Anda di halaman 1dari 8

Diagnosis

Diagnosis KNF dilakukan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga


pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Anamnesis yang dapat kita tanyakan yaitu sudah berapa lama keluhan
dirasakan, pada satu sisi saja atau keduanya baik itu hidung atau telinga,
keluhan dirasakan tiba-tiba / mendadak atau progresif, serta riwayat trauma.1
Riwayat gaya hidup dan sosial ekonomi juga perlu ditanyakan contohnya
riwayat konsumsi ikan asin berulang dikarenakan ikan asin mengandung
nistrosamin yang dapat memicu KNF. Selain itu, riwayat merokok juga perlu
ditanyakan dikarenakan merupakan faktor risiko kejadian KNF. Kemudian
tanyakan juga riwayat KNF atau keganasan lainnya pada keluarga.1
Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus, otalgia,
hidung tersumbat, lendir bercampur darah. Pada stadium lanjut dapat ditemukan
benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf, diplopa, dan neuralgia trigeminal
(saraf III, IV, V, VI). 1 Sebanyak 80% pasien akan mengeluhkan gejala dari
hidung. mulai dari sumbatan hidung, sekret hidung bercampur darah, dan post-
nasal drip.2 Selain keluhan hidung, pasien juga mengeluhkan gejala pada telinga
yaitu gangguan pendengaran konduktif, rasa penuh dan tinitus. Hal ini
disebabkan karena pertumbuhan massa yang menghalangi aliran keluar dari
tuba eustachius sehingga muncul gejala sekunder. Selanjutnya ada gejala
neurologis akibat dari ekstensi intrakranial dimana kejadiannya sebanyak 8%-
12% dapat disertai dengan keterlibatan saraf kranial dan yang paling sering
terlibat adalah saraf abducens (VI).3 Keterlibatan kelenjar getah bening leher
juga merupakan salah satu manifestasi klinis karsinoma nasofaring dimana
kelenjar getah bening dari puncak segitiga posterior dan jugularis atas paling
sering terlibat pada stage awal kemudian jika perbesara KGB ditemukan di
supraklavikula menandakan bahwa sudah masuk stadium lanjut.4

Pemeriksaan Fisik
Untuk pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan cara langsung yaitu
nasofaringoskopi` dengan endoskop / nasofaringoskop kaku (rigid
nasopharyngoscope). Kemudian dengan cara tak langsung yaitu dengan
rinoskopi posterior. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat bagaimana keadaan
masa di nasofaring. Pemeriksaan menggunakan nasofaringoskopi diketahui lebih
detail dibandingkan rinoskopi posterior karena dengan pemeriksaan tersebut kita
dapat mengetahui seluruh keadaan dari rongga hidung dan nasofaring.
Sedangkan bila menggunakan rinoskopi posterior ada halangan berupa
bayangan yang ada dikaca.5
Pemeriksaan Penunjang

1. Pencitraan
Pemeriksaan radiologik dilakukan untuk melihat massa KNF dan untuk
mengetahui seberapa jauh dari penyebaran KNF tersebut sehingga membantu
menegakkan prognosisnya. CT-Scan pada daerah kepala dan leher mulai
setinggi sinus frontalis sampai dengan klavikula, tanpa dan dengan kontras.
Teknik pemberian kontras dengan injector 1-2 cc / kg BB. CT berguna untuk
melihat tumor primer / lokal yang akan terlihat memanjang dari atap faring
bahkan tumor tersembunyi lainnya serta ekstensi intrakranial namun
penyebaran ke jaringan sekitarnya serta penyebaran KGB regional menjadikan
MRI sebagai modalitas pilihan.3
Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya kelainan
maka dilanjutkan dengan CT Scan Thoraks dengan kontras. Pada kanker yang
curiga sudah bermetastasis pada tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan
skintigrafi dengan PET-Scan.6

Gambar 6. Gambaran KNF stadium awal pada CT Scan

Gambar 7. PET-Scan menggunakan FDG pada KNF.

2. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan dibawah anastesi lokal
menggunakan endoskopi rigid atau fleksibel. Pertumbuhan kanker dapat
proliferatif, ulseratif, atau infiltratif pada submukosa. Biopsi dapat dilakukan
bersamaan dengan endoskopi.7
Gambar 8. Tumor nasofaring yang dilihat dengan endoskopi rigid.

