KARSINOMA NASOFARING
Disusun Oleh :
Mellati Zastia Putri (1102011160)
Pembimbing :
Dr. Aswaldi , Sp. THT
PENDAHULUAN
ANATOMI NASOFARING
Batas nasopharing:
Superior : basis kranii
Inferior : permukaan atas palatum molle
Anterior : koana (nares posterior)
Posterior :
ruang retrofaring, fasia
prevertebralis dan otot dinding faring
Lateral : Muara tuba eustachii, Fossa
rosenmuller, torus tubarius
Nasofaring
diperdarahi
oleh
cabang arteri
karotis
eksterna,
yaitu
faringeal asenden dan
faringeal
desenden
serta cabang faringeal
arteri sfenopalatina.
Daerah
nasofaring
dipersarafi oleh saraf
sensoris
n.glossofaringeus
(N.IX)
dan
cabang
maksila
dari
saraf
DEFINISI
EPIDEMIOLOGI
ETIOLOGI
Etiologi karsinoma nasofaring ini masih belum
diketahui secara pasti.
Secara umum, karsinoma nasofaring terjadi
sebagai
akibat
pengaruh
genetic
dan
lingkungan, seperti zat karsinogen dan infeksi
virus Epstein-Barr (EBV) sehingga akhirnya
disimpulkan bahwa penyebab penyakit ini
adalah multifaktor.
Keganasan ini berhubungan dengan infeksi
EBV (Epstein Barr Virus) karena titer anti EBV
yang lebih tinggi didapatkan pada hampir
semua pasien KNF
Virus Epstein-Barr
Transmisi utama EBV melalui saliva
Limfosit B adalah target utama EBV
Infeksi EBV terjadi pada dua tempat utama sel
epitel kelenjar saliva & sel limfosit
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel
dan menjadi laten dalam limfosit B
Virus Epstein-Barr dapat memasuki sel-sel epitel
orofaring,
bersifat
menetap
(persisten),
tersembunyi (laten) dan sepanjang masa (lifelong).
pada pasien KNF antibody IgG dan IgA , hal ini
dijadikan pedoman tes skrining KNF pada populasi
dengan risiko tinggi.
Virus Epstein-Barr
Mediator yang dianggap berpengaruh untuk
timbulnya karsinoma nasofaring ialah:
1. Zat Nitrosamin.
2. Keadaan
sosial
ekonomi
yang
rendah,
lingkungan dan kebiasaan hidup
3. Zat karsinogen : Benzopyrene, Benzoathracene
(sejenis Hidrokarbon dalam arang batubara ),
gas kimia, asap industri, asap kayu dan
beberapa ekstrak tumbuhan- tumbuhan.
4. Ras dan keturunan.
5. Radang Kronis di daerah nasofaring.
MANIFESTASI KLINIS
Gejala
Dini
Nose Sign :
Epistaksis
Pilek kronis
Ingus
kental dan
bau
Ear sign :
Tinitus
Otalgia
Gangguan
pendengar
an
Gejala
lanjut
Eyes sign :
Diplopia
Strabismus
Kebutaan
Neuro sign
:
Nyeri
kepala
Disfagia
Neuralgia
trigeminal
Sindrom
Jackson
Tumor
leher
Gejala akibat
metastasis
Sel-sel
kanker
bermetastas
is
pada
organ yang
letaknya
jauh
dari
nasofaring
PATOFISIOLOGI
PATOLOGI
makroskopis
Ulceratife
berupa lesi kecil disertai
jaringan nekrotik
nodular
berbentuk anggur atau
polipoid tanpa adanya
ulserasi tetapi kadangkadang terjadi ulserasi kecil
Eksofitik
Biasanya non-ulseratif,
tumbuh pada satu sisi
nasofaring, kadang-kadang
bertangkai dan permukaan
licin
mikroskopis
Perubahan pra
keganasan
metaplasia dan
hiperplasia
nasofaring
Perubahan
patologik pada
mukosa nasofaring
Reaksi radang
Hiperplasia
Metaplasia
Neoplasia
DIAGNOSIS
1. Anamnesis / pemeriksaan fisik
2. Pemeriksaan
nasofaring
Dengan
menggunakan kaca nasofaring atau dengan
nashopharyngoskop
3. Biopsi nasofaring
Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakukan
dengan anestesi topikal dengan xylocain 10%.
biopsy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dari
hidung (blind biopsy) atau dari mulut
Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil
yang memuaskan maka dilakukan pengerokan
dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam
DIAGNOSIS
DIAGNOSIS
5. Pemeriksaan radiologi
a) Foto polos
b) CT-Scan
Keunggulan C.T. Scan dibandingkan dengan foto
polos :
membedakan bermacam-macam densitas pada
daerah nasofaring.
Dapat menilai apakah sudah ada perluasan
tumor ke jaringan sekitarnya,
menilai ada tidaknya destruksi tulang serta ada
tidaknya penyebaran intracranial.
