Anda di halaman 1dari 51

1

MODUL
ONKOLOGI



Oleh:

dr. H. Agustria Zainu Saleh, Sp.OG (K)








Daftar Isi

1. Karsinoma Vulva .............................................................................. 3
2. Karsinoma Vagina ................................................................ 6
3. Karsinoma Serviks ............................................................................. 8
4. . Karsinoma Endometrium ................................................................... 18
5. Karsinoma Tuba Fallopi .................................................................... 22
6. Karsinoma Ovarium ........................................................................... 24
7. Penyakit Trofoblast ........................................................................... 36
8. Kemoterapi pada kanker ..................................................................... 43

2

Kata Pengantar

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat-Nya, penuntun
Praktis Penatalaksanaan Kanker Ginekologi dapat dibukukan.
Seperti kita ketahui bersama problema kanker masih belum diatasi secara tuntas.
Dalam beberapa hal penatalaksanaan penderita kanker masih bersifat individual tergantung pada keadaan
umum penderita, faktor lingkungan sosial kultural dan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) serta
prasarana yang tersedia.
Tetapi penuntun praktis penatalaksanaan masih diperlukan untuk para praktisi dalam membuat keputusan
penatalaksanaan penderita kanker dengan adekuat sesuai dengan keadaan spesifik penderita
Penuntun Penatalaksanaan Praktis Kanker Ginekologi ini didasarkan pada sistem penentuan stadium dari
FIGO dan IGCS
Diharapkan buku ini dapat membantu para peserta PPDS Obsgin dan mahasiswa dalam memahami
berbagai aspek penatalaksanaan kanker ginekologi
Penyusun menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu sumbangsih berupa saran
dan kritik sangat diharapkan untuk perbaikan.
Penyusun juga mengucapkan terima kasih atas segala bantuan berupa saran dan masukan dari sejawat
staff Departemen Obsgin RSMH/FK Unsri Palembang
Selanjutnya juga ucapan terima kasih kepada dr. H. Komar A. Syamsuddin,SpOG (K) yang telah
mengkoreksi penulisan buku ini
Serta kepada dr. Triadi dan dr. Ari A. Polim beserta seluruh peserta PPDS Obsgin yang telah membantu
dalam penulisan buku ini
Semoga Tuhan YME selalu memberkati usaha kita dalam menambah ilmu pengetahuan

Palembang, juni 2004


Dr.H. Agustria Z. Saleh,SpOG(K)



PENDAHULUAN

Hal utama yang dihadapi oleh seorang klinisi setelah menegakkan diagnosis suatu penyakit kanker adalah
menetapkan pengobatan yang paling efektif serta memperhitungkan prognosis penderita tersebut.
Untuk menatalaksana suatu keganasan dengan baik perlu pengetahuan tentang sifat-sifat biologis serta
luasnya penyakit tersebut
Luasnya penyakit kanker ditetapkan dengan stadium. Penentuan stadium suatu kanker merupakan hal
yang utama dalam penanganan suatu penyakit kanker secara modern.
Kanker merupakan proses biologis yang berkelanjutan dan dinamis yang dalam sistem penetapan stadium
dapat dipilah-pilah menjadi fase-fase dan sub stadium yang relevan secara klinis
Dengan adanya sistem stadium secara Internasional maka informasi mengenai kemajuan pengobatan,
fasilitas serta pendidikan dapat disebarluaskan diantara para provider kesehatan.
Buku ini merupakan suatu petunjuk praktis penanganan kanker ginekologis yang didasarkan pada
penetapan stadium kanker ginekologi menurut FIGO.
Petunjuk praktis penanganan kanker disusun berdasarkan bukti klinis yang didapatkan dari penelitian-
penelitian yang selanjutnya akan membentuk suatu konsensus diantara para praktisi kedokteran dalam
melawan penyakit kanker.
Bukti-bukti klinis didapatkan dari penelitian-penelitian yang dikatagorikan sebagai tingkat pembuktian
sebagai berikut :
Tingkat A / level of Evidence A
- Penelitian kontrol acak
Tingkat B / Level of Evidence B
- penelitian kohort prospektif
Tingkat C / Level of Evidence C
- Penelitian Retrospektif
Tingkat D / Level of Evidence D
- Penelitian potong lintang
3

Klasifikasi dan Petunjuk Penatalaksanaan Praktis Kanker Ginekologi


1. Karsinoma Vulva
Ca vulva relatif jarang ditemui. Kira-kira 4% dari seluruh keganasan ginekologi. Banyak ditemui pada
wanita post menopause. 90% berasal dari epitel squamosa, tetapi ada juga jenis yang lain, yaitu :
- Melanoma
- Adenokarsinoma
- Karsinoma sel basal
- Ca verukosa
- Sarcoma
Kebanyakan karsinoma sel skuamous terjadi pada labium mayor tetapi dapat juga lesi primer labium minor,
klitoris, atau perineum
VIN (Vulva Intraepitelial Neoplasia) dapat juga terjadi pada wanita muda yang mungkin berhubungan
dengan lesi prakanker serviks dan vagina.
VIN III dianggap sebagai lesi prekanker untuk ca vulva, oleh karena itu harus diterapi dengan adekwat.

1.1. Penapisan/Screening
- Sampai saat ini belum ada metode penapisan yang efektif
- Pemeriksaan sitologi dengan kerokan (Scraping) sel epitel permukaan vulva, tidak memberikan hasil
yang efektif
- Penderita dengan Lichen sclerosis atau riwayat VIN III, ca servik, atau ca vagina harus sudah diamati
dengan pemeriksaan inspeksi vulva dengan atau tanpa pemeriksaan kolposkopi.

1.2. Stadium
1.2.1. Anatomi
Tumor diklasifikasi sebagai ca vulva bila lokasi primer pada vulva. Tumor vulva sekunder dari ca
organ genetalia lain atau organ ekstragenital tidak digolongkan sebagai ca vulva. Carcinoma vulva
yang meluas kedalam vagina masih digolongkan sebagai ca vulva

1.2.2. Aliran getah bening
KGB inguinal dan femoralis adalah lokasi dari penyebaran regional

1.2.3. Metastasis
Metastasis jauh bila sudah menyebar ke :
- KGB pelvis hipogastrika
- Iliaka eksterna
- Obturatorius
- Iliaka komunis

1.2.4. Penentuan stadium dengan pembedahan
Stadium Ca vulva ditentukan dengan pembedahan (surgical staging). Diagnosis pasti dari hasil
pemeriksaan PA dari jaringan hasil pembedahan (Vulva dan KGB)

Stadium Ca vulva
FIGO TNM
Tumor primer tidak dapat ditentukan Tx
Tidak ada tumor primer T0
0 Carcinoma insitu Tis
I Tumor terbatas pada vulva atau vulva dan perineum dengan ukuran 2 cm T1
Ia Tumor terbatas pada vulva atau vulva dan perineum 2 cm, invasi kedalam stroma < 1 mm T1a
Ib Tumor terbatas vulva atau vulva dan perineum ukuran 2 cm, invasi stroma > 1 mm T1b
II Tumor terbatas pada vulva atau vulva dan perineum ukuran > 2 cm T2
III Tumor invasi ke ureter distal, vagina, anus, dan atau KGB regional T3
IVa Tumor invasi ke mukosa vesika urinaria, rektum, uretra proximal, atau terfiksir pada tulang dan
atau KGB regional

IVb Metastasis jauh termasuk KGB pelvis

4

KGB regional
Nx : tumor pada KGB regional tidak dapat ditentukan
N0 : tidak ada metastasis pada KGB regional
N1 : metastasis KGB regional unilateral
N2 : metastasis KGB regional bilateral
Metastasis
Mx : metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 : Tidak ada metastasis
M1 : metastasis jauh (+)

1.3. Tipe histologi
Yang terbanyak adalah ca sel squamosa, kedua melanoma, lainnya :
- Adenocarcinoma
- Ca verukosa
- Ca kelenjar bartolini
- Adenoca not otherwise specifies (NOS)
- Karsinoma sel basal
Grade histologi
Gx : grade tidak dapat ditentukan
G1 : Diferensiasi baik
G2 :Diferensiasi sedang
G3 : diferensiasi buruk

1.3.1. Karsinoma sel skuamosa vulva
1.3.1.1. Gejala
- Biasanya tanpa gejala
- kadang-kadang berupa benjolan atau ulkus
- Adanya riwayat pruritus vulva yang kronik yang berhubungan dengan distrofi vulva
- Dapat juga berupa perdarahan atau fluor albus
- Pada stadium lanjut sering ditemukan benjolan pada regio inguinalis
1.3.1.2. Diagnosis
- Ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi dari hasil biopsi
- Biopsi dengan cara reseksi baji (wedge biopsy) dengan anestesi lokal
Biopsi hendaknya mencapai jaringan kulit disekeliling tumor dan stroma
- Bila lesi 2 cm maka biopsi harus cukup dalam untuk menilai kedalaman invasi ke stroma.

1.3.1.3. Pemeriksaan tambahan
1. Paps smear serviks
2. Kolposkopi serviks dan vagina karena ca vulva sering berhubungan dengan SIL
3. CT Scan pelvis dan inguinal untuk mendeteksi pembesaran KGB di regio inguinalis atau pelvis
4. Pemeriksaan darah rutin lengkap, kimia darah, dan torak foto preoperatif

1.3.1.4. Pengobatan
1.3.1.4.1. Terapi vulvar intraepitelial Neoplasia (VIN) atau ca insitu
- Dilakukan eksisi lokal dengan batas insisi permukaan vulva 0,5-1 cm dari batas lesi pada lesi
yang terdapat di bagian lateral vulva.
- Lesi pada labium minor dapat dengan eksisi lokal atau dapat juga dilakukan ablasi sinar laser
- Lesi pada klitoris dilakukan ; ablasi dengan laser atau dilakukan Skining vulvectomy
1.3.1.4.2. Carcinoma Vulva Invasif
Sampai saat ini tidak ada standar baku untuk pengobatan ca vulva invasif, pengobatan
tergantung individu dengan pertimbangan pembedahan harus dilakukan dengan tujuan
penyembuhan penyakit dengan mempertimbangkan aspek konservasi. Oleh karena itu perlu
diperhatikan :
- Lesi primer
- keadaan KGB inguinal

1.3.1.4.3. Ca vulva mikroinvasif (Stadium Ia)
- Lesi dengan ukuran 2 cm dan invasi stroma 1 mm
- Dilakukan eksisi luas
- Bila hasil PA menunjukkan gambaran yang kurang menguntungkan seperti invasi vaskuler
atau jaringan syaraf maka dilakukan eksisi radikal
5

- Diseksi KGB inguinal tidak perlu dilakukan

1.3.1.4.4. Ca vulva stadium dini
Tumor terbatas pada vulva tanpa keterlibatan KGB regional dianggap sebagai ca stadium dini

1.3.1.4.5. Pengobatan lesi primer
- Karena pertimbangan untuk mencegah penurunan fungsi psikoseksual. Tindakan hendaknya
sesekonservatif mungkin
- Tindakan disebut sebagai eksisi lokal radikal (radical local excision)
- Pengangkatan lesi dengan tepi sayatan minimal 1 cm dari pinggir lesi dengan kedalaman
mencapai fasia urogenitalis inferior
- Bila lesi dekat dengan uretra. Dilakukan reseksi uretra distal 1 cm
- Dilakukan diseksi KGB inguinal dan femoral, bila hanya KGB inguinal maka rekurensi KGB
inguinal akan meningkat
- Diseksi KGB inguinal dilanjutkan dengan radioterapi akan memberikan hasil lebih baik
daripada radiasi saja.
- Penderita dengan lesi T2 dan T1 dengan invasi stroma > 1 mm harus dilakukan
limphadenektomi inguinal dan femoralis ipsilateral.
- Diseksi KGB inguinal bilateral dilakukan pada kasus dengan lesi primer pada linea mediana
dan tumor pada labium minora anterior
- Pada tumor yang besar dan berlokasi di lateral perlu juga dilakukan deseksi KGB inguinal
bilateral, terutama bila KGB ipsilateral (+).
- Atau dilakukan hemivulvektomi dengan diseksi KGB inguinal enbloc.
- Eksisi lokal terbatas : lesi di lateral margin 2 cm dari lesi dengan jarak yang sama ke introitus
vaginam, uretra dan fourchette atau klitoris
- Tumor T1 dan T2 di linea mediana, dilakukan vulvektomi radikal bilateral dengan diseksi
KGB inguinal enbloc bilateral atau vulvektomi radikal dengan diseksi KGB inguinal bilateral
secara terpisah.
- Pada kasus dengan KGB (+) dilakukan pembedahan dilanjutkan dengan radiasi pelvis dan
inguinal dengan atau tanpa kemoterapi.

1.3.1.4.6. Penatalaksanaan KGB inguinal (+)
- Penderita dengan 1 mikrometastase (dengan ukuran kurang dari 5 mm) tidak perlu radiasi
adjuvan. Radiasi adjuvan diberikan bila :
Makrometastase > 10 mm
Adanya penyebaran ekstrakapsul
Dua / lebih mikrometastase

Lesi T3
- Lesi yang mengenai vagina distal, uretra, atau anus yang minimal dilakukan vulvektomi
radikal dengan diperluas, dilakukan diseksi KGB inguinal bilateral
- Dilanjutkan dengan radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.


Lesi T4
- Lesi yang besar yang mengenai vesika urinaria, vagina atau rektum dilakukan eksentrasi dan
vulvektomi radikal serta diseksi KGB inguinal bilateral.
- Dapat dilakukan radiasi preoperatif untuk mengurangi radikalitas pembedahan













6

PETUNJUK PENANGANAN CA VULVA



Screening rutin tak dianjurkan pada wanita asimptomatik



Simptomatis, lesi makro (+), biopsi


Pemeriksaan sebelum terapi
Pemeriksaan klinik, darah lengkap, fungsi hati, ginjal, EKG, CT Scan, USG,
sistoskopi, Ba enema


Pengobatan


VIN T1A T1BT2 T1BT2 T3T4
- Eksisi
lokal
yang luas
atau Co2
laser
- mikroinvasif
- Eksisi lokal
yang luas
- Lesi lateral
- Eksisi lokal radikal + diseksi
inguinal ipsilateral atau
Hemivulvektomi radikal +
limphadektomi inguinal
ipsilateral enbloc
- Midline
- Radikal vulvektomi +
diseksi inguinal bil. Enbloc atau diseksi
inguinal bilateral dgn vulvektomi
radikal (tripleinsisi)
- Reseksi
radikal dgn
radiasi
pre/post
atau
eksentrasi

1.3.2. Melanoma Vulva
- Merupakan neoplasma vulva no 2 terbanyak
- Sering mengenai klitoris atau labia minor
- Pada skrining lesi pigmentosa dilakukan eksisi dengan batas 1-2 cm dari tepi lesi. Bila hasil biopsi
melanoma intraepitel atau superfisial tidak memerlukan terapi tambahan
- Bila didapai invasi limf vaskuler space dilakukan diseksi KGB inguinal

1.3.3. Ca kelenjar Bartolini
Ca kelenjar bartolini dapat berupa :
- Transisional cell carcinoma
- Squamous cell ca
- Adenoca
- Adenosquamosa
Pengobatan dengan radikal vulvektomi dengan diseksi KGB inguinal bilateral

Pada lesi yang dini dilakukan hemivulvektomi radikal dan diseksi KGB inguinal ipsilateral. Pada
tumor dengan laesi besar diberikan radiasi postoperasi

2. Karsinoma Vagina
- Ca vagina invasif dan preinvasif sangat jarang ditemui
- Kira-kira hanya 1% dari seluruh neoplasma genetalia
- Kebanyakan di vagina merupakan ca metastase yang berasal dari ca serviks atau ca vulva
- Kebanyakan ca vulva terjadi pada wanita postmenopause
- 95% adalah karsinoma sel squamosa

2.1. Anatomi
- vagina dimulai dari vulva ke kranial berhubungan dengan serviks
- Suatu tumor digolongkan sebagai ca vagina bila lesi primer terdapat pada vagina, tumor sekunder
pada vagina akibat perluasan dari organ genitalia lain atau ekstragenital tidak digolongkan sebagai ca
vagina
- Pertumbuhan yang meluas ke pelvis dan mencapai OUE digolongkan sebagai ca serviks
- Pertumbuhan yang terbatas pada uretra digolongkan sebagai ca uretra
- Tumor yang mengenai vulva digolongkan sebagai dari vulva
Screening
Diagnosis
7


2.2. Nodus limfatikus
- 2/3 proksimal vagina dialirkan ke saluran limfe menuju KGB pelvis sepanjang a. uterina dan a.
vaginalis ke KGB obturatoria, hipogastrika dan KGB iliaka eksterna
- 1/3 distal vagina dialirkan ke KGB inguinofemoralis
- Sebagian ke saluran limfe pararektal

2.3. Metastasis
Metastasis jauh dapat ke paru-paru dan tulang

2.4. Histopatologi
Terbanyak adalah karsinoma sel skuamosa. Tipe yang lain adalah karsinoma adenosquamosa
Grade histologi
Gx: grade tidak dapat ditentukan
G1: diferensiasi baik
G2: diferensiasi sedang
G3: diferensiasi buruk
KGB regional :
Nx : kgb regional tidak dapat ditentukan
N0 : tidak ada keterlibatan KGB regional
N1 : sudah metastasis ke KGB inguinal

Metastasis
Mx : metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 : tidak ada metastasis jauh
Mx : ada metastasis jauh
2.5. Penapisan
- Pemeriksaan penapisan pada vagina secara rutin untuk pasien-pasien posthisterektomi oleh karena
kelainan jinak tidak efektif
- wanita dengan riwayat ca cervix, CIN harus dilakukan Paps smear secara periodik
2.5.1. Neoplasia Intra Epitel Vagina/Vaginal Intraepitelial Neoplasia (VAIN)
Pada wanita dengan smear abnormal tanpa adanya kelainan pada vagina dilakukan kolposkopi dan
eksisi pada daerah yang tampak abnormal untuk menentukan occult carcinoma pada puncak vagina
- Pengobatan VAIN dilakukan secara individual tergantung :
- Luas lesi
- Keadaan umum pasien
- Histologi
- Lokasi, kedekatan dengan rektum, uretra, dan vesika urinaria harus menjadi pertimbangan,
terutama bila dilakukan terapi dengan destruksi lokal atau eksisi karena dapat terjadi fistulasi
- Berbagai modalitas terapi a.l :
- 5 FU topikal
- Eksisi : electrosurgical loop
- Scalpel
- Evaporasi laser
Stadium Ca vagina (FIGO)
Satdium
O Ca insitu, Neoplasia intaepitelial
I Terbatas pada dinding vagina
II Mengenai jaringan submukosa, belum mencapai dinding pelvis
III Meluas kedinding pelvis
IV Meluas keluar pelvis atau mengenai mukosa vedika urinaria atau rektum
Bullous edema tidak termasuk stadium IV
IVA Menginvasi vesika urinaria dan / mukosa rektum dan / meluas keluar pelvis
IVB Menyebar ke organ jauh

