Anda di halaman 1dari 40

CARCINOMA

NASOFARING
Pembimbing :
dr. Deksa Muhammad Nurfitrian W., Sp.THT-KL

Disusun Oleh :
Mohamad Rafli
DEFINISI
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari
epitel mukosa nasofaring, jaringan penyangga/ lunak atau kelenjar
yang terdapat pada nasofaring.
EPIDEMIOLOGI
• Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4
setelah kanker payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru.
• Kasus baru nasofaring muncul 87.000 setiap tahunnya
• Pria : wanita / 3:1, Angka kematian lebih tinggi pada pria dan
60% pasien berusia antara 40 hingga 50 tahun.
• Angka kejadian tertinggi di dunia terdapat di propinsi Cina
Tenggara. Kanker nasofaring sangat jarang ditemukan di daerah
Eropa dan Amerika Utara.
ETIOLOGI
Penyebab timbulnya KNF masih belum jelas ( multifaktor ), tetapi ada 3
faktor :

01 02
Faktor Genetik Faktor Virus
( Ras mongoloid ) Memiliki resiko 6X Epstein Barr Virus (EBV) 99% buktinya dengan ditemukan :
lebih besar. Berhubungan dengan 1. antibody terhadap antigen EBV dalam serum.
Human Leucocyte Ag. 2. antigen inti EBV dalam sel tumor nasofaring
3. DNA EBV pada jaringan kanker nasofaring
4. mRNA – EBV di sel kanker nasofaring

03
Faktor Lingkungan
- Ikan asin /makanan yang diawetkan
- Merokok, minum alkohol
- Polusi asap kayu bakar, asap pabrik, bahan karsinogenik
- Gas kimia dan kondisi lingkungan yang buruk
ANATOMI
Nasofaring = Rinofaring =
Epifaring :
Ruang yang terletak
- di bawah tengkorak,
- di belakang kavum nasi,
- di atas palatum.
BATAS

● Anterior : koane / nares posterior


● Posterior : setinggi kolumna vertebra C1-2
● Inferior : dinding atas palatum mole
● Superior : basis kranii (os occipital & sfenoid)
● Lateral : fossa Rosenmü lleri (recessus
pharyngeus), tuba eustachius kanan & kiri
HISTOLOGI
Secara histologis mukosa nasofaring dibentuk oleh:
● Epitel berlapis silindris bersilia yang ke arah orofaring akan
berubah menjadi epitel berlapis pipih.
● Epitel berlapis pipih pada sebagian besar dinding belakang
nasofaring, sisanya epitel selapis silindris bersilia.
● Epitel peralihan (transitional ephitelium)didapatka diantara epitel-
epitel diatas dan terutama didinding lateral didaerah fosa
rosenmuller.
LOKALISASI
• Fossa Rossenmü lleri (tersering), terletak di superoposterior tuba
eustachius.
• Sekitar tuba Eustachius
• Dinding belakang nasofaring
• Atap nasofaring
KLASIFIKASI HISTOPATOLOGI WHO (1982 )
- Tipe WHO 1 : (29%)
1. Termasuk Squamous Cell Carsinoma (SCC) keratinisasi
2. Diferensiasi baik sampai sedang
3. Sering exophitik ( Tumbuh dipermukaan ) Tipe 1
4. Prognosis lebih buruk, kurang sensitif radiasi

- Tipe WHO 2 :(14%)


1. Termasuk Karsinoma Non Keratinisasi (KNK)
2. Paling banyak variasi
3. Menyerupai karsinoma transisional Tipe 2

- Tipe WHO 3 : (57%)


1. Karsinoma Tanpa Diferensiasi (KTD)
2. Termasuk, antara lain : karsinoma anaplastik, “clear cell
carcinoma”, varian sel spindel Tipe 3
3. Lebih radiosensitif prognose lebih baik
TRIAS GEJALA

Tumor leher Gejala intrakranial Gejala intrakranial

Gejala telinga Gejala telinga Tumor leher

Gejala hidug Gejala hidung Gejala hidung


MANIFESTASI KLINIS

Gejala Dini :

Telinga Hidung
● Tinitus ● Pilek Kronik

● Rasa nyeri ( otalgia ) ● Ingus/ dahak bercampur darah

● Penurunan fungsi pendengaran ● Epistaksis ringa/ sumbatan hidung

● Grebek - grebek
MANIFESTASI KLINIS

Gejala Lanjut :

