NASOFARING
Pembimbing:
dr. Andika Zayani M. Ked (ORL-HNS), Sp.
THT-KL
Anatomi
Definisi
Karsinoma nasofaring merupakan tumor ganas daerah kepala dan
leher atau di daerah nasofaring yang paling banyak ditemukan di
Indonesia.
Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker payudara, kanker leher
rahim, dan kanker paru.
KNF terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan wanita adalah
3:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun.
Angka kejadian tertinggi di dunia terdapat di propinsi Cina Tenggara yakni sebesar 40 - 50 kasus
kanker nasofaring diantara 100.000 penduduk. Kanker nasofaring sangat jarang ditemukan di
daerah Eropa dan Amerika Utara dengan angka kejadian sekitar <1/100.000 penduduk.
Patogenesis
Hampir semua sel KNF mengandung komponen dari virus Epstein-Barr (EBV), dan
kebanyakan orang dengan KNF memiliki bukti pernah terinfeksi oleh virus ini dalam darah.
Hubungan antara infeksi EBV dan KNF sangat kompleks dan belum sepenuhnya dipahami.
Infeksi EBV saja tidak cukup untuk menyebabkan KNF. Faktor-faktor lain, seperti gen
seseorang, dapat mempengaruhi bagaimana tubuh menghadapi infeksi EBV, yang pada
gilirannya dapat mempengaruhi kontribusi EBV dalam perkembangan KNF. Pada beberapa studi
yang lain, dikatakan bahwa alkohol dan rokok memiliki peran dalam terbentuknya KNF.
Agar sebuah kanker bisa terjadi, maka sel-sel yang terkena zat karsinogen harus
mengalami dua tahapan, yaitu yang disebut sebagai tahap inisiasi dan tahap promosi. Tahap
inisiasi dari kanker biasanya terjadi secara cepat dan menimbulkan kerusakan secara langsung
dalam bentuk terjadinya mutasi pada DNA. Mekanisme perbaikan DNA akan mencoba
melakukan perbaikan tetapi bila mekanisme tersebut gagal, maka kerusakan tersebut akan
terbawa pada sel anak yang dihasilkan dari proses pembelahan. Dalam tahap promosi, akan
terjadi perkembangbiakan pada sel yang rusak, dimana hal tersebut biasanya terjadi ketika sel-sel
yang mengalami mutasi tersebut terkena bahan yang bisa mendorong mereka untuk melakukan
pembelahan secara cepat. Seringkali terdapat jeda waktu yang cukup panjang diantara kedua
tahapan tersebut. Tahap promosi tersebut sebenarnya adalah sebuah tahap yang membutuhkan
pengulangan agar sel yang rusak tersebut mampu berkembang biak lebih lanjut menjadi kanker.
Stadium
Stadium T N M
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T1 N1 M0
T2 N0-N1 M
Stadium III T1-T2 N2 0
T3 N0-N2 M
Stadium IVA T4 N0-N2 0
Stadium IVB T1-T4 N3 M0
Stadium IVC T1-T4 N0-N3 M1
Diagnosis
1. Anamnesis
Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus, otalgia, hidung tersumbat, lendir
bercampur darah. Pada stadium lanjut dapat ditemukan benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf,
diplopa, dan neuralgia trigeminal (saraf III, IV, V, VI).
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan status generalis dan status lokalis
- Pemeriksaan nasofaring:
1. Rinoskopi posterior
2. Nasofaringoskop (fiber/rigid)
3. Laringoskopi
Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band Imaging) digunakan untuk skrining, melihat
mukosa dengan kecurigaan kanker nasofaring, panduan lokasi biopsi, dan follow up terapi pada kasus-
kasus dengan dugaan residu dan residif.
3. Pemeriksaan Radiologi
a. CT Scan
Pemeriksaan radiologik berupa CT scan nasofaring mulai setinggi sinus frontalis sampai dengan klavikula,
potongan koronal, aksial, dan sagital, tanpa dan dengan kontras. Teknik pemberian kontras dengan injector
1-2cc/kgBB, delay time 1 menit. CT berguna untuk melihat tumor primer dan penyebaran ke jaringan sekitarnya
serta penyebaran kelenjar getah bening regional.
b. USG Abdomen
Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila dapat keraguan pada kelainan yang ditemukan dapat
dilanjutkan dengan CT Scan Abdomen dengan kontras.
c. Foto Thoraks
Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan
Thoraks dengan kontras.
d. Bone Scan
Untuk melihat metastasis tulang.
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi
Perhatian pertama harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering
disebabkan oleh kerusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak
yang dapat dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa
minuman kemana pun pergi dan mencoba mengunyah bahan yang rasa asam sehingga
merangsang keluarnya air liur.
Dukungan Paliatif
1. Penyintas kanker sebaiknya memiliki BB ideal dan menerapkan pola makan yang sehat, tinggi
buah, sayur dan biji-bijian, serta rendah lemak, daging merah dan alkohol.
2. Direkomendasikan untuk mempertahankan atau meningkatkan aktivitas fisik pada pasien
karsinoma nasofaring selama dan setelah pengobatan untuk meningkatkan pembentukan massa
otot, fungsi fisik dan metabolisme tubuh.
3. Direkomendasikan bagi para penyintas kanker untuk terus melakukan aktivitas fisik sesuai
kemampuan secara teratur dan menghindari sedentari.
Prognosis
Prognosis pasien dengan KNF dapat sangat berbeda antara
subkelompok yang satu dengan subkelompok yang lain. Penelitian tentang
faktor-faktor yang dapat memengaruhi prognosis masih terus berlangsung
hingga saat ini. Kebanyakan faktor-faktor prognosis bersifat genetik ataupun
molekuler. klinik (pemeriksaan fisik maupun penunjang).