Anda di halaman 1dari 33

KANKER OVARIUM

Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kepaniteraan


Kebidanan dan Kandungan Rumah Sakit Dustira

Oleh
Bella Alicia 4151181409
Disya Fariha Dimyati 4151181435

Pembimbing
dr. Lina Marlinawati, Sp.OG., M.Kes

BAGIAN ILMU KEPANITERAAN KEBIDANAN DAN


KANDUNGAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2020
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................ii
DAFTAR TABEL................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...........................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................2
2.1 Definisi Kanker Ovarium................................................................................2
2.2 Ilmu Kedokteran Dasar Terkait Ovarium........................................................2
2.2.1 Anatomi Ovarium..................................................................................2
2.2.2 Histologi Ovarium.................................................................................3
2.3 Epidemiologi Kanker Ovarium.......................................................................4
2.4 Klasifikasi Tumor Ovarium.............................................................................5
2.5 Stadium Kanker Ovarium................................................................................10
2.6 Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Ovarium...................................................11
2.6.1 Faktor genetik........................................................................................12
2.6.2 Jumlah Paritas .......................................................................................12
2.6.3 Usia Menarche.......................................................................................12
2.6.4 Usia .......................................................................................................12
2.6.5 Alat Kontrasepsi....................................................................................13
2.7 Gambaran Klinis Kanker Ovarium..................................................................13
2.8 Deteksi Dini Kanker Ovarium.........................................................................14
2.8.1 Skrining Genetik....................................................................................14
2.8.2 Pemeriksaan Tumor Marker..................................................................15
2.8.3 Pencitraan..............................................................................................14
2.9 Diagnosa Kanker Ovarium..............................................................................15
2.10 Patogenesis Kanker Ovarium........................................................................16
2.11 Penatalaksanaan kanker ovarium.................................................................17
2.11.1 Penatalaksanaan Kanker Ovarium Stadium 1.....................................17
2.11.2 Penatalaksanaan Kanker Ovarium Stadium II,III dan IV....................18

ii
2.11.3 Pengawasan Setelah Terapi.................................................................20
2.12 Pencegahan ...................................................................................................20
2.12.1 Pencegahan Primer .............................................................................20
2.12.2 Pencegahan Sekunder..........................................................................21
2.13 Prognosis.......................................................................................................21
BAB III KESIMPULAN.....................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................23

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1 Stadium kanker ovarium berdasarkan FIGO............................................10

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Anatomi Ovarium..............................................................................2


Gambar 2.2 Gambar Histologi Ovarium...............................................................3

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Kanker ovarium merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas
yang tinggi di dunia, dengan kejadian 4% dari semua kasus kanker. Kanker
ovarium menempati urutan penyebab kematian kelima akibat kanker pada wanita.
Risiko seorang wanita terkena kanker ovarium selama masa hidupnya adalah
sekitar 1 banding 78. Kanker ini terutama terjadi pada wanita yang lebih tua.
Sekitar setengah dari wanita yang di diagnosis dengan kanker ovarium adalah
berusia 63 tahun atau lebih. Kanker ini lebih sering terjadi pada wanita kulit putih
daripada wanita Afrika-Amerika. Kanker ovarium adalah penyebab paling umum
kematian akibat kanker dari tumor ginekologi di Amerika Serikat. Berdasarkan
data National Institutes of Health (NIH) National Cancer Institute Surveillance,
Epidemiology, and End Result Program (SEER) pada tahun 2016 terdapat 22.280
kasus baru kanker ovarium di Amerika Serikat. Menurut data National Cancer
Institute 2019, kasus baru kanker ovarium sekitar 22.530 dengan angka mortalitas
sekitar 13.980. Diperkirakan pada tahun 2020, kasus baru kanker ovarium sekitar
21.750 dengan angka mortalitas sekitar 13.940.1-3
Berdasarkan data Globocan pada tahun 2018, kasus baru kanker ovarium di
Indonesia mencapai 13.310 kasus setiap tahunnya. Jumlah ini mewakili 4,3% dari
total kasus kanker baru dan menempati urutan nomor 10 kanker kasus baru
terbanyak. Sedangkan jika diurutkan dalam kategori kanker yang diderita oleh
wanita, kanker ovarium menempati urutan nomor 3 kanker terbanyak setelah
kanker payudara dan kanker serviks di Indonesia.4,5
Gejala pada kanker ovarium seringkali tidak ada sehingga sangat sulit untuk
dideteksi pada stadium dini dan bertambah parah seiring berjalannya waktu.
Hanya sekitar 25% kanker ovarium yang ditemukan pada stadium awal dan
banyak wanita terdiagnosis pada stadium lanjut dan angka harapan hidup dalam 5
tahun tergantung stadium kanker. Jika kanker ovarium terdeteksi lebih awal dan

1
diterapi dengan tepat maka angka harapan hidup dapat meningkat hingga 92%
selama 5 tahun.2-5

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kanker ovarium


Kanker merupakan pertumbuhan sel abnormal yang dapat menyerang berbagai
organ tubuh. Kanker ovarium merupakan kanker yang tumbuh di sel ovarium,
kanker ini terdiri dari sel yang terus tumbuh dan dapat menghancurkan jaringan
disekitarnya serta dapat menyebar (bermetastasis) ke bagian tubuh yang lain.
Kanker ovarium juga merupakan penyakit heterogen yang dapat dibedakan
menjadi tiga jenis utama, yaitu sex cord stromal tumors, germ cell tumor, dan
epithelial ovarium cancer.5,6

2.2 Ilmu kedokteran dasar terkait ovarium


2.2.1 Anatomi ovarium
Ovarium adalah kelenjar-kelenjar yang berbentuk seperti buah almond,
terletak didekat dinding-dinding pelvis lateral, melekat pada mesovarium
ligamentum latum uteri. Ujung distal ovarium dihubungkan pada dinding-dinding
pelvis lateral dengan perantaraan ligamentum suspensorium ovari, didalam
ligamentum suspensorium ini terdapat pembuluh ovarica pembuluh limfe dan
saraf beralih melalui mesovarium ke ovarium. Masing-masing ovarium melekat
pada uterus melalui ligamentum ovarii proprium yang juga melintas dalam
ovarium. Ligamentum ovarian propium ini menghubungkan ujung proksimal
(uterin) ovarium pada sudut lateral uterus, tepat kaudal dari tuba uterin.7
Ovarium mempunyai panjang sekitar 4 cm, lebar 1,5 cm, dan tebal 1 cm.
Ovarium menghasilkan menghasilkan oosit sekunder, mengeluarkan oosit
sekunder (proses ovulasi), dan menyekresikan estrogen, progesteron, relaksin, dan
inhibin.Ovarium terletak di bagian superior rongga pelvis, lateral dari uterus.
Serangkaian ligamentum menahan ovarium dalam posisinya. Ligamentum latum
uteri merupakan lipatan peritoneum parietal yang melekat ke ovarium melalui
lipatan berlapis ganda peritoneum yang disebut mesovarium. Ligamentum
ovarium menambatkan ovarium ke uterus, dan ligamentum suspensorium