3. Patologi Anatomi
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi melalui
hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsy). (THT) WHO
mengklasifikasikan hasil histopatologi menjadi tiga subgrup:8
 Karsinomasel skuamosa (berkreatinisasi) (20-25%)
Merupakan tipe yang menghasilkan keratin dan dapat berdiferensiasi
dengan baik.
 Karsinoma tidak berkreatiniasi (10- 15%)
 Karsinoma tidak berdiferensiasi (60- 65%)

4. Serologi Epstein Barr


Pemeriksaan serologi virus Epstein Barr dapat dilakukan. Virus ini memiliki
dua antigen penting: Viral Capsid Antigen (VCA) dan Early Antigen (EA). Sampel
yang akan ditemukan dapat berupa IgA anti EBV-EA dan IgA Anti-VCA.
Pemeriksaan Serologi IgA untuk infeksi virus Ebstein Barr dapat berguna dalam
mendeteksi KNF.3

Stadium
Adapun stadium KNF dibagi berdasarkan Klasifikasi TNM menurut AJCC,
Edisi 8, 2017:
 Tumor Primer (T)
TX : Tumor primer tidak dapat dinilai T0 : Tidak terdapat tumor primer
Tis : Tumor in situ
T1 : Tumor terbatas pada nasofaring, atau tumor meluas ke ororfaring dan
atau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaringeal
T2 : Tumor dengan perluasan ke parafaringeal
T3 : Tumor melibatkan struktur tulang dari basis kranii dana tau sinus
paranasal
T4 : Tumor dengan perluasan intrakranial dan atau keterlibatan saraf
kranial, hipofaring, orbita, atau dengan perluasan ke fosa infratemporal /
measticator space
 KGB Regional (N)
NX : KGB Regional tidak dapat dinilai
N0 : Tidak terdapat metastasis ke KGB regional
N1 : Metastasis unilateral ke KGB, 6 cm atau kurang di atas fosa
supraklavikula
N2 :Metastasis bilateral di KGB, 6 cm atau kurang dalam dimensi terbesar di
atas fosa supraklavikula
N3 : Metastasis di KGB, ukuran > 6 cm
N3a : Ukuran > 6cm
N3b : Perluasan ke fosa supraklavikula
 Metastasis Jauh (M)
MX : Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 : tidak terdapat metastasis jauh
M1 : Terdapat metastasis jauh

Tabel 1. Staging KNF.9


Ti1 T1 T2 T3 T4

N0 0 I II III IVA

N1 II II III IVA
M0
N2 III III III IVA

N3 IVB IVB IVB IVB

M1 IVC IVC IVC IVC

Diagnosis Banding
Diagnosis banding KNF bergantung pada bentuk dan luas lesi serta gejala
yang menyertai pasien1
 Kondisi jinak
- Polip nasofaring
- Angiofibroma
 Kondisi ganas
- Limfoma
- Tumor kelenjar saliva
- Karsinoma sinonasal
- Melanoma mukosa maligna

Tatalaksana
Terapi mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan didukung
dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala.

Tabel 2. Penatalaksanaan menurut stadium9


Stadium I Radioterapi
Stadium II & III Kemoradiasi
Stadium IV Kemoradiasi
dengan N
<6cm
Stadium IV Kemoterapi
dengan N dosisi penuh
>6cm dilanjutkan
dengan
kemoradiasi
Radioterapi merupakan terapi utama KNF yaitu dengan cara merusak
DNA sehingga menyebabkan kerusakan pada sel tumor. Radioterapi ada 2 yaitu
radioterapi kuratif definitif dan radioterapi paliatif. Radio terapi kuratif definitif
diberikan kepada tumor stadium I dan II sedangkan untuk radioterapi paliatif
diberikan pada stadium lanjut dan sudah bermetastasis. Radioterapi masih
merupakan pengobatan utama.5
Kemoterapi diberikan kepada pasien dengan kasus yang telah berulang
ataupun telah bermetastasis ke organ lain (stadium III dan IV). Mekanisme kerja
dari kemoterapi yaitu dengan menghambat sintesis purin dan pirimidin sehingga
mengubah struktur DNA dan menggagalkan replikasi dari sel tumor tersebut.
Obat kemoterapi ada yang diberikan untuk menghambat seluruh siklus
pembelahan sel dan menghambat siklus tertentu pada pembelahan sel.
Kemoterapi biasanya dikombinasikan dengan radioterapi. Kemoterapi menjadi
terapi tambahan (adjuvant) terbaik.5,8
Pilihan operasi pada KNF jarang dilakukan, hal ini disebabkan oleh karena
lokasinya yang rumit disertai letaknya yang sangat berdekatan dengan organ
penting tepi sayatan bebas tumor. Tindakan operatif dapat dilakukan teutama
pada kasus yang rekuren lokal atau regional yang masih dapat dieksisi dengan
tepi sayatan bebas kanker.10
Pada perawatan paliatif Perhatian pertama harus diberikan pada pasien
pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur
mayor maupun minor data penyinaran. Tidak banyak yang dapat dilakukan
selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa
minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah rasa asam
untuk merangsang kelenjar. Gangguan lain sekitarnya hampir tidak
memungkinkan untuk adalah mukositis mulut karena jamur, rasa kaku di
daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan
nafsu makan, mual muntah.8,10
Saat kanker sudah bermetastasis tidak banyak tindakan medis yang dapat
diberikan selain simtomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Perawatan paliatif diindikasikan langsung terhadap pengurangan rasa nyeri,
mengontrol gejala dan memperpanjang usia. Radiasi sangat efektif mengurangi
nyeri akibat metastasis tulang.8
Prognosis
Prognosis keseluruhan tidak baik dan angka survival lima tahunnya hanya
30%. Hal ini biasa terjadi karena terlambat menegakkan diagnosis. Dengan
pengenalan tanda dan gejala sedini mungkin maka prognosis dapat membaik.9
Stadium T1 dan T2 memiliki angka kontrol lokoregional yang tinggi (> 95%) 5-
year locoregional control rates. Angka survival dapat mencapai 70 –75%. Pada
stadium lanjut T3 dan T4, angka kontrol lokoregional 26 mencapai secara
berturut-turut 70% dan 50%. Angka survival 5 tahun pasien dengan stadium
lanjut yang ditangani kemoterapi adalah 66% dan dengan radiasi 76%.9,10
Edukasi