Ekspansif Infiltratif
• Ke muka, menyumbat koane, sehingga terjadi a. Ke atas, masuk ke foramen laserum ke endokraium
buntu hidung/ anosmia. → sindroma petrospenoidal : symptom
• Ke bawah, mendesak palatum terjadi - sakit kepala → akibat destruksi tulang
gangguan menelan dan sesak. - Paresis N.III,IV,VI → diplopia
- Paresis N.V → trigeminal neuralgia,
reflek ;;;;;;;;;;;;; kornea menurun, paresis otot
penguyah.
MANIFESTASI KLINIS

Gejala Lanjut :

Infiltratif
b. Ke samping, melalui basis kranii posterior, foramen jugulare → sindroma parotidian,
gejala :
- menekan N.IX,X → paresis palatum mole; gg. Menelan,regurgitasi, bindeng
- menekan N.XI → kelemahan otot bahu dan leher
- menekan N.XII → deviasi lidah
c. Metastasis
Melalui aliran getah bening terjadi Pembesaran KGB leher (tumor koli), khasnya benjolan
terletak dibawah procesus mastoid, belakang angulus mandibula, sebelah medial
M.sternokleidomastoideus.
DIAGNOSIS

● Anamnesa : ● Pemeriksaan Neurologis :


o Usia: > 40 tahun Pemeriksaan N. Cranialis (I-XII),
o Gejala klinis tentukan (+/-) paresis/ paralisis.

● Pemeriksaan Fisik ● Pemeriksaan THT-KL


o Inspeksi : wajah, mata, rongga o Otoskopi
mulut & leher o Rinoskopi Anterior
o Palpasi : benjolan/ massa leher, o Rinoskopi Posterior
permukaan rata, terfiksir, (-) nyeri o Faringoskopi dan Laringoskopi
tekan.
Pemeriksaan Penunjang

Bisa dari hidung “ blind biopsy “.Dari ●
U/ mengetahui jenis
mulut dg kateter nelaton.

Arahkan pada tumor ke dinding post
pertumbuhan dari
nasofaring. keganasan (proliferasi,

Untuk mengetahui jenis keganasan (WHO ulseratif & infiltratif)

Biopsi Endoskopi

CT scan /
Serologi
MRI


Anti-ebv iga (anti-vca & ●
Mengetahui lokasi tumor
anti-ea) primer, penyebaran ke jar.

Titer EBV DNA (anti-ebv- Sekitar dan metastasis ke
specific dnase) KGB leher.
● Naso endoskopi

● CT -SCAN

a. Fossa Rossenmuller asimetris, berupa penumpulan atau obliterasi


b. Obliterasi atau pergerseran cavum parafaring
KLASIFIKASI TNM ( AJC 2002 )
● T : menggambarkan keadaan tumor (Primarry Tumor)
○ T0 : tidak tampak tumor
○ T1 : terbatas pada nasofaring
○ T2 : meluas ke orofaring dan/atau fossa nasal
○ T2a : tanpa perluasan ke parafaring
○ T2b : dengan perluasan ke parafaring
○ T3 : invasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal
○ T4 : tumor meluas ke intrakranial dan/atau mengenai saraf otak, fossa
intratemporal, hipofaring atau orbita
● N : menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional
○ N0 : tidak ada pembesaran kelenjar
○ N1 : pembesaran kelenjar ipsilateral < 6cm
○ N2 : pembesaran kelenjar bilateral < 6cm
○ N3 : pembesaran kelenjar > 6cm atau ekstensi ke supraclavicular

● M : menggambarkan metastasis jauh


○ M0 : tidak ada metastasis jauh
○ M1 : terdapat metastasis jauh
STADIUM
STADIUM TNM
Sta d iu m I T1, N0, M0
Sta d iu m II A T2a , N0, M0
Sta d iu m II B T1, N1, M0
T2a , N1, M0
T2b , NO -1, MO
Sta d iu m III T1-2, N2, M0
T3, N0-2, M0
Sta d iu m IV A T4, N0-2, M0
Sta d iu m IV B Se m u a T, N3, M0
Sta d iu m IV C Se m u a T, se m u a N, M1
DIAGNOSIS BANDING
● TBC Nasofaring
● Adenoid persistent
● Angiofibroma Nasofaring Juvenillis
● Tumor neurogenik
Tatalaksana
● Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya,dan
didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala dan
stadiumnya.
● Stadium I : Radioterapi
● Stadium II & III : Kemoradiasi
● Stadium IV dengan N < 6cm : Kemoradiasi
● Stadium IV dengan N > 6cm : Kemoterapi dosis penuh dilanjutkan
Kemoradiasi
Tatalaksana
Terapi utama: Radioterapi Terapi adjuvan

