan banyak penyakit autoimun, dan
narkolepsi memiliki hubungan HLA terkuat yang diketahui. Sebuah variasi dari gen HLA-
DQB1 yang disebut HLA-DQB1*0602 ditemukan memiliki hubungan primer dengan
narkolepsi, terutama pada pasien narkolepsi dengan cataplexy. Lebih dari 85% pasien yang
mengalami narkolepsi dengan katapleksi memiliki HLA DQB1*0602, seringkali dalam
kombinasi dengan HLA DRB1*1501, sementara hanya sekitar 40% pasien yang
mengalami narkolepsi tanpa narkolepsi. cataplexy memiliki HLA DQB1*0602
menunjukkan peningkatan heterogenitas pada narkolepsi tanpa cataplexy. Meskipun
hubungan HLA DQB1 dengan narkolepsi lebih spesifik, kegunaannya sebagai skrining
atau uji diagnostik dibatasi oleh fakta bahwa ia memiliki prevalensi yang tinggi (setinggi
12%-38%) pada populasi umum.10
b. Hypocretin
Hypocretins, juga disebut orexins merupakan neuromodulator hipotalamus dorsolateral
yang berfungsi dalam mengatur siklus tidur-bangun, asupan makanan, dan perilaku
mencari kesenangan. Terdapat 2 Hypocretins yaitu Hypocretin (HCRT) 1 dan 2 atau

7
Orexin (ORX) A dan B. Kedua Hypocretins adalah peptida asam amino dengan HCRT 1
(Hypocretin 1) yang memiliki jembatan disulfida dan HCRT 2 (Hypocretin 2)
menunjukkan identitas asam amino 46% dengan HCRT 1. Gen penyandi Hypocretins yaitu
HCRT (Hypocretin neuropeptide precursor gene) terletak pada kromosom 17q21-q24.
Terdapat juga reseptor Hypocretins yaitu HCRTR 1 (Hypocretin receptor 1) dan HCRTR
2 (Hypocretin receptor 2). Defisiensi hipokretin menyebabkan kelainan pada sistem ini
termasuk mempertahankan terjaga dan mengatur transisi antara tidur dan bangun.
Sementara jelas bahwa hilangnya mutasi fungsi pada gen HCRT harus menyebabkan
narkolepsi, perlu dicatat bahwa mutasi tersebut jarang terjadi pada kasus narkolepsi
manusia dan hilangnya neuron hypocretin dianggap oleh mekanisme yang berbeda
mungkin respon imunologi. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa hilangnya
neuron hipokretin pasti menyebabkan narkolepsi dengan cataplexy. Sekitar 90% pasien
narkolepsi dengan cataplexy memiliki kadar hipokretin CSF (cairan serebrospinal) yang
rendah sementara hanya 10% hingga 20% pasien yang diklasifikasikan memiliki
narkolepsi tanpa cataplexy.10
c. Autoimun
Kombinasi antigen HLA, hilangnya neuron hypocretin dan defisiensi hypocretin dan onset
pada dekade kedua kehidupan sangat menunjukkan etiologi autoimun. Dalam sebuah studi
oleh Cvetkovic-Lopes et al., Enzyme-linked immunosorbent analysis (ELISA) digunakan
untuk menunjukkan bahwa serum dari pasien yang mengalami narkolepsi dengan
cataplexy memiliki titer antibodi spesifik Transkrip Tribbles Homolog 2 (Trib2) yang lebih
tinggi dibandingkan dengan mereka yang berada di kontrol normal. Temuan ini direplikasi
dalam penelitian lain oleh Kawashima et al., yang meningkatkan kemungkinan bahwa
beberapa pasien narkolepsi dapat menderita gangguan autoimun anti-Trib2. Sebuah studi
oleh Hallmayer et al., telah menemukan hubungan antara narkolepsi-cataplexy dan
polimorfisme dalam lokus genetik alfa reseptor sel T yang dapat mengubah respon imun
terhadap beberapa antigen. Fontana et al., menyimpulkan bahwa penghancuran neuron
hypocretin yang dimediasi oleh kekebalan mungkin terjadi secara independen dari sel T.
Watson et al menemukan bahwa urutan kelahiran yang lebih tinggi dikaitkan dengan
peningkatan risiko narkolepsi pada orang yang positif HLA-DQB1*0602. Studi ini
menunjukkan bahwa respon imun terhadap infeksi anak usia dini dapat mempengaruhi