2
3

meletakkan ovarium ke dinding panggul. Masing-masing ovarium memiliki hilus,


tempat masuk dan keluarnya pembuluh darah dan saraf bersama dengan
mesovarium. Ovarium diperdarahi oleh arteri ovarica dari pars abdominalis aorta
melintas ke kaudal dengan menyusuri dinding abdomen dorsal. Di tepi pelvis
arteri ovarica ini menyilang di pembuluh iliaca eksterna dan memasuki
ligamentum suspensorium ovarii. Arteri ovarica melepaskan cabang-cabang ke
ovarium melalui mesovarium dan berlanjut ke medial dalam ligamentum latum
uteri untuk memasok tuba uterine dan uterus. Kedua cabang arteri ovarica
beranastomosis dengan arteri uterine.7,8

Gambar 2.1 Anatomi Ovarium.8

2.2.2 Histologi ovarium


Satu bagian ovarium melekat pada ligamentum latum perlekatan ini melalui
suatu lipatan peritoneum yang disebut mesovarium bagian lainnya dari ovarium
ke dinding uterus melalui ligamentum ovarii propium Permukaan ovarium
ditutupi epitel selapis gepeng atau selapis kuboid, atau yang disebut dengan epitel
germinativum. Dibawah epitel germinativum terdapat selapis jaringan ikat padat,
4

yakni tunika albuginea, yang menyebabkan warna ovarium menjadi keputihan.


Dibawah tunika albuginea terdapat daerah korteks, didaerah korteks ini berisi
folikel ovarium yang dilengkapi dengan oositnya. Folikel ini terbenam dalam
jaringan ikat (stroma) di daerah korteks. Stroma ini terdiri atas fibroblas berbentuk
kumparan khas yang berespons dengan berbagai cara terhadap rangsangan
hormon dari organ lain. Pada bagian dalam ovarium terdapat daerah medulla,
dengan anyaman vaskular luas di dalam jaringan ikat longgar yang berisi
pembuluh darah.9,10

Gambar 2.2 Gambar Histologi Ovarium.10

2.3 Epidemiologi kanker ovarium


Kanker ovarium menempati urutan penyebab kematian kelima akibat kanker
pada wanita. Pada tahun 2014, sekitar 22.000 wanita di Amerika Serikat
didiagnosis menderita kanker ovarium. Sekitar setengah dari wanita yang
didiagnosis dengan jenis kanker ini berusia 63 tahun atau lebih. Berdasarkan data
Indonesian Society of Gynecologic Oncology, pada tahun 2016-2017 tercatat 919
kasus kanker ovarium dimana 36% tidak diketahui stadiumnya dan 21%
diantaranya didiagnosis stadium IIIB. National Institutes of Health (NIH) National
Cancer Institute Surveillance, Epidemiology, and End Result Program (SEER)
pada tahun 2016 terdapat 22.280 kasus baru kanker ovarium di Amerika Serikat.
5

Menurut data National Cancer Institute 2019, kasus baru kanker ovarium sekitar
22.530 dengan angka mortalitas sekitar 13.980. Diperkirakan pada tahun 2020,
kasus baru kanker ovarium sekitar 21.750 dengan angka mortalitas sekitar
13.940.1-3
Berdasarkan data Globocan pada tahun 2018, kasus baru kanker ovarium di
Indonesia mencapai 13.310 kasus setiap tahunnya. Jumlah ini mewakili 4,3% dari
total kasus kanker baru dan menempati urutan nomor 10 kasus kanker baru
terbanyak. Sedangkan jika diurutkan dalam kategori kanker yang diderita oleh
wanita, kanker ovarium menempati urutan nomor 3 kanker terbanyak setelah
kanker payudara dan kanker serviks di Indonesia.4,5

2.4 Klasifikasi tumor ovarium


Menurut klasifikasi WHO, berdasarkan asal jaringanya kanker ovarium dibagi
menjadi tumor epithelial (65%), germ sel (15%), sex cord stromal (10%),
metastasis (5%) dan miscelaaneous. Berdasarkan tipetipe sel kanker ovarium tipe
epithelial dibagi menjadi (serous, mucinous, endometroid, clear cell, transitional
cell, undifferentiated, dan mixed carcinoma) dan atipia (benign, borderline dan
malignant (invasive atau non-invasive), tumor yang paling banyak adalah tumor
malignant.11,12
Kanker ovarium dikelompokkan menjadi 6 kelompok yaitu:11,12
1. Tumor ganas epitelial / Epitelial karsinoma
a. Karsinoma serosa
Merupakan keganasan epitel ovarium yang tersering ditemukan. Mudah
tersebar di kavum abdomen dan pelvis, irisan penampang tumor sebagai
kistik solid. Tumor jenis ini di bawah mikroskop menurut diferensiasi sel
kanker dibagi menjadi diferensiasi baik (benigna) yang memiliki
percabangan papilar rapat, terlihat mitosis, sel nampak anaplastik berat,
terdapat invasi intersisial jelas, badan psamoma relatif banyak. Pada
kanker diferensiasi sedang (borderline) dan buruk (maligna) memiliki
lebih banyak area padat, papil sedikit atau tidak ada, dan badan psamoma
tidak mudah ditemukan.
6

b. Karsinoma musinosa
Karsinoma jenis ini lebih jarang ditemukan dibanding karsinoma serosa.
Sebagian besar tumor multilokular, padat dan sebagian kistik, di dalam
kista berisi musin gelatinosa, jarang sekali tumbuh papila eksofitik, area
solid berwarna putih susu atau merah jambu, struktur rapat dan konsistensi
rapuh. Tumor jenis ini di bawah mikroskop dibagi menjadi tiga gradasi, di
mana yang berdiferensiasi baik dan sedang memiliki struktur grandular
jelas, percabangan papila epitel rapat, terdpat dinding bersama grandular,
atipia inti sel jelas, terdapat invasi intersisial. Pada kanker diferensiasi
buruk struktur grandular tidak jelas, mitosis atipikal bertambah banyak,
produksi musin dari sel sangat sedikit. Sebanyak 8-10% kasus terjadi
bilateral.
c. Karsinoma endometroid
Kira-kira 20% kanker ovarium terdiri dari karsinoma endometroid.
Sebagian besar tumor berbentuk solid dan di sekitarnya dijumpai kista.
Arsitek histopatologi mirip dengan karsinoma endometrium dan sering
disertai metaplasia sel skuamos. Lebih dari 30 % karsinoma endometroid
dijumpai bersama-sama dengan adenokarsinoma endometrium.
Endometroid borderline dan endometroid adenofibroma jarang dijumpai.
Prognosis karsinoma endometroid lebih baik dari karsinoma serosa dan
musinosa.
d. Clear cell tumor
Sekitar 4-5% dari seluruh kasus tumor ganas epitelial. Tumor ini berasal
dari duktus muleri. Pada umumnya berbentuk solid, sebagian ada juga
berbentuk kistik, warna putih kekuning-kuningan. Gambaran histopatologi
terdiri dari kelenjar solid dengan bagian papiler. Sitoplasma sel jernih dan
sering dijumpai hopnail appearance yaitu inti yang terletak di ujung sel
epitel kelenjar atau tubulus. Dua pertiga dari wanita yang mengalami
tumor ganas clear cell tidak akan bisa melahirkan dan 50-70% penderita
akan mengalami endometriosis. Sekitar 15-20% bersifat bilateral.
e. Tumor ganas Brenner
7

