Anda di halaman 1dari 35

Referat

DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA KOMPREHENSIF


GANGGUAN TIDUR NON ORGANIK

Oleh :
Maya Amanda P. 3524 B
Mutiara Oktavia P. 3529 B
Siti Salsabilla Amri P. 3535.B

Preseptor :
Dr. dr. Yaslinda Yaunin, Sp. KJ (K)

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2023
KATA PENGANTAR

Rasa syukur penulis ucapkan pada Allah karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan Referat yang berjudul “Diagnosis dan Tatalaksana Komprehensif Gangguan
Tidur Non Organik” Referat ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat dalam mengikuti
kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.
Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. dr. Yaslinda Yaunin, Sp. KJ (K) selaku
pembimbing yang telah memberikan arahan dan petujuk, dan semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan referat ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki
banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan. Akhir kata, semoga referat
ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 25 Juni 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

COVER …………………………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………………ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………..iii
BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………………..1
1.2 Batasan Masalah …………………………………………………………………....2
1.3 Tujuan Penulisan …………………………………………………………………...2
1.4 Manfaat Penulisan ………………………………………………………………….2
1.5 Metode Penulisan …………………………………………………………………..2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………………....3
2.1 Defenisi …………………………………………………………………………….3
2.2 Epidemiologi ……………………………………………………………………….3
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko …………………………………………………………4
2.4 Fisiologis Tidur ………………………………………………………………….....6
2.5 Manifestasi Klinis ……………………………………………………………….....9
2.6 Klasifikasi Gangguan Tidur.………………………………………………………..10
2.6.1 Gangguan Tidur Primer ………………………………………………......10
2.6.2 Gangguan Tidur Terkait Gangguan Mental Lain …………………...........14
2.6.3 Gangguan Tidur Lain (akibat kondisi medis umum atau zat) ……………14
2.7 Diagnosis ………………………………………………………………………...…15
2.8 Tatalaksana Gangguan Tidur non Organik………………………………………….19
BAB 3 KESIMPULAN ………………………………………………………………………..28
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………………….…29

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tidur memainkan peran penting pada fungsi otak dan merupakan kebutuhan
manusia untuk menghilangkan kelelahan jasmani dan mental. Pada manusia, siklus tidur-
bangun dikendalikan oleh jam endogen yang beroperasi selama periode 24 jam, disebut
ritme sirkadian. Ritme ini disinkronkan dengan isyarat waktu eksternal ("zeitgebers")
seperti siklus terang-gelap, yang berfungsi sebagai isyarat waktu eksternal utama manusia.1

Gangguan tidur merupakan kumpulan suatu kondisi yang dikaitkan dengan adanya
gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada individu.² Gangguan tidur
merupakan salah satu masalah klinis yang paling sering dihadapi dalam pengobatan
psikiatri. Tidur yang tidak memadai dapat sangat mengganggu kualitas hidup pasien.
Gangguan tidur dapat diakibatkan oleh penyebab primer atau oleh berbagai kondisi
kejiwaan dan medis.3

Manusia pada dasarnya pernah mengalami gangguan tidur selama masa


kehidupannya. Gangguan tidur terjadi secara global berkisar antara 23%- 56% dari seluruh
populasi. Diperkirakan tiap tahun 20%-40% orang dewasa mengalami gangguan tidur dan
17% diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun
cendrung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai
penyebabnya. Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia
lanjut menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh
gangguan psikiatri, ketergantungan obat dan alcohol.2,4

Masalah tidur sering dikaitkan dengan beberapa gangguan kejiwaan, bunuh diri,
cacat mental dan fisik serta mempengaruhi kualitas hidup pada seseorang. Gangguan tidur
juga terintegrasi sebagai presentasi klinis dari beberapa gangguan kejiwaan seperti depresi
dan skizofrenia. Berdasarkan ICD-10 , Masalah tidur dianggap sebagai gangguan
indenpenden, termasuk gangguan tidur non organik (F51) dan gangguan tidur lainnya
(G47). Gangguan tidur Non organik meliputi Insomnia non organik (F51.0), hipersomnia

1
non organik (F51.1), gangguan Jadwal tidur – jaga non organik (F51.2), somnambulisme/
sleep walking (F51.3), Teror tidur (F51.4), Mimpi Buruk (F51.5), Gangguan tidur non
organik lainnya (F51.8) dan gangguan tidur non organik YTT (F51.9).5,6

Kesulitan tidur dalam jangka panjang pada usia berapa pun dapat menyebabkan
defisit perhatian, respons, memori jangka pendek, dan tingkat kinerja. Penyebab gangguan
tidur pada individu daapat berkaitan dengan komorbiditas penyakit medis atau kejiwaan,
obat-obatan, gangguan ritme sirkadian, atau gangguan tidur-bangun tertentu. Pada
individu yang mengalami gangguan tidur dapat di atasi secara farmakologi maupun non
farmakologi1

1.2. Batasan Masalah

Clinical Science Session ini membahas mengenai gangguan tidur non organik

1.3. Tujuan Penulisan


Clinical Science Session ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari
mengenai gangguan tidur non organik

1.4. Manfaat Penulisan

Clinical Science Session ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah


informasi dan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai gangguan tidur non organik

1.5. Metode Penulisan

Clinical Science Session ini menggunakan metode penulisan berupa tinjauan


pustaka yang merujuk kepada berbagai literatur.

2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang ditandai dengan
gangguan pada jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seseorang individu. Gangguan
tidur jika terjadi dalam kurun waktu yang cukup lama akan mempengaruhi kesehatan fisik
serta psikis atau kejiwaan. Muka akan terlihat pucat, mata sembab, badan lemas, dan daya
tahan tubuh akan menurun. Hal tersebut akan menyebabkan tubuh mudah terserang
penyakit dan alergi. Gangguan tidur dapat menyerang mental atau kejiwaan karena dapat
mempengaruhi sistem saraf, sehingga akan terlihat lemas, tidak cekatan dalam
menangkap rangsangan, dan sulit untuk focus.2

2.2 Epidemiologi

Hampir semua orang pernah mengalami gangguan tidur selama masa


kehidupannya. Diperkirakan tiap tahun 20-40% orang dewasa mengalami kesukaran tidur
dan 17% diantaranya mengalami masalah serius. Prevalensi gangguan tidur setiap tahun
cendrung meningkat, hal ini juga sesuai dengan peningkatan usia dan berbagai
penyebabnya. Akibat dari gangguan tidur yang berkepanjangan akan dapat merubah
siklus tidur biologiknya, daya tahan tubuh dan prestasi kerja akan menurun, mudah
tersinggung, depresi, kurang konsentrasi, kelelahan, yang pada akhirnya dapat
mempengaruhi keselamatan diri sendiri atau orang lain.2,7

Kaplan dan Sadock melaporkan kurang lebih 40-50% dari populasi usia lanjut
menderita gangguan tidur. Gangguan tidur kronik (10-15%) disebabkan oleh gangguan
psikiatri, ketergantungan obat dan alkohol. Menurut data internasional of sleep disorder,
prevalensi penyebab-penyebab gangguan tidur adalah sebagai berikut: Penyakit asma
(61-74%), gangguan pusat pernafasan (40-50%), kram kaki malam hari (16%),
psychophysiological (15%), sindroma kaki gelisah (5-15%), ketergantungan alkohol
(10%), sindroma terlambat tidur (5-10%), depresi (65). Demensia (5%), gangguan
perubahan jadwal kerja (2- 5%), gangguan obstruksi sesak saluran nafas (1-2%), penyakit
ulkus peptikus <1%), narcolepsy (mendadak tidur) (0,03%-0,16%).4,

3
2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor. Kualitas tidur
(quality of sleep) menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tetap tidur dan bangun
dengan jumlah tidur NREM dan REM yang cukup. Sedangkan yang dimaksud dengan
kuantitas tidur (quantity of sleep) adalah total waktu tidur individu.8