2.5.2. Karsinoma Invasif
- Terapi individual tergantung stadium dan lokasi
- Sedapat mungkin pertimbangkan untuk konservasi fungsi vagina
2.5.2.1. Pembedahan
1. Stadium I, lokasi vagina posterior proksimal. Dilakukan histerektomi radikal atau
vaginektomi radikal dengan limfadenektomi
8

2. Pada wanita muda yang akan dilakukan radiasi, terlebih dahulu dilakukan laparotomi untuk
transposisi ovarium dan diseksi KGB
3. Kasus stadium IVA dengan fistula dilakukan eksentrasi
4. Diseksi KGB inguinal bilateral. Bila tumor mengenai 1/3 distal vagina
Stadium I dan II
- Bila tumor kecil dilabia, pembedahan histerektomi radikal dan limfadektomi serta vaginektomi
proksimal
- Pada stadium I yang mengenai vagina distal, dilakukan juga reseksi vagina dan sebagai...
- Stadium I dan II yang mengenai vagina tengah dilakukan ....
Stadium III dan IV
- Dilakukan radiasi, dapat juga dilakukan eksenterasi pada beberapa kasus tertentu

2.5.2.2. Radiasi
Dilakukan teleterapi dan intracaviter radiasi/ radiasi interstitial
Pada kasus dengan stadium I II, diberikan radiasi intra caviter
Pada kasus dengan lesi besar diberikan radiasi eksterna 5000 cGy untuk mengecilkan lesi primer
dan KGB pelvis, dilanjutkan dengan intra caviter sehingga dosis total 7000 cGy

2.5.2.3. Prognosis dari penelitian di Canada: 5 y.s.r :
- Stadium I-II : 7,7%
- Stadium III/IV : 50%

2.5.2.4 Sarcoma Botroides
- Biasanya terjadi pada bayi dan anak-anak
- Gejala perdarahan dan keputihan
- Pengobatan pembedahan konservatif dengan kemoterapi pre/post operatif dan radiasi pasca
operasi
- Obat yang sering dipakai :
- Vinkristin
- Actinomycin D
- Cyclophosphamide

3. Karsinoma Serviks
3.1. Anatomi
Lesi Primer
Serviks adalah bagian distal uterus. Bentuk silinder, menonjol ke dalam vagina anterior superior.
Berhubungan dengan vagina melalui OUE.
Ca serviks dapat berasal dari
Permukaan vagina serviks
Dari dalam kanalis servikalis


3.1.2. Nodus limfatikus
Aliran limfatik serviks akan dialirkan melalui paraureteral, postureteral, uteroservikalis, KGB
parametrial obturator, hipogastrik, iliaka interna, iliaka eksterna, presakral, dan iliaka komunis.
Station kedua adalah KGB paraaorta


3.1.3. Metastasis
Penyebaran jauh KGB aorta, mediastinum, paru, dan tulang


3.2. Klasifikasi
3.2.1 Diagnosis stadium secara klinis
Penentuan stadium karsinoma didasarkan pemeriksaan klinik
Dilakukan oleh pemeriksa yang terlatih/terampil
Dalam anestesi
Stadium klinik tidak boleh diubah oleh adanya penemuan yang berikut bila didapatkan keraguan
digolongkan pada stadium yang lebih rendah
Pemeriksaan meliputi:
Inspeksi, palpasi,
9

Kolposkopi
Kuret endoserviks
Histeroskopi
Sistoskopi, rektoskopi
IVP
Thorak foto
Bone survey
Kecurigaan metastasis ke vesika urinaria/rektum harus dibuktikan
dengan biopsi.
Konisasi dianggap sebagai tindakan diagnostik.

3.2.2. Pemeriksaan tambahan
Limfangiografi
Arteriografi
Renografi
Laparoskopi
USG
CT scan
MRI
Pemeriksaan ini tidak merubah stadium yang ditetapkan oleh pemeriksaan klinis pertama.
FNA (fine needle aspiration)/aspirasi jarum halus
Biopsi KGB yang dicurigai dapat membantu perencanaan terapi

3.2.3. Stadium pasca pembedahan
Pada kasus-kasus yang mendapat terapi pembedahan, hasil pemeriksaan PA dari spesimen hasil
pembedahan akan memberikan gambaran yang akurat dari luasnya penyakit.
Tidak merubah stadium yang ditetapkan oleh pemeriksaan klinis tetapi tetap dicatat sebagai
stadium patologik dengan sistem nomenklatur TNM
Pada kasus Ca serviks yang tidak diduga dilakukan histerektomi tidak dapat dilakukan staging,
baik klinis maupun surgical, dan tidak dapat diikutkan dalam analisis pengobatan, tetapi dilaporkan
khusus.
Stadium klinis yang dibuat pada saat diagnosis I tidak dapat diubah walaupun pada kasus-kasus
rekuren

3.3 Klasifikasi berdasarkan stadium (staging)
3.3.1 Beberapa catatan dalam staging
Stadium 0 meliputi kasus-kasus yang dimana seluruh lapisan sel epitel diganti oleh sel-sel atipik,
anaplastik tanpa invasi stroma
Diagnosis IA dan IA2 harus berdasarkan gambaran mikroskopis jaringan yang diambil dari
konisasi yang mencakup seluruh lesi
Kedalaman invasi tidak lebih dari 5 mm (<5 mm) diukur dari dasar epitel, baik epitel permukaan
maupun epitel kelenjar. Ukuran kedua pelebaran horizontal harus kurang dari 7 mm.
Keterlibatan rongga vaskuler, venous, atau limfatik tidak merubah stadium tetapi merupakan
catatan khusus karena mungkin berpengaruh terhadap rencana pengobatan
Lesi yang tampak dengan mata digolongkan stadium IB
Perluasan ke arah korpus uteri sulit dinilai dengan pemeriksaan klinis
Oleh karena itu, perluasan ke arah korpus uteri tidak dipertimbangkan dalam penentuan stadium
Pasien dengan pertumbuhan ke arah dinding panggul yang induratif tidak mencapai dinding
panggul, tidak noduler digolongkan stadium IIB
Stadium III adalah kasus-kasus dengan perluasan ke arah parametrium yang noduler atau
pertumbuhan mencapai dinding samping panggul
Hidronefrosis atau nonfungsional ginjal yang disebabkan oleh stenosis ureter digolongkan pada
stadium III walaupun pada pemeriksaan klinis digolongkan pada stadium I/II
Adanya edema tidak menempatkan kasus pada stadium IV
Permukaan vesika urinaria yang tidak rata dan terfiksir pada pemeriksaan rektovaginal merupakan
tanda keterlibatan submukosa dari vesika urinaria
Adanya sel maligna dari permeriksaan sitologi urine harus diperkuat dengan pemeriksaan
histopatologi (biopsi) untuk digolongkan pada stadium IVA


10


Stadium Ca serviks (FIGO)
Stadium TNM
0 Karsinoma insitu (preinvasif) T
is

I Karsinoma serviks terbatas di uterus (perluasan ke arah korpus uteri diabaikan) T
I
IA

Ca invasif yang didiagnosa dengan mikroskopis. Kasus yang tampak dengan mata secara makroskopis
digolongkan stadium IB/TIB

T1a
IA1 Invasi stroma, kedalaman 3 mm, perluasan
horizontal 7 mm
T1a1
IA2 Invasi stroma dengan kedalaman >3 mm dan
<5 mm dengan lebar 7 mm
TIa2
IB Lesi yang secara klinis tampak dengan mata telanjang terbatas pada serviks atau lesi yang mikroskopis
yang lebih luas dari Ia2/TIa2
T1b

IB1 Besar klinis ukuran lesi 4 cm pada ukuran
yang terbesar
TIb1
IB2 Ukuran besar lesi >4 cm TIb2
II Tumor menginvasi jaringan di luar uterus tetapi tidak mencapai dinding panggul atau ke arah
proksimal vagina
T2
IIA Tanpa invasi parametrium T2a
IIB Invasi parametrium T2b
III Tumor meluas ke dinding panggul dan atau mengenai distal vagina dan atau disertai hidronefrosis
atau ginjal yang nonfungsional
T3
IIIA Tumor mengenai distal vagina tanpa perluasan pada dinding pelvis T3a
IIIB Tumor meluas ke dinding pelvis dan atau menyebabkan hidronefrosis atau ginjal nonfungsional T3b
IVA Tumor menginvasi mukosa vesika urinaria atau rektum dan atau meluas keluar rongga pelvis minor T4
IVB Metastasis jauh MI

Ca serviks dikelompokkan berdasarkan stadium
FIGO ICSS
Stadium T N M
0 T
is
N
0
M
0

IA1 T1a1 N
0
M
0

IA2 T1a2 N
0
M
0

IB1 T1b1 N
0
M
0

IB2 T1B2 N
0
M
0

IIA T2A N
0
M
0

IIB T2B N
0
M
0

IIIA T3A N
0
M
0

IIIB T1 N
1
M
0

T2 N
1
M
0

T3A N
1
M
0

T3B setiap N M
0

IVA T4 setiap N M
0

IVB setiap T setiap N M
I

Nodus limfatik Regional (N)
Nx : limfonodi regional tidak dapat dievaluasi
N0 : tidak ada metastase limfonodi regional
N1 : metastasis limfonodi regional
Metastasi jauh (M)
Mx : metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh

3.4 Histopatologi
Suatu kasus dapat digolongkan sebagai karsinoma serviks bila tumbuh primer di serviks uteri. Grading
dengan berbagai metode dapat dilakukan. Bila pembedahan merupakan terapi primer dapat dilakukan
staging patologik dengan menggunakan nomenklatur TNM. Setiap tumor harus dilakukan verifikasi
histologis.
11

3.4.1. Tipe Histologi
Neoplasia Intraepitel Serviks (NIS/CIN) grade III
Karsinoma sel skuamosa insitu
o Karsinoma sel skuamosa
Dengan penandukan
Tanpa penandukan
Verukosa
o Adenokarsinoma insitu
o Adenokarsinoma insitu tipe endoservikal
o Endometroid karsinoma
o Adenokarsinoma sel bening (clear cell carcinoma)
o Karsinoma adenoskuamosa
o Karsinoma kistik adenoid
o Karsinoma sel kecil (small cell carcinoma)
o Karsinoma tidak berdiferensiasi

Gradasi histopatologi G
1

Gx : gradasi tidak dapat ditentukan
G1 : diferensiasi baik
G2 : diferensiasi sedang
G3 : tidak berdiferensiasi/diferensiasi berat

Diagram Stadium Ca. Serviks




12

3.4.2. Penapisan/Skrining
Data dari berbagai negara menunjukkan bahwa pemeriksaan penapisan/skrining menurunkan
insiden dan mortalitas Ca serviks.
Prinsip :
1. Tujuan skrining menurunkan insiden dan mortalitas Ca serviks
2. Skrining serviks harus berdasarkan populasi dengan cakupan 80% populasi
3. Menggunakan pemeriksaan sitologi serviks
3.4.2.1. Petunjuk pemeriksaan penapisan (guideline)
Kelompok yang di-skrining:
Tergantung pada distribusi umur spesifik kematian Ca serviks setiap negara. Biasanya antara
25-65 tahun.
Skrining dihentikan bila >65 tahun atau 10 tahun hasil smear (-).
Frekuensi skrining bervariasi: sebagai patokan bila interval skrining >3 tahun kematian Ca
serviks meningkat
Rekomendasi untuk skrining:
o Rutin: untuk hasil Paps normal
o Smear ulangan:
Bila hasil smear tidak adekuat,ulang 3 bulan
Diskariosis ringan atau perubahan nukleus yang borderline, ulangi 6 bulan, bila 3 kali
hasil tetap kolposkopi
o Bila diskriosis sedang atau berat atau AGUS kolposkopi

3.5. Pengobatan
3.5.1. Karsinoma serviks mikroinvasif
Diagnosis stadium IA1 atau IA2 ditegakkan dengan spesifikasi ;
Konisasi (margin harus (-)) atau trachelectomy atau histerektomi totalis
Bila batas konisasi (+) atau gambaran CIN III lakukan rekonisasi
Bila batas menunjukan gambaran karsinoma invasif diterapi sebagai stadium IB1
Sebelum tindakan definitif harus dilakukan kolposkopi untuk mengeksklusi kemungkinan VAIN
(Vaginal Intra epitelial Neoplasma)

3.5.1.1. Stadium IA1
Tindakan yang direkomendasikan TAH/TVH bila disertai VAIN harus dilakukan pengangkatan
vaginal cuff
Bila fertilitas masih dibutuhkan dapat hanya konisasi, lalu follow up dengan Pap smear sampai
dengan 4 bulan lalu 10 bulan lalu setiap tahun

3.5.1.2 Stadium IA2
Karena ada kemungkinan metastasis ke limfonodi maka sebaiknya limfadenektomi dimasukan
dalam protokol terapi
Dianjurkan histerektomi radikal tipe 2 dan limfadenektomi pelvis
Bila tidak ada invasi rongga vaskuler, dapat dilakukan histerektomi ekstrafasial dengan
limfadenektomi.
Bila fungsi reproduksi dibutuhkan, pilihan terapi adalah:
o Konisasi luas + limfadenektomi ekstraperitoneal atau limfadenektomi laparoskopi
o Trakhelektomi radikal + limfadenektomi ekstraperitoneal atau limfadenektomi pelvik
dengan laparaskopi
Pengamatan lanjut :
o Pap smear bulan 4 dan 10
o Bila ke-2 pemeriksaan negatif setiap tahun

3.5.2 Ca invasif
Pada lesi yang tampak jelas dilakukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis lakukan pemeriksaan awal
dengan :
Klinis (kalau perlu dalam anestesi)
Kolposkopi
Sistoskopi dan sigmoidoskopi
Thorak foto
Evaluasi ginjal dengan USG, IVP
CT scan
MRI
13

3.5.3. Stadium IB1 - IIA < 4 cm
Jika stadium awal (IB1 - IIA < 4 cm) mempunyai prognosis baik dapat dikontrol dengan operasi atau
radioterapi.
Pengobatan terpilih tergantung pada sumber daya, umur, KU
Morbiditas meningkat bila dilakukan terapi kombinasi operasi dan radioterapi


3.5.3.1. Pembedahan
Pembedahan standar untuk stadium IB1/IIA < 4 cm adalah histerektomi radikal (kelas II atau
kelas III) dan limfadenektomi pelvis
Bila penderita wanita muda ovarium dapat dipertahankan dan digantungkan di luar rongga pelvis
bila direncanakan terapi radiasi.
Dapat juga histerektomi per vaginam dengan limfadenektomi laparoskopi

3.5.3.2. Radioterapi
Standar radiasi untuk stadium IB1/IIA < 4 cm
Radiasi eksternal + brachiterapi
Dosis: radiasi eksterna + Brachyterapi LDR: 80-85 gray pada titik A dan 50-55 gray pada titik
B
Dosis radiasi eksternal pelvis 40-50 gray dalam 180-200 cgray (fraksinasi)

3.5.3.3. Terapi adjuvan paska pembedahan
Risiko untuk rekurensi karsinoma serviks paska pembedahan akan meningkat bila hasil dari
pembedahan didapatkan
o KGB yang positif, atau parametrium yang positif, atau batas sayatan yang positif
mengandung sel Ca
o Diberikan kemoterapi adjuvan dengan kombinasi berbasis sisplatin atau sisplatin tunggal,
lebih baik daripada radiasi (level of evidence A)
Risiko juga meningkat bila didapat tumor yang besar, capillary like space involvement, invasi
ke stroma sampai
1
/
3
dapat diberikan radiasi adjuvan. Radiasi adjuvan akan menurunkan
rekurensi lokal dan meningkatkan waktu bebas penyakit (level of evidence C)

3.5.4. Stadium IB2-IIA (>4 cm)
Pilihan terapi:
1. Kemoradiasi primer
2. Histerektomi radikal primer + limfadenektomi dilanjutkan dengan radiasi adjuvan
3. Kemoterapi neoadjuvan diberikan 3 seri secara cepat diikuti histerektomi radikal dengan
limfadenektomi +/-, radiasi atau kemoradiasi adjuvan post operas

3.5.4.1. Kemoradiasi konkuren
Terapi yang sering diberikan berupa radiasi eksternal ditambah brachy terapi dengan pemberian
sisplatin secara konkuren setiap minggu dosis radiasi 85-90 gray pada titik A dan 55-60 gray
pada titik B. Sisplatin diberikan dengan dosis 40 mg/m
2
selama masa radiasi eksterna.
Pada penderita dengan KGB iliaka/aorta positif diberikan extended field radiation

3.5.4.2. Pembedahan primer dengan kemungkinan radiasi adjuvan
Histerektomi radikal primer menguntungkan karena dapat dilakukan surgical staging. Mengangkat
tumor primer, menentukan apakah perlu Brakhiterapi juga memungkinkan reseksi KGB yang
terlibat.
Radiasi tambahan sering diberikan pada
o Kasus dengan tumor besar
o Kasus dengan risiko rekurensi lokal
Keterlibatan ruang vaskuler (Capillary Like Space (CLS) involvement) diberi
radiasi lapang kecil
Invasi stroma serviks sampai dengan 1/3 bagian
KGB iliaka dan para aorta (+) diberi radiasi lapang luas (extended field radiation)

3.5.4.3. Kemoterapi adjuvant diikuti dengan histerektomi dan limfadenektomi pelvis
data dari penelitian random menunjukan bahwa kemoterapi adjuvant berbasis sisplatin sebelum
pembedahan definitif lebih baik dari radiasi primer. Kemoterapi yang diusulkan
14