Tumor ini mengandung area padat dan juga kistik dengan benjolan
polipoid ataupun internal papillary. Tumor ganas Brenner mempunyai
prognosis yang baik dan telah dilaporkan bahwa tumor ini dapat merespon
kemoterapi dengan baik dibandingkan dengan jenis tumor epitel
lainnya.Tumor ini sering dijumpai insidentil saat dilakukan histerektomi.
2. Tumor ganas sel germinal
Tumor ini lebih banyak pada wanita usia dibawah 30 tahun.
a. Disgerminoma
Merupakan tumor ganas sel germinal ytang paling sering ditemukan, yaitu
30-40% dari semua tumor ganas germinal. Karena disgerminoma
terutama pada usia reproduksi, 20-30 kasus kehamilan dengan kanker
ovarium adalah kehamilan dengan disgerminoma. Ukuran diameter sekitar
5-15cm, berlobus-lobus, solid, potongan tumor berwarna abu-abu putih
sampai abu-abu coklat dengan potongan mirip ikan tongkol. Kelompok sel
yang satu dengan yang lain dipisahkan oleh jaringan ikat tipis dengan
infiltrasi sel radang limfosit. Gambaran histopatologi mirip dengan
seminoma testis pada laki-laki. Neoplasma ini sensitif terhadap radiasi.
Tumor marker untuk disgerminoma adalah serum Lactic Dehydrogenase
(LDH) dan Placental Alkaline Phosphatase (PLAP). Lebih sering
ditemukan bilateral.
b. Teratoma immatur
Mengandung unsur-unsur jaringan yang berasal dari embrio. Hanya
ditemukan kurang dari 1% dari semua kasus kanker ovarium. Massa tumor
sangat besar dan unilateral, penampang irisan bersifat padat dan kistik,
berwarna-warni, komponen jaringan kompleks, jaringan embrional belum
berdiferensiasi umumnya berupa neuroepitel. Tumor ini mempunyai angka
rekurensi dan metastasis tinggi, tapi tumor rekuren dapat bertransformasi
dan immatur ke arah matur, regularitasnya condong menyerupai
pertumbuhan embrio normal. Tumor marker untuk teratoma immatur
adalah alfa fetoprotein (AFP) dan chorionic gonadotropin (HCG).
c. Tumor sinus endodermal
8

- Berasal dari tumor sakus vitelinus/yock sac dari embrio. Usia rata-rata
penderita tumor sinus endodermal adalah 18 tahun. Berupa jaringan
kekuning-kuningan dengan area perdarahan, nekrosis, degenerasi gelatin
dan kistik. Khas untuk tumor sinus endodermal ini adalah keluhan nyeri
perut dan pelvis yang dialami oleh 75% penderita. Tumor marker untuk
tomor sinus endodermal adalah alfa fetoprotein (AFP).
d. Embrional karsinoma
Merupakan tumor sel germinal yang terbentuk dari sel yang mirip dengan
sel pada perkembangan embrio. Tumor ini sangat langka dan dapat
dibedakan dari koriokarsinoma dengan tidak adanya sinsitiotropoblas dan
sitotropoblas. Tumor ini dapat berukuran besar, kebanyakan tumor bersifat
padat dengan berbagai macam bentuk dan kebanyakan unilateral. Tumor
ini dapat memproduksi alpha-feto-protein atau human chorionic
gonadotropin. Biasanya dijumpai pada anak-anak dan wanita dewasa
muda. Dapat menyebabkan precocious puberty dan perdarahan abnormal
uterus.
e. Koriokarsinoma
Merupakan tumor langka sel germinal yang terbentuk dari sel plasenta
(tropoblastik). Biasanya padat dan terlihat seperti berdarah. Kebanyakan
bersifat unilateral.
3. Tumor ganas sex-cord dan stromal
a. Tumor sel granulosa
Tumor sel granulosa merupakan tumor ovarium sex-cord yang jarang terjadi.
Tumor ini terbentuk dari sel yang berasal dari sel germinal yang melapisi folikel
ovarium. Tumor sel granulosa dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
1. Tumor sel granulosa adult type
Mencakup 95% kasus dari semua tumor sel granulosa. Keluhan yang
paling sering dialami adalah perdarahan abnormal vagina, distensi
abdomen dan nyeri abdomen. Distensi dan nyeri abdomen biasanya
dialami oleh pasien yang sudah menderita tumor yang besar, biasanya
dengan diameter 10-15 cm. Sekitar 12% kasus disertai asites. Pada
9

gambaran makroskopis dapat dilihat tumor dengan kista kecil multipel


yang berisi darah dan pada pemeriksan mikroskopis tampak gambaran sel-
sel granulosa dengan beberapa Call-Exner bodies. Tumor marker yang
dapat diperiksa untuk mendeteksi rekurensi atau keberhasilan pengobatan
adalah estrogen dan inhibin.
2. Tumor sel granulosa juvenille type
Kira-kira 90% tumor sel granulosa yang ditemukan pada anak- anak dan
wanita usia dibawah 30 tahun adalah tumor sel granulosa juvenille type.
Umumnya papa penderita prapubertas akan menunjukkan gejala isosexual
precocious pseudopuberty yang meliputi pembesaran payudara,
tumbuhnya rambut pubis, meningkanya sekret vagina, pertumbuhan
somatis yang cepat, dan perubahan tanda-tanda seks sekunder lainnya.
Terkadang karena penyakit ini menghasilkan hormon andogen sehingga
dapat menyebabkan virilisasi.
Tanda yang selalu ditemukan pada penderita tumor sel granulosa juvenille
type adalah meningkatnya lingkar perut. Makroskopis tumor juvenille type
hampir sama dengan adult type, mikroskopis merupakan tumor dengan
sel-sel yang besar dengan sitoplasma yang banyak inti hiperkromatik,
padat dengan beberapa folikel dengan bentuk dan ukuran berbeda serta
tidak ditemukan Call-Exner bodies.
Tumor marker yang digunakan sama dengan tumor sel granulosa adult
type.
4. Tumor sel lipid/ Tumor sel steroid
- Stromal luteomas
- Leydig (hilus) cell tumor
- Steroid cell tumors not otherwise spesific (NOS)
Tumor sel steroid ini jarang ditemukan, tumor ini bersifat padat dan berwarna
kuning. Dari ketiga tipe ini yang cenderung menjadi ganas adalah kelompok
Steroid cell tumors not otherwise spesific (NOS). Tumor NOS ini kira- kira hanya
ditemukan sekitar 20% kasus, dengan diameter 8 cm dan lesi-lesi metastatik.
5. Sarkoma
10

Sarkoma ovarium dibedakan atas low grade (mitosis < 10 mitosis per hpf)
dan high grade ( mitosis > 10 mitosis per `10 hpf ). Berdasarkan jenis selnya,
sarkoma dibedakan menjadi sarcoma of purely mullerian origin dan
heterologous sarcoma yang mengandung nonovarian elemen. Sarkoma
ovarium ditemukan kurang dari 1% kasus dari seluruh tumor ganas ovarium.
6. Tumor metastasis
Cara metastasisnya terjadi karena :
a. Perikontinuitatum berdekatan, terjadi kontak metastase.
b. Penyebaran melalui kelenjar atau aliran limfe.
c. Penyebaran melalui hematogen.
d. Penyebaran transcoelomic dengan implantasi pada permukan ovarium.