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tidur seseorang meliputi keadaan


sakit fisik, obat dan zat, gaya hidup, pola tidur, stres emosional, lingkungan, latihan dan
kelelahan dan asupan kalori.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur antara lain :

a. Usia

Usia merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kebutuhan
tidur dan istirahat seseorang. Terdapat variasi pola tidur pada neonatus tidur REM
menunjukkan >50% waktu tidur dengan perkiraan waktu tidur 16 jam sehari, pada usia 4
bulan persentase total tidur REM berkurang menjadi 40% (Kaplan dan Sadock, 2010).
Namun menurut Kozier (2003) yaitu pada bayi baru lahir tidur 14-18 jam sehari dengan
50% tidur REM, anak usia sekolah tidur 10-12 jam sehari dengan 25% tidur REM, dewasa
muda tidur 7-9 jam sehari dengan 20-25% tidur REM dan semakin berkurang waktu tidur
sesuai dengan pertambahan usia.

b. Lingkungan

Lingkungan dapat meningkatkan atau mengganggu siklus tidur, contohnya


kebisingan yang dapat mengganggu siklus tidur. Biasanya orang dapat tidur dengan
nyaman di lingkungan rumahnya sendiri.

c. Latihan dan kelelahan

Kelelahan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk
menjaga keseimbangan energi yang dikeluarkan. Hal ini terlihat pada seseorang yang yang

4
telah melakukan aktivitas dan mencapai kelelehan. Maka orang tersebut akan lebih cepat
tidur karena tahap tidur gelombang lambatnya diperpendek.

d. Gaya Hidup

Orang yang bekerja setiap hari harus mampu membagi waktu antara bekerja dan
istirahat sehingga dapat tidur tepat waktu dan teratur. Latihan yang berlebihan dapat
membuat seseorang mudah tidur, tetapi juga dapat mengganggu waktu tidur. Kemampuan
seseorang untuk rileks sebelum memasuki tidur merupakan faktor penting yang dapat
mempengaruhi kemampuan untuk jatuh tidur.

e. Stress psikologi

Kondisi psikologis dapat terjadi pada seseorang akibat ketegangan jiwa. Hal
tersebut terlihat ketika seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami
kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.

f. Obat dan Alkohol

Beberapa obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah obat golongan
diuretik menyebabkan seseorang menjadi insomnia, anti depresan dapat menekan fase tidur
REM, kafein dapat meningkatkan saraf simpatis yang menyebabkan kesulitan tidur,
golongan beta bloker dan narkotik. Orang yang meminum alkohol sering mengalami
gangguan tidur, yaitu mengganggu fase tidur REM dan mempercepat onset tidur. Selain
itu, dapat menyebabkan terjadinya mimpi buruk dan mudah tersinggung.

g. Nutrisi

Penurunan dan pertambahan berat badan dapat mempengaruhi siklus tidur.


Penurunan berat badan berkaitan dengan penurunan total waktu tidur dan terbangun lebih
awal. Sedangkan penambahan berat badan dapat meningkatkan total waktu tidur dan
berkurangnya gangguan tidur. L-triptofan yang terdapat pada keju, susu, daging sapi dan
ikan tuna dapat menginduksi tidur, karena L-triptofan merupakan prekursor asam amino
neurotransmitter untuk pelepasan serotonin yang berperan dalam proses pengendalian
tidur.

5
h. Kondisi Medis.
Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang
air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan
mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis,
kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD),
stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.

2.4 Fisiologis Tidur


Siklus tidur dan bangun diregulasikan oleh jam tubuh (body clock). Body clock
terletak di dalam otak yaitu pada nukleus suprachiasma dan mempunyai periode selama 24
jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian4. Selama
satu periode 24 jam, manusia mempunyai waktu tidur normal selama 6-10 jam. Pola tidur
manusia dipengaruhi oleh umur. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya gambaran yang
khas pada kelompok umur bayi, dewasa dan orang tua .Saat tidur, susunan saraf pusat
masih bekerja dimana neuron-neuron di substansia retikularis ventral batang otak
melakukan sinkronisasi,7
Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada
substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur (sleep
center). Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi
terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center).
2

Tidur dibagi menjadi 2 tahap yaitu:4,9


1. Fase Rapid Eye Movement (REM) / active sleep
2. Fase Non Rapid Eye Movement (NREM) / quiet sleep

Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti
oleh fase REM. Pada tahap awal (tahap I dan II), seseorang dapat terjaga dengan mudah
dan bahkan mungkin tidak menyadari bahwa ia tertidur. Pada tahap yang lebih dalam
(tahap III dan IV) sangat sulit untuk dibangunkan. Pada fase NREM terjadi beberapa proses
dimana metabolisme otak berkurang, aliran darah ke otak menurun, penurunan suhu tubuh,
detak jantung dan respirasi serta otot menjadi lebih rileks jika dibandingkan saat terjaga.
Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat

6
stadium, antara lain:4,9

1. Tidur stadium satu.


Fase ini berlangsung selama 5% (3-5 menit) dari keseluruhan waktu tidur. Stadium
ini dianggap stadium tidur paling ringan. Fase ini merupakan antara fase terjaga dan fase
awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus otot berkurang dan tampak
gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Gambaran EEG biasanya terdiri dari gelombang
campuran alfa, betha dan kadang gelombang theta dengan amplitudo yang rendah. Tidak
didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan kompleks K.4,9
2. Tidur stadium dua
Pada fase ini berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur.
Stadium ini didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot masih berkurang, tidur
lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri dari gelombang theta simetris.
Terlihat adanya gelombang sleep spindle, gelombang verteks dan komplek K.7
3. Tidur stadium tiga
Tahap ini lebih dalam dari sebelumnya. Pada tahap ini individu sulit untuk
dibangunkan, dan jika terbangun, individu tersebut tidak dapat segera menyesuaikan diri
dan sering merasa bingung selama beberapa menit. Gambaran EEG terdapat lebih banyak
gelombang delta simetris antara 25%-50%.
4. Tidur stadium empat
Tahap ini merupakan tahap tidur yang paling dalam. Gelombang otak sangat
lambat. Aliran darah diarahkan jauh dari otak dan menuju otot, untuk memulihkan energi
fisik. Tahap tiga dan empat dianggap sebagai tidur dalam atau deep sleep, dan sangat
restorative bagian dari tidur yang diperlukan untuk merasa cukup istirahat dan energik di
siang hari.9

7
Gambar 2.1 Siklus Tidur

Fase tidur NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit,
setelah itu akan masuk ke fase REM. Pada waktu REM jam pertama prosesnya berlangsung
lebih cepat dan menjadi lebih insten dan panjang saat menjelang pagi atau bangun.7
Fase REM umumnya dapat dicapai dalam waktu 90-110 menit kemudian akan
mulai kembali ke fase permulaan fase 2 sampai fase 4 yang lamanya 75-90 menit. Setelah
itu muncul kembali fase REM kedua yang biasanya lebih lama dari eye movement (EM)
dan lebih banyak dari REM pertama. Keadaan ini akan berulang kembali setiap 75 – 90
menit tetapi pada siklus yang ketiga dan keempat, fase 2 menjadi lebih panjang fase 3 dan
fase 4 menjadi lebih pendek. Siklus ini terjadi 4 – 5 kali setiap malam dengan irama yang
teratur sehingga orang normal dengan lama tidur 7 – 8 jam setiap hari terdapat 4-5 siklus
dengan lama tiap siklus 75 – 90 menit.7-8
Tidur REM juga dinamakan tidur paradoksal. Denyut jantung, pernapasan, dan
tekanan darah pada manusia semuanya tinggi saat tidur REM. Hampir semua periode REM
pada laki-laki disertai dengan ereksi penis parsial atau penuh. Perubahan fisiologis lain
yang terjadi selama tidur REM adalah paralisis hampir semua otot rangka (postural),
sehingga gerakan tubuh tidak ada selama tidur REM. Mungkin cirri tidur REM yang paling
khas adalah mimpi. Orang yang tebangun saat tidur REM sering (60-90%) melaporkan
bahwa mereka mengalami mimpi.4,9

