Anda di halaman 1dari 19

KARSINOMA NASOFARING

Anatomi dan Histologi Nasofaring


Nasofaring merupakan suatu ruang berstruktur tabung
berdinding muskuloskeletal dan berbentuk kuboid yang berada
di belakang rongga hidung dengan ukuran panjang sekitar 3-4
cm, lebar 4 cm dan tinggi 4 cm
Secara histologi lapisan mukosa nasofaring dilapisi oleh
epitel respiratorius kolumnar bersilia dengan sel goblet
pada koana bagian posterior
Epitel skuamous berlapis pada dinding anterior,
posterior, dan lateral.
Lapisan submukosa mengandung kelenjar
tubuloalveolar jenis seromusinus. Stromanya berupa
jaringan ikat fibrous yang mengandung jaringan limfoid
DEFINISI
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma
sel skuamosa yang berasal dari epitel
permukaan nasofaring. Karsinoma nasofaring
biasanya berkembang di sekitar ostium tuba
Eustachius di dinding lateral nasofaring
EPIDEMIOLOGI
 Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala
dan leher yang terbanyak di temukan di Indonesia
 Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan
karsinoma nasofaring
 Pada tahun 2012, karsinoma nasofaring berada di urutan
pertama, yaitu 28%, dari seluruh kanker kepala leher di bagian
THT-KL Indonesia.
 Insidens KNF di Indonesia berdasarkan GLOBOCAN (Global
Burden of Cancer Study) tahun 2012 mencapai 5,6 per 100.000
penduduk/ tahun, di mana prevalensi tertinggi pada decade 4-5
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan adalah 2,3:1.
ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Karsinoma nasofaring merupakan penyakit kompleks yang
disebabkan oleh interaksi faktor genetik, lingkungan, dan infeksi
kronik VEB (virus Epstein Barr).
1. Infeksi virus Epstein Barr
Infeksi virus Epstein Barr primer biasa terjadi pada anak usia dini,
asimptomatik tetapi menghasilkan virus yang persisten sepanjang
hidup.
Virus Epstein Barr memiliki respons yang kuat terhadap limfosit
manusia dan epitel saluran napas atas. Orofaring menjadi lokasi
primer infeksi dan juga replikasi virus. Virus Epstein Barr
menginfeksi limfosit B primer untuk membentuk infeksi laten dan
menimbulkan proliferasi
2. Ikan asin dan nitrosamin
Beberapa penelitian epidemiologik dan laboratorium
menyokong hipotesa yang menyebutkan bahwa
konsumsi dini ikan asin menyebabkan karsinoma
nasofaring di Cina Selatan dan Hongkong. Didalam ikan
asin tersebut terkandung nitrosamin yang merupakan
zat yang dapat meningkatkan risiko terjadinya
karsinoma nasofaring
3. Sosial ekonomi, lingkungan, dan kebiasaan hidup
Udara yang penuh asap dan uap di rumah-rumah
dengan ventilasi kurang baik di Cina, Indonesia, dan
Kenya juga meningkatkan insiden karsinoma nasofaring.
Pembakaran dupa di rumah-rumah juga dianggap
berperan dalam menimbulkan karsinoma nasofaring di
Hongkong
4. Sering kontak dengan bahan karsinogen, antara lain:
benzopyren, gas kimia, asap industri, asap kayu, debu kayu,
formaldehid, dan asap rokok
 