Terdapat beberapa jenis radioterapi. Seperti: Kemoterapi sering diberikan bersamaan dengan
- external beam radiation therapy (EBRT) radioterapi (kemoradiasi), sebelum radioterapi
- three-dimensional radiotherapy (neo-adjuvant) atau setelah radioterapi (terapi
- IMRT (Intensity-Modulated Radiation adjuvant).
Therapy) Obat kemoterapi yang sering digunakan:
- brachytherapy (radiasi internal) cisplatin dan 5-fluorouracil (5-FU)
Terapi pada Kasus Persisten

(+) Nodul pada leher

• (+) diseksi leher radikal  pengangkatan m. sternocleidomastoideus, N.


XI dan V. Jugularis Interna
• kelainan leher yang bersifat bilateral  diseksi leher bilateral dengan
mempertahankan V. jugularis interna  menghindari edema cerebri dan
facialis.
Terapi pada Kasus Persisten

Gangguan nasopharynx rekuren/ residual (persisten)

• Radiasi Eksternal (IMRT): lebih bahaya dan menyebabkan cedera pada batang
otak, mata, telinga, kelenjar hipofisis dan lobus temporal.

• Brachytheraphy: memberikan dosis tinggi terhadap tumor dengan sedikit radiasi


pada struktur sekitar.

• Nasopharyngectomy
Follow Up

TAHUN 1 : SETIAP 1-3 BULAN

TAHUN 2 : SETIAP 2-6 BULAN

TAHUN 3-5 : SETIAP 4-8 BULAN

>5TAHUN : SETIAP12BULAN
Prognosis
Menurut AJCC tahun 2010, 5
0 Pasien dengan KNF stadium I-II
yang diterapi dengan radiasi 0 years survival rate pada pasien
dengan KNF Stadium I hingga IV
1 saja (survival rate 5 tahun 
80%/ lebih) 3 secara berturutan sebesar 72%,
64%, 62%, dan 38%.

0 Pasien dengan KNF stadium III-


IV yang diterapi dengan 0 Metastasis  penyebab kematian
utama
2 kemoradioterapi (survival rate
5 tahun  70%) 4
PENYAJIAN KASUS
Anamnesis
Identitas
● Nama : Ny. S
● Jenis Kelamin : Perempuan
● Umur : 47 Tahun
● Alamat : Ketapang
● Pekerjaan : Ibu rumah tangga
● Tanggal Masuk RS : 7 Desember 2009
Anamnesis
Keluhan Utama
• Sakit kepala berdenyut dan hidung tersumbat.

Riwayat Penyakit Sekarang


• Pasien datang ke IGD tanggal 7 Desember 2009 dengan keluhan nyeri kepala berdenyut 5 jam SMRS. Hidung tersumbat
sejak lebih dari 2 bulan SMRS, disertai keluhan kesulitan dalam mencium aroma ( anosmia ). Ketika berbicara pasien
mengeluh lidah terasa berat dan sulit menelan. Pasien juga mengeluhkan sering mimisan dan mimisan 2 kali sebelum
masuk IGD, darah keluar dari kedua lubang hidung secara bergantian. Pasien mengatakan terdapat penurunan nafsu
makan dan berat badan.

Riwayat Penyakit Dahulu


• Hidung sering pilek (sekret) disertai bau.
• Hidung tersumbat.
• Keluar darah dari lubang hidung.
• Telinga sumbat bergantian (unilateral).

 
Riwayat Penyakit Keluarga
• Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan serupa.
Pemeriksaan Fisik Status Lokalis
Telinga
● Inspeksi, Palpasi :

Telinga kanan Telinga kiri

Aurikula Edema (-), hiperemis (-), massa (-). Edema (-), hiperemis (-), massa (-).