8
perkembangan penyakit dan mendukung etiologi autoimun untuk Narkolepsi. Peningkatan
insiden Narkolepsi yang diamati setelah vaksin influenza H1N1 di beberapa penelitian dan
negara juga memberikan bukti yang dapat dipercaya terhadap dasar autoimun untuk
gangguan tersebut.10
2) Faktor Lingkungan
Pemicu lingkungan pada narkolepsi sebagian besar tidak diketahui. Namun penelitian telah
menunjukkan hubungan dengan infeksi streptokokus, influenza musiman, dan baru-baru
ini vaksinasi influenza pandemi A/H1N1 2009. Infeksi upper-airway seperti influenza dan
Streptococcus pyogenes dianggap sebagai pemicu serangan narkolepsi, setidaknya di
kalangan anak kecil. Berawal di tahun 2000, semakin banyak anak usia dini yang mendapat
serangan, dan ini memunculkan pendapat bahwa narkolepsi terjadi setelah anak mengalami
radang tenggorokan, dan bahwa subyek serangan terbaru sering menunjukkan indikasi
positif keberadaan antistreptolysin-O, yang menjadi marker dari Streptococcus pyogenes.
Studi terbaru oleh Aran et al., membahas peran infeksi streptokokus dalam etiologi
narkolepsi. Mereka menemukan peningkatan kadar antibodi antistreptokokus pada pasien
dengan onset narkolepsi baru-baru ini. Penyakit Streptococcus telah lama dikaitkan dengan
disfungsi otak yang diduga didasarkan pada respon imunologi. Adapun laporan kasus dari
Finlandia dan Swedia tentang anak-anak dan remaja yang mengembangkan narkolepsi
setelah vaksinasi flu HINI pandemi, para peneliti mulai meneliti kemungkinan peran
vaksin sebagai pemicu narkolepsi.10,15

2.6 Patofisiologi

Selama terjaga normal, neuron yang mengandung orexin di hipotalamus lateral meningkatkan
aktivitas nuklei Reticular Activating System (RAS), yang meningkatkan neurotransmiter pemacu
bangun di korteks, seperti dopamin, norepinefrin, serotonin, dan histamin menghambat REM dan
asetilkolin meningkat baik dalam kondisi terjaga maupun REM. RAS juga menghambat area
preoptik ventrolateral (VLPO) yang mempromosikan tidur, menekan GABA, yang pada gilirannya
meningkatkan aktivitas neuron motorik dan tonus otot. Emosi yang meningkat meningkatkan
aktivitas di amigdala dan selanjutnya neuron yang mengandung orexin, yang menekan REM.
Sistem pemacu bangun dan pemacu tidur biasanya saling menghambat untuk memastikan transisi

9
yang lengkap. Selama tidur REM normal, orexin menurun, yang menurunkan aktivitas RAS dan
meningkatkan atonia.

Pada narkolepsi tipe 1, mekanisme yang memisahkan bangun dari tidur menjadi tidak stabil tanpa
kadar orexin yang cukup. RAS tidak lagi secara konsisten menyebabkan pelepasan
neurotransmiter yang mempromosikan bangun ke korteks dan secara tidak konsisten menghambat
VLPO. Hal ini menghasilkan transisi yang cepat antara tidur dan bangun dan memungkinkan
intrusi fenomena terkait REM menjadi terjaga. Patofisiologi narkolepsi tipe 2 tidak dipahami
dengan baik. Cataplexy tampaknya berasal dari pons dan sistem dopaminergik mesocorticolimbic.

Sistem hypocretin memiliki peran penting dalam narkolepsi. Banyak pasien dengan narkolepsi
tidak memiliki atau sedikit hypocretin di CSF. Kekurangan hipokretin diyakini menghasilkan
keadaan bangun dan tidur yang terputus-putus. 14

2.7 Manifetasi Klinis

Manifetasi Klinis narkolepsi terdiri dari excessive daytime sleepiness (EDS) yang disertai
cataplexy, sleep paralysis, dan hypnagogic hallucination. EDS terjadi pada semua pasien
narkolepsi, tapi hanya sepertiga pasien punya empat gejala tersebut. Automatic behavior dan
gangguan tidur malam sering terjadi. Gejala yang mengarah ke narkolepsi dapat terjadi di setiap
orang yang punya gangguan tidur serius, tapi cataplexy adalah sesuatu yang unik dan hanya terjadi
pada kasus narkolepsi.