8
Pola tidur REM berubah sepanjang kehidupan seseorang seperti periode neonatal
bahwa tidur REM mewakili 50% dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-
nya masuk ke fase REM tanpa melalui stadium 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah
sehingga persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan
kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk keperiode awall tidur yang didahului oleh
fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan distribusi fase tidur sebagai
berikut , NREM (75%) yaitu stadium 1: 5%; stadium 2 : 45%; stadium 3 : 12%; stadium 4
: 13%, dan REM; 25 %.4,7.,9
Siklus ini merupakan salah satu dari irama sirkadian yang merupakan siklus dari 24
jam kehidupan manusia. Keteraturan irama sirkadian ini juga merupakan keteraturan tidur
seseorang. Jika terganggu, maka fungsi fisiologis dan psikologis dapat terganggu4,9
Pada tidur yang normal, masa tidur REM berlangsung 5-20 menit, rata-rata timbul
setiap 90 menit dengan periode pertama terjadi 80-100 menit setelah seseorang tertidur.
Tidur REM menghasilkan pola EEG yang menyerupai tidur NREM tingkat I dengan
gelombang beta, disertai mimpi aktif, tonus otot sangat rendah, frekuensi jantung dan nafas
tidak teratur (pada mata menyebabkan gerakan bola mata yang cepat atau rapid eye
movement), dan lebih sulit dibangunkan daripada tidur gelombang lambat atau NREM.
Pengaturan mekanisme tidur dan bangun sangat dipengaruhi oleh sistem yang disebut
Reticular Activity System. Bila aktivitas Reticular Activity System ini meningkat maka
orang tersebut dalam keadaan sadar jika aktivitas Reticular Activity System menurun, orang
tersebut akan dalam keadaan tidur. Aktivitas Reticular Activity System (RAS) ini sangat
dipengaruhi oleh aktivitas neurotransmitter seperti sistem serotoninergik, noradrenergik,
kolinergik, histaminergik4,9

2.5 Manifestasi Klinis


Berikut merupakan gejala gangguan tidur4:
· Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
· Sering terbangun pada malam hari
· Bangun tidur terlalu awal
· Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
· Iritabilitas, depresi atau kecemasan

9
· Konsentrasi dan perhatian berkurang
· Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
· Ketegangan dan sakit kepala
· Sering mimpi sambil berjalan, bicara, atau melakukan gerakan seperti yang
dialaminya saat mimpi
· Sering mengalami mimpi buruk

2.6 Klasifikasi Gangguan Tidur


Berdasarkan Diagnostic And Statictical Manual of Mental Disorders edisi ke empat
(DSM-IV) mengklasifikasikan gangguan tidur berdasarkan kriteria diagnostic klinik dan
perkiraan etiologic. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam DSM-IV adalah gangguan
tidur primer, gangguan tidur yang berhubungan dengan gangguan tidur mental lain, dan
gangguan tidur lain, khususnya gangguan tidur akibat kondisi medis umum atau yang
disebabkan oleh zat.4
2.6.1 Gangguan tidur primer
Gangguan tidur primer terdiri dari disomnia dan Parasomnia. Dissomnia adalah
suatu kelompok gangguan tidur yang heterogen termasuk : (i) insomnia primer, (ii)
hipersomnia primer, (iii) narkolepsi, (iv) gangguan tidur yang berhubungan dengan
pernafasan dan (v) gangguan tidur irama sirkadian.
i. Insomnia primer
Insomnia primer didiagnosis jika keluhan utama adalah tidur yang tidak
bersifat menyegarkan atau kesulitan memulai atau mempertahankan tidur, dan
keluhan ini terus berlangsung sedikitnya satu bulan. Istilah primer
menunjukkan bahwa insomnia bebas dari adanya gangguan fisik atau
psikologis.4
Ditandai dengan:
● Keluhan yang dominan adalah kesulitan memulai atau mempertahankan
tidur, atau tidur yang tidak bersifat menyegarkan, selama sedikitnya 1 bulan
● Gangguan tidur (atau kelelahan disiang hari ang terkait) menyebabkan
penderita yang secara klinis bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan,
atau area fungsi penting lain

10
● Gangguan tidur tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan narkolepsi,
gangguan tidur yang terkait dengan pernapasan, gangguan tidur irama
sikardian, atau parasomnia.
● Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain

ii. Hipersomnia primer


Hipersomnia adalah suatu keadaan tidur dan serangan tidur di siang hari
yang berlebih, yang terjadi secara teratur atau rekuren untuk waktu singkat, dan
menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan.4
Hipersomnia primer didiagnosis jika tidak ada penyebab lain yang
ditemukan untuk somnolen berlebihan yang terjadi dalam waktur sedikitnya
satu bulan. Beberapa orang memiliki keluhan subjektif berupa rasa kantuk
tetapi tanpa temuan objektif. Mereka tidak memiliki kecenderungan jatuh
tertidur lebih sering daripada normal dan tidak memiliki tanda objektif.1
Keluhan yang dominan adalah rasa mengantuk berlebihan untuk waktu
sedikitnya 1 bulan (atau kurang jika berulang) ang tampak baik dengan episode
tidur lama atau episode tidur siang yang terjadi hampir tiap hari
Rasa mengantuk yang berlebihan menyebabkan penderita secara klinis
bermakna atau hendaya fungsi sosial, pekerjaan atau area fungsi penting
lain.Rasa mengantuk sebaiknya tidak disebabkan oleh insomnia dan tidak
hanya terjadi selama perjalanan gangguan tidur lain dan tidak dapat disebabkan
karena kurangnya tidur.
Gangguan ini tidak hanya terjadi selama perjalanan gangguan jiwa lain
Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat.
iii. Narkolepsi
Narkolepsi merupakan yang lama/kronis (syarat minimum untuk
mendiagnosis adalah 3 bulan) dari suatu episode tidur di siang hari yang
singkat, sering dan menyegarkan, serta manifestasi abnormal tidur rapid eye
movement (REM) yang terjadi setiap hari. Serangan tidur ini khasnya terjadi
dua sampai enam kali sehari dan berlangsung 10 hingga 20 menit.2,7
Narkolepsi mempunyai beberapa gejala, berupa : serangan tidur di siang

11
hari, katapleksi (hilangnya tonus otot secara tiba-tiba), mimpi dan halusinasi,
dan paralisis tidur.
Serangan tidur yang menyegarkan dan tidak dapat ditahan yang terjadi
setiap hari selama sedikitnya 3 bulan
Adanya satu atau kedua hal berikut:
a. Katapleksi
b. Gangguan unsure tidur REM berulang ke dalam transisi antara tidur
dan bangun, seperti ditunjukkan dengan halusinasi hipnoganik atau
hipnopompik atau paralisis tidur di awal atau akhir episode tidur
· Gangguan ini bukan disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat atau
keadaan medis umum.
iv. Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan atau sleep apnea
syndrome
Bagian ini mencakup beberapa kondisi yang ditandai dengan gangguan
pernafasan saat tidur: central sleep apnea, obstruction sleep apnea syndrom,
sleep-related hypoventilation disorders.10
Pada central sleep apnea, biasanya pada orang tua, upaya bernapas yang
berhenti sebentar pada malam hari akibat kemoreseptor yang abnormal dan
menimbulkan kekurangan udara berulang dan insomnia. Pada obstruction sleep
apnea syndrome, aliran udara berhenti tetapi upaya pernapasan meningkat
selama periode apnea, pola ini menunjukkan adanya suatu obstruksi pada jalan
napas dan upaya bertambah oleh otot-otot abdomen dan toraks untuk
mendorong udara meleati obstruksi ini. Laki-laki lebih banyak 10:1, mayoritas
obesitas dan berumur lebih dari 50 tahun dengan leher yang pendek dan
gemuk.2, 9
v. Gangguan tidur irama sirkadian
Gangguan tidur irama sikardian mencakup suatu kisaran luas keadaan
yang melibatkan ketidaksejajaran antara periode tidur yang sebenarnya engan
periode tidur yang diinginkan. DSM-IV-TR membagi empat jenis gangguan
tidur irama sirkardian:2
a. Tipe Fase Tidur Tertunda, ditandai dengan waktu tidur dan waktu

12
bangun yang lebih lambat dari yang diinginkan, keluhan utama pasien
biasanya adalah kesulitan jatuh tertidur pada waktu yang diinginkan seperti
biasa, dan gangguan pasien mungkin tampak menyerupai onset tidur
insomnia.
b. Tipe Jet Lag, bergantung pada lama perjalanan dai Timur-Barat dan
sensitivitas individu, tipe Jet Lag biasanya hilang spontan dalam 2 hingga 7
hari.
c. Tipe Kerja Giliran, terjadi pada orang yang berulang kali merubah jadwal
kerja mereka dengan cepat dan kadang-kadang pada orang dengan jadwal
tidur yang kacau yang dibuat sendiri. Gejala paling sering adalah periode
campuran insomnia dan somnolen.
d. Tak Tergolongkan, terbagi atas sindrom memajukan fase tidur dan pola
tidur-bangun kacau.