2.5 Stadium kanker ovarium


Penentuan tahapan klinis penting dalam memperkirakan penyebaran penyakit,
membantu prognosis rencana tindakan, dan memberikan arti perbandingan dari
metode terapi. The International Federation of Gynecology and Obstetrics
(FIGO) menetapkan suatu sistem stadium sebagai berikut.

Tabel 1 Stadium kanker ovarium berdasarkan FIGO.13


Stadium I Tumor terbatas pada ovarium
Stadium IA Tumor hanya pada satu ovarium, kapsul utuh, tidak ada
pertumbuhan tumor pada permukaan ovarium, dan tidak
ada asites.
Stadium IB Tumor berada pada kedua ovarium, kapsul utuh, tidak ada
tumor pada permukaan ovarium, dan tidak ada asites.
Stadium IC Tumor berada pada satu atau kedua ovarium, terdiri dari:
.
Stadium IC 1 Surgical spill intraoperatively.

Stadium IC 2 Kapsul pecah sebelum dilakukan operasi dan tumor


terdapat pada permukaan ovarium.
Stadium IC 3 Asites terdapat pada daerah peritoneal dan dapat dijumpai
sel- sel ganas didalamnya.
Stadium II Tumor terdapat pada satu atau kedua ovarium,
dengan disertai perluasan ke dalam pelvis.
Stadium IIA Tumor meluas ke uterus dan/ tuba.
11

Stadium IIB Perluasan tumor ke jaringan intraaperitoneal pelvis


lainnya.
Stadium III Tumor terdapat pada satu atau kedua ovarium dengan
hasil konfirmasi secara sitologi dan histologi telah
menyebar ke peritoneum di luar rongga pelvis atau
metastatis ke luar kelenjar getah bening
retroperitoneum.
Stadium IIIA Kelenjar getah bening retroperitoneal positif, dan
konfirmasi dengan mikroskopis telah bermetastasis di luar
pelvis.
Stadium IIIA1 Hanya positif pada kelenjar getah bening.
i. metastasis ≤ 10 mm
ii.metastasis > 10 mm
Stadium IIIA2 Secara mikroskopis telah melibatkan ektrapelvis pada
rongga peritoneal ± positif pada kelenjar getah bening
retroperitoneal.
Stadium IIIB Makroskopik, ekstrapelvis, metastasis ke peritoneal ≤ 2
cm, ± positif pada kelenjar getah bening retroperitoneal.
Termasuk meluas hingga ke kapsul pada hati/spleen.
Stadium IIIC Makroskopik, ekstrapelvis, metastasis ke peritoneal > 2
cm ± positif pada kelenjar getah bening retroperitoneal.
Termasuk meluas hingga ke kapsul pada hati/spleen.
Stadium IV Metastasis jauh dan tidak termasuk ke rongga
peritoneal.
Stadium IVA Adanya efusi pleura dengan sitologi positif.
Stadium IVB Metastasis hingga ke parenkim hati atau spleen,
metastasis pada organ ekstraabdominal (termasuk
kelenjar getah bening inguinal dan kelenjar getah
bening di luar kavitas abdominal.

2.6 Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Ovarium


Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti namun diyakini
berasal dari transformasi maligna dari permukaan epitel ovarium yang mengalami
rupture berulang dan mengalami perubahan selama ovulasi.12
2.6.1 Faktor genetik
Faktor genetic yang berperan dalam kanker ovarium adalah adanya mutasi
pada gen BRCA1 dan 2. Pada populasi umum, risiko terkena kanker ovarium
adalah 1,6%. Hal ini akan berubah ketika seseorang memiliki riwayat keluarga
dengan kanker ovarium, risiko menjadi lebih besar yakni 4-5%.Adanya riwayat
keluarga yang menderita kanker ovarium dapat meningkatkan risiko terjadinya
12

kanker ovarium pada anggota keluarga yang lain. Dengan persentase 1,6% pada
keseluruhan populasi. Risiko meningkat menjadi 4 sampai 5% apabila anggota
keluarga derajat 1 (ibu atau saudara kandung) terkena kanker ovarium. Risiko
meningkat menjadi 7%, bila ada 2 anggota keluarga yang menderita kanker
ovarium.2,14

2.6.2 Jumlah Paritas


Jumlah paritas memiliki hubungan dengan penurunan angka kejadian kanker
ovarium. Hal ini disebabkan karena pada saat wanita hamil tidak terjadi proses
ovulasi sehingga menurunkan risiko terjadinya mutasi, selain itu pada saat
kehamilan terjadi perubahan hormonal sementara perubahan hormonal ini yang
dapat menginduksi apoptosis sel-sel pre malignan sel kanker.Selain itu pada saat
wanita melahirkan anak dapat memberikan perlindungan secara alami yang dapat
mencegah pertumbuhan dan metastasis dari sel-sel kanker.15,16
2.6.3 Usia Menarche
Usia menarche yang lebih tua juga dapat menjadi faktor risiko untuk
menurunkan terjadinya kanker ovarium, hal ini disebabkan karena usia menarche
dapat mengurangi jumlah ovulasi, hal ini sesuai dengan hipotesis ovulasi terus
menerus yang menjelaskan semakin sering terjadinya ovulasi semakin besar
kemungkinan terjadinya kanker ovarium, selain itu usia menarche dini
berhubungan dengan onset siklus ovulasi yang lebih cepat menyebabkan
tingginya androgen dapat meningkatkan apoptosis sel epithelial disaat yang
bersamaan androgen juga dapat merangsang deoxyribonucleic acid (DNA) untuk
mengurangi kematian sel hal inilah yang kemudian akan menyebabkan terjadinya
pertumbuhan kanker akibat kerusakan sekunder pada sel epithelial.17
2.6.4 Usia
Penelitian yang dilakukan di RSUD Wahidin Sudiro Husodo Makassar, wanita
dengan usia >45 tahun memiliki risiko 2 kali lebih besar menderita kanker
ovarium, Pada penelitian yang dilakukan oleh Yoshikawa di Rumah Sakit Oshaka
Jepang angka kematian lebih tinggi pada pasien yang memiliki usia >65 tahun ini
dikarenakan pasien usia >65 tahun menderita kanker stadium III dan stadium IV
dibanding pasienyang memiliki usia <65 tahun yang menderita kanker stadium
13