1. Excessive daytime sleepiness (EDS)


Gejala ingin tidur disiang hari sering muncul beberapa kali sehari, bukan hanya saat situasi
menyenangkan, seperti selama aktivitas diam monoton atau setelah makan banyak, tapi
juga di situasi tidak terduga ketika pasien sedang mengerjakan tugas. Durasi tertidur bisa
beragam dari beberapa detik sampai beberapa menit jika pasien berada dalam posisi tidak
nyaman, atau bahkan lebih dari 1 jam jika pasien sedang berbaring. Pasien narkolepsi bila
bangun akan merasa segar, dan ada periode refraktori terjaga selama 1 jam atau beberapa
jam sebelum episode tidur berikutnya terjadi. Tidur singkat yang menyegarkan semacam
ini bisa membedakan pasien narkolepsi dan pasien idiopathic hypersomnia, yang sering
tidur lama tapi tidak menyegarkan. Meski merasa kantuk di siang hari, pasien narkolepsi
umumnya tidak tidur lebih dari 24 jam dibanding pasien tanpa narkolepsi.15

10
2. Cataplexy
Cataplexy terjadi pada 60% sampai 70% pasien narkolepsi. Cataplexy merupakan
kelemahan otot sementara yang dipicu oleh emosi yang menjadi ciri khusus narkolepsi
tipe1. Cataplexy sering disebabkan oleh emosi kuat seperti tertawa, marah, dan terkejut.
Situasi tersebut melibatkan otot tertentu atau rangkaian otot voluntary. Situasi tipikalnya
adalah rahang terkatup, kepala condong ke depan, lengan jatuh ke samping, dan lutut
menekuk. Adapun kesadaran pasien masih ada selama serangan. Cataplexy biasanya
muncul pada waktu yang hampir bersamaan dengan rasa kantuk yang terkait dengan
narkolepsi, tetapi dapat muncul bahkan bertahun-tahun kemudian dan dapat memburuk
dengan stres dan kurang tidur.16
3. Sleep Paralysis
Pasien biasanya merasa lumpuh (paralysis), tidak mampu menggerakkan anggota badan,
sulit bicara, atau harus bernapas dalam-dalam. Pasien sepenuhnya sadar, ingat yang
dialami, dan bisa menceritakannya di waktu lain. Tapi, kondisi ini seringkali disertai
halusinasi. Pada banyak episode sleep paralysis, khususnya di kejadian pertama, pasien
merasakan cemas yang ekstrim seperti takut mati. Kecemasan ini semakin bertambah bila
diikuti halusinasi yang sering menyertai sleep paralysis. Pasien sering menganggap
pengalaman ini sebagai “mati kaku yang menakutkan”. Meskipun gejala ini sering dialami,
pasien paham bahwa episode tersebut singkat, jelas, dan terjadi hanya beberapa menit dan
selalu berakhir spontan.15,16
4. Halusinasi
Pasien dapat mengalami hypnagogic hallucination seperti mendengar atau melihat sesuatu
selama proses tidur, baik ketika tidur singkat di siang hari atau di malam hari. Halusinasi
bahkan bisa terjadi saat bangun. Hypnopompic hallucination saat bangun menjadi
karakteristik yang lebih kuat akan terjadinya narkolepsi dibanding hypnagogic
hallucination yang terjadi saat tidur. Halusinasi visual biasanya berisi beberapa bentuk
simpel (lingkaran berwarna, bagian tertentu dari obyek) yang ukurannya bisa konstan atau
berubah. Bayangan hewan atau orang bisa muncul tiba-tiba dan lebih sering punya warna.
Halusinasi pendengaran juga terjadi, sedangkan halusinasi dengan indera lainnya jarang
terlibat.

11
5. Gangguan Tidur
Pasien narkolepsi merasakan tidur nokturnal (malam) yang sifatnya fragmentatif. Tidur
malam sering terganggu oleh bangun yang berulang-ulang dan kadang disertai mimpi
buruk. Pasien juga sering mengeluh sulit tidur di malam hari meskipun mereka bisa tidur
berkali-kali di siang hari. Kadang, insomnia dan lelah siang hari sekunder menjadi keluhan
awalnya. Gangguan tidur bisa menguat akibat ada gerakan tubuh periodik, gangguan
perilaku tidur REM, atau obstructive sleep apnea (OSA), yang sering terjadi di pasien
narkolepsi.15
6. Perilaku
 Ingatan
Kondisi tidur dan level kantuk bisa berdampak pada kemampuan membentuk
ingatan baru dan mengambil ingatan lama. Ingatan berisi beberapa proses, yaitu
fase penerimaan atau pemasukan stimulus ke dalam ingatan dimana durasinya
cenderung pendek, fase konsolidasi dari ingatan jangka-pendek ke jangka-panjang,
dan pengambilan ingatan jangka-panjang. Ilmuwan menduga bahwa ada sistem
ingatan berbeda yang mengelaborasi ingatan jangka panjang.
 Atensi
Atensi berisi beberapa komponen, yaitu kesiagaan (alertness), kewaspadaan
(vigilance), selektif. Berkurangnya kewaspadaan, ketidakmampuan
mempertahankan kesiagaan selama aktivitas normal, seringkali disebut sebagai
defisit yang disebabkan narkolepsi.
 Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif dikaitkan dengan proses mental seperti perencanaan ke depan dan
problem solving, peralihan antar aksi secara mudah, penciptaan perilaku yang
mengarah, dan regulasi atensi untuk menyelesaikan tugas. Defisit dalam kontrol
eksekutif berkaitan dengan kerusakan di prefrontal cortex, tapi temuan terbaru
memperlihatkan bahwa disfungsi eksekutif tidak dianggap berkaitan dengan
kerusakan di lobus frontal, karena defisit tersebut juga bisa muncul akibat
kerusakan struktur otak korteks dan sub-korteks, atau akibat kerusakan otak yang
lebih luas.15