Parasomnia adalah suatu kelompok gangguan tidur termasuk : (i)


gangguan mimpi menakutkan (nightmare disorder), (ii) gangguan terror tidur,
dan (iii) gangguan tidur berjalan.11,12
i. Gangguan mimpi menakutkan (nightmare disorder)
Gangguan mimpi menakutkan merupakan gangguan tidur ditandai dengan
terulangnya kejadian mimpi menakutkan yang memicu terbangunnya tidur;
saat terbangun, individu menjadi sangat waspada dan berorientasi dan memiliki
ingatan terperinci tentang mimpi buruk, yang biasanya menyebabkan bahaya
atau sangat memalukan bagi individu13
ii. Gangguan terror tidur
Gangguan tidur teror berarti perasaan teror yang sangat kuat dan panik saat
tidur. Anda memilikinya pada saat gelombang tidur perlahan. Ia cenderung
terjadi cukup cepat setelah masuk tidur. Dua pertiga dari waktu, ia berada di
periode pertama tidur nyenyak. Teror malam tidak sama dengan mimpi buruk
yang merupakan mimpi yang hidup saat tidur REM. Saat teror malam terjadi
pada gelombang tidur perlahan (seperti berjalan dalam tidur), hanya ada sedikit
penarikan. Seseorang yang melalui teror malam bisa membuat suara bising,

13
menjerit, bergerak tubuh mereka dan memiliki getaran dan keringat. Orang
yang ada teror malam yang sering tidur berjalan juga. Faktor pendahulunya dan
pemicu mirip dengan yang berjalan dalam tidur. Tidak jarang menemukan
orang dewasa yang masih terus mengalami teror malam hari13
iii. Gangguan tidur berjalan
Merupakan gangguan tingkah laku yang sangat komplek termasuk
adanya automatis dan semipurposeful aksi motorik, seperti membuk
apintu, menutup pintu, duduk ditempat tidur, menabrak kursi, berjalan
kaki, berbicara. Tingkah laku berjalan dalam beberapa menit dan kembali
tidur. Gambaran tipikal gangguan tingkah laku ini didapat dengan
gelombang tidur yang rendah, berlangsung 1/3 bagian pertama malam
selama tidur NREM pada stadium 3 dan 4. Selama serangan, relatif tidak
memberikan respon terhadap usaha orang lain untuk berkomunikasi
dengannya dan dapat dibangunkan susah payah13

2.6.2 Gangguan tidur terkait gangguan mental lain


Gangguan tidur terkait gangguan mental lain yaitu terdapatnya keluhan gangguan
tidur yang menonjol yang diakibatkan oleh gangguan mental lain (sering karena gangguan
mood) tetapi tidak memenuhi syarat untuk ditegakkan sebagai gangguan tidur tersendiri.
Ada dugaan bahwa mekanisme patofisiologik yang mendasari gangguan mental juga
mempengaruhi terjadinya gangguan tidur-bangun. Gangguan tidur ini terdiri dari :
Insomnia terkait aksis I atau II dan Hipersomnia terkait aksis I atau II.13
2.6.3 Gangguan tidur lain (akibat kondisi medis umum atau zat)
Gangguan akibat kondisi medis umum yaitu adanya keluhan gangguan tidur yang
menonjol yang diakibatkan oleh pengaruh fisiologik langsung kondisi medic umum
terhadap siklus tidur-bangun.
Gangguan tidur akibat zat yaitu adanya keluhan tidur yang menonjol akibat sedang
menggunakan atau menghentikan penggunaan zat (termasuk medikasi).
Penilaian sistematik terhadap seseorang yang mengalami keluhan tidur seperti
evaluasi bentuk gangguan tidur yang spesifik, gangguan mental saat ini, kondisi medic
umum, dan zat atau medikasi yang digunakan perlu dilakukan13

14
2.7. Diagnosis

1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Untuk menegakkan diagnosis gangguan tidur, maka semua penyebab organik


gangguan tidur harus disingkirkan. Anamnesis dilakukan untuk mengetahui secara detail
bentuk gangguan tidur yang dialami (onset, durasi, dan kebiasaan tidur), riwayat gangguan
medis, dan riwayat gangguan psikiatri. Selain itu, riwayat konsumsi obat atau zat dan
makanan juga perlu digali. Informasi tidak hanya didapatkan dari pasien saja, namun juga
dari pasangan dan kerabat pasien.

Anamnesis juga perlu menggali adanya penyakit psikiatri yang mendasari


gangguan tidur, missal skizofrenia dan depresi. Penting untuk melihat kecenderungan
pasien melukai diri sendiri atau orang lain, dan juga menggali adanya gejala psikosis.

Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk menyingkirkan penyebab biologis sebagai


etiologi gangguan tidur. Pemeriksaan yang dapat dilakukan mencakup pemeriksaan tanda
vital, patensi jalan napas, dan pemeriksaan neurologi.

2. Pemeriksaan Penunjang
Salah satu pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah meminta pasien
untuk membuat sleep log, yaitu catatan harian mengenai informasi pola dan kualitas tidur
yang dialami pasien secara subyektif. Selain untuk penegakan diagnosis, catatan ini juga
bermanfaat untuk monitoring respon terapi.

Polisomnografi
Instrument yang dikembangkan sebagai pemeriksaan penunjang untuk gangguan
tidur adalah polisomnografi. Polisomnografi memonitor aktivitas otak
(elektroensefalografi), gerakan bola mata (elektrookulografi), aktivitas otot
(elektromyografi), jantung (EKG), respirasi, dan saturasi oksigen.

Kebanyakan gangguan tidur dapat didiagnosis dengan anamnesis saja. Namun


polisomnografi dapat bermanfaat untuk mendiagnosis jenis gangguan tidur spesifik,

15
misalnya obstructive sleep apnea, mengorok, dan narkolepsi.

Penegakan diagnosis gangguan tidur menurut PPDGJ III⁵ :

F51.0 Insomnia Non-organik

Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti :

1) Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas
tidur yang buruk
2) Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal satu bulan
3) Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli yang
berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari
4) Ketidak puasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaan.
● Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, anxietas, atau obsesi tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan. Semua ko-morbiditas harus dicantumkan
karena membutuhkan terapi tersendiri.
● Kriteria lama tidur (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan adanya gangguan,
oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria
di atas (seperti pada transient insomnia ) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan
dalam Reaksi Stres Akut (F43.0) atau Gangguan Penyesuaian (F43.2).5

F51.1 Hipersomnia Non-organik

Gambaran klinis di bawah ini adalah untuk diagnosis pasti:

1) Rasa kantuk pada siang hari yang berlebihan atau adanya serangan tidur/ sleep
attacks (tidak disebabkan oleh jumlah tidur yang kurang), dan atau transisi yang
memanjang dari saat mulai bangun tidur sampai sadar sepenuhnya (sleep
drunkenness).
2) Gangguan tidur terjadi setiap hari selama lebih dari 1 bulan atau berulang dengan
kurun waktu yang lebih pendek, menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan
mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaaan.
3) Tidak ada gejala tambahan narcolepsy (cataplexy, sleep paralysis, hypnagogic

16
hallucination) atau bukti klinis untuk sleep apnoe (nocturnal breath cessation, typical
intermitten snoring sounds, dll).
4) Tidak ada kondisi neurologis atau medis yang menunjukkan gejala rasa kantuk pada
siang hari.