Idan II, ini dikarenakan kanker mempunyai pertumbuhan yang lambat dan sering
terdiagnosis setelah mencapai stadium lanjut, akan tetapi usia bukan parameter
yang tepat untuk dijadikanfaktor penyebab terjadinya kanker ovarium karena
kanker ovarium dapat mengenai segala jenis usia, dibutuhkan juga faktor
tambahan lainnya untuk menjelaskan seseorang memiliki faktor risiko terjadinya
kanker ovarium.17,18
2.6.5 Alat Kontrasepsi
Pemakaian alat kontrasepsi hormonal dapat menekan ovulasi sehingga dapat
memberikan perlindungan terhadap pertumbuhan sel-sel kanker. Penggunaan alat
kontrasepsi hormonal ini juga dapat menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium
pada wanita yang memiliki risiko tinggi seperti, wanita yang tidak pernah hamil
dan wanita yang memiliki mutasi gen BRCA1 dan BRCA2. 19

2.7 Gambaran Klinis Kanker Ovarium


Mayoritas perempuan dengan kanker ovarium memiliki gejala asimptomatik
atau non spesifik, sehingga sulit diketahui sejak dini. Lebih dari 70% penderita
kanker ovarium ditemukan sudah dalam usia lanjut. Pada tahap awal penyakit,
jika pasien premanopause, mungkin mengalami haid tidak teratur atau haid yang
terlalu deras. Terdapat nyeri pada abdominal bawah disertai dengan kembung dan
rasa cepat kenyang. Jika massa mengkompresi kandung kemih atau rektum, dapat
timbul gangguan miksi seperti frekuensi/urgensi dan sulit buang air besar. Selain
itu, terkadang dapat ditemukan distensi abdomen dan dispareunia. Gejala akut,
seperti nyeri hebat terjadi akibat kanker ovarium yang mengalami rupture atau
torsio. Gejala lain dapat berupa sesak nafas akibat efusi pleura dan asites
massif.12,20
Pada perempuan dengan tumor stromal akan mengalami gejala berikut akibat
dari pengaruh hormon estrogen dan progesteron, seperti terjadi pendarahan vagina
postmenopause, terlalu cepat mendapat menstruasi, payudara cepat membesar
pada remaja, menstruasi terhenti dan adanya pertumbuhan rambut di muka dan
tubuh.12
Tanda paling penting adanya kanker ovarium adalah ditemukannya massa
tumor di pelvis pada pemeriksaan fisik. Bila massa tersebut padat, bentuknya
14

irreguler dan terfiksir ke dinding panggul, keganasan ovarium perlu dicurigai. Bila
di abdomen atas ditemukan massa dan disertai asites, keganasan hampir dapat
dipastikan. Cairan asites ini diyakini hasil dari peningkatan produksi cairan
karsinomatous atau penurunan clearance oleh obstruksi saluran limfatik..12,20

2.8 Deteksi Dini Kanker Ovarium


2.8.1 Skrining Genetik
Pada tumor ovarium, beberapa gen yang mungkin diturunkan dan dapat
menimbulkan keadaan tumor adalah BRCA1 dan BRCA2. Bila seseorang dengan
BRCA1 atau BRCA2 yang positif dan dengan mempergunakan data informasi
keluarga resiko tinggi, kemungkinan menimbulkan resiko tinggi pada pasien.
Meskipun seseorang mendapat hasil BRCA1 atau BRCA2 yang positif, belum
tentu akan timbul kanker pada dirinya, mutasi gen BRCA1 atau BRCA2 dapat
diturunkan pada anak laki-laki ataupun perempuannya.20
Dengan hasil tes BRCA1 atau BRCA2 yang positif, maka perlu dilakukan
deteksi dini lebih lanjut seperti ultrasonografi transvaginal, pemeriksaan CA-125
dan pemeriksaan klinis.20
2.8.2 Pemeriksaan Tumor Marker
Pada tumor ovarium perlu dilakukannya pemeriksaan tumor marker Cancer
Antigen 125 atau Carbohydrate Antigen 125 (CA-125). CA-125 adalah antigen
dengan berat molekul 200-1000 kDA dan merupakan glikoprotein seperti mucin
yang diekspresikan oleh tumor ovarium epitelial.12,20
Kadar normal CA-125 adalah 35 IU/ml. Pada 90% penderita dengan tumor
ganas ovarium epitel ditemukan kadar CA-125 lebih dari 35 IU/ml. Penelitian
Vinokurof et al menemukan perbedaan kadar CA-125 berdasarkan sifat keganasan
tumor ovarium, yaitu pada tumor jinak 75,7 % <35 IU/ml dan tumor ganas
ovarium, CA-125 94,7% >125 IU/ml. Meskipun CA-125 meningkat pada tumor
ganas ovarium, CA-125 dapat meningkat pada tidak ganas seperti mioma uteri,
endometriosis, kista jinak ovarium, abses tubovarian, sindroma hiperstimulasi
ovarium, kehamilan ektopik terganggu, kehamilan, dan menstruasi.21
15

Kadar CA-125 juga dapat normal pada keadaan ganas seperti tumor ganas
ovarium epitel tipe musinosum, tumor ganas ovarium germinal dan pada tumor
ganas yang masih terbatas di ovarium.12,20
2.8.3 Pencitraan
Skrining dengan ultrasonografi real time merupakan suatu cara untuk mendeteksi
secara dini perubahan struktur organ genitalia, khususnya ovarium dalam proses
karsinogenesis. Ultrasonografi transvaginal merupakan suatu teknik pemeriksaan
yang sering dilakukan karena hasilnya yang lebih akurat.20

2.9 Diagnosa Kanker Ovarium


Diagnosis ditegakkan atas dasar anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Kanker ovarium harus dibedakan dari tumor jinak
ovarium dan kista fungsional ovarium. Pada umumnya, gejala klinis dari kanker
ovarium non spesifik yaitu nyeri abdominal bawah disertai perut kembung, rasa
cepat kenyang, anoreksia gangguan miksi (frekuensi/urgensi) dan sulit buang air
besar. Tanda paling penting adanya kanker ovarium adalah ditemukannya massa
tumor padat, bentuk irregular dan terfiksir ke dinding panggul pada pemeriksaan
fisik.12,20
Pada pemeriksaan fisik gejala umum dapat meliputi nyeri abdomen/pelvis
(55-85%), massa abdomen (35%), demam (10-25%), perdarahan vagina (10%)
dan asites. Gejala umum tumor ovarium ditemukan massa pada rongga pelvis.
Tidak terdapat petunjuk gejala yang pasti pada pemeriksaaan fisik yang mampu
membedakan tumor ovarium jinak atau ganas, namun diduga bahwa tumor jinak
cenderung kistik dan permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan.
Sedangkan tumor ganas memberikan gambaran massa padat, noduler, terfiksasi,
dan sering bilateral. Massa yang besar yang memenuhi rongga abdomen dan
pelvis lebih mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya
asites dan nodul pada culde-sac merupakan petunjuk adanya keganasan
Pemeriksaan penunjang pemeriksaan tumor marker Cancer Antigen 125 atau
Carbohydrate Antigen 125 (CA-125) dan USG. Kadar serum CA-125 berguna
dalam membedakan keganasan dari massa panggul. Pada pasien pascamenopause
16