12
2.8 Diagnosis Narcolepsy

Secara klinis, narkolepsi bermanifestasi dengan rasa kantuk yang berlebihan di siang hari yang
dapat melumpuhkan secara pribadi dan sosial. Katapleksi, kelumpuhan tidur, dan halusinasi
hypnagogic atau hypnopompic. Anamnesis harus mencakup pertanyaan spesifik tentang ciri khas
narkolepsi, termasuk cataplexy, kelumpuhan tidur, dan halusinasi terkait tidur. Untuk penilaian
individual atas rasa kantuk subjektif, Epworth Sleepiness Scale. Diagnosis narkolepsi dapat
dicurigai dari riwayat klinis pasien tetapi dikonfirmasi dengan polisomnografi semalaman, diikuti
dengan tes latensi tidur ganda (MSLT). 16

Skor Epworth dihitung dari kemungkinan tertidur yang dinilai sendiri dalam 8 situasi yang
berbeda, dengan kemungkinan skor 0 (tidak akan pernah tertidur) hingga 3 (kemungkinan tertidur
tinggi) pada setiap pertanyaan, dengan kemungkinan skor total 0 hingga 24. Skor total normal
adalah antara 0 dan 10, sedangkan skor yang lebih besar dari 10 mencerminkan kantuk patologis.
Skor pada Skala Kantuk Epworth pada mereka dengan narkolepsi cenderung mencerminkan rasa
kantuk sedang hingga berat, atau setidaknya 13, berbeda dengan pasien dengan apnea tidur
obstruktif, yang skornya biasanya mencerminkan rasa kantuk yang lebih ringan.16

13
Pemeriksaan Penunjang Narkolepsi:

 Polysomnography Nokturnal, sehari-semalam digunakan untuk menghapus


gangguan tidur lain seperti gangguan pernapasan saat tidur atau gangguan gerakan
tungkai secara berkala dan mengevaluasi kualitas dan kuantitas tidur. Saat ini
banyak dilakukan penelitian tidur menggunakan alat polysomnography dimana
menggunakan elektroda yang dipakai untuk pemeriksaan tidur dengan cara ini
minimal berjumlah empat buah yaitu satu untuk melihat gambaran gelombang dari
elektroencephalograpy (EEG) dua saluran untuk elektrokulogram (EOG) dan satu
untuk elektromiogram (EMG). Rekaman polysomnograpy dilakukan pada saat
pasien tidur dan hasil standard akan menunjukkan kadar oksigen darah, pernapasan,
dan REM sesuai dengan waktu tidur.
 Multiple Sleep Latency Test (MSLT) dilakukan untuk mengukur kecenderungan
tidur fisiologis tanpa ada faktor waspada (alertness). Pengujian ini berisi lima tidur
singkat terjadwal, biasanya dimulai jam 10 pagi, tengah hari, dan jam 2, 4 dan 6
sore, yang selama itu, subyek diawasi secara poligrafik di sebuah ruang tidur yang
nyaman, kedap suara, dan gelap, sambil memakai pakaian biasa. MSLT mencatat
latensi setiap tidur singkat (pada waktu antara lampu mati dan proses tidur), latensi
tidur rata-rata, dan ada atau tidaknya tidur REM selama tidur singkat tersebut.
Berdasarkan catatan poligrafik, tidur REM yang terjadi di 15 menit proses tidur
disebut SOREMP. Setelah periode monitoring 20 menit, pasien bangun sampai
terjadi tidur singkat berikutnya. Hasil MSLT positif jika terdapat latensi proses
tidur rata-rata sebesar 8 menit atau kurang ditambah adanya dua SOREMP.
 Uji genetik kadang digunakan dalam diagnosis klinis narkolepsi. HLA-
DQB1*06:02 adalah marker genetik paling spesifik di narkolepsi untuk berbagai
kelompok etnis, dan ini ditemukan di 95% pasien dengan Na-1 (dengan cataplexy).
Di situasi Na-2 (tanpa cataplexy), hanya 40% subyek yang punya DQB1*06:02,
sehingga pengujian HLA tidak berguna.
 Pengukuran Hypocretin-1 di Cerebrospinal Fluid Neuron-hypocretin mengalami
kerusakan selektif pada pasien narkolepsi dengan cataplexy. Dengan lumbar
puncture, keberadaan hypocretin di level yang sangat rendah atau ketiadaan