Bila hipersomnia hanya merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa lain,
misalnya gangguan afektif, maka diagnosis harus sesuai dengan gangguan yang
mendasarinya. Diagnosis hipersomnia psikogenik harus ditambahkan bila hypersomnia
merupakan keluhan yang dominan dari penderita dengan gangguan jiwa lainnya.5

F51.2 Gangguan Jadwal Tidur-Jaga Non-organik

Gangguan klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:

1) Pola tidur-jaga dari individu tidak seirama (out of synchrony) dengan pola tidur-
jaga yang normal bagi masyarakat setempat.
2) Insomnia pada waktu orang-orang tidur dan hipersomnia pada waktu kebanyakan
orang jaga, yang dialami hamper setiap hari untuk sedikitnya 1 bulan atau berulang
dengan kurun waktu yang lebih pendek.
3) Ketidakpuasan dalam kuantitas, kualitas, dan waktu tidur menyebabkan penderitaan
yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam social dan pekerjaan.

Adanya gejala gangguan jiwa lain, seperti ansietas, depresi, hipomania, tidak
menutup kemungkinan diagnosis gangguan jadwal tidur-jaga non-organik, yang penting
adanya dominasai gambaran klinis gangguan ini pada penderita. Apabila gejala gangguan
jiwa lain cukup jelas dan menetap harus dibuat diagnosis gangguan jiwa yang spesifik
secara terpisah.5

F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking)

Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:

1) Gejala yang utama adalah 1 atau lebih episode bangun dari tempat tidur, biasanya
pada sepertiga awal tidur malam, dan terus berjalan-jalan; (kesadaran berubah)
2) Selama 1 episode, individu menunjukkan wajah bengong (blank, staring face),

17
relative tak memberi respon terhadap upaya orang lain untuk mempengaruhi
keadaan atau untuk berkomunikasi dengan penderita, dan hanya dapat disadarkan/
dibangunkan dari tidurnya dengan susah payah.
3) Pada waktu sadar/ bangun (setelah satu episode/ besok paginya), individu tidak
ingat apa yang terjadi.
4) Dalam kurun waktu beberapa menit setelah bangun dari episode tersebut, tidak ada
gangguan aktivitas mental, walaupun dapat dimulai dengan sedikit bingung dan
disorientasi dalam waktu singkat.
5) Tidak ada bukti adanya gangguan mental organic.

Somnambulisme harus dibedakan dari serangan epilepsy psikomotor dan fugue


disosiatif (F44.1).5

F51.4 Teror Tidur (Night Terrors)

Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti:

1) Gejala utama adalah 1 atau lebih episode bangun dari tidur, mulai dengan berteriak
karenapanik, disertai ansietas yang hebat, seluruh tubuh bergetar, dan hiperaktifitas
otonomik seperti jantung berdebar-debar, nafas cepat, pupil melebar, dan
berkeringat.
2) Episode ini dapat berulang, setiap episode lamanya berkisar 1—10 menit, dan
biasanya terjadi pada sepertiga awal tidur malam.
3) Secara relative tidak bereaksi terhadap berbagai upaya orang lain untuk
mempengaruhi keadaan terror tidurnya, dan kemudian dalam beberapa menit setelah
bangun biasanya terjadi disorientasi dan gerakan-gerakan berulang.
4) Ingatan terhadap kejadian, kalaupun ada, sangat minimal (biasanya terbatas pada
satu atau dua bayangan-bayangan yang terpilah-pilah).
5) Tidak ada bukti adanya gangguan mental organik.
Terror tidur harus dibedakan dengan mimpi buruk (F51.5), yang biasanya terjadi
setiap saat dalam tidur, mudah dibangunkan, dan teringat dengan jelas kejadiannya. Terror
tidur dan somnambulisme sangat berhubungan erat, keduanya mempunyai karakteristik
klinis dan patofisiologis yang sama.5

18
F51.5 Mimpi Buruk (Nightmares)

Gambaran klinis di bawah ini adalah esensial untuk diagnosis pasti :

1) Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mmimpi yang
menakutkan yang dapat diingat kembali dengan ranci dan jelas (vivid), biasanya perihal
ancaman kelangsungan hidup, keamanan atau harga periode tidur, tetapi yang khas
adalah pada paruh kedua masa tidur.
2) Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera sadar penuh dan
mampu mengenali lingkungannya.
3) Pengalaman mimpi itu, dan akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan penderitaan
cukup berat bagi individu.

Sangat penting untuk membedakan mimpi buruk dari teror tidur, dengan
memperhatikan gambaran klinis yang khas untuk setiap gangguan.5

2.8. Tatalaksana Gangguan Tidur non Organik

Insomnia

Prinsip pengobatan insomnia yang berbeda dengan KIE adalah optimalisasi pola
tidur yang sehat. Pengobatan insomnia dapat dilakukan dengan cara nonfarmakologis atau
farmakologis. Tujuan utama mengobati insomnia adalah untuk mengidentifikasi faktor-
faktor penyebabnya. Setelah faktorpenyebab telah diidentifikasi, penting untuk mengontrol
dan mengelola masalah yang mendasarinya. Identifikasi predisposisi dapat
mengoptimalkan pengobatan kondisi medis dan mental dan manajemen nyeri, mengobati
gangguan tidur primer dan penyalahgunaan zat, dan jika mungkin, mempengaruhi fungsi
tidur secara kronis dalam banyak kasus. Hal ini dilakukan dengan mengurangi atau
menghentikan obat-obatan yang diketahui. Insomnia dapat disembuhkan jika penyebab
medis atau kejiwaan dinilai dan diobati dengan benar.13

Terapi farmakologi untuk insomnia diklasifikasikan menjadi tiga yaitu ;


Benzodiazepin, Nonbenzodiazepin – hipnotik (zolpidem, eszoplocone, zaleplon ramelteon,
trazodone), dan obat –obat yang lain yg dapat memberikan efek tertidur. Obat golongan

19
lain yang digunakan dalam terapi insomnia adalah golongan sedating antidepressant,
antihistamin, antipsikotik.
Benzodiazepam digunakan untuk insomnia sementara karena penggunaan jangka
panjang tidak dianjurkan. Penggunaan selama lebih dari 4 minggu menyebabkan toleransi
dan kecanduan. Benzodiazepam yang paling umum digunakan adalah temazepam, yang
mengandung BZD kerja menengah karena memiliki waktu paruh 820 jam. Dosis
temazepam adalah 1530 mg per malam. Efek samping dari BZDs termasuk psikomotor dan
defisit memori pada pasien yang diobati dengan BZDs short-acting, dan sedasi residual
terjadi pada pasien yang diobati dengan BZDs long-acting. Pasien yang memakai BZD
jangka panjang berada pada peningkatan risiko kecanduan, sedasi siang hari, jatuh,
kecelakaan, dan patah tulang. 13