DIAGNOSIS
6. Pemeriksaan neuro-oftalmologi
Karena nasofaring berhubungan dekat dengan
rongga tengkorak melalui beberapa lobang, maka
gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi
sebagai gejala lanjut KNF ini.
7. Pemeriksaan serologi.
IgA
anti
EB
sensitivitasnya
100%
tetapi
spesifitasnya
hanya
30,0%,
sehingga
pemeriksaan
ini
hanya
digunakan
untuk
menetukan prognosis pengobatan
STADIUM
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas
kesepakatan UICC pada tahun 2002 adalah sebagai
berikut :
T = Tumor primer
STADIUM
N = Pembesaran KGB regional
Nx = Pembesaran KGB tidak dapat dinilai
N0 = Tidak ada pembesaran
N1 = Metastasis KGB unilateral dengan ukuran 6 cm di
atas fossa supraklavikula
N2 = Metastasis KGB bilateral dengan ukuran 6 cm di
atas fossa supraklavikula
N3 = Metastasis KGB bilateral dengan ukuran 6 cm atau
terletak didalam fossa supraklavikula
N3a = ukuran > 6 cm
N3b = di dalam fossa supraklavikula
M = Metastasis jauh
Mx = Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 = Tidak ada
M1 = Terdapat metastasis jauh
STADIUM
Stadium
T1
N0
T1
N0
M0
IIa
T2a
N0
M0
IIb
T1
N1
M0
T2a
N1
M0
T2b
N0/N1
M0
T1
N2
M0
T2a/ T2b
N2
M0
T3
N2
M0
IVa
T4
N0/N1/N2
M0
IVb
Semua T
N3
M0
IVc
Semua T
Semua N
M1
III
DIAGNOSIS BANDING
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Hiperplasia adenoid
Angiofibroma juvenilis
Tumor sinus sphenoidalis
Neurofibroma
Tumor kelenjar parotis
Chordoma
Menigioma basis kranii
KOMPLIKASI
1. Petrosphenoid sindrom
Tumor tumbuh ke atas ke dasar tengkorak lewat
foramen
laserum
sampai
sinus
kavernosus
menekan saraf N. III, N. IV, N.VI juga menekan N.II.
yang memberikan kelainan :
Neuralgia trigeminus ( N. V )
Ptosis palpebra ( N. III )
Ophthalmoplegia ( N. III, N. IV, N. VI )
KOMPLIKASI
2. Retroparidean sindrom
Tumor ini menekan saraf N. IX, N. X, N. XI, N. XII dengan
manifestasi gejala :
N. IX : kesulitan menelan karena hemiparesis otot konstriktor
superior serta gangguan pengecapan pada sepertiga
belakang lidah
N. X : hiper / hipoanestesi mukosa palatum mole, faring dan
laring disertai gangguan respirasi dan saliva
N XI : kelumpuhan / atrofi oto trapezius , otot SCM serta
hemiparese palatum mole
N. XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah.
Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa
penyempitan fisura palpebralis, onoftalmus dan miosis.
KOMPLIKASI
PENATALAKSANAAN
Stadium I : Radioterapi
Stadium II-III : Kemoradiasi
Stadium IV dengan N <6cm: Kemoradiasi
Stadium V dengan N >6cm : Kemoterapi dosis
penuh dilanjutkan kemoradiasi
PENATALAKSANAAN
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting
dalam penatalaksanaan KNF. Modalitas utama untuk KNF
adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
2. Kemoterapi
Beberapa regimen kemoterapi : cisplatin, 5-Fluorouracil,
methotrexate, paclitaxel dan docetaxel.
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita KNF berupa diseksi leher
radikal dan nasofaringektomi.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari KNF adalah
EBV, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat
diberikan imunoterapi.
PENATALAKSANAAN
Perawatan paliatif
Hal-hal yang perlu perhatian setelah pengobatan radiasi
:
Mulut terasa kering disebabkan oleh kerusakan kelenjar
liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran.
mukositis rongga mulut karena jamur
rasa kaku didaerah leher karena fibrosis jaringan akibat
penyinaran
sakit kepala
kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah
atau rasa mual
Perawatan paliatif diindikasikan langsung untuk
mengurangi rasa nyeri, mengontrol gejala dan
memperpanjang usia.
PENCEGAHAN
Pemberian vaksinasi dengan vaksin spesifik
membran glikoprotein EBV yang dimurnikan pada
penduduk yang bertempat tinggal di daerah
dengan resiko tinggi.
Migrasi penduduk dari daerah resiko tinggi ke
tempat lainnya.
Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah,
mengubah cara memasak makanan untuk
mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan
yang berbahaya.
PROGNOSIS
Prognosis diperburuk oleh beberapa faktor seperti:
Stadium
Stadium
Stadium
Stadium
I : 85 %
II : 75 %
III : 45 %
IV : 10 %