Sisplatin 50 mg/m2 diberikan dalam waktu 15 menit hari I
Vincristin 1 mg/m2 bolus hari I
Bleomisin 25 mg/m2 infus 6 jam pada hari 1 3
Regimen diulang dengan interval 10 hari untuk 3 siklus pemberian
(Buenos aires)

Penatalaksanaan Karsinoma serviks stadium lanjut
Stadium IIB IVA
Staging Pemeriksaan dalam anestesi
Foto thoraks (optional), CT scan, renal imaging
Tehnik radiasi

a. target primer; tumor + uterus
b. target sekunder ; KGB pelvis dan KGB iliaka komunis
lapangan radiasi 4 lapangan
penentuan batas lapangan radiasi :
a. tumor ditentukan dengan palpasi dan CT scan (bila ada) + tepi 2 cm
b. lapangan anteroposterior
lateral: 2 cm lateral batas tulang pelvis
superior : antara L5-S1
inferior: 2 cm kaudal foramen obturatorium atau 2 cm dibawah batas kaudal tumor
c. lapangan lateral
anterior : ditentukan secara individual besarnya tumor
posterior : ditentukan secara individual besarnya tumor
Target primer radiasi eksternal 50 gray/5-6 minggu + boster intrakaviter LDR 30-35 gray, titik A (untuk
stadium II B s/d IV A, 35-40 gray)
Target sekunder Radiasi ekternal 50 gray/5 minggu
Waktu radiasi total 6-7 minggu

Terapi konkurens : sisplatin 40 mg/m2 tiap minggu selama radiasi eksternal
3.5.4. Ca. serviks stadium lanjut meliputi stadium IIB, III dan IVA
3.5.4.1. Terapi primer
Standar : radiasi eksternal + brachiterapi intra caviter dengan konkurens kemoterapi (level
evidence A)
Eksenterasi pelvis dipertimbangkan untuk stadium IVA yang tidak mencapai dinding samping
panggul terutama pd kasus dengan fistula vesikovaginal dan rektovaginal

3.5.4.2. Dosis radiasi dan tehnik
lihat tabel 3. radiasi hendaknya memberikan energi yang cukup dengan distribusi dosis yang
merata pada target volume radiasi primer dan sekunder. Target volume radiasi ditentukan
dengan pemeriksaan klinis dan CT scan (kalau ada)
tehnik radiasi dengan extended field radiation terdiri dari 4 lapangan penyinaran. Brakhiterapi
dapat diberikan sebagai LDR atau HDR
Standar terapi mencakup radiasi eksterna + brachiterapi intracaviter konkurens dengan
kemoterapi berbasis platinum.
Sisplatin secara konkuren setiap minggu dengan dosis 40 mg/m2 radiasi 85-90 gray pada titik A
dan 55-60 gray pada titik B.
Pada penderita dengan KGB iliaka/aorta positif diberikan extended field radiation

3.5.5. Stadium IVB atau kasus rekurens
Rekurensi dapat berupa :
rekurens dipelvis
pada organ jauh (distance organ)
atau keduanya
karena masa tumor masih dirongga pelvis membesar. Proporsi pasien denga penyakit rekurens atau
persistens akibat kegagalan terapi pada tumor primer akan meningkat dibandingkan dengan tumor
metastasis jauh. Kebanyakan rekurens terjadi dalam 2 tahun setelah diagnosis, biasanya prognosis
jelek. Kebanyakan penderita akan meninggal karena penyakit tidak tertanggulangi. Rata-rata
waktu bertahan (median survival time) lebih kurang 7 bulan
Gejala :
nyeri
15

odema tungkai
anoreksi
perdarahan pervaginam
kaheksi
problem psikis
penanganan terpadu: onkologi, radiologi, tim pengobatan paliatif, perawat, psikolog untuk
mensuport pasien dan keluarga

3.5.5.1. Penatalaksanaan pasien yang relaps setelah terapi primer. Keputusan pengobatan berdasarkan :
status performance
lokasi relaps/metastasis
luasnya metastasis
dan terapi awal
rekurens lokal setelah operasi radikal + radiasi ( level of evidence C) konkurens kemoterapi:
5FTU dan atau sisplatin + radiasi (level of evidence B). Eksenterasi pelvis terutama kasus
dengan fistula, radikal radioterapi dan konkurens kemodterapi pada pasien tanpa keterlibatan
dinding pelvis

3.5.5.2. Pilihan terapi kasus relaps lokal setelah operasi primer
relaps pada pelvis setelah operasi primer dapat ditatalaksanai denga radiasi radikal atau
eksenterasi pelvis
radiasi radikal (dengan atau tanpa) kemoterapi konkurens dapat mengatasi sebagian besar
penderita dengan residif sentral post operasi primer yang terbatas
Dosis radiasi dan volume harus diperhitungkan dengan luas lesi. Pada lesi yang mikroskopis
dosis yang diberikan 50 gray dalam fraksinasi 180 cgray.
Pada lesi dengan gros tumor volume dengan dosis 64-66 gray menggunakan tehnik radiasi
lapangan terbatas.
Bila penyakit dengan metastatik atau rekurens lokal setelah terapi primer gagal atau tidak
curable, dapat diberi kemoterapi dengan tujuan paliatif atau simptomatik dengan sisplatin.
Median survival time untuk progresifitas atau kematian lebih kurang 3-7 bulan.

3.5.5.3.rekurens lokal setelah radiasi radikal definitif
satu-satunya tindakan yang mungkin kuratif pasca radiasi adalah eksenterasi pelvis
Kasus yang sesuai untuk eksenterasi adalah :
o Kasus rekurens sentral yang masih resectable
o Yang mengenai vesika urinaria dan atau rektum
o Tidak ada penyebaran intra peritoneal dan ekstra pelvis
o Masih ada ruang bebas tumor sepanjang dinding samping pelvis
Kasus yang tidak sesuai untuk operasi eksenterasi adalah kasus dengan tanda-tanda :
- edema tungkai
- ischialgia
- obstruksi ureter
prognosis : bisa lebih baik pada pasien yang masa bebas penyakit > 6 bulan, diameter lesi
rekurens 3 cm dan tanpa fiksasi dinding samping panggul. Angka ketahanan hidup pasien post
eksenterasi 30-60%. Mortalitas operatif < 10%

Kemoterapi sistemik pada stadium IVB atau Ca. serviks metastase rekurens
Guideline kemoterapi untuk terapi kanker serviks level of evidense

Sisplatin B
respons rate
sisplatin 100 mg/m2 RR 31%
sisplatin 50 mg/m2 RR 21%
progresion free survival rate
B
respon rate terhadap kemoterapi lebih tinggi bila PS baik,
penyadkit ekstra pelvis dan lokasi radiasi lebih sedikit
C
Dampak kemoterapi terhadap survival tidak jelas C



16

3.5.5.4. metastasis jauh
Terapi lokal dengan radiasi pada daerah dengan lesi yang memberikan gejala dengan
tujuan mengurangi gejala dan nyeri :
- radiasi tulang
- nodus para aorta/para subklavikula
- radiasi serebral
fraksi radiasi lebih banyak dan lebih pendek daripada radioterapi konvensional.

Stadium klinik menurut FIGO
Stadium Klinis
0 Ca. Insitu
I Karsinoma terbatas pada serviks perluasan kearah corpus uteri dibaikan
IA Ca. Invasif harus dengan indentifikasi dengan mikroskopis. Semua lesi yang makroskopis digolongkan IB.
Invasi stroma maks. 5 mm dari dasar epitel baik epitel permukaan atau epitel kelenjar ( adanya keterlibatan
rongga vaskuler, venous atau limfatikus tidak mempengaruhi stadium)
IA1 Invasi stroma < 3mm, lebar 7 mm
IA2 Invasi stroma > 3 mm dan 5 mm, lebar 7 mm
IB Lesi tampak secara klinis terbatas pada serviks
IB1 ukuran < 4 cm
IB2 ukuran > 4 cm
II Karsinomameluas keluar serviks tetapi tidak mencapai dinding panggul, mengenai vagina tetapi tidak mencapai
1/3 distal vagina
IIA tidak mengenai parametrium
IIB mengenai parametrium
III Karsinoma sudah meluas ke dinding pelis
Pada RT tidak didaptkan daerah bebas tumor (CFS 0%) antara tumor dan dinding pelvis
Tumor mencapai 1/3 distal vagina
Semua kasus dengan hidronefrosis ginjal yang non fungsional kecuali dikatakan ada sebab lain
III A tumor tidak meluas ke dinding pelvis tetapi mencapai 1/3 distal vagina
III B : meluas ke dinding samping pelvis atau hidronefrosis atau ginjal non fungsional
IV Karsinoma meluas keluar pelvis minor atau secara klinis mengenai mukosa vesika urinaria atau rektum
IV A : penyebaran ke organ sekitar
IV B : penyebaran ke organ jauh
Stadium menurut FIGO didasarkan pada data klinis
1. Pemeriksaan klinis + kolposkopi, torak foto, IVP, biopsi dan D&C)
2. Sistoskopi dan sigmoidoskopi dapat digunakan untuk penentuan stadium klinis ( biopsi mukosa vesika
urinaria dan rektum)
3. Limfografi, CT, IMR, laporotomi. Laporoskopi tidak digunakan untuk penentuan stadium klinik
4. IVP patologis dapat untuk menetapkan dengan kasus Ca. stadium IIIB
5. Paraservikal, parametrial, hipogastrik, obturator, iliaka interna dan eksterna, iliaka komunis, presakral
dan sakral adalah KGB regional







17

STADIUM IB2 - IIA
Pemeriksaan :
-EUA
-CXR
-CT pelvis & abd.
-MRI (optional)
Konkurens
kemoradiasi
HT Radikal +
limadenektomi
pelvis + adjuvan
radiasi
-Neoadjuvan kemoterapi
-HT radikal (kelas II -III)+
limadenektomi pelvis
-Radiasi eksterna 40- 50 gray/4-
5seri/5 mgg + intra caviter LDR
brakhiterapi 30-40 gray titik A
-Kemoterapi konkurens sisplatin
40 mg/M2/mgg. Total 6-7 mgg
Pengamatan
Komplit respon
Parsial respon
Progresif
-Adjuvan radioterapi
-Kemoterapi konkurens
Radioterapi paliatif +
kemoterapi konkurens
Pemeriksaaan:
-biopsi
-Stadium klinis
-Cxr
-CT pelvis & abd.
-MRI (optional)
Terapi :
Radikal HT
(kelas II-III) dgn
limadenekdtomi
pelvis
Terapi:
Radiasi primer
Radiasi eksterna:
45 gray/4-5 mgg
Intra caviter
brakhiterapi
LDR 35-40 gray
HDR 7 gray/mgg x
4
PA:
Faktor risiko (-)
PA:
KGB (-) LSVI
Invasi stroma 1/3
Pengamatan
Radiasi pelvis
lapangan kecil
Radiasi pelvis +
sisplatin
Radiasi extended field
45 gray/mg + sisplatin
konkurens KGB iliaka (+)
KGB para aorta (+)/FNA
PA:
KGB (+)
Parametrium (+)
Margin (+)
STADIUM I B1


18

4. Karsinoma Endometrium
4.1. Pendahuluan
Di Negara sudah berkembang kematian akibat kanker serviks sudah menurun sampai dengan 50%,
karena program penapisan sudah berjalan dengan sangat baik, oleh karena itu saat ini kanker
endometrium merupakam masalah utama di Negara-negara maju.
Kejadian : 2/100.000 pada usia 40 tahun
40-50 : 100.000 wanita pada dekade usia 6,7, dan 8
Penyebab kanker endometrium masih belum jelas
- Jenis yang paling sering ditemui endometrioid adenokarsinoma. Ca ini sering dihubungkan dengan
riwayat penggunaan estrogen yang tidak dikombinasi dengan progesteron, obesitas, riwayat
hiperplasia endometrium. Pada subtipe yang serous dan clear cell biasanya prognosisnya buruk, tidak
responsif terhadap terapi hormon, diduga berhubungan dengan mutasi gen P53. Sampai saat ini
belum ada metoda penapisan yang efektif pada wanita risiko tinggi, pada Lynch syndrome tipe 2
dapat dilakukan pengawasan dan histeroskopi dan biopsi.
- Dapat juga dengan USG yang mempunyai nilai prediksi negatif cukup tinggi pada ketebalan
endometrium < 5 mm (96%)
4.2.Staging
4.2.1. Anatomi
Lesi primer pada 2/3 bagian atas uterus diatas dari batas OUI dengan bagian atas yang terdiri dari
jaringan otot yang terbesar disebut fundus

4.2.2. Nodus limfatik
Saluran limfatik utama adalah infundibulopelvikum, parametrium, presakral mengalirkan cairan
limfe ke KGB hipogastrika, iliaka eksterna, iliaka komunis, parasakral dan paraaorta.

4.2.3. Metastase vagina, paru-paru merupakan tempat metastasis terbanyak

4.2.4. Klasifikasi
- Stadium berdasarkan pembedahan (surgical staging)
- Harus ditetapkan grade histologi dan luasnya penyakit pada uterus
- Ketebalan dan invasi kedalam miometrium harus diukur

4.2.5 Histopatologi tingkat diferensiasi
Kasus ca korpus harus dikelompokkan berdasarkan tingkat diferensiasi sel, sbb :
Gx. Grade tidak ditentukan
G1. Diferensiasi baik
G2. Diferensiasi sedang
G3. Diferensiasi buruk

4.2.6. Ketentuan staging
- Ca corpus saat ini menggunakan stadium berdasarkan pembedahan (surgical staging)
- Pada kasus ini dilakukan pengobatan primer dengan radiasi. Stadium klinis FIGO 1971 masih
dapat digunakan
- Sebaiknya ketebalan endometrium juga diukur bersama-sama dengan kedalaman endometrium
4.3. Klasifikasi histologi :
- Endometrioid carsinoma
- Adenocarsinoma
- Adenoacantoma (adeno ca dengan metaplasia skuamosa)
- Karsinoma Adenosquamos
- Adenokarsinoma musinosum
- Adenokarsinoma serosum papilaris
- Clear cell Adenocarsinoma
- Karsinoma Adenoskuamosa
- Undifferentiated carsinoma
- Mixed carsinoma
19

Tabel. Stadium karsinoma corpus uteri
Stdium FIGO Stadium TNM
Tumor primer tidak dapat dievaluasi Tx
Tidak terdapat tumor T0
0 Ca insitu Tis
I Tumor terbatas di korpus uteri T1
IA Tumor terbatas pada endometrium T1a
IB Tumor sudah invasi < ketebalan miometrium T1b
IC Tumor sudah invasi > ketebalan miometrium T1c
II Tumor sudah invasi ke serviks tetapi belum meluas keluar uterus T2
IIA Mengenai glandula endoserviks T2a
IIB Invasi stroma serviks T2b
III Tumor meluas ke jaringan lokal dan regional T3 dan atau N1
III A Tumor sudah mengenai serosa dan atau adneksa dan atau sel ganas (+)
dalam cairan asites atau bilasan peritoneum
T3a
III B Mengenai vagina T3b
III C Metastase ke pelvis dan atau
KGB paraaorta
T3c
N1
IV A Tumor menginvasi vesika urinaria dan atau mukosa usus T4
IV B Metastase jauh ke vagina, serosa pelvis, atau adneksa, KGB intraabdomen,
paraaorta dan atau KGB inguinal


Nodus limfatik Regional (N)
Nx : limfonodi regional tidak dapat dievaluasi
N0 : tidak ada metastase limfonodi regional
N1 : metastasis limfonodi regional

Metastasi jauh (M)
Mx : metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh

Diagram Stadium Ca. Corpus


20

4.4. Penapisan
1. Sampai saat ini belum ada metode efektif untuk melakukan penapisan ca corpus uteri. Beberapa
metode yang digunakan antara lain :
- Sitologi serviks
- USG transvaginal (bila tebal > 5 mm pada wanita menopause) dianggap sebagai ambang tebal
endometrium yang patologis
2. Wanita dengan faktor risiko
- Perdarahan uterus abnormal dengan usia > 40 tahun
- Obesitas
- Riwayat hiperplasia endometrium
- Riwayat pemberian estrogen yang tidak dikombinasi dengan progesterone
Perlu dilakukan screening dan sampling endometrium. Sampling endometrium dapat dilakukan dengan
berbagai cara, yaitu :
- Aspirator vabra
- Kanula karman
- Mikrokuret
- Dilatasi dan kuretase
- Pemeriksaan Histeroskopi

4.5. Faktor Prognosis
Beberapa faktor histologi yang merupakan faktor risiko untuk prognosis yang jelek, yaitu :
1. Tumor grade 3 (diferensiasi buruk)
2. Invasi miometrium dalam (FIGO stadium Ic)
3. Keterlibatan saluran limfe vaskuler
4. Sitologi peritoneum (+)
5. Jenis serous papiler
6. Jenis clear cell
7. sudah melibatkan serviks (stadium II)
Evaluasi invasi miometrium dan keterlibatan serviks, dapat dilakukan dengan USG, CT Scan, dan MRI

4.6. Penentuan stadium dengan pembedahan (surgical staging)
Sejak tahun 1988, FIGO memberlakukan stadium surgical untuk ca endometrium, oleh karena itu
penatalaksanaan ca endometrium harus dilakukan protokol pembedahan, sbb :
1. Insisi di linea mediana
2. Dilakukan bilasan peritoneum, segera setelah perut dibuka :
- Pelvis
- Abdomen
3. Eksplorasi organ dalam abdomen :
- Omentum
- Hepar
- Cavum douglas
- Permukaan adneksa
- Biopsi kelenjar paraaorta dan pelvis
4. Dilakukan histerektomi totalis ekstrafasial dan salfingoooforektomi bilateral
5. Pengangkatan vaginal cuff tidak diperlukan
6. Bila serviks sudah terkena dilakukan histerektomi radikal modifikasi
7. Limfadenektomi dilakukan secara selektif

4.7. Terapi radiasi adjuvan
Pada stadium I risiko rendah, tidak perlu dilakukan terapi radiasi.
Pemberian radioterapi adjuvan tergantung pada hasil pembedahan. Berdasarkan ada atau tidak faktor
risiko seperti gradasi tumor, kedalaman invasi, keadaan KGB :
- Pada penderita dengan grade 3- radiasi 4000-5000 Cg
- Pada penderita dengan grade 1 atau 2 dengan invasi minimal tanpa vaskuler lymph tidak perlu
radiasi
- Invasi serviks vaginal brachiterapi
- Pada beberapa kasus dengan faktor risiko yang lebih berat perlu diberikan radiasi pelvis pasca
pembedahan
- Pada kasus dengan metastase KGB paraaorta diberikan radiasi dengan lapangan diperluas (extended
field radiation)

21

4.7.1. Stadium II :
Stadium Occulta penanganan sama dengan stadium I
Pada kasus-kasus dimana sudah terdapat invasi tumor ke serviks yang jelas secara klinis, dilakukan
pembedahan primer histerektomi radikal dengan limphadektomi pelvis atau dapat juga dengan
radiasi neoadjuvan berupa radiasi eksternal dan brachyterapi intra caviter yang dilanjutkan dengan
histerektomi totalis dan limphadektomi selektif pelvis dan para aorta

4.7.2. Stadium III
- Dilakukan radiasi dilanjutkan dengan laparotomi eksplorasi pada kasus-kasus yang resectable.
- Pada kasus dengan metastasis ekstrapelvis diberikan radiasi dengan lapangan diperluas (extended
field radiation) atau diberikan kemoterapi atau terapi hormonal.
- Pada kasus stadium III dengan metastase keadneksa saja dapat dilakukan pembedahan saja tanpa
radioterapi pasca pembedahan
- Pada beberapa kasus dilakukan pembedahan sitoreduksi dan bila memungkinkan dilakukan
histerektomi dan salpingoooforektomi

4.7.3. Stadium IV
Pada penderita dengan metastasis ekstrapelvis ditatalaksanai dengan kemoterapi sistemik atau terapi
hormonal.
- Radiasi lokal dapat diberikan pada kasus dengan metastasis otak atau tulang
- Radiasi pelvis dapat juga dilakukan untuk mencegah perdarahan dan komplikasi lokal lainnya.
- Pasa kasus stadium IV yang sudah meluas ke rongga peritoneum dapat diberikan radiasi seluruh
abdomen (whole abdominal radioterapy) walaupun hasilnya masih kontroversi.