14
hypocretin dapat mendukung diagnosa narkolepsi dengan cataplexy. Level CSF
hypocretin-1 di bawah 110 ng/L (diukur dengan teknik Standford University)
memberikan nilai prediktif positif yang tinggi (94%) untuk narkolepsi tipe 1, dan
pada Na-2, level hypocretin-1 berlaku normal.15,16

Kriteria DSM V

Untuk membuat diagnosis narkolepsi, individu harus memiliki gejala yang terjadi setidaknya tiga
kali seminggu selama 3 bulan terakhir. Selain itu, salah satu dari yang berikut ini harus ada:

 Defisiensi hipokretin
 Episode cataplexy terjadi setidaknya beberapa kali dalam sebulan
 Latensi tidur REM kurang dari 15 menit atau dua atau lebih periode REM onset tidur
(SOREMP) dan rata-rata latensi tidur kurang dari 8 menit.14
2.9 Diagnosis Banding

 Hipersomnia idiopatik adalah gangguan kantuk kronis heterogen secara klinis tanpa
cataplexy, mengalami kantuk di siang hari yang berlebihan dan mengalami penurunan
latensi tidur rata-rata pada MSLT, tetapi pasien ini tidak mengalami REM secara patologis
dengan cepat. Tidak seperti pasien dengan narkolepsi, mereka juga umumnya tertidur
dengan cepat dan tetap tertidur sepanjang malam, menganggap tidur siang tidak
menyegarkan, dan biasanya memiliki inersia tidur yang signifikan saat bangun di pagi
hari.4
 Obstructive Sleep Apnea (OSA) adalah gangguan yang ditandai dengan berhentinya
pernapasan secara berulang akibat kolapsnya saluran napas bagian atas saat tidur. Hal ini
terkait dengan gejala klinis seperti kelelahan, peningkatan rasa kantuk di siang hari dan
kesulitan konsentrasi, mendengkur keras dan bangun tiba-tiba terkait dengan penghentian
pernapasan, sakit kepala, suasana hati depresi, lekas marah, dll. Sleep apnea ditandai
dengan apnea obstruktif saat tidur, mendengkur keras, dan mengantuk berlebihan di siang
hari. Pria paruh baya yang kelebihan berat badan adalah tipe orang yang paling umum
terkena. OSA juga lebih sering terjadi pada orang yang menderita hipertensi, diabetes,
asma, dan perokok. Gejala-gejala tersebut dapat diperparah saat tidur dalam posisi

15
terlentang dan dengan penggunaan alkohol, obat penenang, atau obat lain yang
mengendurkan saluran udara bagian atas.17

2.10 Tatalaksana Narcolepsy


Tujuan dari semua pendekatan terapi adalah mengoptimalkan kontrol gejala narkolepsi dan
membantu pasien agar punya kehidupan personal dan profesional yang baik. Tujuan dari treatment
difokuskan untuk mengurangi efek dari EDS, serangan cataplexy, hypnagogic hallucination/
hypnopompic hallucination, sleep paralysis, tidur nokturnal, dan hambatan psikososial. Pemilihan
obat mempertimbangkan efek samping, karena narkolepsi adalah sakit yang terjadi dalam waktu
lama, dan pasien harus menerima obat selama beberapa tahun. 15

1. Non-Farmakologi

 Menjaga pola tidur yang optimal untuk orang dengan narkolepsi dapat mencakup jam tidur
malam yang cukup, kebiasaan dan pola tidur bangun yang konsisten, dan jadwal tidur siang
singkat 28-30. Selain itu, alkohol, kafein, tembakau, dan makanan berat harus dihindari
beberapa jam sebelum tidur. Membuat laporan diri untuk mengevaluasi fungsi dan efek
pengobatan secara teratur biasanya menggunakan aktigraf tidur dan/atau log tidur.
 Modifikasi perilaku bisa efektif dengan tidur siang selama 15 hingga 20 menit yang
dijadwalkan secara strategis sepanjang hari dan mempertahankan jadwal tidur malam hari
yang memadai. Dalam sebuah penelitian, kombinasi tidur siang terjadwal dan waktu tidur
malam yang teratur mengurangi tingkat kantuk di siang hari dan tidur siang hari yang tidak
disengaja. Tidur siang paling membantu bagi mereka yang memiliki tingkat kantuk
tertinggi di siang hari. Penggunaan kafein secara strategis dapat membantu dan dapat
mengurangi ketergantungan pada pengobatan farmakologis.16
2. Farmakologi