dengan massa adneksal dan kadar CA-125 serum sangat tinggi (>200U/mL),
kemunginan 96% nilai prediksi positif untuk keganasan. Sedangkan pada pasien
premenopasue, spesifitas rendah karena kadar CA-125 cenderung meningkat pada
kondisi jinak. Dibutuhkan observasi berkala untuk pasien premenopause dengan
massa pada adneksa, untuk mementukan sebuah keganasan atau bukan.12,20
Pada keganasan akan memberikan gambaran dengan septa internal, padat,
berpapil, dan dapat ditemukan adanya asites. USG bersifat non invasive dan
relative murah danmudah.Tumor ovarium dengan bagian padat kemungkinan
keganasan meningkat. Sebaliknya, tumor kistik tanpa echo-internal kemungkinan
keganasan rendah. USG transvaginal dapat meningkatkan akurasi diagnosis
karena mampu menjabarkan morfologi dengan baik. Diagnosis pasti kanker
ovarium membutuhkan eksplorasi oleh ahli onkologi ginekologi melalu
laparotomy atau laparoskopi untuk dilakukan pemeriksaan histopatologi sehingga
diketahui jenis dan stadium kanker.12

2.10 Patogenesis Kanker Ovarium


Penyebab kanker ovarium diyakini berasal dari trasnformasi maliigna dari
permukaan epitel ovarium yang mengalami rupture berulang dan mengalami
perubhaan saat ovulasi. Beberapa teori telah menjelaskan tentang patogenesis
terjadinya tumor ovarium, khususnya patogenesis terjadinya proses malignansi
pada epitelial ovarium. Beberapa teori tentang patogenesis pada kanker ovarium,
antara lain teori incessant ovulation, inflamasi, gonadotropin dan hormonal.11
Teori incessant ovulation menganggap kanker ovarium berasal dari epitel
permukaan ovarium sendiri. Selama proses tersebut epitel permukaan ovarium
rentan mengalami kerusakan DNA dan transformasi Kerusakan epitel permukaan
ovarium diikuti proliferasi permukaan sel epitel setelah ovulasi dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya mutasi, sehingga meningkatkan risiko
terjadinya kanker ovarium epitel.. Hal ini berhubungan dengan faktor risiko
kanker ovarium, dimana semakin dini wanita mengalami menstruasi dan semakin
tua usia menopause serta tidak pernah hamil meningkatkan frekuensi terjadinya
kanker ovarium. Sebaliknya, berbagai kondisi yang menekan faktor ovulasi
17

seperti kehamilan dan menyusui menurunkan frekuensi terjadinya kanker


ovarium.11
Teori kedua adalah teori inflamasi. Terjadinya kanker ovarium disebabkan
respon terhadap kerusakan genetik yang disebabkan faktor-faktor inflmasi, seperti
yang berasal dari lingkungan, endometriosis, infeksi saluran genital, atau proses
ovulasi itu sendiri. 11
Teori ketiga adalah teori gonadotropin. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Cramer dan Welch ditemukan hubungan antara kadar gonadotropin dan estrogen.
Akibat paparan terhadap kadar gonadotropin yang tinggi dapat memicu terjadinya
transformasi malignan, kemungkinan diakibatkan meningkatnya pertumbuhan sel
dan menghambat apoptosis, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui
stimulasi estrogenic permukaan epitel Hal tersebut diduga berperan dalam proses
terjadinya kanker ovarium.11
Teori hormonal mengatakan bahwa stimulasi androgen yang berlebihan dapat
menyebabkan meningkatnya risiko kanker epitel ovarium, yang pada akhirnya
mungkin menurun akibat stimulasi progesterone. .11
Faktor lain yang turut perperan dalam patogenesis kanker ovarium adalah
faktor genetik. Kanker ovarium terjadi akibat dari akumulasi perubahan genetik
yang mengarah ke transformasi keganasan yang berasal dari kista jinak kemudian
bermodifikasi menjadi tumor yang berpotensi keganasan rendah dan pada
akhirnya berkembang menjadi kanker ovarium invasif. Pada jenis tumor tersebut
ditemukan mutasi dari K-ras, H-ras dan N-Ras. Seorang wanita yang dilahirkan
dengan mutasi BRCA hanya memerlukan satu “hit” pada allel pasangannya yang
normal untuk menghentikan produk BRCA yang memiliki fungsi tumor
suppressor gene. Sehingga kanker yang berkaitan dengan BRCA biasanya akan
muncul sekitar 15 tahun lebih awal daripada kasus-kasus kanker yag bersifat
sporadik. Setelah itu, BRCA-related ovarian cancer nampaknya memiliki
patogenesis molekuler yang berbeda, memerlukan terjadinya inaktivasi p53 untuk
dapat berkembang.12

2.11 Penatalaksanaan Kanker Ovarium


18

Penatalaksanaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium, derajat


diferensiasi, fertilitas dan keadaan umum penderita. Penatalaksanaan utama
adalah operasi pengangkatan tumor primer dan metastasisnya dan bila perlu
diberikan terapi adjuvan seperti kemoterapi, radioterapi (intraperitoneal
radiocolloid atau whole abdominal radiation), imunoterapi dan terapi hormon.20
2.11.1 Penatalaksanaan Kanker Ovarium Stadium I
Pengobatan utama untuk kanker ovarium stadium I adalah operasi yang terdiri
atas histerektomi totalis prabdominalis, salpingooforektomi bilateralis,
apendektomi, dan surgical staging.12,20
Surgical staging adalah suatu tindakan bedah laparotomi eksplorasi yang
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perluasan suatu kanker ovarium dengan
melakukan evaluasi daerah-daerah yang potensial akan dikenai perluasaan atau
penyebaran kanker ovarium. Temuan pada surgical staging akan menentukan
stadium penyakit dan pengobatan adjuvant yang perlu diberikan.12,20
1. Sitologi
Jika pada surgical staging ditemukan cairan peritoneum atau asites, cairan
tersebut harus diambil untuk pemeriksaan sitologi. Sebaliknya, jika cairan
peritoneum atau asites tidak ada, harus dilakukan pembilasan kavum abdomen
dan cairan bilasan tersebut diambil sebagian untuk pemeriksaan sitologi.
Penelitian pada kasus-kasus kanker ovarium stadium IA ditemukan hasil
sitologi positif pada 36% kasus, sedangkan pada kasus-kasus stadium lanjut,
sitologi positif ditemukan pada 45% kasus.12,20
2. Apendektomi
Tindakan apendektomi yang rutin masih controversial. Metastasis ke
apendiks jarang terjadi pada kasus kanker ovarium stadium awal (<4%). Pada
kanker ovrium epithelial jenis musinosum ditemukan metastasis pada 8%
kasus. Oleh karena itu, apendektomi harus dilakukan secara rutin pada kasus
kanker ovarium epithelial jenis musinosum.12,20
3. Limfadenektomi
Limfadenektomi merupakan suatu tindakan dalam surgical staging. Ada
dua jenis tindakan limfadenektomi, yaitu: 12,20
19