Hal-hal yang perlu diedukasikan kepada pasien telah dibahas dalam subbab
sebelumnya. Berikut ini adalah rangkuman mengenai hal-hal yang penting untuk
diedukasikan kepada pasien.

Tabel 3 Edukasi kepada pasien11


Kondisi Informasi Dan Anjuran
Radioterapi 1. Efek samping radiasi akut yang
dapat muncul (xerostomia,
gangguan menelan, nyeri saat
menelan), maupun lanjut (fibrosis,
mulut kering, dsb)
2. Anjuran untuk selalu menjaga
kebersihan mulut dan perawatan
kulit (area radiasi) selama terapi
Kemoterapi Efek samping kemoterapi yang
mungkin muncul (mual, muntah, dsb)
Nutrisi Edukasi jumlah nutrisi , jenis dan
cara pemberian nutrisi sesuai
dengan kebutuhan
Metastasis 1. Kemungkinan fraktur patologis
pada tulang sehingga pada pasien yang
berisiko diedukasi untuk berhati-
hati saat aktivitas atau mobilisasi.
2. Mobilisasi menggunakan alat
fiksasi eksternal dan/atau dengan
alat bantu jalan dengan
pembebanan bertahap
Lainnya 1. Anjuran untuk kontrol rutin pasca
pengobatan
2. Anjuran untuk menjaga pola hidup
yang sehat

KNF mempunyai risiko rekurensi tersering kurang dari 5 tahun pasca terapi,
sehingga membutuhkan follow up jangka panjang.9

Kontrol rutin dilakukan meliputi konsultasi & pemeriksaan fisik:11

1. Tahun 1 : setiap 1-3 bulan


2. Tahun 2 : setiap 2-6 bulan
3. Tahun 3-5 : setiap 4-8 bulan
4. 5 tahun : setiap 12 bulan

KESIMPULAN
KNF merupakan tumor ganas daerah kepala leher terbanyak di Indonesia
yang dapat disebabkan oleh faktor genetik, virus, dan lingkungan. Diagnosis dini
menentukan prognosis pasien cukup sulit dilakukan. Seringkali tumor ditemukan
terlambat dan menyebabkan metastasis ke leher lebih sering ditemukan sebagai
gejala pertama. Adapun gejala yang sering ditemukan mencakup 4 kelompok:
gejala nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta gejala
metastasis atau gejala di leher. Diagnostik KNF berpedoman pada anamnesis,
pemeriksaan fisik, penunjang (pencitraan, endoskopi, histopatologi, serologi).
Terapi yang tersedia meliputi radioterapi (pilihan utama), kemoterapi, operatif,
dan paliatif dimana pemilihan terapi tergantung pada stadium kanker. Karena
perbedaan prognosis yang sangat mencolok antara stadium kanker, diperlukan
pemahaman yang komprehensif tentang KNF mulai dari epidemiologi,
diagnostik, terapi, untuk pencegahan serta deteksi dini guna menekan tingkat
morbiditas dan mortalitasnya.