5. Ras dan keturunan
Insiden tertinggi di dunia ternyata terdapat pada ras Cina,
baik di daerah asal ataupun di perantauan. Insiden karsinoma
nasofaring tetap tinggi pada penduduk Cina yang bermigrasi
ke Asia Tenggara atau ke Amerika Utara, tapi lebih rendah
pada penduduk Cina yang lahir di Amerika Utara dari pada
yang lahir di Cina Selatan (Ahmad, 2002).
DIAGNOSIS
Tanda dan Gejala:
1. Gejala nasofaring
Gejala nasofaring dapat berupa epistaksis ringan atau
sumbatan hidung
2. Gejala Telinga
Gangguan dapat berupa tinnitus, rasa tidak nyaman di
telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).
3. Gejala mata dan saraf
Diplopia, neuralgia trigeminal
4. Gejala leher/ metastasis
Metastasis ke kelenjar Icher dalam bentuk benjolan di
leher
Pemeriksaan Penunjang
Endoskopi
Endoskopi memainkan peran kunci dalam deteksi awal
lesi KNF, dan biopsi endoskopik memungkinkan
diagnosis definitif KNF. Endoskopi menilai ekstensi
tumor di permukaan mukosa nasofaring. Lesi awal
biasanya terjadi di dinding lateral atau atap nasofaring.
Radiologi
Pemeriksaan radiologi diperlukan untuk mendapatkan
informasi adanya tumor, perluasan, serta kondisi
setelah terapi. Pemeriksaan radiologi untuk karsinoma
nasofaring yaitu foto polos tengkorak, ultrasonografi
(USG) abdomen, Computer Tomography Scan (CT scan),
dan Magnetic Resonance Imaging (MRI).
Serologi
Diagnosis KNF ditunjang beberapa pemeriksaan
tambahan yaitu pemeriksaan serologi, misalnya
imunoglobulin A anti-viral capsid antigen (Ig anti-VCA),
Ig G anti-early antigen (EA), imunohistokimia, dan
polymerase chain reaction (PCR). Pemeriksaan serologi
dapat dilakukan sebagai skrining untuk deteksi dini
HISTOPATOLOGI
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk
karsinoma (epidermoid) pada nasofaring yaitu karsinoma sel
skuamosa (ber- keratinisasi), karsinoma tidak berkeratinisasi
dan karsinoma tidak berdiferensiasi

Karsinoma nasofaring tipe keratinizing squamous cell


carcinoma
Undifferentiated non keratinizing
squamous cell carcinoma nasofaring tipe
Regaud dimana sel-sel neoplastik
membentuk sarang-sarang sel berbatas
tegas
STADIUM KLINIS
Sistem klasifikasi stadium menggunakan sistem Union
International Contre le Cancer (UICC) dan sistem American Joint
Committee on Cancer Staging (AJCC), yang menggunakan
penilaian TNM (ukuran tumor, KGB yang terlibat, metastasis):
tumor primer (T), kelenjar regional (N), metastasis (M)
T Tumor primer.
To Tidak tampak tumor.
T1 Tumor terbatas di nasofaring
T2 Tumor meluas ke jaringan lunak
T2a Perluasan tumor ke orofaring dan atau
rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring*
T2b Disertai perluasan ke parafaring
T3: Tumor menginvasi struktur tulang dan atau
sinus paranasal
T4: Tumor dengan perluasan intrakarinal dan
atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa
infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang
masticator
N Pembesaran kelenjar getah bening
regional.
NX Pembesaran Kelenjar Getah Bening
tidak dapat dinilai
No Tidak ada pembesaran.
N1 Metastasi kelenjar getah bening
unilateral, dengan ukuran terbesar kurang
atau sama dengan 6 cm, di atas fossa
supraklavikula M Metastasis jauh
N2 Metastasis kelenjar getah bening
bilateral, dengan ukuran terbesar kurang Mx Metastasis jauh tidak dapat
atau sama dengan 6 cm, di atas fossa dinilai
supraklavikula
N3 Metastasis kelenjar getah bening
bilateral dengan ukuran lebih besar dari 6
Mo Tidak ada metastasis jauh.
cm, atau terletak di dalam fossa
supraklavikula
N3a ukuran lebih dari 6 cm M1 Terdapat metastasis jauh.
N3b di dalam fossa supraklavikula
Stadium O T1s N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T2a N0 M0
Stadium IIB T1 N1 M0
  T2a N1 M0
  T2b N0,N1 M0

Stadium III T1 N2 M0
  T2a,T2b N2 M0
  T3 N2 M0
Stadium Iva T4 N0,N1 M0
,N1

Stadium IVb semua T N3 M0


Stadium IVc semua T semua M1
N
TATALAKSANA
Radioterapi:
Dilakukan pada stadium dini (stadium I dan II). Kemoterapi :
Stadium lanjut (stadium III dan IV)
disertai atau dicurigai ada metastasis jauh, tumor persisten,
dan rekuren.
Pembedahan:
Dilakukan untuk membuang kelenjar getah bening yang
menetap atau kambuh apabila tumor primer di nasofaring
hilang setelah pemberian radioterapi dan kemoterapi
PROGNOSIS
Penderita KNF stadium awal, yaitu stadium I dan
II, mempunyai prognosis lebih baik dibandingkan
stadium lanjut, yaitu stadium III dan IV.
Angka harapan hidup lima tahun pada stadium I,
II, III, dan IV didapatkan sekitar 72%, 64%, 62%,
dan 38%.5

Anda mungkin juga menyukai