Golongan non-benzodiazepam yaitu zolpidem, eszoplocone, zaleplon ramelteon,


trazodone. 13
- Zolpidem adalah obat hipnotis yang secara selektif mengikat reseptor benzodiazepine tipe
1 di otak. Obat ini efektif untuk lansia karena tidak mempengaruhi struktur tidur. Waktu
paruh zolpidem adalah 2,5-2.9 jam dengan dosis 5-10 mg. Zolpidem dikontraindikasikan
pada gangguan pernapasan dan hati terkait tidur. Efek samping zolpidem adalah mual,
pusing dan kecanduan jika dikonsumsi lebih 4 dari minggu.
- Zaleplon adalah obat short-acting yang diindikasikan untuk pengobatan insomnia dan telah
terbukti mengurangi onset insomnia. Tidak ada resistensi atau efek rebound yang diamati.
Zaleplon meningkatkan total waktu tidur dan mengurangi terbangun di malam hari. Pada
dasarnya, obat ini memiliki waktu paruh yang pendek dan tidak adanya efek hang over,
sehingga digunakan untuk sleep onset insomnia.
- Eszopiclone (lunesta ) adalah obat untuk insomnia dan telah disetujui penggunaan oleh
FDA pada tahun 2004. Mekanisme aksinya tidak dikeatahui dengan jelas. Eszopiclone
mempunyai waktu paruh cukup lama yaitu 5-6 jam dibanding golongan hipnotik
nonbenzodiazepin yg lain dan obat ini diberikan hanya untuk pasien yang memiliki waktu
tidur terjaga minimal 8 jam. Dosis yang direkomendasikan yaitu 3 mg untuk dewasa
sebelum tidur, 1mg untuk sleep-onset Insomnia, 2 mg untuk sleep-maintenanceinsomnia
pada lansia dan 1-2mg pada pasien dengna gagal hati (13). Obat untuk golongan non-

20
benzodiazepine yang paling lama dalam waktu paruh adalah eszopiclone. Waktu paruh dari
eszopiclone adalah 5 jam pada pasien lansia. Eszopiclone dengan dosis 2 mg bisa
menurunkan gejala seperti sleep latency, dan akan meningkatkan kedalaman dan kualitas
tidur, dan juga dapat meningkatkan TST pada pasien lansia dengan insomnia primer.
Eszopiclone dengan dosis 3 mg pada malam hari bisa membantu mempertahankan tidur
dan juga meningkatkan kualitas tidur pada pasien lansia yang mengalami insomnia kronik.
- Ramelteon (rozerem)
Selanjutnya obat golongan non-benzodiazepam adalah Ramelteon (rozerem). Ramelteon
merupakan obat melatonin reseptor agonis yang mempunyai selectivitas yang cukup tinggi
terhadap reseptor MT1 dan MT2 pada nucleus suprasiasma yang ada di hipotalamus.
Reseptor MT1 dan MT2 dapat memberikan efek berupa tertidur dan juga memelihara ritme
sirkadian. Waktu paruh dari ramelteon yaitu berkisar 1-6 jam , sehingga cocok untuk terapi
pada sleep-onset insomnia atau sleep -maintenance insomnia. Ramelton secara signifikan
meningkatkan tota daril waktu tidur pada chronic insomnia dan pasien lansia dengan
chronic insomnia. Dosis dari ramelteon ini adalah 8 mg yang diberikan 30 menit sebelum
tidur.

Sedating antidepressant hanya diberikan pada pasien insomnia yang diakibatkan


oleh depresi. Amitriptiline adalah salah satu sedating antidepressant yang digunakan
sebagai obat insomnia, akan tetapi pada usia lanjut menimbulkan beberapa efek samping
yaitu takikardi, retensi urin, konstipasi, gangguan fungsi kognitif dan delirium. Pada pasien
usia lanjut jugadihindari penggunaan trisiklik antidepresan. Obat yang paling sering
digunakan adalah trazodone. Walsh dan Schweitzer menemukan bahwa trazodone dosis
rendah efektif pada pasien yang mengalami insomnia oleh karena obat psikotik atau
monoamnie oxidase inhibitor dan pada pasien yang memiliki kontraindikasi terhadap
BZDs. 13
Pengobatan Non Farmakologis dengan Terapi Perilaku Kognitif untuk Insomnia
(Cognitive-Behavioral Therapy forInsomnia /CBTi) menggabungkan perilaku dan teknik
kognitif untuk mengatasi perilaku tidur disfungsional dan salah persepsi, pikiran yang
menyimpang dan mengganggu tentang tidur. Terapis dimulai dengan wawancara klinis
yang cermat untuk menilai etiologi insomnia, kronisitas, keparahan, asosiasi, dan kondisi

21
komorbiditas. Perawatan rencana kemudian dirancang dengan menggunakan teknik
kognitif dan perilaku yang dianggap relevan dan tepat. Ini mungkin termasuk: universal
sleep hygiene, terapi kontrol stimulus, terapi pembatasan tidur, terapi relaksasi dan
biofeedback, terapi kognitif, dan kadang-kadang paradoxical intention.15

- Universal Sleep Hygiene


Sleep hygiene dapat dilakukan dengan cara mengatur jadwal bangun dan tidur
setiap hari, berada di tempat tidur hanya saat tidur dan mengantuk, membuat pikiran dan
tubuh menjadi tenang dan rileks, tidur siang kurang dari 30 menit, tidur dengan
pencahayaan gelap, temperature kamar tidur yang nyaman, menghindari suara ribut, mandi
sore dengan air hangat, membersihkan kamar tidur secara teratur, makan secara teratur
setiap hari, tidak makan terlalu banyak sebelum tidur, tidak minum kopi atau kafein
sebelum tidur, tidak merokok sebelum tidur dan berolahraga secara teratur setiap pagi hari.
14

Gambar 2.2 Do’s and Don’ts for Good Sleep Hygiene15

22
- Terapi kontrol stimulus
Terapi kontrol stimulus adalah dekondisi paradigma yang dikembangkan oleh
Richard Bootzin dan rekan-rekannya di University of Arizona. Perawatan ini bertujuan
untuk memutus siklus masalah secara umum berhubungan dengan kesulitan memulai tidur.
Dengan mencoba membatalkan pengkondisian yang merusak tidur, terapi kontrol stimulus
membantu mengurangi faktor primer dan reaktif yang terlibat dalam insomnia.
Instruksinya sederhana namun, mereka harus diikuti secara konsisten. Aturan pertama
adalah pergi tidur hanya saat mengantuk memaksimalkan kesuksesan. Kedua, gunakan
tempat tidur hanya untuk tidur. Jangan lihat televisi di tempat tidur, jangan membaca,
jangan makan, dan jangan berbicara di telepon saat di tempat tidur. Ketiga, jangan
berbaring di tempat tidur dan menjadi frustasi jika tidak mampu tidur. Setelah beberapa
menit (jangan melihat jam), bangun, pergi ke yang lain ruangan, dan lakukan sesuatu yang
tidak membangkitkan rasa kantuk sampai rasa kantuk kembali. Tujuannya adalah
mengasosiasikan tempat tidur dengan onset tidur yang cepat. Aturan tiga harus diulang
sesering yang dibutuhkan. Instruksi keempat dan terakhir mencoba untuk meningkatkan
mekanisme yang mendasari siklus sirkadian dan tidur-bangun; itu adalah, bangun pada
waktu yang sama setiap pagi (terlepas dari waktu tidur, tidur total waktu, atau hari dalam
seminggu) dan benar-benar menghindari tidur siang. Terapi kontrol rangsanganberhasil;
namun, Anda mungkin tidak melihat hasilnya selama beberapa minggu pertama atau bulan.
Jika terus dipraktekkan, serangan insomnia berkurang baik frekuensi maupun
keparahannya. 15
- Terapi pembatasan tidur
Terapi pembatasan tidur adalah strategi yang dirancang untuk meningkatkan
efisiensi tidur dengan mengurangi jumlah waktu yang dihabiskan untuk terjaga sambil
berbaring di tempat tidur. Dikembangkan oleh Arthur Spielman, terapi ini secara khusus
menargetkan pasien yang berbaring terjaga di tempat tidur tidak bisa tidur. Membatasi
waktu di tempat tidur dapat membantu mengkonsolidasikan tidur. Jika pasien melaporkan
tidur hanya 5 jam dari waktu 8 jam yang dijadwalkan di tempat tidur, kurangi waktu di
tempat tidur. Namun, disarankan untuk tidak mengurangi waktu tidur menjadi kurang dari
4 jam per malam dan untuk memperingatkan pasien tentang bahaya kantuk di siang hari.
Tidur di lain waktu di siang hari harus dihindari, kecuali pada lansia yang rutin tidur siang