a) Limfadenektomi selektif (sampling lymphadenectomy/selective


lymphadenectomy) yaitu tindakan yang hanya mengangkat kelenjar
getah bening yang membesar saja.
b) Limfadenektomi sistematis (systematic lymphadenectomy) yaitu
mengangkat semua kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta.
2.11.2 Penatalaksanaan Kanker Ovarim Stadium II, III dan IV
Pendekatan terapi pada stadium lanjut ini mirip dengan penatalaksanaan kasus
stadium I dengan sedikit modifikasi bergantung pada penyebaran metastasis dan
keadaan umum penderita. Tindakan operasi pengangkatan tumor primer dan
metastasisnya di omentum, usus, dan peritoneum disebut operasi “debulking” atau
operasi sitoreduksi. Tindakan operasi ini tidak kuratif sehingga diperlukan terapi
adjuvant untuk mencapai kesembuhan.12,20
1. Operasi Sitoreduksi
Ada dua teknik operasi sitoreduksi, yaitu20 :
a) Sitoreduksi konvensional, ini adalah sitoreduksi yang biasa
dilakukan, yaitu operasi yang bertujuan membuang massa tumor
sebanyak mungkin dengan menggunakan alat-alat operasi yang
lazim seperti pisau, gunting, dan jarum jahit.
b) Sitoreduksi teknik baru, sangat berbeda dengan sitoreduksi
konvensional yang memakai pisau, gunting, dan jarum jahit.
Dengan teknik baru tersebut dapat dilakukan sitoreduksi dari massa
tumor yang berukuran beberapa milimeter sampai hilang sama
sekali.13
Alat-alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
 Argon beam coagulator, di mana alat electrosurgical ini
mengalirkan arus listrik ke jaringan dengan menggunakan
berkas gas argon. Keuntungan penggunaan alat ini adalah
distribusi energi yang dihasilkan merata terhadap jaringan dan
lebih sedikit mengakibatkan trauma panas dan nekrosis
jaringan.
20

 Cavitron ultrasonic surgical aspirator (CUSA), di mana alat ini


menggabungkan tiga mekanisme kerja dalam satu hand-set,
yaitu: alat fragmentasi jaringan (vibrating tip), alat irrigator
untuk daerah yang difragmentasi dan alat aspirator jaringan
yang difragmentasi. CUSA bekerja sebagai akustik fibrator
dengan frekuensi 23.000 HZ, yang mengubah energi listrik
menjadi energi mekanik.
 Teknik laser.
2. Kemoterapi
Keganasan ovarium tidak dapat disembuhkan tuntas hanya dengan
operasi, kemoterapi anti kanker merupakan tindakan penting yang tidak
boleh absent dalam prinsip terapi gabungan terhadap kanker ovarium,
lebih efektif untuk pasien yang sudah berhasil menjalani operasi
sitoreduksi.12,20
3. Radioterapi
Sebagai pengobatan lanjutan umumnya digunakan pada tingkat klinik
T1 dan T2 (FIGO: tingkat I dan II), yang diberikan kepada panggul saja
atau seluruh rongga perut. Juga radioterapi dapat diberikan kepada
penyakit yang tingkatnya agak lanjut, tetapi akhir-akhir ini banyak
diberikan bersama khemoterapi, baik sebelum atau sesudahnya sebagai
adjuvans, radio-sensitizer maupun radio-enhancer.12,20
Di banyak senter, radioterapi dianggap tidak lagi mempunyai tempat
dalam penanganan tumor ganas ovarium. Pada tingkat klinik T3 dan T4
(FIGO: tingkat III dan IV) dilakukan debulking dilanjutkan dengan
khemoterapi. Radiasi untuk membunuh sel-sel tumor yang tersisa, hanya
efektif pada jenis tumor yang peka terhadap sinar (radiosensitif) seperti
disgerminoma dan tumor sel granulosa.12,20
2.11.3 Pengawasan Setelah Terapi
Rekomendasi pengawasan setelah terapi dari the Society of Gynecologic
Oncologist pada tahun 2011 di antaranya:22
21

- Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan pelvis dan kelenjar getah bening


setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama, setiap 4-6 bulan pada tahun ketiga, dan
setiap 6 bulan pada tahun keempat dan seterusnya.
- Pemeriksaan CA 125 bersifat opsional.
- Lakukan CT scan hanya bila dicurigai ada kekambuhan (rekurensi).

2.12 Pencegahan
2.12.1 Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya mempertahankan orang yang sehat agar tetap
sehat atau mencegah orang sehat menjadi sakit. Upaya pencegahan primer dapat
dilakukan dengan pemberian informasi mengenai kanker ovarium, upaya
pencegahan seperti :
1. Pemakaian pil pengontrol kehamilan
Menurut ACS, perempuan yang menggunakan alat kontrasepsi secara oral
(pil KB) untuk tiga sampai lima tahun diperkirakan mengurangi risiko
terkena kanker indung telur hingga 30 sampai 50 persen lebih rendah.1
2. Operasi sterilisasi atau hysterectomy (pengangkatan rahim)
Dari penelitian ACS, operasi sterilisasi, berupa pengikatan saluran indung
telur untuk mencegah kehamilan, mengurangi 67 persen risiko terkena
kanker indung telur. Sementara untuk pengangkatan rahim, memang
terbukti efektif untuk mencegah kanker rahim.1
2.12.2 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menghambat progresifitas penyakit,
pencegahan ini dapat dilakukan dengan deteksi dan diagnosa dini lalu lakukan
pengobatan yang tepat.13

2.13 Prognosis
Prognosis kanker ovarium tergantung dari stadium penyakit. FIGO membagi
beberapa stadium dan angka harapan hidup dalam 5 tahun untuk masing-masing
stadium.14,20
22

a. Stadium I
Kanker ovarium stadium I dibagi menjadi IA, IB dan IC dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium I memiliki angka harapan hidup
dalam 5 tahun sebesar 89% dengan terapi adjuvant kemoterapi.
b. Stadium II
Kanker ovarium stadium II dibagi menjadi IIA dam IIB dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium II memiliki angka harapan hidup
dalam 5 tahun sebesar 65% dengan terapi adjuvant kemoterapi.
c. Stadium III
Kanker ovarium stadium III dibagi menjadi IIIA, IIIB dan IIIC dari
semua wanita yang terdiagnosis pada stadium III memiliki angka
harapan hidup dalam 5 tahun sebesar 5-75% tergantung pada terapi
modalitas.
d. Stadium IV
Kanker ovarium stadium IV dibagi menjadi IVA dan IVB dari semua
wanita yang terdiagnosis pada stadium IV memiliki angka harapan hidup
dalam 5 tahun sebesar 18% tergantung pada terapi modalitas.
BAB III
KESIMPULAN