Daftar pustaka

1. Wu L, Li C, Pan L. Nasopharyngeal carcinoma: A review of current


updates. Exp Ther Med. 2018;15(4):3687–92.

2. Adoga AA, Kokong DD, Ma’an ND, Silas OA, Dauda AM, Yaro JP, Mugu
JG, Mgbachi CJ, Yabak CJ. The epidemiology, treatment, and
determinants of outcome of primary head and neck cancers at the Jos
University Teaching Hospital. South Asian J Cancer. 2018 Jul-Se.

3. Blanchard P, Nguyen F, Moya-Plana A, Pignon JP, Even C, Bidault F,


Temam S, Ruffier A, Tao Y. [New developments in the management of
nasopharyngeal carcinoma]. Cancer Radiother. 2018 Oct;22(6-7):492-495.

4. Chen YP, Chan ATC, Le QT, Blanchard P, Sun Y, Ma J. Nasopharyngeal


carcinoma. Lancet. 2019;394(10192):64–80.

5. lmomani MH, Zulfiqar H, Nagalli S. Nasopharyngeal Carcinoma (NPC,


Lymphoepithelioma) [Updated 2022 Jan 7].
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558922/.

6. Nour AS, Weldehawariat TD, Woldemariam AA, Layo DG.


Nasopharyngeal Carcinoma: A Retrospective Study on Imaging Patterns
at Tikur Anbessa Specialized Hospital, Addis Ababa, Ethiopia. Ethiop J
Health Sci. 2020 Mar;30(2):215-222.

7. Dhingra PL., Dhingra S. 2018. Diseases Of Ear, Nose, And Throat 7th ed.
Haryana: Elsevier.

8. Head and Neck. American Joint Comitte on Cancer. AJCC Cancer Staging
Manual 8th edition. New York, NY: Springer;2017.
9. Soepardi AA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu
kesehatan telinga hidung tenggorok kepala & leher cetakan ketujuh.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2017.

10. Salehniya H, Mohammadian M, Hafshejani MA, Mahdavir N.


Nasopharyngeal Cancer In The world : Epidemiology, Incidence, Mortality
And Risk factor. Iran : World Cancer Research Journal. 2018.

11. Kementrian Kesehatan RI. Panduan penatalaksanaan kanker nasofaring.


Jakarta: Kemenkes RI; 2017.

1. Wu L, Li C, Pan L. Nasopharyngeal carcinoma: A review of current


updates. Exp Ther Med. 2018;15(4):3687–92.

2. Adoga AA, Kokong DD, Ma’an ND, Silas OA, Dauda AM, Yaro JP, Mugu
JG, Mgbachi CJ, Yabak CJ. The epidemiology, treatment, and
determinants of outcome of primary head and neck cancers at the Jos
University Teaching Hospital. South Asian J Cancer. 2018 Jul-Se.

3. Blanchard P, Nguyen F, Moya-Plana A, Pignon JP, Even C, Bidault F,


Temam S, Ruffier A, Tao Y. [New developments in the management of
nasopharyngeal carcinoma]. Cancer Radiother. 2018 Oct;22(6-7):492-495.

4. Chen YP, Chan ATC, Le QT, Blanchard P, Sun Y, Ma J. Nasopharyngeal


carcinoma. Lancet. 2019;394(10192):64–80.

5. lmomani MH, Zulfiqar H, Nagalli S. Nasopharyngeal Carcinoma (NPC,


Lymphoepithelioma) [Updated 2022 Jan 7].
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558922/.

6. Nour AS, Weldehawariat TD, Woldemariam AA, Layo DG.


Nasopharyngeal Carcinoma: A Retrospective Study on Imaging Patterns
at Tikur Anbessa Specialized Hospital, Addis Ababa, Ethiopia. Ethiop J
Health Sci. 2020 Mar;30(2):215-222.

7. Dhingra PL., Dhingra S. 2018. Diseases Of Ear, Nose, And Throat 7th ed.
Haryana: Elsevier.

8. Head and Neck. American Joint Comitte on Cancer. AJCC Cancer Staging
Manual 8th edition. New York, NY: Springer;2017.

10. Salehniya H, Mohammadian M, Hafshejani MA, Mahdavir N.


Nasopharyngeal Cancer In The world : Epidemiology, Incidence, Mortality
And Risk factor. Iran : World Cancer Research Journal. 2018.

11. Kementrian Kesehatan RI. Panduan penatalaksanaan kanker nasofaring.


Jakarta: Kemenkes RI; 2017.

Anda mungkin juga menyukai