Pengobatan farmakologis lini pertama untuk kantuk di siang hari yang berlebihan adalah modafinil
(dosis dua kali sehari) atau armodafinil (dosis sekali sehari). Pengobatan lini kedua adalah
amfetamin. Perawatan lini pertama untuk cataplexy adalah sodium oxybate, suatu bentuk gamma-
hydroxybutyrate, atau GHB. Obat diminum saat di tempat tidur karena rasa kantuk yang timbul

16
dalam waktu singkat, biasanya 5 hingga 15 menit. Dosis kedua diberikan 2,5 sampai 4 jam
kemudian.

 Modafinil
Modafinil digunakan sebagai terapi lini pertama, karena efek sampingnya yang
menguntungkan dan potensi penyalahgunaan yang rendah. Memiliki efek samping lebih
rendah. Kerja seperti penghambat uptake DA. R-Modafinil yang bekerja utama, long
lasting enantiomer. Efek samping potensial termasuk sakit kepala, mual, mulut kering,
anoreksia, diare, dan, jarang, sindrom Stevens-Johnson. Efek samping kardiovaskular
minimal, menjadikannya pilihan yang menguntungkan pada pasien yang lebih tua. Dosis
100-400 mg/hari dalam 2 dosis terbagi diminum dua kali sehari (saat bangun tidur dan sore
hari). 15,16
 Armodafinil,R-isomer murni dari modafinil, memiliki waktu paruh lebih lama dan hanya
membutuhkan dosis sekali sehari. Dosis 150–250 mg sekali sehari di pagi hari, efeknya
sama seperti modafinil.
 Methylphenidate menghambat pengambilan kembali dan meningkatkan pelepasan
monoamina, terutama dopamin, dan pada tingkat yang lebih rendah serotonin dan
norepinefrin. Obat ini memiliki efek samping yang lebih signifikan yang dapat melibatkan
sistem kardiovaskular, menyebabkan hipertensi dan aritmia. Anoreksia, penurunan berat
badan, dan, terutama dengan dosis tinggi, psikosis dapat terjadi. Dosisnya 5 mg dua kali
sehari dititrasi hingga 5-10 mg per dosis mingguan hingga 10-20 mg dua kali sehari. Efek
samping berupa sakit kepala, kecemasan, mual, anoreksia, tremor, psikosis, efek
kardiovaskular seperti hipertensi dan aritmia.
 Amfetamin sama seperti Methylphenidate menghambat pengambilan kembali dan
meningkatkan pelepasan monoamina, terutama dopamin, dan pada tingkat yang lebih
rendah serotonin dan norepinefrin. Termasuk kerja pendek, dosisnya 5-10 mg setiap hari
dititrasi hingga 10 mg setiap minggu hingga 60 mg/ hari, dapat menambahkan dosis
tambahan 4-6 jam setelah dosis pertama. Efek sampingnya yaitu sakit kepala, kecemasan,
mual, anoreksia, tremor, psikosis, efek kardiovaskular seperti hipertensi dan aritmia.
 Venlafaxine, inhibitor reuptake serotonin-norepinefrin, sering digunakan sebagai
pengobatan lini pertama untuk cataplexy. Inhibitor reuptake serotonin selektif seperti

17
fluoxetine juga berhasil digunakan. Kerja obat Aksi singkat dengan dosis 37,5-75 mg dua
kali sehari dapat beralih ke formulasi kerja panjang sekali dengan dosis stabil. Efek
samping berupa mual, pusing, mulut kering, sakit kepala, susah tidur, disfungsi seksual
 Natrium oksibat juga dikenal sebagai asam gamma-hidroksibutrat (GHB), adalah obat terbaru
yang efektif dalam mengobati narkolepsi, obat anticataplektik yang paling ampuh, adalah
garam natrium dari gamma hidroksibutirat, suatu metabolit asam gammaaminobutirat.
Mekanisme kerjanya melibatkan penghambatan pelepasan neurotransmiter yang berbeda,
termasuk GABA, glutamat, dan dopamin. Sodium oxybate meningkatkan tidur gelombang
lambat, meningkatkan kontinuitas tidur, dan seringkali membantu mengurangi rasa kantuk
di siang hari. Secara khusus, sodium oxybate dikaitkan dengan peningkatan tidur non-REM
3 (juga dikenal sebagai delta atau gelombang lambat), penurunan gairah nokturnal, dan
peningkatan konsolidasi periode tidur REM. Sodium oxybate secara klinis efektif dalam
mengelola halusinasi hipnagogik dan kelumpuhan tidur, yang juga membantu
meningkatkan kualitas tidur malam hari
Karena waktu paruhnya pendek, pemberiannya tidak biasa: dosis pertama diminum
sebelum tidur dan dosis kedua 2,5 sampai 4 jam kemudian. Efek samping yang paling
umum adalah mual, perubahan suasana hati, dan enuresis. Karena kandungan garamnya
yang tinggi, sodium oxybate harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gagal
jantung, hipertensi, atau gangguan ginjal.15,16

Tabel 1. Pengobatan yang sering digunakan, Dosis dan Efek Sampingnya


Obat Dosis Efek samping
Pengobatan EDS
Modafinil 100-400 mg/hari dalam 2 Sakit kepala, cemas, mual, mulut
dosis terbagi kering, anoreksia, diare, penurunan
Armodafinil 150-250 mg sekali sehari di kemanjuran kontrasepsi oral, sindrom
pagi hari Stevens-Johnson (jarang)
Methylphenidate 5 mg dua kali sehari dititrasi Sakit kepala, kecemasan, mual,
hingga 5-10 mg per dosis anoreksia, tremor, psikosis, efek
mingguan hingga 10-20 mg kardiovaskular seperti hipertensi dan
dua kali sehari; aritmia, penyalahgunaan (jarang)
Amphetamine 5-10 mg setiap hari dititrasi Sakit kepala, kecemasan, mual,
hingga 10 mg setiap minggu anoreksia, tremor, psikosis, efek
hingga 60 mg/ hari kardiovaskular seperti hipertensi dan

18
aritmia, penyalahgunaan (jarang)
Pengobatan Catalepsy
Venlafaxine 37,5-75 mg dua kali sehari Mual, pusing, mulut kering, sakit kepala,
susah tidur,
Fluoksetin 20-60 mg sekali sehari Mual, sakit kepala, mulut kering, diare,
disfungsi seksual
Sodium oxybate 3 g/malam dalam dosis Mual, perubahan suasana hati, enuresis,
terbagi, sekali sebelum tidur sakit kepala, penurunan berat badan,
dan kemudian 2,5-4 jam sedasi, berjalan dalam tidur,
kemudian ditambah 4,5-9 g memburuknya apnea tidur obstruktif;
Kandungan garam yang tinggi dapat
memperburuk hipertensi yang sudah ada
sebelumnya, gagal jantung, dan
gangguan ginjal

2.11 Komplikasi

Gangguan mood seperti depresi dan kecemasan umum terjadi pada pasien narkolepsi, namun tidak
jelas apakah hal ini disebabkan oleh patofisiologi penyakit atau dampaknya terhadap kualitas
hidup. Depresi di antara orang dengan narkolepsi karena merasa mereka tidak dapat mengendalikan
hidup mereka, terutama segera setelah didiagnosis 14

2.12 Prognosis

Beberapa pasien yang didiagnosis dengan narkolepsi tipe 2 pada akhirnya akan mengalami
cataplexy dan diagnosisnya diubah menjadi narkolepsi tipe 1. Banyak pasien memiliki gejala yang
memburuk seiring berjalannya waktu. Meskipun kecil kemungkinan gejala akan membaik dengan
sendirinya seiring berjalannya waktu, umumnya gejala tersebut dikelola dengan baik dengan
kombinasi intervensi perilaku dan obat-obatan.14

19
BAB III
KESIMPULAN
Narkolepsi adalah penyakit neurologis kronis yang bermanifestasi sebagai kesulitan dalam
mempertahankan bangun dan tertidur. Narkolepsi sangat mengganggu karena tidur dan bangun
mereka menjadi tidak teratur. Narkolepsi ditandai dengan rasa kantuk yang berlebihan di siang
hari, cataplexy, halusinasi terkait tidur, kelumpuhan tidur, dan tidur malam yang terganggu,
seringkali dengan kesulitan konsentrasi dan suasana hati yang tertekan. Narkolepsi dapat
disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik berhubungan dengan gen
HLA-DQB1*0602, hipokretin, dan proses autoimun. Faktor lingkungan berupa infeksi dan
vaksinasi. Narkolepsi diklasifikasikan menjadi narkolepsi tipe 1 (NT1) dan narkolepsi tipe 2
(NT2). Nakolepsi NT1 ditandai dengan rasa kantuk kronis plus cataplexy, dan kadar orexin CSF
pada gangguan ini sangat rendah atau tidak terdeteksi, karena hilangnya neuron orexin yang parah.
NT2 umumnya memiliki gejala yang kurang parah, dan pasien memiliki kadar orexin CSF normal.