23
30 menit. Klinisi kemudian memantau efisiensi tidur (waktu tidur seperti persentase waktu
di tempat tidur). Saat efisiensi tidur mencapai 85 persen (rata-rata selama lima malam),
waktu di tempat tidur bertambah 15 menit. Tidur terapi restriksi menghasilkan penurunan
nokturnal secara bertahap dan stabil terjaga. 15
- Terapi relaksasi dan biofeedback
Aspek terpenting dari terapi relaksasi adalah bahwa hal itu dilakukan dengan benar
dan dipelajari secara berulang. Self-hypnosis, relaksasi progresif, pencitraan terpandu, dan
latihan pernapasan dalam semuanya efektif jika menghasilkan relaksasi. Tujuannya adalah
untuk menemukan teknik yang optimal untuk setiap pasien, tetapi tidak semua pasien
membutuhkan bantuan relaksasi. Relaksasi otot progresif sangat berguna bagi pasien yang
mengalami ketegangan otot. Tegang dengan sengaja (5 hingga 6 detik) lalu rilekskan
kelompok otot (20 hingga 30 detik) mulai dari kepala dan berakhir di kaki. Latihan
pernapasan dilakukan setidaknya selama 20 menit per hari selama 2 minggu. Setelah
dikuasai, gunakan teknik ini sekali sebelum tidur selama 30 menit. Jika tidak berhasil, coba
lagi di malam lain. 15
Pasien harus merasa nyaman dengan setiap langkah sebelum melanjutkan ke
langkah berikutnya. Pertama, dalam posisi terlentang, bernapaslah secara normal melalui
mulut atau hidung, mana yang lebih nyaman, dan perhatikan pola pernapasan Anda. Kedua,
sambil mempertahankan ritme itu, mulailah bernapas lebih banyak dengan perut dan
kurangi dengan dada. Ketiga, jeda selama setengah detik setelah setiap siklus napas (masuk
dan keluar) dan evaluasi napas. Bagaimana rasanya? Apakah mulus? Akhirnya setiap nafas
akan menjadi seragam dan halus. Keempat, temukan tempat di mana Anda bisa merasakan
udara bergerak masuk dan keluar dengan baik. Berkonsentrasilah pada titik itu dan pada
udara yang bergerak masuk dan keluar. Kelima, visualisasikan pikiran-pikiran yang
mengganggu seperti melayang; jika ada terlalu banyak pikiran, berhentilah berlatih dan
coba lagi nanti. 15
- Terapi kognitif
Perawatan yang efektif dan tervalidasi ini untuk berbagai jenis kondisi kejiwaan
termasuk depresi berat dan kecemasan umum telah diadaptasi untuk digunakan dengan
insomnia. Aspek kognitif insomnia pengobatan menargetkan respons emosional negatif
terhadap penilaian situasi yang berhubungan dengan tidur. Respons emosional negatif

24
dianggap menghasilkan gairah emosional yang pada gilirannya berkontribusi atau
melanggengkan insomnia. Orang yang memiliki kognisi maladaptif cenderung melebih-
lebihkan konsekuensi negatif dari insomnia: “pasti ada sesuatu yang salah dengan saya jika
saya tidak bisa tidur dalam 40 menit.” Mereka juga cenderung memiliki harapan yang tidak
realistis tentang kebutuhan tidur mereka: “jika saya tidak tidur 8 jam semalam maka
seluruh hariku akan hancur.” Langkah pertama adalah mengidentifikasi kognisi ini,
selanjutnya menantang validitasnya dan akhirnya menggantikannya dengan kognisi yang
lebih adaptif. Keyakinan yang dipegang kuat bahwa sulit tidur akan berdampak negatif
kesehatan fisik dan mental. 15

Hipersomnia primer

Terapi hipersonrnia primer terutama terdiri atas obat stimulan, seperti arnfetamin
yang diberikan di pagi atau sore hari. Obat antidepresan nonsedasi seperti buproprion
(Welllbutrin) dan stimulan baru seperti rnodafinil (Provigil) juga mungkin berguna pada
beberapa pasien. Sebagai tambahan terapi obat, pendekatan terapeutik secara keseluruhan
biasanya mencakup penyesuaian gaya hidup, konseling psikologis, berhenti mengunakan
narkoba untuk mengurangi toleransi (jika stimulan digunakan), dan monitoring, kesehatan
umum, dan status jantung. 15

Narkolepsi

Tidak ada terapi penyembuhan untuk narkolepsi. Tetapi pengelolaan gejala dapat
dilakukan. Suatu regimen untuk memaksa tidur siang pada waktu yang teratur kadang-
kadang dapat membantu pasien dengan narkolepsi, dan pada beberapa kasus, regimen itu
sendiri, tanpa obat, hampir dapat menyembuhkan pasien. Jika obat dibutuhkan, stimulan
adalah obat yang paling lazim digunakan. Modafinil (Provigil), suatu agonis reseptor a-
adrenergik, telah disetujui oleh U.S Food and Drug Administration (FDA) untuk
mengurangi jumlah serangan tidur dan meningkatkan kinerja psikomotor pada narkolepsi.4
Ahli masalah tidur sering rneresepkan obat trisiklik atau serotonin selective
reuploke inhibitors (SSRI) untuk mengurangi katapleksi. Pendekatan ini menekankan pada
sifat penekan tidur obat ini. Karena katapleksi dianggap merupakan gangguan fenomena
tidur REM ke dalam keadaan terjaga, rasionalisasinya menjadi jelas. Banyak laporan

25
menunjukkan bahwa imipramine (Tofranil). modafinil. dan fluoxetine (Prozac) cukup
efektif mengurangi atau menghilangkan katapleksi. Walaupun terapi obat adalah terapi
pililran, keseluruhan pendekatan terapeutik harus mencakup tidur siang yang terjadwal,
penyesuaian gaya hidup. konseling psikologis, libur obat untuk mengurangi toleransi, dan
pengawasan teliti terhadap pembelian ulang obat, kesehatan umum, dan keadaan jantung.
4

Gangguan tidur yang berhubungan dengan pernafasan atau sleep apnea syndrome

Bagian ini mencakup beberapa kondisi yang ditandai dengan gangguan pernafasan
saat tidur: central sleep apnea, obstruction sleep apnea syndrom, sleep-related
hypoventilation disorders. Intervensi yang tersedia untuk mengobati OSA yaitu tekanan
udara positif (PAP), peralatan oral, terapi posisi, intervensi bedah, dan penurunan berat
badan. Akhirnya, terapi obat memiliki telah dicoba untuk OSA tetapi tidak berhasil.
Medroksiprogesteron asetat adalah awalnya dianggap membantu tetapi jarang digunakan
sekarang.15

Pada pasien dengan gangguan tidur apnea yang diobati dengan PAP, terkadang
episode apnea sentral muncul. Jika apnea sentral bertahan dari waktu ke waktu dan
menurunkan tekanan memungkinkan obstruksi terjadi kembali (yaitu, tekanan yang lebih
rendah tidak cukup untuk mengobati apnea obstruktif) pasien dianggap memiliki
treatment-emergent central sleep apnea. 15

Gangguan Tidur Irama Sirkadian

Gangguan tidur irama sirkadian mencakup suatu kisaran luas keadaan yang
rnelibatkan ketidaksejajaran antara periode tidur yang sebenarnya dengan periode tidur
yang diinginkan. DSM-lV-TR mendaftarkan empat jenis gangguan tidur irama sirkardian:
tipe fase tidur tertunda, tipe jet lag, tipe kerja bergiliran, dan tidak tergolongkan.4
- Light therapy.
Penelitian menunjukkan bahwa paparan cahaya dapat mengatur ulang alat pacu
jantung sirkadian. Hal ini terutama terjadi ketika cahaya terang (lebih besar dari 10.000
lx) atau dalam spektrum biru. Dengan pengaturan waktu paparan cahaya terang yang
tepat, jam biologis dapat disetel ulang. Paparan cahaya mengubah set-point jam
biologis. Menggunakan suhu inti tubuh sebagai penanda fisiologis, cahaya terang