4.8. Diagnosis Pasca histerektomi
- Pada kasus ca endometrium yang ditegakkan setelah histerektomi terutama pada kasus yang
dilakukan vaginal histerektomi dengan indikasi prolapsus uteri. Harus dilakukan penilaian faktor
risiko yaitu grade histologis dan invasi miometrium.
- Pada kasus dengan lesi grade III, invasi miometrium > 50% atau invasi ruang limfe vaskuler/lymph
vascular space (LVS). Dilakukan laparotomi kedua untuk mengangkat kedua adneksa dan staging
atau diberikan radiasi pelvis.
- Pada pasien dengan grade histologi 1,2 dengan invasi miometrium minimal tanpa invasi LVS tidak
perlu terapi lanjutan.

4.9. Kasus tidak dapat dioperasi karena alasan medis
- Kasus dengan obesitas yang berlebihan atau dengan suatu kelainan kardiopulmonal yang berat
dilakukan radiasi brachyterapi.
- Pada kasus dengan lesi diferensiasi baik yang kontraindikasi untuk pembedahan dan tidak mungkin
dilakukan radiasi diberikan pengobatan dengan progesteron dosis tinggi

4.10. Pengawasan lanjut
- Dilakukan Paps smear secara rutin
- Thorak foto secara berkala

4.11. Rekurensi
- Pada kasus dengan rekurensi dapat dilakukan pembedahan, radiasi atau gabungan keduanya.
- Pada kasus dengan lesi yang besar sedapat mungkin dilakukan eksisi pada kasus-kasus yang
rekuren yang terjadi lebih dari 1-2 tahun setelah terapi awal. Hasil cukup baik.
- Bila penderita sebelumnya mendapat radiasi, dapat dilakukan :
1. Histerektomi radikal atau histerektomi extended
2. Pada kasus rekuren dengan metastasis jauh dapat diberikan medroxyprogesteron acetat dengan
dosis 50-100 mg 3 x/ hari
3. Pemberian diteruskan bila penyakitnya statis atau remisi. Respon klinis yang maksimal biasanya
tampak 3 bulan setelah terapi dimulai.
4. Dapat juga diberikan kemoterapi dengan cisplatin, Taxol, dan adriamycin.





22

Petunjuk penatalaksanaan Ca Corpus Uteri

Screening


Rutin pada wanita asimptomatik tidak dianjurkan



Diagnosis

D&C : Endometrial sampling
- Wanita dengan perdarahan pasca menopause
- Wanita dengan riwayat perdarahan uteri

Pemeriksaan Pra pembedahan
- Pemeriksaan fisik : vaginal touche, rectal touche
- Foto thorak : lab, tes fungsi hati dan ginjal
- CT Scan, Ba enema
- Ca 125 : bone scan (atas indikasi)



Staging Surgical


Pembedahan ; TAH +BSO limfadenektomi














5. Karsinoma Tuba Fallopi
- Sangat jarang ditemui hanya 0,1-1,8% dari seluruh keganasan ginekologis
- Insidens pertahun di USA 3,6/ 1 juta wanita
- 60% terjadi pada wanita postmenopause
- Faktor predisposisi belum diketahui dengan jelas, diduga sama dengan etiologi ca ovarium
- Diduga adanya abnormallitas genetik yang mirip dengan ca ovarium yaitu aanya mutasi pada C-
erb,pss,K-rm dan BRCA 1 dan BRCA 2

5.1 Staging
5.1.1. Anatomi
Tuba memanjang dari aspektus superior posterior fundus uteri kearah lateral dan anterior, ukuran
panjang 10 cm ujung lateral bermuara ke rongga peritoneum

5.1.2. Metastasis
Metastasis ca tuba dapat terjadi dengan 3 cara :
1. Implantasi intraperitoneal
2. Lympogen
3. Percontinuitatum

5.1.3. Penentuan Stadium
Penentuan stadium Ca tuba dengan pembedahan. Berdasarkan hasil pemeriksaan jaringan yang
didapat dari pembeahan

5.2. Histopatologi :
90% adalah adenocarcinoma serosa papiliferum
Stadium I
Risiko rendah
Invasi < 50%
Grade 1-2
Follow Up
Stadium I
Invasi > 50%
Grade 3
LVS
Radiasi pelvis
1000-5000
Cgy (post
operasi)




9post operasi
Stadium II
Radiasi pelvis
TAHBSO +
Lympadenektomi
sampling
Stadium III
Post op residu (-)
radiasi
Residu (+)
(Taxol + radiasi)
Stadium lanjut
Kemoterapi atau
radiasi
Stadium IV
Radiasi paliatif
Kemoterapi
Hormonal terapi
23

Jenis yang lain relatif jarang adalah :
- Clear cell ca
- Endometrioid ca
- Germ cell
- Lymphoma
- Sarcoma
Kriteria diagnostik ca tuba primer secara histologi
1. Tumor berawal dari endosalping
2. Gambaran histologi mirip dengan struktur epitel mukosa tuba
3. Adanya transisi gambaran epitel yang jinak ke epitel maligna
4. Ovarium dan endometrium normal atau terdapat tumor dengan ukuran lebih kecil dari tumor pada
tuba

Stadium Ca Tuba (FIGO)
Stadium TNM
Tumor tidak dapat dievaluasi Tx
Tidak ada tumor primer di tuba T0
0 Ca insitu Tis
I Tumor terbatas pada tuba fallopi
Ia Terbatas pada 1 tuba tanpa infiltrasi membran serosa, ascites (-) T1a
Ib Terbatas 2 tuba, infiltrasi serosa (-), ascites (-) T1b
Ic Tumor terbatas pada 1-2 tuba meluas ke tunika serosa atau sel ganas (+) dalam
cairan asites / bilasan peritoneum
T1c
II Tumor mengenai satu atau kedua tuba meluas ke pelvis
IIa Meluas/metastasis ke uterus dan atau ovarium T2a
IIb Meluas ke organ pelvis lain T2b
IIc IIb dengan sel ganas (+) dalam cairan ascites atau bilasan peritoneum T2c
III Tumor mengenai satu atau kedua tuba dengan pertumbuhan di peritoneum diluar
pelvis atau KGB inguinal (+)
T3
IIIa Metastasis peritoneum ekstra pelvis yang mikrokapsul T3a
IIIb Metastasis peritoneum ekstra pelvis yang makrokapsul T3b
IIIc Metastase peritoneum ukuran > 2 cm KGB (+) T3c
IV Metastasis jauh

Grade Histologi
Gx : grade tidak apat ditentukan
G1 : diferensiasi baik (papiler)
G2 : diferensiasi sedang (papiler/alveolar)
G3 : diferensiasi jelek (alveolar noduler)

5.3. Penapisan
Karena kasus ca tuba sangat jarang ditemui, maka sampai saat ini belum ada metode penapisan yang
dapat direkomendasikan

5.4.Diagnosis
5.4.1. Diagnosis preoperatif
- Gejala yang terbanyak adalah perdarahan pervaginam yang abnormal 50% kasus
- Keluhan discharge vagina yang encer
- Nyeri perut
- Hydrops tuba proluens (adanya masa yang menghilang pada saat dilakukan palpasi disertai
pengeluaran discharge vagina)
- Kadang-kadang ditemui kelainan pada pemeriksaan Paps smear dan Ca 125, tetapi Paps smear
dan pemeriksaan Ca 125 tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan penapisan

5.5. Laparotomi
- Diagnosa kebanyakan ditegakkan pada waktu laparotomi
- Bila diagnosis ditegakkan selanjutnya dilakukan penetapan stadium berdasarkan pembedahan
(staging laparotomi), meliputi :
1. Evaluasi seluruh rongga abdomen
2. TAH +BSO
24

3. Sampling KGB pelvis dan paraaorta
4. Omentektomi infrakolika
5. Bilasan peritoneum
6. Biopsi peritoneum rongga pelvis dan abdomen yang dicurigai
7. Apendektomi

5.6. Penatalaksanaan
- Prognosis dan faktor risiko ca tuba hampir sama denga ca ovarium tetapi bila dibandingkan dengan
ca ovarium pada stadium yang sama maka prognosis ca tuba akan lebih jelek
- Pada dasarnya penatalaksanaan ca tuba sama dengan ca ovarium

Penatalaksanaan karsinoma tuba insitu
- Dilakukan laparotomi dengan reseksi tumor dan surgical staging
- Tidak memerlukan terapi tambahan

5.6.1. Ca tuba stadium I dan II
- Penderita ca tuba dengan stadium dini dilakukan surgical staging
- Pada stadium I dengan gradasi histologi GI tidak perlu diberikan kemoterapi adjuvan
- Pada stadium dengan grade dan stadium lebih tinggi diberikan kemoterapi berbasis platinum.

5.6.2. Ca tuba stadium III
- Pada kasus yang dilakukan debulking diberikan kemoterapi adjuvan berbasis platinum
- Pada kasus yang tidak dapat dilakukan pembedahan debulking optimal diberikan kemoterapi
berbasis platinum dan dilakukan reevaluasi
- Kemoterapi diberikan sebagai adjuvan sebanyak 3 seri lalu dilanjutkan dengan laparotomi
sekunder untuk sitoreduksi sekunder.

5.6.3. Ca tuba stadium IV
- Penderita dengan metstasis jauh dilakukan konfirmasi diagnosis tumor primer secara histologi
- Sedapat mungkin lakukan reseksi tumor secara optimal pada saat laparotomi
- Bila terdapat efusi pleura harus dievakuasi preoperatif

5.7. Pengamatan lanjut
- Pada tahun I pasca pembedahan evaluasi setiap 3 bulan
- Lalu setiap 6 bulan
- Setiap tahun sampai tahun ke-5
- Pemeriksaan meliputi :
- Pemeriksaan fisik
- Serum Ca 125
- USG, CT Scan , masuk rumah sakit dilakukan atas indikasi

6. Karsinoma Ovarium
Tumor ovarium ganas dapat terjadi pada semua umur. Tipe histologis tertentu terjadi kebanyakan pada
berbagai kelompok usia
Pada wanita kurang 20 tahun kebanyakan adalah germ sel tumor.
Pada wanita usia 50 tahun kebanyakan tumor ovarium epitelial
Tumor ovarium epitelial relatif sering dijumpai
Di AS risiko untuk mendapat Ca. ovarium 1:70
Lebih kurang 23% kanker ginekologis adalah Ca. ovarium
47% kematian wanita akibat Ca. adalah Ca. ovarium
secara keseluruhan kanker ovarium sampai 4% dari seluruh kasus kanker. Dan kematian 5% dari seluruh
kematian akibat kanker.
Kebanyakan kanker ovarium ditemukan pada kelompok usia 60-64 thn
Faktor risiko adalah faktor reproduksi dan faktor genetik
Wanita yang tidak punya anak berisiko 2x lebih besar
Wanita dengan paritas rendah risiko meningkat
Hamil dalam usia muda, menopause dini dan pemakaian oral kontrasepsi menurunkan risiko Ca. ovarium
Karsinoma ovarium epitelial adalah penyakit klonal yang tumbuh dari satu sel pada 90% kasus
25

Perubahan genetik multipel harus terjadi pada epitel permukaan ovarium untuk menghasilkan
transformasi kearah keganasan ovarium
Kemungkinan penyimpangan genetik dipicu oleh proses ruptur dan repair pada epitel permukaan ovarium
(proses ovulasi)
Faktor herediter berperan hanya 5% dari seluruh ca. ovarium
Faktor herediter tersebut adalah :
Breast ovarium cancer syndrome terkait dengan mutasi BRCA I dan 2 yang diturunkan ( site spesific
ovarial carcinoma syndrome)
lynch syndrome tipe II, yang mencakup Ca. colon, payudara, endometrium dan prostat.

6.1. Anatomi
ovarium adalah 1 pasang organ berbentuk oval padat 2-4 cm yang dihubungkan dengan lipatan
peritoneum ke ligamentum latum dan lig. Infundibulum pelvikum ke dinding lateral pelvis

6.2. Aliran getah bening
aliran limfe ke uteroovarium, infundibulopelvikum, ligamentum rotundum dan iliaka eksterna
mengalir ke limfonodi regional iliaka eksterna, iliaka komunis, hipogastrika, sakralis lateralis, para
aorta dan kadang-kadang ke limfonodi inguinal

6.3. Lokasi Metastasis
peritoneum termasuk omentum, organ visera pelvis dan abdomen, diafragma dan permukaan hepar
pleura
ekstra peritoneal dan ekstra pleural relatif jarang

6.4. Aturan klasifikasi
walau CT Scan dapat menentukan penyebaran intra abdomen, penentuan stadium ca. ovarium harus
dengan pembedahan ( surgical staging)
harus ada konfirmasi PA, temuan operasi sebelum dilakukan debulking menentukan stadium dan
prognosis pasien
thoraks foto skrining metastase ke pleura
Ca 125 serum penting untuk menilai respon terhadap kemoterapi tetapi tidak digolongkan
pemeriksaan untuk penentuan stadium

6.5. Evaluasi dengan surgical staging
bila tumor dicurigai ganas, maka harus dilakukan pembedahan sbb:
1. insisi pada linea mediana
2. evaluasi seluruh permukaan peritoneum dengan cermat
3. omentektomi infra kolik
4. limfadenektomi selektif KGB pelvis, paraaorta
5. biopsi/reseksi daerah-daerah yang dicurigai, massa, perlengketan
6. biopsi secara acak pada :
peritoneum yang tampak normal
subdiafragma kanan
plika vesikouterina
cavum douglas
para kolika kanan kiri
dinding pelvis kanan kiri
TAH+BSO
Apendektomi pada tumor musinosum

6.6. Penentuan stadium patologik
Biopsi yang dilakukan untuk menentukan stadium walaupun demikian beberapa pemeriksaan perlu
dilakukan pada tempat yang dicurigai antara lain :
- efusi pleura
- ekstra peritoneal

6.6.1. Penentuan stadium menurut FIGO
berdasarkan sistem stadium yang dimodifikasi 1988
berdasarkan temuan pada eksplorasi pembedahan ...
26


Stadium Ca Ovarium (FIGO)
Stadium TNM
Tumor primer tidak dapat ditentukan Tx
0 Tidak ditemukan tumor To
I Tumor terbatas di ovarium T
I
IA

Tumor pada 1 ovarium, kapsul utuh, tidak ada pertumbuhan tumor diluar kapsul,
tidak ada sel ganas dalam cairan ascites/bilasan peritoneum

T1a
IB Tumor pada kedua ovarium, kapsul utuh, tidak ada pertumbuhan tumor pada
permukaan kapsul, tidak ada sel ganas pada cairan ascites atau bilasan peritoneum
T1b


IC Tumor terbatas pada 1 atau 2 ovarium dengan: kapsul pecah, tumor pada permukaan
kapsul, sel maligna (+) dalam cairan ascites/bilasan peritoneum
TIc
II Tumor paada 1 atau ke 2 ovarium dengan perluasan ke pelvis T2
IIA Terdapat perluasan/implan pada tuba dan atau uterus, tidak ada sel ganas pada
ascites atau bilasan peritoneum
T2a
IIB Perluasan ke organ pelvis lain, tidak ada sel ganas pada ascites atau bilasan
peritoneum
T2b
IIC IIA/IIB + adanya sel ganas dalam cairan ascites atau bilasan peritoneum T2c
III Tumor mengenai 1 atau 2 ovarium dengan metastasis peritoneum diluar pelvis yang
dikonfirmasikan dengan pemeiksaan mikroskopis, dan atau metastasis pada KGB
regional
T3 dan
atau N1
IIIa Metastasis peritoneal mikroskopis di luar pelvis T3a
IIIb Metastasis peritoneal yang makroskopis diluar pelvis dengan 2 atau > T3b
IIIc Metastasis peritoneal diluar pelvis dengan > 2 dan atau metastasis regional T3c dan
atau N1
IV Metastasis di luar rongga peritoneum M1

Catatan: metastasis kapsul hepar T3/stadium III
Parenkim M1/stadium IV
Efusi pleura harus sitologi (+)

Ca Ovarium dikelompokkan berdasarkan stadium
FIGO ICSS
Stadium T N M
0 T
x
N
0
M
0

IA T1a N
0
M
0

IB T1b N
0
M
0

IC T1c N
0
M
0

IIA T2a N
0
M
0

IIB T2b N
0
M
0

IIC T2c N
0
M
0

IIIA T3a N
1
M
0

IIIB T3b N
1
M
0

IIIC T3c N
1
M
0

IV T4 any N M
1


Nodus limfatik Regional (N)
Nx : limfonodi regional tidak dapat dievaluasi
N0 : tidak ada metastase limfonodi regional
N1 : metastasis limfonodi regional

Metastasi jauh (M)
Mx : metastasis jauh tidak dapat ditentukan
M0 : tidak ada metastasis jauh
M1 : ada metastasis jauh, tidak termasuk metastasis peritoneum

6.7. Klasifikasi Histopatologi
Kebanyakan kanker ovarium berasal dari epitel
27

klasifikasi FIGO sama dengan jenis histologi dari karsinoma ovarium epitelial sesuai yang
dipublikasikan WHO 1971:
1. tumor serosa
2. tumor musinosum
3. tumor endometrioid
4. tumor sel bening (clear cell)
5. tumor brener
6. karsinoma yang tidak terdiferensiasi
o memiliki struktur epitel
o diferensiasi tidak jelas sehingga tidak dapat
digolongkan pada kelompok
7. mixed epitelial tumor
terdiri dari 2 atau lebih dari 5 tipe epitel yg ada
kasus tumor intra peritoneal yang tidak jelas bersal dari lesi ovarium primer disebut
karsinoma peritoneal ekstra ovarium
disamping itu tumor epitel digolongkan dalam klasifikasi tingkat histologi (histologic grading)
Gx : gradasi tidak dapat ditentukan
G1 : diferensiasi baik
G2 : diferensiasi sedang
G3 : tidak berdiferensiasi/diferensiasi berat
Grading histologi tidak berlaku untuk tumor non epitel

6.8. penampisan/Screening
o Sampai saat ini tidak ada pemeriksaan penapisan
o Beberapa metode telah diteliti antara lain :
- USG
- Ca 125
- Pemeriksaaan klinik pelvis tidak memberikan tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi

6.9. Diagnosis
Untuk terapi yang efektif perlu dilakukan diagnosis dini
kanker ovarium epitel pada stadium awal biasanya tanpa gejala
1/3 kanker ovarium epitel pada saat ditegakan diagnosis sudah berada pada stadium III/IV
gejala berupa keluhan yang tidak jelas
- keluhan abdominal discomfort s/d nyeri berat
- dispepsia dan gangguan digestif yang ringan
- gangguan haid yang terjadi selama beberapa bulan
- kecurigaan terhadap adanya karsinoma bila penderita berusia antara 40-65 tahun dengan
keluhan seperti diatas

7.9.1. Gejala pada stadium lanjut :
ascites
distensi abdomen
kelainan abdomen makin berat
keluhan respirasi akibat tekanan intra abdomen meningkat atau dan transudasi kedalam kavum
pleura
perdarahan intra abdomen
Pemeriksaan meliputi
riwayat penyakit yang detail
riwayat kanker dalam keluarga
pemeriksaan fisik termasuk anamnesa, VT, RT, papsmear
Untuk persiapan operasi :
thorak foto
CT abdomen
Barium in loop
Tumor marker : Ca 125, CEA

6.0. Staging laparotomi
Prognosis dari tumor ovarium dipengaruhi :
- stadium
- sub tipe histologis dan grading
28

- volume sisa tumor
Oleh karena itu tindakan laparotomi untuk menetapkan stadium (staging laparotomi) memegang
peranan sangat penting. Staging laparotomi dilakukan dengan pemeriksaan yang rinci seluruh isi
rongga peritoneum dan permukaan peritoneum dan dilakukan biopsi pada beberapa tempat (
dgn prosedur spt pada hal .....)
Dilanjutkan dengan pengangkatan tumor dan histerektomi totalis + salfingoooforektomi
bilateral.
Prosedur ini dapat dikerjakan pada tumor dengan stadium dini. Sedang untuk stadium lanjut
dapat dilakukan optimal debulking
Pada wanita muda dilakukan pembedahan konservatif
Pembedahan conservative surgical staging bila:
- intra operatif tumor hanya pada satu ovarium. Kapsul utuh
- ovarium kontra lateral normal (tidak dilakukan biopsi)
- tidak dilakukan histerektomi totalis dan ooforektomi kontra lateral

6.1.Penatalaksanaan pasien usia reproduksi dengan kecurigaan karsinoma
pertimbangan klinik merupakan faktor utama dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan
tumor pelvis pada wanita muda
assestment yang dilakukan dengan beberapa opsi :
- laparotomi
- kenservatif dengan USG reguler
- laparoskopi
bila sangat dicurigai keganasan indikasi untuk melakukan laparotomi
faktor yang mengarah kepada keganasan :
- umur ( wanita muda : germ sell, wanita tua: epitelial)
- bilateral
- masa yang terfiksir
- ada ascites
- USG gambaran yang kompleks
- CT: adanya nodul metastasis
- Tumor marker meningkat
lakukan laparotomi diagnostik

6.2. Penatalaksanaan karsinoma ovarium epitelial
6.2.1. Stadium awal :
Laparotomi untuk menentukan stadium ( surgical staging)
Pada pasien dengan stadium Ia dan fungsi reproduksi akan dipertahankan tidak dilakukan biopsi
pada ovarium kontra lateral
Untuk stadium Ia dan I b grade I cystadenokarsinoma tidak perlu pemberian kemoterapi
adjuvan. Karena prognosis baik
Untuk tumor dengan grade >1 dan stadium Ic berikan kemoterapi berbasis sisplatin
Pasien dengan stadium II berikan kemoterapi adjuvan 3-6 seri ( level of confidence A)

6.2.2. Stadium lanjut
75% pasien biasanya datang pada stadium III-IV, biasanya penderita menunjukkan gejala ;
Lesi intra abdominal, penderita sudah menunjukkan penurunan status performance yang kadang-
kadang kelayakan untuk pembedahan juga menurun
Faktor prognosis utama penderita dengan tumor ovarium stadium lanjut adalah residu tumor
Oleh karena itu setiap penderita yang secara medis cukup layak untuk dilakukan pembedahan
harus dilakukan laporotomi primer untuk sitoreduksi optimal
Penderita post sitoreduksi harus diberikan adjuvan kemoterapi
Pada penderita dengan suboptimal sitoreduksi dilakukan interval debulking setelah 3 siklus
kemoterapi
Obat terpilih : - paklitaxel
- carboplatin
Setelah 6 siklus diberikan menunjukan perbaikan, dengan respon komplit, diberikan kemoterapi
maintenance
Kemoterapi intra peritoneal masih kontroversi


29

6.2.3. Kemoterapi yang dianjurkan untuk karsinoma ovarium epitelial
Paclitaxel 175 mg/m2 3 jam/ carboplatin auc dalam 1 jam
Doxitaxel 75 mg/m2 1 jam/ carpopltin auc 5 dalam 2 jam
Atau PVB
CAP

6.2.4. Pertimbangan untuk operasi second look
Penderita dengan residual disease pada akhir pengobatan kemoterapi, operasi second look
mungkin bermanfaat
Pada penderita yang sudah dilakukan debulking optimal pada saat diagnosis I operasi second
look tidak bermanfaat
Oleh karena itu operasi second look bukan tindakan standar dalam penanganan karsinoma
ovarium epitelial


6.2.5. Pengamatan lanjut
6.2.5.1. Tujuan :
Menentukan respon terhadap pemberian kemoterapi
Deteksi dini dan penatalaksanaan dengan tepat terhadap komplikasi terapi termasuk sequele
psikologis
Deteksi dini penyakit persisten atau rekuren
Pengumpulan data efektifitas penyebaran dan komplikasi
Kesempatan untuk skrining karsinoma corpus dan atau karsinoma serviks

6.2.5.2. Jadwal :
Tahun I tiap 3 bulan
Tahun II tiap 4 bulan
Tahun III tiap 5 bulan
Tahun IV tiap 6 bulan
Tahun ke V atau lebih tiga tahun

6.2.5.3. Pengamatan meliputi :
Anamnesisi riwayat perkembangan penyakit
Pemeriksaan fisik lengkap mamae, pelvis, dan RT0
Pemeriksaan petanda tumor : Ca 125
Radiologi. USG pelvis, CT scan/MRI
Dilakukan bila temukan tanda-tanda rekurens atau bila tumor
marker (+)
Pada pasien dengan cerviks yang masih intak lakukan pap smear
Mamografi untuk usia > 40 tahun dilakukan setiap tahun, atau pada wanita muda dengan
riwayat keluarga ca. Mamae (+)

6.2.6. Penatalaksanaan karsinoma ovarium epitelial residif
Mayoritas karsinoma ovarium epitelial stadium lanjut yang diterapi akan residif, peneliti
menggolongkan kasus yang residif :
1.Penderita dengan masa bebas penyakit 6 bulan digolongkan sebagai penderita dengan
platinum sensitif
2. penderita dengan masa bebas penyakit < 6 bulan digolongkan sebagai platinum refrakter

Penelitian membuktikan bahwa makin lama masa bebas penyakit akan makin besar respon
terhadap pemberian platinum berikutnya

6.2.7. Pengobatan untuk kasus residif dengan platinum sensitif :
1. kombinasi karboplatin dengan kemoterapi lain
2. karboplatin atau sisplatin tunggal
3. pasien dengan rekuren terlokalisir dan masa bebas penyakit yang lama perlu dianjurkan untuk
pembedahan sitoreduksi ulang (penelitian sitoreduksi ulang vs non sito reduksi sebelum
kemoterapi masih sedang berlangsung)

Penderita dengan platinum refrakter diberikan kemoterapi pilihan ke 2 non platinum :
liposomal doxorubisin
30

topotecan
etoposite
gemcitabin
(respon rate 10-15%)
Dapat diberikan tunggal atau kombinasi
keadaan fungsi sumsum tulang pada pemberian kemoterapi yang Berulang-ulang harus benar-
benar menjadi perhatian
Penanganan optimal pada kasus karsinoma ovarium refrakter harus juga meliputi assessment :
o kondisi fisik
o mental
o spritual
- kondisi fisik mempengaruhi kualitas hidup secara langsung antara lain:
o infeksi sekunder sistemik
o obstruksi usus, ascites, pleural efusi, gejala metastase ke hepar,otak, tulang.
pengobatan pada penderita residif yang non simptomatik , dimana hanya didapati peningkatan
tumor marker saja cukup sulit.
Tindakan : observasi ketat atau dengan pemberian terapi hormonal (tamoksifen)

Penanganan kasus karsinoma ovarium residif bertujuan untuk mengembalikan kualitas hidup dan
optimalisasi fungsional. Hal tersebut harus dijelaskan kepada pasien dan keluarga

6.3. Penanganan tumor ovarium borderline/ epitelial cancer of low malignant potential
tumor borderline biasanya terjadi pada kelompok muda usia. Kejadian 15% dari seluruh karsinoma
ovarium epitelial kira-kira 75% masih dalam stadium I pada saat didiagnosis
hal-hal yang perlu diperhatikan :
1. diagnosis harus ditegakkan atas pemeriksaan seluruh tumor asli
2. pemotongan patologi harus ekstensif untuk menyingkirkan kemungkinan adanya bagian-bagian
tumor yang invasif
3. prognosis tumor baik, 10 years survival rate 95%
4. lesi dapat menunjukan gambaran ganas tetapi perkembangan lambat.
5. implantasi tumor pada peritoneum dapat regresi spontan
6. prognosis baik bila:
stadium dini
gambaran histopatologi tumor serosum dan
penderita wanita muda usia.
7. walaupun paska laparotomi primer didapati residu penyakit yang makroskopis mortalitas tetap
rendah

kematian biasanya disebabkan oleh komplikasi yang non malignan obstruksi usus, komplikasi
terapi jarang oleh transformasi maligna
Penatalaksanaan adalah tindakan atau surgical staging primer dan sitoreduksi
pada wanita muda usia dan masih memerlukan fungsi reproduksi pembedahan konservatif (tanpa
histerektomi) salfingoooforektomi unilateral, inspeksi ovarium kontra lateral
pada kasus dengan stadium I bilateral atau penderita yang punya 1 ovarium dilakukan parsial
ooforektomi
pada penderita dengan fungsi reproduksi sudah tidak diperlukan dilakukan histerektomi
salfingoooforektomi bilateral + sitoreduksi maksimal
penderita yang sudah dilakukan sitoreduksi optimal dalam segala tingkat stadium tidak perlu
diberikan kemoterapi adjuvan
belum ada penelitian prospektif yang menunjukan keuntungan kemoterapi adjuvan pada karsinoma
ovarium bordeline
pada penderita dengan penyakit residif yang terjadi lambat dilakukan sitoreduksi optimal ulangan
dan pengamatan paska pembedahan tanpa diberikan kemoterapi
pengamatan lanjut sama dengan kanker ovarium epitelial
bila ovarium kontra lateral tetap intak follow up dengan transvaginal USG setiap tahun


6.4. Penatalaksanaan tumor sel granulosa
tumor sel granulosa 70 % dari tumor stroma seks dan 3-5% dari seluruh tumor ovarium
ada 2 tipe :
31

- Juvenile type
- Adult type
Oleh karena tumor ini memproduksi estrogen juvenile type menampilkan gejala seksual prekoks
Sedangkan pada adult type gejalanya berupa perdarahan paska menopause
Biasanya gejala menonjol dan tumornya timbul lambat maka kebanyakan kasus dapat terdiagnosis
pada stadium dini
Puncak insiden adalah pada dekade ke 5-6 (post menopause)
Sifat tumor ini mirip dengan tumor borderline. Pertumbuhan lambat dengan kecenderungan residif
yang lama
Stadium pada saat didiagnosis merupakan indikator prognosis yang penting
Faktor indikator lain ;
- usia
- ukuran tumor
- gambaran PA
tindakan pengobatan ;
- sitoreduksi yang adekuat
- pada yang fungsi reproduksi diperlukan pembedahan konservatif untuk stadium I
untuk stadium I cukup dengan pembedahan
stadium II-III beberapa klinisi menganjurkan kemoterapi adjuvan
tumor marker : inhibin (masih dalam penelitian)

6.5. Pentalaksanaan tumor sel germinal (germ cell tumor)
kelompok tumor ovarium ini terdiri dari berbagai variasi penyakit yang berbeda yang merupakan
derivat dari germ cell yang primitif dari gonad embrio, tumor sel germinal hanya sebagian kecil dari
kejadian tumor ovarium
sebelum perkembangan kemoterapi tumor ini prognosis yang jelek
sejak perkembangan kemoterapi beberapa regimen yang dikembangkan dapat digunakan untuk
mengobati tumor sel germinal, sehingga saat ini digolongkan pada tumor yang dapat disembuhkan
(highly curable)

6.5.1. Gejala klinis
insiden pada dekade 2 dan 3 kehidupan
didiagnosis sebagai masa yang teraba pada abdomen wanita muda dengan keluhan nyeri
gejala germ cell dengan urutan berdasarkan frekuensi :
- nyeri perut akut
- nyeri perut kronis
- masa diabdomen yang tidak ada gejala (asimptomatis)
- pendarahan uterus abnormal
- distensi abdomen

6.5.2. Klasifikasi ;
penting untuk menetapkan prognosis dan terapi
klasifikasi :
Germ cell tumor
dysgerminoma
non dysgerminoma
o diferensiasi embrional
- mixed
- matur
- imatur
o diferensiasi ekstra embrional
- chorio ca
- sinus endoderm (yolk sac tumor)
- ekstra embrional carsinoma

6.5.3. Diagnosis staging dan penatalaksanaan
staging germ cell tumor sama dengan karsinoma ovarium epitelial. Pengobatan tidak hanya
tergantung stadium
dysgerminoma sama dengan seminoma testis. Sangat sensitif dengan radioterapi dan kemoterapi
32

jenis histologi lain mirip dengan non seminoma testis .
Agresifitas yang berbeda-beda pada berbagai tipe.
Yang paling agresif adalah sinus endodermal tumor dan chorio karsinoma tetapi ke 2 nya juga
sangat sensitif terhadap kemoterapi
Pemberian kemoterapi dapat menyembuhkan sebagian besar penderita walaupun pada stadium
lanjut
Tindakan pembedahan hanya konsevatif untuk semua kasus yaitu dengan
- laparotomi dengan pemeriksaan yang komprehensif dan biopsi pada daerah yang dicurigai
- sitoreduksi terbatas
- uterus dan ovarium kontralateral dipertahankan
- tidak dilakukan biopsi ovarium kontralateral
pembedahan second look terbukti tidak bermanfaat kecuali pada tumor-tumor yang tidak
dilakukan reseksi komplit

6.5.4. Penatalaksanaan tumor sel germinal dysgerminoma pasca bedah
pada penderita dengan stadium Ia dengan komplit surgical staging terapi selanjutnya hanya
observasi
Pada pasien yang diperkirakan stadium Ia tetapi tidak dilakukan complete surgical staging dan
penderita dengan stadium lebih tinggi harus diberikan kemoterapi adjuvan
radioterapi dapat diberikan tetapi karena dapat menimbulkan kegagalan ovarium sebaiknya tidak
diberikan pada wanita yang ingin mempertahankan fertilitas
pada pasien dengan kontra indikasi pemberian kemoterapi dapat dilakukan radioterapi
kemoterapi yang dianjurkan (regimen BEP):
- etoposite 100 mg/m2 1-5
- cysplatin 20 mg/m2 1-5
- bleomisin 10 mg/hari 1,8,15
Pada tumor residu yang bulky diberikan 3-4 seri BEP
Regimen lain adalah VAC yang terdiri dari :
- Vincristin
- Dactinomycin
- Cyclophosphamide
BEP lebih unggul dari pada VAC karena angka relaps lebih rendah dan waktu pengobatan lebih
pendek
Kombinasi lain ;
- Ifosphamide + doxorubicine
- Vinblastin + Ifosphamide + cisplatin (VIP)
- Cyclophosphamide + Doxorubicine + cysplatin (CAP)
tumor marker : LDH (lactase dehidrogenase)
HCG
digunakan untuk memonitor respon terapi
pengamatan lanjut (follow up) meliputi :
- riwayat perjalanan penyakit
- pemeriksaan fisik
- petanda tumor : LDH, HCG
6.5.5. Jadwal :
tahun I tiap 1-2 bulan
tahun II tiap 2 bulan
tahun III tiao 3 bulan
tahun IV tiap 4 bulan
tahun V tiap 6 bulan
selanjutnya tiap tahun

walaupun petanda tumor merupakan komponen penting dalam monitor pengobatan, pemeriksaan
radiologi juga relevan pada kasus dimana tidak ada peningkatan petanda tumor pada awal
diagnosis
CT scan dilakukan atas indikasi khusus.

6.6. Penatalaksanaan germ cell tumor non dysgerminoma pasca pembedahan
tumor jenis ini juga sensitif dengan kemoterapi, termasuk juga tumor yang stadium lanjut.
33

Teratoma immatur stadium I grade I prognosis baik, pasca pembedahan hanya dilakukan
pengamatan
stadium I grade II ; prognosis baik, kemoterapi pasca bedah masih kontroversi
tumor dengan stadium dan grade lebih tinggi harus diberikan kemoterapi
kemoteapi pilihan : EP atau BEP
- BEP : etoposide 100 mg/m2 1-5
- Sisplatin 20 mg/m2 1-5
- Bleomisin 10 U/hari 1,8,15
Bila tumor residu besar diberikan 3-4 seri dan 2 seri tambahan setelah mencapai remisi secara
serologis
Regimen lain adalah VAC
BEP lebih unggul dari pada VAC oleh karena angka residif pendek dan waktu pemberian lebih
pendek
Penderita yang tidak respon dengan BEP dapat diterapi dengan regimen VIP : vinblastin,
ifosfofamide, cisplatin sebagai salvage terapi.
Pengobatan lain yang potensial adalah kombinasi ifosfofamide dengan antalogis bone marrow
rescue.
Pada kasus rekuren atau kasus progresif dapat dilakukan sitoreduksi sekunder walaupun para
peneliti masih memperdebatkan manfaatnya. Pada kasus teratoma immatur pembedahan sekunder
cukup efektif.
Setelah pembedahan sekunder dilanjutkan dengan pemberian kemoterapi.

6.6.1. Pengamatan lanjut
Semua penderita harus diamati dengan pemeriksaan meliputi :
- riwayat perjalanan penyakit
- pemeriksaan fisik
- petanda tumor : LDH, bhCG, AFP
6.6.2. Jadwal :
tahun I tiap 1-2 bulan
tahun II tiap 2 bulan
tahun III tiao 3 bulan
tahun IV tiap 4 bulan
tahun V tiap 6 bulan
selanjutnya tiap tahun

Penderita yang tidak diberikan kemoterapi pengamatan harus lebih ketat
Residif biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama sesudah diagnosis

6.7. Penatalaksanaan sarkoma ovarii
- sarkoma ovarii sangat jarang ditemukan terjadi biasanya pada wanita post menopause
- ada 2 tipe :
mixed mullerian tumor (MMT) , terdiri 2 komponen ; sarkoma dan karsinoma.
Sarkoma murni dapat berupa:
- stromal cell sarcoma
- fibrosarcoma
- leiomyosarkoma
- neurofibrosarkoma
- rhabdomyosarcoma
- choriosarcoma
- liposarkoma
penatalaksanaan : complete surgical staging dengan sitoreduksi optimal
post operatif dapat diberikan kemoterapi berbasis platinum
prognosis secara umum buruk
umumnya penderita dengan stadium dini ketahanan hidup lebih tinggi dari stadium lanjut
peranan subtipe histologis dan volume tumor residual sebagai faktor prognosis masih
dipertanyakan, walaupun banyak penelitian mendapatkan bahwa makin besar residu tumor, angka
kelangsungan hidup makin menurun.
Jadwal pengamatan lanjut sama seperti pada karsinoma ovarium epitelial. Petanda tumor Ca 125
sebagai petanda tumor masih belum jelas.

34

6.8. Penatalaksanaan limfoma ovarium primer ( Primary Lymphoma of the Ovarium)
Sangat jarang ditemui. Tumor ini biasanya mengenai ovarium sebagai bagian dari penyakit
sistemik
Diagnosis ditegakan dengan menyingkirkan kelainan yang sistemik
Kriteria diagnosis menurut Fox dan Langley :
- pada saat diagnosis limfoma terbatas pada ovarium; penyelidikan yang komprehensif tidak
ditemukan limfoma di tempat lain
- limfoma masih dianggap primer ovarium bila penyebaran terjadi pada KGB yang berdekatan
dengan ovarium atau berupa penyebaran dengan infiltrasi langsung dari ovarium ke jaringan
sekitar.
- Tidak ditemui sel abnormal dalam darah tepi atau sumsum tulang
- Bila lesi limfoma terdapat pada organ jauh dan ovarium tenggang waktu minimal beberapa
bulan antara timbulnya pada ovarium dengan lesi ekstra ovarium
Pada penelitian terakhir tampak bahwa 50% ovarium normal mengandung jaringan lymph
sehingga limfoma ovarium primer mungkin tumbuh dari transformasi maligna sel-sel ini.
Limfoma ovarium primer mempunyai kemampuan untuk metastasis ke ovarium kontralateral dan
intra peritoneum
Diagnosis : - biopsi eksisional/insisional jaringan memerlukan fiksasi
yang tepat untuk menentukan subklasifikasi
- Aspirasi jarum halus (FNA)
Sub tipe yang paling sering ditemukan adalah Large cell non Hodgkins lymphoma, pada negara-
negara endemis
Burkitts lymphoma. Setiap pembesaran ovarium unilateral/bilateral harus difikirkan kemungkinan
Burkitts lymphoma
Pengobatan : penbedahan ddilanjutkan dengan kemoterapi sistemik yang disesuaikan dengan sub
klasifikasi
Pengamatan lanjut sesuai dengan protokol onkologi hematologi
Prognosis baik dan tergantung pada subtipe histologi

Diagram Stadium Ca. Ovarium


35

7. Penyakit Trofoblast
Sebelum tahun 1969 PTG biasanya fatal, tetapi saat ini PTG dapat disembuhkan dan fungsi fertilisasi dapat
dipertahankan. Perubahan yang dramatik ini adalah berkat :
Diagnosis dini
Pengukuran kadar hCG yang akurat
Tersedianya kemoterapi yang efektif
Pengamatan yang ketat dan monitor dengan assay hCG yang akurat akan menghasilkan prognosis yang
baik

7.1. Definisi :
Istilah penyakit trofoblas gestasional ( Gestational Trofoblast Disease, GTD ) merupakan spektrum
penyakit akibat proliferasi trofoblas yang abnormal.
PTG (Penyakit Trofoblas Gestational / GTD) meliputi spektrum kelompok penyakit seperti diajukan
oleh WHO sbb :
Mola Hidatidosa
- komplit
- partial
Mola Hidatidosa invasif
Chorio Carcinoma
Placentalsite trofoblast tumor
Tumor trofoblas lain (miscellaneous)
- exaggerated placentalsite
- placental site nodul atau plaque.
6. Lesi trophoblast yang tidak dapat diklasifikasikan (Unclasified Trofoblastic disease)

7.2. Klasifikasi klinis
1. Penyakit Trofoblast Gestasional (PTG)/ Gestational Trophoblastic Disease (GTD)
Mencakup semua bentuk dan klasifikasi mola hidatidosa, mola invasif, koriokarsinoma, PSTT
2. Tumor Trofoblast Gestational/Neoplasia Trofoblas Gestasional (Gestational Trophoblastic
Tumor/Gestational Trophoblastic Neoplasia)

7.2.1. Gestational Trofoblastic Neoplasia ( GTN )
Gestational trofoblastic tumor
Tumor Trofoblas Gestational di gunakan untuk menggantikan istilah diagnosis patologi seperti
Chorioadeno destruen, mola metastatik dan chorio carcinoma.
mola hidatidosa merupakan bentuk jinak dari penyakit trofoblas gestasional (GTD) yang bila
dibiarkan tanpa diobati akan berlanjut menjadi bentuk intermediate yang bersifat fatal . Bentuk
intermediate ini disebut dengan berbagai istilah antara lain :
malignant mole, gestational trofoblastik tumor, persisten/malignant trofoblastic disease yang
digolongkan dalam bentuk metastatik, non metastatik. Pada laporan Komite Onkologi Ginekologi
FIGO 2000 diusulkan istilah Gestational Trophoblastic Neoplasia

7.2.2. Mola hidatidosa
Terdiri dari 2 jenis :
Mola hidatidosa komplit
Mola hidatidosa partial
Walaupun secara histologis dan morfologis keduanya berbeda tetapi gambaran klinis dan
penanganannya pada dasarnya sama
Mola hidatiodsa komplit secara genetik adalah lesi yang diploid dengan kromosom 46 XX . pada
mola inkomplit tidak dijumpai elemen embrionik atau fetus. Kelainan genetik ini disebabkan oleh
karena terjadi fertilisasi ovum yang kosong oleh dua sperma
Fertilisasi abnormal menghasilkan 46 XX
Mola partial kariotipenya triploid (69) yang terdiri dari 1 set maternal dan 2 set paternal. Secara
klinis dijumpai adanya fetus dan perubahan pada plasenta berupa mola hidatidosa. Titer hCG yang
abnormal meningkat disertai tanda preeklampsia dan hiperplasia trofoblast yang dijumpai lebih
ringan dari pada mola komplit insiden sequele penyakit trofoblast 4%

7.2.2.1. Gejala :
yang paling sering adalah perdarahan
36

mual, muntah yang berlebihan (hiperemesis)
tanda toxemia /PE
uterus lebih besar dari usia gestasi
tidak teraba bagian janin (balotement)
tidak terdengar denyut jantung janin
dapat ditemui dengan kista lutein 15%
mola hidatidosa partial biasanya ditemui pada saat evaluasi pasien yang didiagnosis sebagai
abortus inkomplit atau missed abortion
kadang-kadang disertai gejala lain yang tidak berhubungan dengan keluhan obstetri :
- tirotoksikosis
- perdarahan gastrointestinal
- dekompensasi kordis
- perdarahan intra kranial
- perdarahan GIT
- hemopthoe

7.2.2.2. Penatalaksanaan
7.2.2.2.1. Diagnosis
riwayat dan pemeriksaan klinik harus dilakukan dengan cermat
pemeriksaan USG didapat gambaran badai salju (snow storm appearance) , tidak ditemui
denyut jantung janin dan bagian-bagian janin
pemeriksaan USG pada trimester I dengan vaginal colour Doppler dapat mendeteksi Mola
hidatidosa pada saat usia kehamilan masih sangat dini
pada usia kehamilan yang lebih lanjut, kadang-kadang penderita mengeluh mengeluarkan
jaringan villi yang menyerupai buah anggur

7.2.2.4. Pemeriksaan lain yang harus dilakukan :
Pemeriksaan darah lengkap
Thoraks foto
Bila ada indikasi .

7.2.2.5. Penanganan mola hidatidosa
mola hidatidosa harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakan. Bila diperlukan
lakukan stabilisasi dulu dengan melakukan perbaikan kondisi umum penderita dengan
mengobati beberapa kelainan yang menyertai seperti tirotoksikosis

7.2.2.5. Teknik evakuasi :
- bila sudah terjadi evakuasi spontan lakukan kuretase untuk memastikan kavum uteri sudah
kosong
- bila belum lakukan evakuasi dengan kuret hisap
- bila cerviks masih tertutup dapat didilatasi dengan dilator no 9 s/d 10
- setelah seluruh jaringan dievakuasi dengan kuret hisap dilanjutkan kuret tajam dengan hati-
hati untuk memastikan kavum uteri kosong
- penggunaan uterotonika tidak dianjurkan selama proses evakuasi dengan kuret hisap atau
kuret tajam
- untuk menghentikan perdarahan uterotonika diberikan setelah evakuasi
- induksi dengan medikamentosa (protaglandin, oksitosin) tidak dianjurkan karena
meningkatkan risiko emboli trofoblast
- histerektomi dapat digunakan sebagai metode evakuasi bila wanita tersebut tidak
menginginkan anak lagi

7.2.2.6. Pengamatan lanjut
Pasca evakuasi penderita harus diamati secara ketat

7.2.2.7. Penatalaksanaan pasca evakuasi
7.2.2.7.1. Pengamatan lanjutan
Pengamatan lanjut mencakup pemeriksaan pelvis dan hCG setiap minggu sampai hCG
negatif, bila ditemui anemia, infeksi diberikan pengobatan yang adekuat. hCG negatif
37

diikuti tiap minggu 2 kali pemeriksaan berikut, bila tetap negatif tiap bulan sampai
dengan bulan keenam lalu tiap 2 bulan selama 6 bulan.
Kadar hCG dianggap negatif bila 2 mIU/mL
Diberikan kontrasepsi oral setelah kadar hCG normal bila penurunan hCG sesuai dengan
curva regresi, pasien diperkenankan hamil setelah 6 bulan. Dapat juga dengan metode
barier, IUD tidak dianjurkan, bila penurunan lambat, tunda kehamilan lebih lama lagi
Bila terjadi kehamilan lakukan USG dan lakukan pemeriksaan hCG post partum untuk
menyingkirkan reaktifasi residu dari mola.
Pasien dengan besar uterus 4x lebih besar dari usia gestasi dan dengan adanya kista lutein
risiko untuk menjadi koriokarsinoma adalah 50%

7.2.3. Gestational Trophoblastic Neoplasia (GTN)
Gestational Trophoblastic Tumor
50% berasal dari mola
30% berasal dari abortus
10% berasal dari kehamilan atau kehamilan ektopik
7.2.3.1. Gejala:
Pasca mola ditandai dengan peningkatan hCG yang persisten
perdarahan yang terus menerus pasca evakuasi
Pada kasus pasca evakuasi dengan perdarahan yang terus-menerus dan kadar hCG yang
menurun lambat, dilakukan kuretase vakum ulangan atau USG dan histeroskopi.
Perdarahan rekurens pasca-evakuasi
Bila sudah terdapat metastase akan menunjukkan gejala organ spesifik tempat metastase
tersebut, misalnya gejala SOL bila sudah ada metastasis intrakranial atau gejala-gejala yang
mirip pneumonia pada kasus dengan metastasis paru

7.2.3.2. Indikasi pengobatan kemoterapi pasca-evakuasi:
1. kadar hCG yang tinggi > 4 minggu pasca-evakuasi (serum >20.000 IU/liter, urine >30.000/24
jam)
2. kadar hCG yang meningkat progresif pasca-evakuasi
3. kadar hCG berapa pun juga yang terdeteksi pada 4 bulan pasca-evakuasi
4. kadar hCG berapapun juga dengan disertai tanda-tanda metastasis otak, renal, hepar, GI tract,
atau paru-paru

7.2.3.3. Pemeriksaan:
Pemeriksaan klinis, perhatian pada vagina kemungkinan adanya metastasis
Pengukuran hCG serial setiap minggu
Pemeriksaan darah lengkap
Faal hemostasis, BUN, creatinine, LFT
Thorak foto
CT scan atau MRI otak
CT scan hati
Fungsi tiroid bila ada indikasi
Biopsi tidak dianjurkan karena dapat terjadi perdarahan masif

7.2.3.4. Staging
Menurut FIGO
Stadium I Gestational Trophoblas Tumor terbatas pada corpus uteri
Stadium II Gestational Trophoblas Tumor meluas ke adnexa atau vagina
tetapi terbatas pada organ genitalia saja
Stadium III Meluas ke parametrium dengan atau tidak melibatkan organ
genitalia
Stadium IV Metastase jauh di tempat lain

Pada Juni 2002, FIGO mengadopsi sistem skor GTT yang diajukan oleh WHO dengan beberapa
modifikasi.



38

Skor risiko FIGO (WHO)
Skor 0 1 2 4
Umur <40 th 40 th
Antecedent pregnancy Mola Abortus Aterm
Interval (bulan pasca kehamilan) <4 4-6 7-12 >12
hCG sebelum terapi mIU/ml <10
3
10
3
-10
4
>10
4
-10
5
>10
5

Ukuran tumor (uterus) 3-4 cm 5 cm
Metastase Lien,
renal
GIT Cerebral,
Hepar
Jumlah Metastase 1-4 5-8 >8
Riwayat Kemoterapi Tunggal Kombinasi
2 atau
lebih

Pada penderita dengan skor 6, pengobatan dengan kemoterapi tunggal. Sedangkan penderita dengan skor
7 atau lebih, perlu diberikan kemoterapi kombinasi. Skor ini pertama kali dikemukakan oleh Prof.
Kenenth Bagshaoe, lalu diadopsi oleh WHO dengan beberapa perubahan.
Pada sistem skoring FIGO terdapat beberapa perubahan lagi antara lain nilai skor adalah 0,1,2, dan 4
Golongan darah tidak termasuk faktor risiko yang dinilai
Nilai ambang tingkat risiko adalah nilai 6 atau kurang untuk risiko rendah, nilai 7 atau lebih untuk
risiko tinggi. Nilai untuk risiko menengah tidak ada

7.2.3.4.5. Pengobatan GTT skor 6/FIGO stage I,II,III
1. Kemoterapi tunggal
Metotreksat 0,4 mg/kgBB selama 5 hari, diulangi tiap 2 minggu
2. Metotreksat dengan Rescue Leucovorin
3. MTX 50 mg/kgBB/minggu i.m., atau
4. Actinomycin D 12 ncg/kgBB/hari selama 5 hari, atau
5. ACT D
1
25 mg/m
2
tiap 2 minggu, atau
6. MTX 250 mg infus selama 12 jam

Skema terapi MTX dengan Leukovorin Rescue

Hari Terapi
1 Pemeriksaan darah lengkap SGOT
MTX 1 mg/kgBB i.m.
2 CF 0,1 mg/kgBB i.m.
3 MTX 1 mg/kgbb i.m.
4 CF 0,1 mg/kgBB i.m.
5 MTX 1 mg/kgbb i.m.
6 CF 0,1 mg/kgBB i.m.
7 MTX 1 mg/kgbb i.m.
8 CF 0,1 mg/kgBB i.m.

MTX = methotrexat
CF = citrovorum factor (folinic acid)
Skema terapi no.1, angka kegagalan 10% sedangkan terapi dengan skor 2-6 kegagalan bervariasi 20-30%.
Pemberian kemoterapi sampai terjadi remisi komplit, kadar hCG negatif, lalu diteruskan sampai dengan 3
seri tambahan.
Kegagalan pengobatan dengan cara intermiten lebih besar daripada pemberian dengan 5 hari terjadi
karena sel trofoblas yang dalam fase S tidak terpapar secara cukup adekuat dengan obat kemoterapi yang
diberikan secara intermiten.
Setiap akan dilakukan pengobatan kemoterapi, selalu dilakukan pemeriksaan darah lengkap, trombosit,
SGOT/SGPT, BUN, creatinine

7.2.3.4.6. GTT Risiko Tinggi Skor Risiko 7 atau Lebih
Diberikan kombinasi EMA-Co, terdiri dari:
Etoposide
MTX dengan Lucovorin Rescue
Actinomycin D 1,2
Vincristin 8
39

EMA-Co berisiko untuk menimbulkan leukemia bila lebih dari 6 seri.
Perlu dilakukan observasi ketat adanya kemungkinan terjadi leukopeni
Untuk mencegah penurunan leukosit diberikan Neupogen

Regimen lain adalah MAC:
MTX
Actinomycin D
Cytoxan

7.2.3.4.7. Pembedahan pada GTT
Indikasi untuk melakukan pembedahan
1. Perdarahan per vaginam atau intraperitoneal yang tidak dapat diatasi dengan
medikamentosa
2. kasus yang resisten terhadap kemoterapi tetapi masih terbatas pada uterus
3. Metastase paru-paru yang terisolir
4. Craniotomi pada kasus dengan peningkatan tekanan intracranial akibat metastasis otak atau
pendarahan
7.2.3.4.8. Kehamilan pasca kemoterapi
Penderita diperkenankan hamil setelah 12 bulan pasca pemberian
kemoterapi yang terakhir

7.2.4. Plasental Site Trophoblas Tumor (PSTT)
PSTT dipisahkan dari GTT. Tumor ini ditandai dengan peningkatan hCG dan HPL. Pengobatan
dapat dengan kemoterapi atau dengan pembedahan.



Penuntun pelaksanaan GTD Molahidatidosa
Penuntun penatalaksanaan GTD
Mola hidatidosa
Anamnesis darah lengkap
Pemeriksaan fisik faal hati
Foto toraks BUN, creatinin
hCG LFT
Komplit mola
Kuret hisap
laminaria
evakuasi
Partial Mola
Laminaria
D&C
Metastase (-)
hCG tiap minggu
Remisi spontan hCG persisten, peningkatan
setelah hari 14, plateu hari 21
Pengamat 6-12
bulan,baru boleh hamil
Diagnosis GTN
Staging

40

Penatalaksanaan GTN (bagan 2)
Mola Hidatidosa
komplit/partial
hCG peristen
GTN
D/ mrtastasis
hCG meningkat
Chorio karsinoma
d/ dengan PA
Pasca hamil aterm
Diagnosis GTN
Pemeriksaan, staging, skor faktor risiko
Lab, foto thoraks, USG/CT/MRI
Stadium I, skor 6
Stadium II, skor 6 Stadium III skor 6 Stadium IV,skor > 7
Kemoterapi tunggal
remisi
Follow up hCG 12 bulan
Bagan 3
Tidak ada respon
Tukar cara pemberian atau
obat MTX ACTD
Tidak respon


41

Post Mola hidatidosa,Stadium IV, Skor >7
GTN non mola, Metastasis (+)
Pemeriksaan, stadium, faktor risiko
hCG, darah lengkap, LFT/RFT, faal hepar,
Foto toraks, USG, CT, MRI
Stadium I,II, III dengan faktor risiko >7
atau stadium IV
Kemoterapi kombinasi / EMACO remisi
Follow up :
-Klinis
-hCG
-Selama 1 tahun
Persisten
Lesi soliter operable
Pembedahan :
Histerektomi, paru kolateral, tumor otak, hepar
Kemoterapi second line Rsepon (-)
Taxol/5FU/ifosphamide
Bagan 3


42

PSTT
Terbatas Uterus
- Histerektomi
Metastasis (+)
-EMACO
-TAH
EMACO:
Hari I A : Act D. 500 mcg IV
Etoposide 100 mg/m2 30-50 menit
MTX 100 mg/m2 infus 1 jam lalu
MTX 200 mg/m2 infus dalam 12 jam
Hari II A :Act D. 500 mcg IV
Etoposide 100 mg/m2 30-50 menit
Folinic acid 15 mg IV. Tiap 12 jam (4 dosis)
Hari VIII B : Vincristin 1 mg/m2 IV
Cyclophosphamide 600 mg/m2 IV

BEP indikasi GTN yang persisten . Germ cell tumor
Etoposide : 100 mg IV dalam 500 cc NaCL (1 jam ) 1,2,3,4
Cisplatin : 100 mg IV hari I IV ( infus 24 jam dengan
NaCL 6 fls. 250 cc/jam + ...........
Bleomycin : 10 u/m2 hari 2,3, dan 4 infus 96 jam









43

8. Kemoterapi pada kanker

1. Mekanisme umum kerja obat kemoterapi terhadap kanker
-Tujuan penggunaan obat kemoterapi terhadap kanker adalah :
- Mencegah / menghambat multiplikasi sel kanker
- Menghambat invasi dan metastase
- Oleh karena proliferasi juga merupakan proses yang terjadi pada beberapa sel organ normal, maka
kemoterpi juga berefek toksik terhadap sel-sel normal terutama pada jaringan-jaringan yang mempunyai
siklus sel yang cepat a.l. sumsum tulang, epitel mukosa, folikel rambut dll. Oleh karena itu kemoterapi
yang ideal harus mempuntai efek menghambat yang maksimal terhadap pertumbuhan sel kanker tetapi
mempunyai efek yang minimal terhadap sel-sel jaringan tubuh yang normal.
- Proses inhibisi proliferasi sel dan pertumbuhan kanker dapat terjadi pada beberapa tingkat proses dalam
sel :
1. Sintesis makromolekuler
2. Organ dalam sitoplasma
3. Fungsi sintesis membran sel
- Kebanyakan obat sitotoksik mempunyai efek yang utama pada proses sintesis dan fungsi molekul
makroseluler yaitu pada proses sintesis DNA,RNA atau protein atau mempengaruhi kerja dari molekul
tersebut. Proses ini cukuop menimbulkan kematian sel.
- Oleh karena sel yang mati pada setiap pemberian kemoterapi hanya proporsional, maka kemoterapi harus
diberikan berulangkali secara terus menerus untuk mengurangi populasi sel.

2. Kinetik sel tumor dengan kemoterapi
Sel kanker berbeda dengan sel normal dimana sel-sel tersebut tidak peka terhadap faktor pengontrol
pertumbuhan, akibatnya sel-sel kanker akan tumbuh tanpa kontrol. Sel kanker akan bertumbuh dan
berproliferasi lebih cepat dari sel-sel normal.
Kecepatan pertumbuhan sel kanker (growth rate) berhubungan dengan sensitifitas terhadap kemoterapi.

3. Siklus Sel.
- Siklus sel pada kanker secara kualitatif relatif sama dengan sel-sel normal.
- Tiap sel akan mulai tumbuh selama masa post mitosis disebut
- Fase G: pada saat ini diproduksi enzim untuk sintesis DNA dan RNA.
- Fase S : pada fase ini mulai terjadi sintesis DNA
- Fase G2 (premitosis) : pada fase ini terjadi sintesis RNA dan protein seluler. Setelah fase ini selanjutnya
sel akan masuk fase M
- Fase M : terjadi mitosis sel, terjadi pembelahan sel dari 1 sel akan terbentuk 2 sel anak yang
selanjutnya akan masuk ke G2
- Fase G2 : sel-sel yang tidak aktif akan masuk ke fase G0 dimana proses makromolekuler relatif tidak
aktif sehingga sel tersebut tidak sensitif terhadap kemoterapi.

4. Spesifisitas kemoterapi terhadap fase dan siklus sel
Kemoterapi dapat digolongkan berdasarkan mekanisme kerja obat pada siklus sel atau pada fase tertentu
dari siklus sel.
1. Obat kemoterapi yang fase spesifik (phase specific drug)
Obat golongan ini sangat aktif membunuh sel yang berasal dari fase tertentu dari siklus sel. Sifat-sifatnya
:
- Terdapat limitasi daya bunuh obat pada 1 kali pemberian, karena obat harus bekerja pada salah satu fase
siklus sel saja maka peningkatan dosis tidak akan meningkatkan proporsi sel yang terbunuh.
- Sel-sel yang terbunuh akan meningkat bila pemberian obat dalam waktu panjang
- Atau diberikan berulang untuk meningkatkan populasi sel masuk ke fase tertentu dimana obat-obat
tersebut aktif bekerja.
2. Obat kemoterapi yang spesifik siklus sel (cell cycle specific drug)
- Obat-obat golongan ini aktif bekerja pada sel yang aktif dalam siklus sel tetapi tidak bekerja pada salah
satu fase yang spesifik. Golongan ini adalah golongan alkil, antibiotik antitumor
3.Obat-obat sel spesifik siklus sel (cell cycle non specific)
- Obat ini bekerja efektif pada setiap sel tidak bergantung pada siklus dimana sel tersebut berada.
- Bekerja pada sel-sel yang berada pada fase G0

Klasifikasi Kemoterapi
a. Siklus sel spesifik :
1. Alkylating agent :
- Nitrogen mustard :
44

Chlorambucil
Cyclophosphamide
Melphalan
- Alkil sulfonat :
Busulfan
- Triazin logam berat :
Dacarbazene
Cisplatin
Carboplatin
2. Produk alami :
Antibiotik antitumor :
Dactinomycin
Danorubicin
Doxorubicin
Idarubicin
3. Siklus sel nonspesifik :
Nitrogen Mustard
Nitrosurea
Methclorethamine
Carmustin

Kemoterapi fase spesifik
Fase Obat bekerja Klasifikasi Tipe Obat
G1
Hormon
Asparaginase
S antimetabolit Cytarabine
5 FU
MTX
Thioperazine
Hydrourea
G2 antibiotik Bleomycin
Etopoxide

M Mitotis Vincristine
Vinblastine


Klasifikasi Obat Sitostatika
Klasifikasi Obat
1. Alkilating Agent Alkyl sulfonat
- Busulfan
- Treosulfan
Ethylenimine
Nitrosourea
- Carmustine
- Lomustine
N- low derivativasi
- Chlorambusil
- cyclophosphamide
- Melphalan


2. antimetabolit Analog asam folat
- Methotrexate
Analog purine
- 6 Mercapto purine
Analog pyrimidine
- 5 fluoro urasil

3. Alkaloid vinca Derivat podofiline
- Etoposide
- Teniposide
Taxane
- Docetaxel
- Paclitaxel
Alkaloid vinca
- Vincristine
- Vinblastine

45

4. Antibiotika Anthracycline
- Doxorubicine
- Epirubicine
- Mitoxantrone
Lian-lain
- Bleomycine
- Mytomycine
- Dectinomycine D

5. Sitostatika lain Derivat platinum
- Cisplatin
- Carboplatin
Derivat Campthotecine
- Irinotecan
- Topotecan

Terapi Kombinasi
Kemoterapi kombinasi bertujuan untuk memperbaiki respon rate dan memperbaiki daya ketahanan hidup

Efektifitas kemoterapi kombinasi meningkat karena :
1. mencegah timbulnya clone yang resisten
2. Efek sitolitik akan meningkat karena penggabungan 2 macam obat yaitu fase spesifik dan fase nonspesifik
sehingga dapat membunuh sel baik yang berada dalam pembelahan maupun sel dalam fase inaktif
3. Kombinasi obat akan menimbulkan peningkatan aktifitas secara biokimiawi

Prinsip pemilihan kemoterapi kombinasi :
1. Obat yang dipilih adalah obat yang aktif secara individual
2. Obat tersebut harus mempunyai toksisitas yang berbeda
3. Kombinasi obat hendaknya rasional secara biokimiawi

Penilaian yang harus dilakukan sebelum pengobatan kemoterapi pada penderita kanker :
1. Penegakan diagnosis
Sebelum pemberian kemoterapi diagnosis ca harus ditegakkan secara histopatologi atau sitologi yang
konsisten dengan diagnosis klinik
2. Penentuan stadium
3. Penetapan status penampilan
Status penampilan pasien merefleksikan tingkat efektifitas pasien dan seberapa jauh penyakit kanker
berdampak pada pasien dan merupakan indicator prognosis bagaimana pengaruh pengobatan terhadap
keadaan umum penderita.

Macam-macam status penampilan (performance status)
1. Karnofsky
- Terdiri dari 10 tingkat aktifitas
- Keuntungan variasi cukup besar
- Kerugian sukar untuk diingat
2. Eastern Cooperation Oncology Group (ECOG)

Penggunaan status performance sebagai parameter penting untuk menetapkan pengobatan individual pasien
dengan membantu klinisi untuk menetapkan apakah kemoterapi yang diberikan akan memperbaiki atau
memperburuk keadaan umum pasien.
Biasanya penderita dengan skor 4 ECOG , maka respon terapi kombinasi tak baik dan efek toksik terhadap
pasien cukup besar sebaiknya pemberian kemoterapi ditunda.













46

Indeks Status penampilan (Prformance Status) Karnofsky
Kemampuan Fungsional Skor Tingkat Kemampuan
Mampu melakukan aktifitas normal, tidak
perlu bantuan
100 Normal
Tidak ada keluhan
Tidak ada kelainan
klinis
90 Dapat melakukan
aktifitas normal
Secara klinik penyakit
ringan
80 Aktifitas normal dgn
sedikit hambatan,
gejala klinis penyakit
(+)
Tidak dapat bekerja, dapat menjalankan
kehidupan sehari-hari.Dapat mengurus diri
sendiri tetapi perlu bantuan
70 Dapat mengurus diri
sendiri
Aktifitas normal
menurun
Kemampuan kerja
secara aktif menurun
60 Perlu bantuan orang
lain untuk sebagian
besar keperluan dirinya
50 Memerlukan bantuan &
bantuan medis
Tidak dapat mengurus diri sendiri memerlukan
perawatan
40 Memerlukan perawatan
medis
30 Sakit berat, perlu
perawatan RS
20 Sangat sakit, perlu
perawatan RS
10 Mendekati proses
kematian
0 Meninggal

Status penampilan ECOG
Grade Tingkat aktivitas
0 Aktifitas penuh, dapat melakukan aktivitas tanpa pertolongan
(Karnofsky 90-100)
1 Aktifitas terbatas, dapat melakukan pekerjaan ringan (Karnofsky 70-80)
2 Dapat mengurus diri sendiri tetapi tidak dapat menyelesaikan pekerjaan,
50 %ditempat tidur (Karnofsky 50-60)
3 Dapat mengurus diri sendiri secara terbatas, lebih 50% berada ditemapt
tidur
4 Tidak berdaya secara penuh, tidak dapat menurus diri sendiri, total
ditempat tidur (Karnofsky 10-20)

Respon Objektif
Pemberian kemoterapi dapat menyebabkan regresi tumor sehingga regresi tumor dapat digunakan sebagai
ukuran efektifitas pengobatan. Regresi tumor dapat dievaluasi dengan berbagai cara :
1. Regresi ukuran tumor
a. Respon komplit : hilang masa tumor pada 2 kali pemeriksaan berselang 4 minggu
b. Respon parsial : berkurangnya ukuran tumor yaitu diameter terbesar dan diameter perpendikuler sebesar
50% atau lebih tanpa ada pertumbuhan lesi baru selama 4 minggu
c. Tumor yang stabil (stable disease) : berkurangnya ukuran tumor < 50%
d. Lesi progressive : ukuran tumor meningkat > 50%
2. Produk tumor
Pada beberapa kanker ukuran tumor tidak dapat dievaluasi oleh karena itu dapat digunakan pengukuran
produksi tumor untuk mengevaluasi respon tumor, contoh : beta hCG untuk mengevaluasi koriokarsinoma
3. Evaluasi keadaan klinis penderita
47

Perubahan objektifitas dari keadaan klinik dapat dijadikan ukuran respon penyakit terhadap pengobatan,
sebagai contoh derajat deficit neurologist pada pada penderita dengan tumor serebri
4. Perubahan status penampilan penderita

Toksisitas
Faktor yang berpengaruh terhadap toksisitas kemoterapi.
Salah satu ciri dari kemoterapi adalah sering terjadi efek samping yang berat walaupun pada dosis terapeutik,
oleh karena itu hal yang paling penting diperhatikan dalam pemberian obat kemoterapi adalah monitor efek
samping sehingga skema pemberian obat dengan disesuaikan untuk mencegah efek samping yang fatal
Hal-hal yang mempengaruhi terjadi efek samping obat kemoterapi :
1. Jenis obat
2. Dosis
3. Jadwal pemberian obat
4. Cara pemberian obat
5. Faktor predisposisi

Toksisitas umum obat-obat kemoterapi :
1. Myelosupresi : anemia, leukopenia, trombositopenia
2. Mual muntah
3. Ulserasi membran mukosa
4. Alopesia

Toksisitas selektif
Beberapa obat kemoterapi mempunyai efek samping yang spesifik, misalnya :
1. Vinca alkaloid : menyebabkan neurotoksik
2. Ifosfamide dan cyclophosphamide : sistitis hemoragik
3. Anthracyclin : Cardiomyophaty
4. Bleomycin : fibrosis pulmonaris
5. Asparagin : reaksi anafilaksis
6. Cisplatin : renotoksik

Pengenalan dan penilaian toksisitas:
- Setiap tenaga medis yang memberikan obat kemoterapi harus mengenal efek samping dari obat yang
diberikan dan juga harus dapat mengatasi keadaan akibat efek samping kemoterapi yang berat.
- Untuk itu dikembangkan gradasi tingkat toksisitas dari NCI (National Cancer Institute)

Modifikasi dosis
- Dosis optimal dan jadwal pemberian obat yang sesuai akan memberikan manfaat yang tinggi pada pengobatan
penderita kanker.
- Bila tidak ditemui toksisitas maka obat diberikan dalam dosis tinggi untuk mendapatkan manfaat terapeutik
yang optimal.
- Tetapi bila didapat toksisitas yang berat dapat mengancam kehidupan penderita, maka pemberian obat dapat
dihentikan.