Untuk mendiagnosis narkolepsi dibutuhkan anamnesis dan pemeriksaan yang cermat dimana
menghubungkan dengan gejala dari narkolepsi. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
yaitu polisomnografi, tes latensi tidur ganda (MSLT), uji genetik dan Pemeriksaan kadar
hipokretin. Untuk membuat diagnosis narkolepsi berdasarkan DMV 5, individu harus memiliki
gejala yang terjadi setidaknya tiga kali seminggu selama 3 bulan terakhir. Selain itu, salah satu
dari yang berikut ini harus ada: Defisiensi hipokretin, Episode cataplexy terjadi setidaknya
beberapa kali dalam sebulan, Latensi tidur REM kurang dari 15 menit atau dua atau lebih periode
REM onset tidur (SOREMP) dan rata-rata latensi tidur kurang dari 8 menit. Tujuan dari terapi
narkolepsi sendiri difokuskan untuk mengurangi efek dari EDS, serangan cataplexy, hypnagogic
hallucination/ hypnopompic hallucination, sleep paralysis, tidur nokturnal, dan hambatan
psikososial. Pemilihan obat mempertimbangkan efek samping, karena narkolepsi adalah sakit yang
terjadi dalam waktu lama, dan pasien harus menerima obat selama beberapa tahun. Non-
Farmakologi berupa modifikasi perilaku dan farmkologi dengan pengobatan EDS dan pengobatan
catalepsy.

20
REFERENSI

1
Ramar K, Malhotra RK ,Carden KA,Martin JK, et all. Sleep is essential to health: an American
Academy of Sleep Medicine position statement. Journal of Clinical Sleep Medicine. 17(10).
Oct,2021.
2
Watson NF, Badr MS, Belenky G, et al. Recommended amount of sleep for a healthy adult: a
joint consensus statement of the American Academy of Sleep Medicine and Sleep Research
Society. J Clin Sleep Med. 2015;11(6):591–592
3
Hirshkowitz M, Whiton K, Albert SM, et al. National Sleep Foundation’s updated sleep duration
recommendations: final report. Sleep Health. 2015;1(4):233–243.
4
Abad VC, Guilleminault C. Diagnosis and treatment of sleep disorders: a brief review for
clinicians. Dialogues in Clinical Neuroscience. 5(3).2003
5
Purnomo Hari. Panduan Tatalaksana Gangguan Tidur Edisi 1. Kelompok Studi Gangguan Tidur
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf (PERDOSSI).2014
6
Mahoney CE, Cogswell A, Koralnik IJ, and Scammell TE. The neurobiological basis of
narcolepsy. PMC. August 01.2019
7
Carley DW and Farabi SS. Physiology of Sleep.the American Diabetes Association. 29(1). 2016.
8
Tarwoto & Wartonah. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi 4. Salemba
Medika : Jakarta.2010
9
Potter, P.A,Perry,A.G. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi
4. Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta : EGC. 2009.
10
Kumar S, Sagili H. Etiopathogenesis and Neurobiology of Narcolepsy: A Review. Journal of
Clinical and Diagnostic Research.8(2). 2014. 190-195
11
Mignot, E. Narcolepsy: Genetics, Immunology, and Pathophysiology. Kryger, M., Roth
T.,Dement W.C. Principles and Practice of Sleep Medicine. Sixth Edition. Philadelphia: Elsevier.
2017
12
Jervis S, Payton A , Verma A , Lowe M , Thomasson R, Poulton K. A review of the risk factors,
pathophysiology, diagnosis and treatment of narcolepsy. J Neurol Neurosci.2022.

21
13
Kallweit U, Georg Nilius G, Treumper D, Vogelmann T, Schubert T.Prevalence, incidence, and
health care utilization of patients with narcolepsy: a population-representative study. Journal of
Clinical Sleep Medicine. 18(6). June 2022.
14
Slowik JM, Collen JF, Yow AG. Narcolepsy. In: StatPearls [Internet]. 2023 Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459236/

15
Sahidu MG , Afif Z. Narkolepsi: Patofisiologi, Diagnosis Dan Manajemen. Jurnal
Kedokteran.2020. 9(1):1-12
16
Golden EC, Lipford MC. Narcolepsy: Diagnosis and management. Cleveland Clinic Journal Of
Medicine. 85(12). December 2018
17
Pokorska JH, Wichniak A, and Starowicz ML. Sleep Disorders. pringer Nature Switzerland.
2021

22

Anda mungkin juga menyukai