Preaurikula Edema (-), hiperemis (-), massa (-), fistula (-), Edema (-), hiperemis (-), massa (-), fistula (-),
abses (-). abses (-).

Retroaurikula Edema (-), hiperemis (-), massa (-), fistula (-), Edema (-), hiperemis (-), massa (-), fistula (-),
abses (-). abses (-).

Palpasi Nyeri pergerakan aurikula (-), nyeri tekan Nyeri pergerakan aurikula (-), nyeri tekan
tragus (-). tragus (-).
Pemeriksaan Fisik Status Lokalis
Telinga
● Otoskopi :

Telinga kanan Telinga kiri

MAE Edema (-), hiperemis (-), serumen (-), Edema (-), hiperemis (-), serumen (-),
furunkel (-). furunkel (-).

Membran timpani Intak, berwarna putih, refleks cahaya Intak, berwarna putih, refleks cahaya
↓. ↓.
Pemeriksaan Fisik Status Lokalis
Telinga
● Fungsional (Tes Pendengaran / Garpu Tala) : Tidak dilakukan pemeriksaan

Hidung dan Sinus Paranasal


● Inspeksi, Palpasi :

○ Deviasi tulang hidung (-), bengkak daerah hidung dan sinus paranasal (-)

○ Krepitasi tulang hidung (-), nyeri tekan hidung dan sinus paranasal (-)
Pemeriksaan Fisik Status Lokalis
Hidung dan Sinus Paranasal
1. Rinoskopi Anterior :
Rinoskopi anterior Cavum nasi dextra Cavum nasi sinistra
Mukosa hidung Hiperemis (-), sekret (-) mukus purulen, Hiperemis (-), sekret (-) mukus
massa (-), atrofi (-). purulen, massa (-), atrofi (-).

Septum Deviasi (-), dislokasi (-). Deviasi (-), dislokasi (-).


Konka inferior dan media Edema (-), atrofi (-). Edema (-), atrofi (-).

Meatus inferior dan media Sekret (-), polip (-). Sekret (-), polip (-).

2. Rinoskopi Posterior : tidak dilakukan pemeriksaan


Pemeriksaan Fisik Status Lokalis
Rongga Mulut dan Tenggorokan
● Inspeksi, Palpasi :
○ Lidah : deviasi ke arah kiri
○ Uvula : tidak ada deviasi
○ Mukosa : hiperemis (-), edema (-)
○ Tonsil : T1-T1

● Laringoskopi Indirek : tidak dilakukan pemeriksaan

Saraf Kranial
● Inspeksi, Palpasi :
○ I : Anosmia VIII : N
○ II :N IX dan X : gangguan menelan
○ III, IV, danVI :N XI : paralisis otot lidah
○ V :N XII : N
○ VII :N
Pemeriksaan Fisik Status Lokalis
KGB Servikal
● Terdapat pembesaran KGB servikalis superfisial kanan, dengan
karakteristik :
○ Keras
○ Tidak nyeri tekan
○ Ukuran 1-2 cm
○ Terfiksir/imobil
Pemeriksaan Penunjang yang Diusulkan

● Pemeriksaan radiologi :
○ Foto Rontgen hidung dan sinus paranasal (AP, Lateral, Waters)
○ Endoskopi (Nasofaringoskop)
● Biopsi nasofaring
● Pemeriksaan Patologi Anatomi
● Laboratorium :
○ Serologi IgA-anti VCA dan IgA-anti EA
○ Pemeriksaan darah rutin
○ Fungsi hati
○ Fungsi ginjal
Diagnosis dan Diagnosis Banding
● Diagnosis kerja

○ Karsinoma Nasofaring Stadium IV

● Diagnosis banding

○ Angiofibroma Nasofaing Belia


Tatalaksana
● Medikamentosa :
○ Radioterapi.
○ Terapi tambahan.
■ Diseksi leher
■ Pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin
dan antivirus.

○ Perawatan Paliatif
- Pasien dengan pengobatan radiasi
■ Mulut kering diatasi dengan makan yang berkuah, banyak minum, dan mencoba
memakan dan mengunyah bahan yang asam sehingga merangsang keluarnya air
liur.
■ Atasi infeksi sekunder yang terjadi.
- Metastasis jauh
■ Pengobatan simptomatis untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.
Prognosis
● Pada stadium dini pengobatan yang diberikan memberikan hasil yang baik.
● Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai