Anda di halaman 1dari 46

KARSINOMA

NASOFARING
Nadya Muthia Risky
1102013203

Pembimbing :
dr. H. Gunawan Kurnaedi, Sp.THT-KL
Anatomi Faring
◦ Faring merupakan bangunan tabung fibromuskuler yang berbentuk
corong yang ke arah inferior akan berlanjut menjadi esofagus
◦ Panjang kurang lebih 5 inci (13 cm).
Anatomi Nasofaring
Definisi Karsinoma Nasofaring

◦ Kanker Nasofaring adalah jenis kanker


yang tumbuh di rongga belakang hidung
dan belakang langit-langit rongga mulut.
◦ Dengan predileksi di fossa Rossenmuller
yang merupakan daerah transisional
dimana epitel kuboid berubah menjadi
epitel squamosa (National Cancer
Institude, 2009).
Epidemiologi
◦ Distribusi penyakit paling banyak dijumpai pada ras Mongoloid, di
samping Mediteranian, dan beberapa ras di Afrika di bagian
Utara.
◦ Di Hongkong tercatat sebanyak 24 pasien kanker nasofaring per
tahun per 100.000 penduduk
◦ Di Cina bagian selatan berkisar antara 20 per 100.000 penduduk.
◦ Dibandingkan dengan negara Eropa atau Amerika Utara yang
mempunyai angka kejadian hanya 1 per 100.000 penduduk per
tahun.
Epidemiologi
◦ Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 4,7
kasus baru per tahun per 100.000 penduduk atau diperkirakan
sekitar 7000-8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia (Melani W,
2013).
◦ Berdasarkan data dari Kemenkes tahun 2015 karsinoma
nasofaring berada pada urutan ke – 4 kanker terbanyak di
Indonesia setelah kanker leher rahim, kanker payudara dan
kanker paru (KPKN, 2015)
Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya karsinoma nasofaring:
◦ Faktor genetik
◦ Faktor Lingkungan
◦ Epstein Bar Virus

Mediator yang berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring:


◦ Zat Nitrosamin
◦ Keadaan sosial ekonomi yang rendah
◦ Sering kontak dengan zat Karsinogen
◦ Ras dan keturunan
◦ Radang kronis di daerah nasofaring
Faktor Resiko
Faktor Resiko menurut Komite Penanggulangan Kanker Indonesia:
1. Jenis Kelamin Wanita
2. Ras Asia dan Afrika Utara
3. Umur 30 – 50 tahun
4. Makanan yang diawetkan
5. Infeksi Virus Epstein-Barr
6. Riwayat keluarga.
7. Faktor Gen HLA (Human Leokcyte Antigen) dan Genetik
8. Merokok
9. Minum Alkohol
Patofisiologi
Gejala Klinis
◦ Pada stadium dini tumor ini sulit dikenali.
◦ Penderita biasanya datang pada stadium lanjut saat sudah
muncul benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf, atau
metastasis jauh.
◦ Gejala karsinoma nasofaring dapat dibagi dalam 4 kelompok
yaitu gejala nasofaring sendiri, gejala telinga, gejala mata dan
saraf serta metastasis atau gejala dileher.
Diagnosis
Anamnesis
1. Gejala Setempat
◦ Gejala Hidung
◦ Pilek dari satu atau kedua lubang hidung yang terus-menerus/kronik.
◦ Lendir dapat bercampur darah atau nanah yang berbau.
◦ Mimisan
◦ Sumbatan hidung

◦ Gejala Telinga
◦ Kurang pendengaran.
◦ Tinitus
◦ Kataralis/sumbatan tuba eutachius
◦ Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga
Diagnosis
Anamnesis
2. Gejala karena tumbuh dan menyebarnya tumor
◦ Penyebaran tumor secara ekspansif
◦ Ke muka, tumor tumbuh ke depan mengisi nasofaring dan menutup
koane sehingga timbul gejala obstruksi nasi
◦ Ke bawah, tumor mendesak palatum mole sehingga terjadi “bombans
palatum mole” sehingga timbul gangguan menelan/sesak.

◦ Penyebaran tumor secara infiltratif


◦ Ke atas, Melalui foramen ovale masuk ke endokranium, maka terkena
dura dan timbul sefalgia/sakit kepala hebat, Kemudian akan terkena N
VI, timbul diplopia, strabismus. Bila terkena N V, terjadi Trigeminal neuralgi
dengan gejala nyeri kepala hebat pada daerah muka, sekitar mata,
hidung, rahang atas, rahang bawah dan lidah. Bila terkena N III dan IV
terjadi ptosis dan oftalmoplegi. Bila lebih lanjut lagi akan terkena N IX, X,
XI dan XII
Diagnosis
Anamnesis
◦ Ke samping, Masuk spatium parafaringikum akan menekan N IX dan X :
Terjadi Paresis palatum mole, faring dan laring dengan gejala regurgitasi
makan-minum ke kavum nasi, rinolalia aperta dan suara parau.
Menekan N XI : Gangguan fungsi otot sternokleido mastoideus dan otot
trapezius. Menekan N XII : Terjadi Deviasi lidah ke samping/gangguan
menelan

◦ Metastasis
◦ Hematogen, metastasis jauh yaitu ke paru-paru, ginjal, limpa, tulang dan
sebagainya
◦ Limfogen, Terjadi pembesaran kelenjar leher yang terletak di bawah
ujung planum mastoid, di belakang ungulus mandibula, medial dari
ujung bagian atas muskulus sternokleidomastoideum, bisa unilateal dan
bilateral. Pembesaran ini di sebut tumor colli.
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
◦ Inspeksi: Tampak benjolan pada leher (lateral) dengan berbagai
ukuran, biasanya berada di level II-III dengan permukaan rata,
terfiksir dan tidak nyeri tekan
◦ Pemeriksaan THT
◦ Rhinoskopi Anterior
◦ Pada tumor endofilik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkin hanya
banyak sekret.
◦ Pada tumor eksofilik, tampak tumor di bagian belakang rongga hidung,
tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.
◦ Rhinoskopi Posterior
◦ Pada tumor endofilik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agak
menonjol, tak rata dan paskularisasi meningkat.
◦ Pada tumor eksofilik tampak masa kemerahan.
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
◦ Otoskopi
◦ Melihat Liang telinga, membran timpani
◦ Faringoskopi dan Laringoskopi
◦ Kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring, reflek
muntah dapat menghilang.
◦ Pemeriksaan Nervus Cranialis
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
◦ Titer EBV
◦ IgA anti VCA
◦ DNA EBV
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
Biopsi
◦ Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari
hidung atau dari mulut.
◦ Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya
(blind biopsy).
◦ Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton
yang dimasukkan melalui hidung
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
Menurut Komite Penganggulangan Kanker Nasional, pemeriksaan
Radiologi untuk Karsinoma Nasofaring adalah:
a. CT Scan
◦ CT scan nasofaring mulai setinggi sinus frontalis sampai dengan
klavikula, potongan koronal, aksial, dan sagital, tanpa dan dengan
kontras.
◦ Teknik pemberian kontras dengan injector 1-2cc/kgBB, delay time 1
menit.
◦ CT berguna untuk melihat tumor primer dan penyebaran ke jaringan
sekitarnya serta penyebaran kelenjar getah bening regional.
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologi
b. USG abdomen
◦ Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila dapat
keraguan pada kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan
CT Scan Abdomen dengan kontras.
c. Foto Thoraks
◦ Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya
kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Thoraks dengan kontras.
d. Bone Scan
◦ Untuk melihat metastasis tulang.

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas untuk menentukan TNM.


Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Patologi Anatomi
◦ Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan PA dari biopsi nasofaring
BUKAN dari Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJH) atau biopsi
insisional/eksisional kelenjar getah bening leher.
◦ Dilakukan dengan tang biopsi lewat hidung atau mulut dengan
tuntunan rinoskopi posterior atau tuntunan nasofaringoskopi
rigid/fiber.
◦ Sel epitel malignan dari KNF adalah sel poligonal raksasa dengan
karakter yang khas.
◦ Nukleusnya bulat atau oval dengan kromatin yang tebal dan nukleoli
yang dapat dibedakan.
◦ Sel biasanya ditemukan bersama dengan sel limfoid sehingga
terkadang timbul istilah limfoepitelioma.
◦ Studi mikroskop elektron menunjukkan asal sel ini dari sel skuamosa,
termasuk pada karsinoma tidak berdiferensiasi.
Diagnosis
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Pelaporan diagnosis karsinoma nasofaring berdasarkan kriteria
WHO yaitu:
1. Karsinoma Sel Skuamosa Berkeratin (WHO 1) (Keratinizing
Squamous Cell Carcinoma).
2. Karsinoma Tidak Berkeratin:
a. Berdiferensiasi (WHO 2)
b. Tidak Berdiferensiasi (WHO 3)
3. Karsinoma Basaloid Skuamosa
Penentuan Stadium
Stadium ini berdasarkan kriteria dari American Joint Committee On
Cancer Edisi 7, 2010:
Penentuan Stadium
◦ Stadium 0 : Tis dengan N0 dan M0
Penentuan Stadium
◦ Stadium I : T1 dan N0 dan M0
Penentuan Stadium
◦ Stadium IIA : T2 dan N0 dan M0
Penentuan Stadium
◦ Stadium IIB : T1 atau T2 dan N1 dan M0
Penentuan Stadium
◦ Stadium III : T1/T2 dan N1/N2 dan M0 atau T3 dan N0/N1/N2 dan
M0
Penentuan Stadium
◦ Stadium IVA : T4 dan N0/N1 dan M0 atau T dan N2 dan M0
Penentuan Stadium
◦ Stadium IVB : T1/T2/T3/T4 dan N3A/N3B dan M0
Penentuan Stadium
◦ Stadium IVC : T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1
Diagnosis Banding
◦ Hiperplasia adenoid
◦ Angiofibroma Juvenilis
Tatalaksana
◦ Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan
didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala
Tatalaksana
Obat Simptomatik

◦ Reaksi akut pada mukosa mulut, berupa nyeri untuk mengunyah


dan menelan
◦ obat kumur yang mengandung antiseptik dan astringent,
(diberikan 3 – 4 sehari).
◦ Tanda-tanda moniliasis -> antimikotik.
◦ Nyeri menelan -> anestesi local
◦ Nausea, anoreksia -> terapi simptomatik.
Tatalaksana
Radioterapi
Tatalaksana
Radioterapi
Tatalaksana
Kemoterapi

◦ Kemoterapi adalah segolongan obat-obatan yang dapat


menghambat pertumbuhan kanker atau bahkan membunuh sel
kanker.
◦ Obat-obat anti kaker ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal
(active single agents), tetapi kebanyakan berupa kombinasi karena
dapat lebih meningkatkan potensi sitotoksik terhadap sel kanker.
◦ Selain itu sel-sel yang resisten terhadap salah satu obat mungkin
sensitif terhadap obat lainnya.
◦ Beberapa sitostatika yang mendapat rekomendasi dari FDA
(Amerika) untuk digunakan sebagai terapi keganasan didaerah
kepala dan leher yaitu Cisplatin, Carboplatin, Methotrexate, 5-
fluorouracil, Bleomycin, Hydroxyurea, Doxorubicin,
Cyclophosphamide, Doxetaxel, Mitomycin-C, Vincristine dan
Paclitaxel
Tatalaksana
Kemoterapi

◦ Kemoterapi memang lebih sensitif untuk karsinoma nasofaring


WHO I dan sebagian WHO II yang dianggap radioresisten.
◦ Secara umum karsinoma nasofaring WHO-3 memiliki prognosis
paling baik sebaliknya karsinoma nasofaring WHO-1 yang memiliki
prognosis paling buruk
◦ Berdasar siklus sel, kemoterapi ada yang bekerja pada semua
siklus (Cell Cycle non Spesific ) artinya bisa pada sel yang dalam
siklus pertumbuhan sel bahkan dalam keadaan istirahat.
◦ Ada juga kemoterapi yang hanya bisa bekerja pada siklus
pertumbuhan tertentu ( Cell Cycle phase spesific ).
Tatalaksana
Kemoterapi

◦ Obat-obat yang tergolong cell cycle specific antara lain


Metotrexate dan 5-FU, obat-obat ini merupakan anti metabolit
yang bekerja dengan cara menghambat sintesa DNA pada fase
S.
◦ Obat antikanker yang tergolong cell cycle nonspecific antara
lain Cisplatin (obat ini memiliki mekanisme cross-linking terhadap
DNA sehingga mencegah replikasi, bekerja pada fase G1 dan
G2), Doxorubicin (fase S1, G2, M), Bleomycin (fase G2, M),
Vincristine (fase S, M).
Tatalaksana
Dukungan Nutrisi
Tatalaksana
Edukasi
Komplikasi
◦ Petrosphenoid sindrom
◦ Retroparidean sindrom
Prognosis
◦ Penemuan kanker nasofaring pada stadium dini angka kesembuhan dapat
mencapai 100%.
◦ Angka kesembuhan stadium IV hanya sekitar 10% (Kemenkes RI, 2011).
◦ Angka harapan hidup dua tahun pasien KNF dengan kemoradiasi sebesar
60%.
◦ Pada bulan ke 24, pasien stadium II memiliki angka harapan hidup diatas 80%,
pasien stadium IV sebesar 60%, dan pasien stadium III hanya sebesar 40%.
◦ Tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada angka harapan hidup dua
tahun pasien KNF antara stadium II, III, dan IV yang dilakukan terapi
kemoradiasi (Kurniawan R, 2011).
◦ Pengobatan radiasi, terutama pada kasus dini, pada umumnya akan
memberikan hasil pengobatan yang memuaskan.
◦ Namun radiasi pada kasus lanjutpun dapat memberikan hasil pengobatan
paliatif yang cukup baik sehingga diperoleh kualitas hidup pasien yang baik
pula.
◦ Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %.
Prognosis
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor, seperti :
◦ Stadium yang lebih lanjut.
◦ Usia lebih dari 40 tahun
◦ Laki-laki dari pada perempuan
◦ Ras Cina dari pada ras kulit putih
◦ Adanya pembesaran kelenjar leher
◦ Adanya kelumpuhan saraf otak adanya kerusakan tulang tengkorak
◦ Adanya metastasis jauh
Daftar Pustaka
1. Soepardi, EA. Telinga hidung tenggorok Kepala dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2007.
2. Asroel, HA. Penatalaksanaan radioterapi pada karsinoma Nasofaring. Available: 10 Januari 2013
3. Chong VFH, Neoplasm of the nasopharynx In.Hermans R. Head and neck cancer imaging. Springer 2006 p.143-62
4. Lalwani AK. Chapter 22 benign and malignant lesions of the oral cavity, oropharynx and nasopharynx In. Current
diagnosis and treatment otolaryngology.The McGraw-Hill Companies. 2007 p.22.1-16
5. Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Chapter 117 nasopharyngeal cancer in Head & neck surgery - otolaryngology,
4th edition. William Lipincot. 2006 p.1657-71
6. Probst R, Grevers G, Iro H. Anatomy, physiology and immunology of the pharynx and esophagus In. Basic
otorhinolaryngology. Thieme 2006 p 98-103
7. Yokochi, Rohen, Decrof. Color atlas of anatomy 4th edition. Thieme 2005 p 140.
8. Bull TR. The pharynx and larynx In Color atlas of ENT diagnosis. Thieme 2003 p 166-235
9. Dhilon RS, East CA. Neoplasia of the nasopharynx In Ear and nose and throat and head and neck surgery, an
illustrated colour text. Churcil Livingstone 1999 p.108-9
10. Averdi Roezin, Aninda Syafril. 2001. Karsinoma Nasofaring. Dalam: Efiaty A. Soepardi (Ed.). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Telinga Hidung Tenggorok. Edisi kelima. Jakarta: FKUI. Hal.146-50
11. Tan L, Loh T. Chapter 99 Benign and malignant tumors of the nasopharynx In. Flint PW, Haughey BH, Lund VJ.
Cummings otolaryngology head and neck surgery 5th ed. Mosby Elsevier 2010 p.1348-61
12. Pasha R, Yoo GH, Jacobs JR. Chapter 5 head and neck cancer In. Otolarnygology head and neck surgery a clinical
reference guide. Thomson Learning 2000 p 259-60

Anda mungkin juga menyukai