26
menghasilkan penundaan fase ketika disajikan sebelum suhu nadir. Sebaliknya,
paparan cahaya setelah suhu nadir membangkitkan fase maju. Semakin dekat
menghadirkan cahaya ke titik belok (nadir suhu), semakin kuat respons dalam
mengubah siklus. Dengan demikian, terapi cahaya terang di pagi hari dapat digunakan
untuk fase lanjut individu dengan sindrom fase tidur tertunda. Demikian pula, paparan
cahaya terang di malam hari dapat membantu pasien dengan sindrom fase tidur lanjut.
Baru-baru ini, ditemukan bahwa spektrum cahaya biru adalah unsur penting dalam
pengaturan dan pergeseran fase. Oleh karena itu, paparan sinar biru (atau pembatasan
dengan kacamata penghalang biru) pada waktu tertentu dapat memberikan manfaat
terapeutik. Dokter semakin mengandalkan terapi cahaya untuk menggeser ritme tidur-
bangun sirkadian individu dengan fase tidur tertunda dan lanjut; pekerja shift; astronot;
dan individu yang mengalami jet lag.15

- Pengobatan.

Pemberian melatonin pada individu yang buta sejak lahir berhasil melatih ritme
tidur-bangun sirkadian mereka. Para peneliti berpendapat bahwa sekresi melatonin
bertindak sebagai substrat biologis untuk osilator sirkadian internal. Dalam keadaan
normal, kadar melatonin mulai meningkat saat senja dan tetap tinggi hingga fajar.
Cahaya terang menekan pelepasan melatonin. Melatonin, dalam arti tertentu, adalah
sinyal kegelapan di otak. Dengan demikian, ini dapat digunakan secara klinis untuk
mengelola pasien dengan gangguan siklus tidur-bangun yang terganggu. Melatonin
tersedia OTC di Amerika Serikat. Agonis melatonin sintetik resep (Ramelteon) juga
tersedia (disetujui FDA untuk merawat pasien dengan insomnia awitan tidur). Di
Eropa, melatonin (Circadin) lepas lambat 2 mg tersedia di banyak negara Eropa,
Australia, dan beberapa tempat di Asia. Menariknya, modafinil senyawa pemicu
bangun disetujui FDA untuk mengobati kantuk pada pasien dengan gangguan tidur-
bangun ritme sirkadian tipe kerja shift. 15

27
- Kronoterapi
Chronotherapy melibatkan penundaan fase secara progresif seseorang sampai
osilator sirkadian disinkronkan dengan jadwal tidur-bangun yang diinginkan. Sebagian
besar orang dewasa muda dan paruh baya memiliki kecenderungan untuk secara
bertahap menunda ritme tidur-bangun sirkadian mereka. Jadi, penundaan fase setiap
malam selama 2 atau 3 jam dianggap lebih mudah daripada peningkatan fase karena
memanfaatkan kecenderungan alami. Menghentikan penundaan fase pada saat yang
tepat dan mempertahankan sinkronisasi yang diinginkan dapat menjadi suatu
tantangan. Pasien juga harus mengatasi jadwal tidur-bangun yang aneh selama
sebagian besar minggu selama terapi (yang dapat mengganggu sekolah atau pekerjaan).
Karena alasan ini, perkembangan terapi cahaya dan intervensi farmakologis telah
membayangi kronoterapi dalam dua dekade terakhir. 15

28
BAB 3

KESIMPULAN

Tidur merupakan suatu proses di otak yang dibutuhkan seseorang untuk dapat
berfungsi dengan baik. Gangguan tidur merupakan kumpulan suatu kondisi yang
dikaitkan dengan adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada individu.²
Gangguan tidur merupakan salah satu masalah klinis yang paling sering dihadapi dalam
pengobatan psikiatri. Tidur yang tidak memadai dapat sangat mengganggu kualitas hidup
pasien. Gangguan tidur dapat diakibatkan oleh penyebab primer atau oleh berbagai kondisi
kejiwaan dan medis.,3

Berdasarkan dugaan etiologinya, gangguan tidur dibagi menjadi empat


kelompok yaitu, gangguan tidur primer, gangguan tidur akibat gangguan mental lain,
gangguan tidur akibat kondisi medik umum, dan gangguan tidur yang diinduksi oleh
zat. Insomnia merupakan gangguan tidur yang paling sering ditemukan. Sekitar 67%
lansia mengalami gangguan tidur. Gangguan tidur yang paling sering ditemukan pada
lansia yaitu insomnia, gangguan ritmik tidur, dan apnea tidur.

Pendekatan secara sistematik terhadap gangguan tidur lebih ditekankan pada


pendekatan komprehensif terhadap seluruh kondisi kesehatan fisik dan mentalnya dan lebih
bersifat konservatif. Upaya meningkatkan higiene tidur perlu dilaksanakan untuk
menghasilkan tidur yang berkualitas. Terapi dengan obat-obatan psikotropika perlu
diberikan dengan dimulai dosis efektif paling kecil sehingga tidak menimbulkan efek
kumulatif3.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Apriliani KM, Soetjipto D. Sleep Disorders in Late-Life Depression. J Psikiatri Surabaya.


2020;9(1):1.

2. Haryono A, Rindiarti A, Arianti A, Pawitri A, Ushuluddin A, Setiawati A, et al (2009).


Prevalensi gangguan tidur pada remaja usia 12-15 tahun di sekolah lanjutan tingkat
pertama. Sari Pediatri , pp: 149-154

3. Khoury J, Doghramji K. Primary Sleep Disorders. Psychiatr Clin North Am [Internet].


2015;38(4):683–704. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/j.psc.2015.08.002

4. Sadock, B.J. & Sadock, V.A., 2010. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Kinis. 2 ed.
Jakarta: EGC

5. Maslim R. Diagnosis Gangguan Jiwa – Rujukan Ringkas dari PPDGJ – III dan DSM-5.
2013. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.
6. Tumurbaatar E, Tumur-ochir G, Bat-erdene E, Munkhbat T, Erdenebaatar C, Bumandorj
B, et al. Nonorganic sleep disorders and sleep quality among the general population of
Mongolia. 2023;63(01).

7. Grewal, R., & Doghramji, K. (2010). Epidemiology of Insomnia. Springer.

8. Sleep Disorders. (2015). National Alliance on Mental Illness, 1-2.

9. Foldvary-Schaefer, N. (2015). Treatment Guide Understanding Sleep Disorders.


Cleveland Clinic, 1-16.

10. Supriyatno, B., & Deviani, R. (2005). Obstructive sleep apnea syndrome pada Anak. Sari
Pediatri, 77-84.

11. 1Knott, L. (2014, August 12). Nightmare Disorder. Retrieved December 21, 2017, from
Patient: Making lives better: https://patient.info/doctor/nightmare-disorder

12. Sleepwalking & Night Terrors The Non-REM Parasomnias. (2013). Retrieved December

30
21, 2017, from Woolcock: Leaders in Breathing & Sleep Research:
https://woolcock.org.au/

13. American Academy of Sleep Medicine. Nightmares. 2017 . Available from:


http://www.sleepeducation.org/sleep-disorders-by
category/parasomnias/nightmares/treatment
14. Sutardi MAG. Tata Laksana Insomnia. J Med Hutama [Internet]. 2021;02(01):402–6.

Available from: http://jurnalmedikahutama.com

15. Rahmawati F. Hubungan Sleep Hygiene Terhadap Kualitas Tidur Penderita Diabetes

Mellitus Tipe 2 the Correlation Between Sleep Hygiene and Sleep Quality on People With

Type 2 Diabetes Mellitus 1. J Pengabdi Sriwij. 2020;8(1):945–9.

16. Sadock, B. J., Sadock, V. A. & Ruiz, P., 2017. Kaplan & Sadock's Comprehensive

Textbook of Psychiatry. New York: Wolters Kluwer

31
32

Anda mungkin juga menyukai