Ovarium adalah sepasang organ berbentuk seperti buah almond, terletak di


dekat dinding pelvis lateral, melekat pada mesovarium ligamentum latum uteri.
Ovarium menghasilkan menghasilkan oosit sekunder, mengeluarkan oosit
sekunder (proses ovulasi), dan menyekresikan hormon estrogen, progesteron,
relaksin, dan inhibin.
Kanker ovarium merupakan keganasan yang menjadi penyebab morbiditas dan
mortilitas yang tinggi di dunia. Kanker ovarium menempati urutan penyebab
kematian kelima akibat kanker pada wanita. Kanker ovarium merupakan kanker
yang tumbuh di sel ovarium, kanker ovarium terdiri dari sel yang terus tumbuh
dan sel ini dapat menghancurkan jaringan disekitarnya serta dapat menyebar
(bermetastasis) ke bagian tubuh yang lain.
Kanker ovarium stadium awal pada umumnya tidak memberi tanda dan gejala
yang khas. Perlunya mengenali gejala dan tanda pada kanker ovarium dimana
gejala dapat berupa gejala sistem lain seperti gastrointestinal dan urinarius.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan secara umum termasuk tanda vital, ditemukan
massa pada abdomen bawah dengan konsistensi padat, bentuk irregular, batas
tidak tegas dan terfiksir pada jaringan sekitar.
Pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan seperti penanda tumor, USG, dan
beberapa pemeriksaan lainnya. Baku standar yang diperlukan untuk diagnosis
pasti adalah hasil pemeriksaan histopatologi, penentuan stadium dilakukan
melalui surgical staging. Kanker ovarium dapat dicegah dan diobati namun
kurangnya pengetahuan dan sikap yang tepat tentang kanker ovarium dan
keterlabatan diagnosis karena gejala tidak spesifik menyebabkan penderita dating
berobat dengan keadaan stadium lanjut sehingga angka kematian nya masih
tinggi.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. American cancer society. Key statistic for ovarian cancer.


https://www.google.co.id/amp/s/amp.cancer.org/cancer/ovarian-
cancer/about/key-statistics.html. 2020. (diakses pada tanggal 28 juli
2020)

2. Green Andrew. Ovarian Cancer. http://emedicine.medscape.com.


2020. (diakses pada tanggal: 28 Juli 2020).

3. National Cancer Institute. SEER stat fact sheets: Ovarian cancer.


http://seer.cancer.gov/statfacts/html/ovary.html. 2020. (diakses pada
tanggal: 28 Juli 2020).

4. World Health Organization. Incidence, Mortality and Prevalence by


Cancer Site in Indonesia.
https://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/populations/360-indonesia-
fact-sheets.pdf. 2018 (diakses pada tanggal 28 Juli 2020)

5. Kementrian kesehatan RI. Situasi Penyakit Kanker. Infodatin (pusat


data dan informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia). 2015.
http://www.depkes.go.id/resourse/download/pusdatin/infodatin/infodat
in-kanker.pdf [diunduh pada tanggal: 27 Juli 2020].

6. Doubeni CA, Doubeni ARB, Myers AE. Diagnosis and management


of ovarian cancer. Am Fam Physician 2016;93(11):937-44.

7. Moore KL, Agur AMR. Anatomi klinis : teks dan atlas. Edisi ke-5.
Jakarta: EGC; 2015. Hal 241-50.

8. Tortora, GJ, Derrickson, B. Dasar Anatomi dan Fisiologi. Volume 2


edisi 13. Jakarta: EGC; 2016. Hal:1143-1146.

9. Eroschenko VP. Atlas of histology di Fiore with fungtional


correlation. 12th ed. Moscow: Sans Tache; 2017. p. 300-6.

10. Mescher A. Junqueira's basic histology: text and atlas. 14th ed.
Philadelphia: McGraw-Hill Education; 2016. p. 254-7.

24
25

11. Kumar V, Abbas A., Aster J. Robbins, Cotran. Basic Pathology. 9th
ed. Philadelpha: Elsevier; 2013. p.628-37.

12. Berek, Jonathan S. Berek & Novak's Gynecology. 16th ed.


Philadelphia.: Wolters Kluwer; 2020. P.2541-623.

13. Prat J and FIGO Committee on Gynecologic Oncology. FIGO's staging


classification for cancer of the ovary, fallopian tube, and peritoneum:
abridged republication.GynecolOncol. 2015;87-89.

14. Lisnawati. Gambaran Faktor-faktor risiko penderita kanker ovarium di


RSUD Labuang Baji Makassar [KTI]. Makassar: Fakultas Ilmu
Kedokteran UIN Alaudin Makassar; 2013.

15. Guire VMC, Hartge P, Liao LM, Sinha R, Bernstein L, Cancola AJ, et
al. Parity and oral contraceptive use in relation to ovarian cancer risk
in older women. Cancer Epidemiol Biomakers 2016; 25(7): 1059-63.

16. Cohen CA, Shea AA, Heffron L, Schmelz EM, Roberts PC. The parity
associated microenvironmental niche in the omental fat band is
refractory to ovarian cancer metastasis. Cancer prev res. 2013; 6(11):
1-19.

17. Gong TT, Wu QJ, Vogtmann E, Lin B, Wang YL. Age at menarche
and risk of ovarian cancer. Int J Cancer 2014;132(12): 2894-900.

18. Yoshikawa K, Fukuda T, Uemura R, Matsubara H, Wada T,


Kawanishi M, et al. Age related defferences in prognosis and
prognostic factors among patients with epitheal ovarian cancer.
Molekular and clinical oncology 2018; 9:329-34.

19. Iversen L, Fielding S, Lidegaar DJ, Morch LS, Skovlond CW,


Hannaford PC. Association between contemporary hormonal
contraception and ovarian cancer in women of reproductive age in
Denmark. The BMJ 2018 ; 1(1):1-9.

20. Karlan B, Bristow R, Li AJ. Gynecologic Oncology : Clinical Practice


and Surgery. United States: The McGraw-Hill Companies ; 2012. p.
1447-525.
26

21. Ferdiansyah T, Sofian A, Fatmawati. Hubungan tumor marker CA-125


dengan sifat dan tipe sel tumor ovarium di RSUD Arifin Achmad
Pekanbaru. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau; 2014.

22. Salani R, Backers FJ, Fung MF et al. Posttreatment surveillance and


diagnosis of recurrence in women with gynaecologic oncologist
recommendations. Am J Obstet Gynecol 2011; 204(6):466-78.

Anda mungkin juga menyukai