Toksisitas hematologi
- Supresi sumsum tulang akan menimbulkan infeksi, perdarahan yang berat ringannya tergantung pada keadaan
umum, lamanya depresi sumsum tulang dan keadaan klinis penyakit.
















48

Derajat Berat Ringan Toksisitas obat Kemoterapi
Hematologi Kriteria 0 1 2 3 4
Leukopenia Wbc x 10
/band
limfosit
4,0
2,0
2,0
3,0-3,9
1,5-1,9
1,5-1,9
2,0-2,9
1,0-1,4
1,0-1,4
1,0-1,9
0,5-0,9
0,5-0,9
< 1,0
< 0,5
< 0,5
Trombositopenia Trombosit
x 10
d.b.n 75,0 N 50,0-74,9 25-49,9 < 25
Anemia Hb d.b.n 10,0 N 8,0-10,0 6,5-7,9 < 6,5
Creatinin Creatinin d.b.n < 1,5 xN 1,5-3 x N 3,1-6 x
N
> 6x N
Proteinuria - /1 1+/0,3 g%/ <
3 g/l
2-3 + 0,3-1
g%
0,3-1 g/l
4+
> 1 g%
> 1 g/l
Neph
syndr
Hematuria negatif mikroskopis Gross+bekuan Gross+
bekuan
Perlu
transfu
si
BUN 1,5 x
N
1,5-2,5xN 2,6-5 xN 5,1-10 x
N
> 10 N
Hepar Bilirubin d.b.n - 1,5 x N 1,5-3 x
N
> 3 xN
SGOT
SGPT
d.b.n 2,5 xN < 6-5 xN 5,3-20
xN
> 20
xN
Alkali
phosphatase
d.b.n 2,5 x N 2,6-5 x N 5,1-20 x
N
> 20 x
N


Modifikasi dosis untuk myelosupresi dengan nadir lebih 3 minggu
WBC Trombosit Dosis (%)
4000 > 125.000 100
3500-4000 100.000-125.000 75
2500-3500 75.000-100.000 50
< 2500 < 7500 0

Modifikasi dosis untuk toksisitas Non hematologi
- Toksisitas obat non hematologi yang terbatas 1-2 hari tidak perlu dilakukan modifikasi dosis kecuali bila
toksisitas grade 3-4
- Pada penderita dengan toksisitas grade 3-4 diberikan 25-50% dosis
- Pada toksisitas hepar, renal yang lebih dari 48 jam, dosis dimodifikasi jadi 35-50%

Ekstravasasi Kemoterapi
Penyulit pemberian kemoterapi yang berbahaya adalah ekstravasasi dari obat vesican. Terminologi :
- Ekstravasasi adalah keluarnya obat vesikan atau iritan kejaringan subkutan yang berakibat timbulnya rasa
nyeri, nekrosis jaringan dan ulserasi jaringan
- Vesikan adalah obat / zat yang dapat menimbulkan destruksi jaringan
- Iritan adalah zat yang dapat menyebabkan nyeri, pembengkakan dan phlebitis pada tempat penyuntikkan dan
dan sepanjang vena dengan atau tanpa reaksi radang
- Insiden ekstravasasi 6% walaupun dilakukan oleh tenaga yang trampil.
- Obat vesikan biasanya bersifat hipertonik, asiditas yang tinggi atau alkali yang bisa menimbulkan reaksi
radang serta kerusakan sel dan jaringan
- Bila obat yang disuntikan bersifat iritan reaksinya biasanya tidak berat dan temporer berupa reaksi radang dan
nyeri yang akan menghilang bila obat diresorbsi, tanpa menimbulkan kerusakan jaringan yang permanen
Obat-obat kemoterapi yang bersifat vesikant
Nama Generik Nama Dagang
Dactinomycin Cosmegen
Danurubicin Urubidine
Doxorubicin Adriamycin
Idarubicin Edamycin
Mechlorethamin Mustragin
Mitomycin Mutamycin
Vinblastin sulfat Velban
Vincristin sulfat Oncovin
Vindesin sulfat Eldisine



49

Obat-obat kemoterapi yang bersifat iritant
Nama Generik Nama Dagang
Bleomycin sulfat Blenoxan, Blenamax
Carmustine Bicno
Cisplatin Platimol, Platocin, Platamin
Dacarbazine DTIC-Dome
Etopozid Vepesid
Fluorourasil Adrucil
Mitoxantrone Novantrone
Paclitaxel Taxol
Streptozcin Zanoxan
Tenpozide Vumon
Menogaril Tomosar

Penanganan pasien-pasien dengan risiko untuk terjadinya ekstravasasi
Faktor Risiko :
- Debilisasi
- Vena yang rapuh dan kecil
- Penderita tua dengan integritas vaskuler yang jelek
- odema ekstemitas akibat pembedahan
- Perubahan suhu tubuh (dapat terjadi spasme vena)
- Tekanan darah yang tinggi
- Faktor psikologis
- Lokasi pemasangan IV line pada tempat yang tidak stabil, sedapat mungkin
tidak pada :
- Vena ditangan dan pergelangan
- Fosa cubiti
- Insersi kateter, jarum yang traumatik
- Veni puncture yang digunakan untuk maksud yang bermacam-macam
- Daerah pada radiasi
- Manipulasi jarum, kateter, kanula
- Jenis jarum atau kateter yang dipakai
- Potensi obat yang vesikan
- Konsentrasi obat
- Lama paparan terhadap jaringan
- Penderita yang tak dapat berkomunikasi, anak-anak, pasien koma

Evaluasi yang harus dilakukan sebelum pemberian obat kemoterapi adalah :
- Evaluasi terhadap jaringan sekitar jarum infus apabila dibalut harus dibuka
- Kanula harus terfiksir dengan baik
- Ajarkan pasien untuk segera memberitahu kalau ada keluhan pada saat obat dimasukkan, seperti terjadi
rasa panas atau seperti tersengat, gatal pada lokasi insersi jarum atau sepanjang vena

Pemilihan lokasi jalan pemberian obat IV
1. Pilihlah vena yang tampak jelas, ukuran cukup besar, potensi kerusakan jaringan sekitar seminimal
mungkin
2. Pemilihan lokasi insisi kanula / jalan infus secara berurutan yaitu antecubiti, dorsum manus, fosa cubiti
3. Jangan memi;ih lokasi yang dekat dengan sendi, syaraf yang vital, tendon
4. Hindari daerah bekas infus sebelumnya, ekstremitas yang sirkulasi jelek (edema), daerah bekas radiasi,
penusukan yang berulang-ulang
5. Penusukan dimulai dari distal, bila gagal dapat naik kearah proksimal
6. Jarum harus difiksasi dengan baik
7. Gunakan jalur infus yang lancar, perhatikan adanya refluk darah pada saat aspirasi
8. Pada saat penyuntikkan melalui selang infus, cairan infus tetap menetes
9. Pemberian obat-obat vesikan harus dalam konsentrasi yang tepat dengan waktu pemberian yang
cepat/pendek. Makin lama pemberian obat vesikan, makin besar kemungkinan ekstravasasi.
10. Selalu menanyakan keadaan/ keluhan pasien
11. Periksa refluk darah secara berkala. Observasi adanya reaksi kemerahan dan bengkak
12. Sebelum pencabutan infus/penghentian pemberian obat harus dilakukan spoel dengan minimal 10 cc cairan
untuk mencegah aliran balik obat kemoterapi pada waktu mencabut jarum/ kanula yang terjadi rembesan.
50

13. Hentikan infus / pemberian obat bila dicurigai terjadi ekstravasasi.

Tanda-tanda ekstravasasi :
1. Adanya rembesan cairan pada tempat masuk jarum / kanula
2. Tetesan melambat atau terhenti
3. Pembengkakan pada tempat infus / injeksi
4. Eritema, inflamasi
5. Nyeri, rasa panas, rasa sakit
6. Daerah kemerahan sekitar jarum

Tindakan pada kejadian ekstravasasi
1. Hentikan penyuntikkan / infus jangan mencabut jarum / kanula
2. Lepaskan jarum / kanal dari selang infus atau syringe
3. Lakukan aspirasi melalui jarum bila tidak ada antidotum, cabut jarum / kanula lalu dibalut dengan kasa
steril. Bila ada antidotum yang spesifik untuk obat yang digunakan berikan melalui jarum intravena setelah
itu baru cabut jarum
4. Lakukan infiltrasi antidotum subkutan dengan jarum no 25.
5. Balut daerah tersebut dengan pembalut ringan, jangan gunakan yang menekan
6. Gunakan bantal untuk mengganjal ekstremitas agar lebih tinggi. Lokasi ekstravasasi lebih tinggi dari
jantung selama 48 jam, lalu anjurkan pasien untuk menggerakkan ekstremitas yang terkena
7. Dapat diberikan kompres panas atau dingin tergantung dengan obat yang diberikan, kompres selama 20
menit, 4 x/hari selama 3 hari
8. Kompres panas 60 menit begitu saat ekstravasasi, setelah pemberian antidotum

Antidotum untuk berbagai kemoterapi
Vesicant Antidotum Larutan Cara pemberian
Mechloretilamin Thiosulfat 1g/ 10
cc
4 cc thiosulfat 10
% + 6 cc aqua
- Inj. 4-6 cc via
jarum infus
- Inj. SC pada daerah
ekstravasasi
- Kompres dingin
Alkaloid
- Vinblastin
- Vincristin
- Vindestin
- Vinorelbin
- Etopoxide
Hyaluronidase
150 U / ml



Hyaluronidase
Tambah 1 cc NaCl - Inj. 1-4 ml subcutan
- Kompres panas
- Infiltrasi 150 / 3 cc NaCl
- Kompres panas kering 1x
Doxorubicin
Danurubicin
Epirubicin
Mitomycin
Sol.Hydrogen
carbonate 8,4 %
- 1-3 cc IV
- Aplikan Demethyl Sulfoxide (DMSO)
tiap 3-4 jam 3 hari
- Kompres dingin
Paclitaxel Kompres dingin
Inotecan
Topotecan
- Kompres dingin 15- 20 tiap 4-6 jam
selang 3 hari

ICD Nomenklatur untuk organ genetalia
Vulva.NOS. labium mayus, minus, klitoris C51.9/0/1/2
Vagina C52
Serviks uteri .NOS. Endoserviks, ektoserviks C53.9/0/1
Corpus uteri.NOS C54.9
Isthmus uteri, endometrium, miometrium, fundus uteri C 54.0/1/2.3
Uterus spesifik C 55
Ovarium C56
Organ genetalia--------.NOS C57.9
Tuba Fallopi, lig. Latum, lig. rotundum C57.0/1/2
Parametrium, adneksa, tidak spesifik C 57.3/4/7
Plasenta C58



51

Rujukan

1. Jones R, Rowen DM. Vulvar intraepitelial neoplasia in a clinical study of the outcome of 113 cases with relation to the later
development of invasive vulvar carcinoma. Obstet Gynecol 1994; 84: 741-745
2. Rhodes C, Cummins C, Shaf M. The management of squamous cell vulvar cancer and population based retrospective study of
411 cases. Br.J Obstet Gynecol 1998; 109: 200-205
3. Vande velden J, Vanlindert ACM, Gunbrere CHF, Oostung H, heintz APM. Epidemiology data on vulvar cancer. Comparison of
hospital with population based data. Gynecol Oncol 1996; 62: 379-383
4. Hacker NF, Levehter RS, Berek JS, Castaldo TW, Lagaste LD. Radical vulvectomy and bilateral inguinal lymphadectomy
through separate groin incision. Obstet Gynecol 1985: 58: 574-579
5. Boronow RC, Hickman BT, Reagan MT, Smith RA, Stealham MT. Combined therapy as an alternative to exenteration for
lacolly aadvanced vulvovaginitis cancer. Results compilication and dosimetric and surgical consideration. Am J Clin Oncol
1987; 10: 171-181
6. Bendet JL, Murphy KJ, Fairey RN, Boyes DA. Primary invasive carcinoma of the vagina. Obstet Gynecil 1983; 62: 715-719
7. Rubin SC, Yung J, Mikuta JJ. Squamous cell carcinoma of the vagina: treatment, complication and long term follow up. Gynecol
Oncol 1985; 20: 346-353
8. Lenethan MM, meff F, Lickrish GM. Vaginal intraepitelial neoplasia aspects and management. Obstet Gynecol 1986; 68: 333-
337
9. Pride GL, Schultz AE, Chuprench TW, Buchler DA. Primary invasive squamous carcinoma of the vagina. Obstet Gynecol 1979;
53: 218-225
10. Kirk bridge P, Fajles A, Ranlings GA, Manchul L, Levin W, murphy KJ et.al. Carcinoma of the vagina; experience at princess
margareth hospital (1974-1990). Gynecol Oncol 1995; 56: 435-443
11. Elliot P, Coppleson M, Russel P, Riobros P, Carter J, Mc Leod C at al. Early invasive carcinoma of the cervix: a clinicopatologic
study of 476 cases. Int J gynecol cancer 2000; 10: 42-52
12. landoni F, Manoe A, Colombo A et al. Randomized study of radical surgery versusu radiotherapy in stage IB,IIA cervical cancer.
Lancet 1998; 179: 1491-96
13. Sedlis A, bundy BN, Rotman M, Lentz S, Muderspach LI, Zaino R. A randomized trial of pelvic radiation versus no further
therapy in selected patients with stage IB carcinoma of the cervix after radical hysterectomy and pelvic lymphadenectomy: a
gynecology oncologic group study. Gynecol Oncol 1999; 73: 177-183
14. Sardi J, Sananes C, Giaroli A et al. Results of a prospective randomized trial in stage IB, bulky squamous carcinoma of the
cervix. Gynecol oncol 1993; 49: 156-165
15. Boronow RC. The bulky 6 cm barrel shape lesion of the cervix: primary surgery and post operative chemotherapy. Gynecol
Oncol 2000; 78: 313-317
16. Thomas GM, Dembo AJ, Black B et al. Concurent radiation and chemotherapy for carcinoma of the cervix recurent after radical
surgery. Gynecol Oncol 1987; 27: 254-260
17. Larson D, Copeland J, Stringer CA, Gerstlensdi DM, malone JR, Edwards CL. Recurent cervical carcinoma after radical
hysterectomy. Gynaecol Oncol 1988; 30: 381-387
18. Rudledge F, Smith JP, Whacter JT, Oguinn AG. Pelvic exenteration: analysis of 29 patients. Am J Obstet Gynaecol 1999; 16:
236-241
19. Morris M, Eiffel PJ, Lu J, Grigsbay PW, Levenback S, Stevens RE et al. pelvic radiation with concurent chemotherapy compared
to pelvic and para aortic radiation for high risk cervical cancer. N Engl J Med 1999; 340: 1137-43
20. Kilgore LC, Partridge EG, Alvarez RD, Austin JM, Shingelton HM, Norjin F et al. Adenocarcinoma of endometrium survival
comparisons of patients with and without pelvic nodes sampling. Gynaecol Oncol 1995; 56(1): 29-33
21. gordon AN, Fleischer AC, Didley BS, Drolshagan LF, Kelemeris GC, Partizin CL. Preoperative assestment of myometrial
invasion of endometrial carcinoma by sonography and magnetic resonance imaging. Gynaecol Oncol 1989; 34: 175-179
22. Larson DM, Broste SK, Kraisz BR. Surgery without radiatioan for primary traetment of endometrial cancer. Obstet Gynaecol
1998; 91: 355-359
23. Ackermon I, Malone J, Thones G, Franssen E, Balogh J, Dembo A. Endometrial carcinoma relative effectiveness of adjuvant
irradiation versus therapy reserved for relapse. Gynaecol Oncol 1998; 60: 177-183
24. Rosary C, trimble EL. Treatment and survival woman with fallopian tuba carcinoma a populatin based study. Gynaecol Oncol
1992; 71: 224-225
25. Gadducci A, Lankoni F, Snortori E, Maggini T, Zola P, Gabriele A. Analysis of treatment failures and survival of paatients with
fallopian tuba carcinoma. A cooperative taskforce study. Gynaecol oncol 2001; 81: 150-159
26. Moskins WJ, Bundy BN, Thigper JT, Omura BN. The influence of cytoreductive surgery on recurrence for interval in small
volume stage III epithelial ovarian cancer. A gynaecologic ancologic study group study. Gynaecol Oncol 1992. 47(2); 159-166
27. Zanetta G, Chiagi S, Rota S, bratina G, maneo A, Torri V. Conservative surgery for stage I ovarian carcinoma in woman child
bearing age. Br j obstet Gynecol 1997; 104: 1030-1035
28. Bendet JL, Hacke NF, Ngan HYS. Staging classifications and clinical practice guidelines of gynaecologic cancer by FIGO
comitte on gynaecologic oncology and IGCS guidelines comitte second edition. Elsevier 2000
29. Benedet JL, Pecorelli S. FIGO special report on gynaecology cancer 2000. International journal of gynaecology and obstetric
vol.70 2002
30. Copleson m, Elliot P, Salomon J, Askinson M, murray J, Dalrymph C, Tattersall M, Duval P, Lickiss N, Rusell P.
Gynaecological Oncology protocols of management 2nd ed king george V memorial hospital royal prince aefred hospital sydney
1989
31. Boskeel RT, Handbook of cancer chemotherapy 3rd ed little, brown and company. Boston/toronto/london 1991
32. Preib J. Cancer therapy pocket guide. W Zuckscwerdt publisher LTD. Munich. bern. Vienna. Newyork. 2000
33. joyce M, Jasko RN. Nursing management of symptoms associated with chemotherapy. 3
rd
ed published by menisco health care
comunication. Philadelphia 1993
34. Hossfeld DK, Sherman CD, Loneper, Bosch FK. Manual of clinical oncology 5
th
ed. Sping-verly. Newyork. Berlin. Hickbery.
London. Paris. Tokyo. Hongkong. Barcelona. Budapest 1990

Anda mungkin juga menyukai