Anda di halaman 1dari 90

MODUL 5

PENATALAKSANAAN AWAL NEOPLASMA


KELOMPOK 6
Tgk Fikri Ardiansyah (170610004)
Fadhilah Amirah Nst (170610006)
Harida Fitri (170610026)
Nawal Aflah Kamila (170610048)
Siratul Wahyuni (170610054)
Cut Rizka Balqis Putri (170610040)
Sakila Ersa Putri (170610036)
Farida Mustafafi (170610074)
Yaiza Aynaya Mailyn (170610072)
Rizky Adinda (170610032)
Rahma Khairani Ramsi (170610060)

TUTOR : dr.Julia Fitriany M.ked(Ped),Sp.A


Jump 1terminologi
1. Faring Hiperemis
Keadaan faring yang kemerahan karena pelebaran pembuluh darah disekitarnya
akibat respon inflamasi.
2. Laringoscopy direct
Pemeriksaan dengan melihat bagian belakang tenggorokan, laring, pita suara dengan
laringocopy.
3. FNAB KGB
Suatu tindakan pengambilan sebagian jaringan tubuh manusia dengan alat aspirator
berupa jarum suntik bertujuan untuk diagnosis penyakit tumor.
4. Coin Lession
Massa dalam paru berdiameter kurang lebih 3 cm.
5. Konjungtiva Subanemis
Kondisi konjungtiva (selaput lendir) yang melapisi permukaan dalam kelopak mata
dan permukaan luar bola mata berwarna putih dan kelihatan pucat.
Jump 2 dan 3
Rumusan masalah dan hipotesa
1. Mengapa raja mengalami batuk,napas agak sesak, suara serak serta nyeri tenggorokan?
batuk  krna tertekannya hipofaring, disertai sekret yg mengalir kedalam laring
-Sesak nafas  adanya sumbatan jalan napas oleh massa tumor,tumpukan kotoran/sekret maupun fiksasi pita
suara
Suara serak  disebabkan ganguan fungsi fonasi
-nyeri tenggorok  krna adanya tumor yang mengenai struktur ekstra laring
2. Apakah ada hubungan usia, jk, pekerjaan & riwayat perokok pd raja dengan keluhannya ?
ada
-resiko pd usia tua (70-80 th)
-laki:pr = 5:1
-rokok, alkohol, paparan radiasi
-pekerjaan = terpapar debu kayu, polusi & asbestosis
3. Apa penyebab penurunan berat badan pd raja?
-Krna adanya perubahan metabolisme tubuh  dipakai oleh sel kanker laring
-sulit menelan krna nyeri  penurunan bb
4. Bagaimana interpretasi pem fisik pak raja?
-konjungtiva anemis  kondisi selaput lendir berwarna putih dan terlihat pucat
-faring hiperemis  pelebaran pd pembuluh darah disekitar farign akibat respon inflamasi
-limfadenopati  pembengkakakn pd kel limfa yang sudah metastasis dan tidak mobile dan sudah
menunjukkan stadium lanjut

5. Apa tujuan dari pemeriksaan laryngoscopy direct & biopsi FNAB KGB?
Untuk melihat batas irreguler ,warna ,karakteristik dan mobilitas pita suara
-laryngoscopy direct  untuk melihat mobilitas pita suara
-Biopsi  untuk mendeteksi tipe tumor

6. Apa pemeriksaan penunjang yg bisa dilakukan pd raja?


foto torax, CT scan, biopsi laring, px darah,patologi anatomi

7. Apa Dx dan DD pd kasus raja?


-Dx  Ca laring
-DD  Tb laring, tumor jinak laring, Ca paru,
8. Apa etiologi dari penyakit raja?
Belum diketahui, bisa krna polusi udara, rokok, paparan sinar radioaktif, radiasi

9. Apa saja tingkatan stadium pada kanker ?


 -Stadium 0. Disebut juga carcinoma in situke sel lain.
 Stadium I. Sel abnormal di laring telah berubah menjadi kanker, berukuran kecil,
namun belum menyebar.
 Stadium II. Kanker bertambah besar namun belum menyebar.
 Stadium III. Kanker bertambah besar dan mulai menyebar ke jaringan terdekat
atau kelenjar getah bening.
 Stadium IV. Kanker telah menyebar ke jaringan dan organ tubuh lain yang
letaknya jauh dari laring. Kondisi ini disebut metastasis.

10. Apakah keluhan yg dirasakan raja ada hubungan dengan penyakit ayahnya ?
Tidak ada hubungan dengan Ca paru yg dialami ayahnya, namun riwayat genetik kanker ada
11. Apa tatalaksana untuk penyakit raja ?
-stadium I = radiasi
-stdium II& III = operasi
-stadium IV = laringektomi total, diseksi leher radikal

12. Bagaimana prognosis dan komplikasi dari penyakit raja ?


Prognosis tergantng stadium:
-stadium I = 90-95%
-stadium II = 70-85%
-stadium III = 60-70%
-stadium IV = 40-45 %
Komplikasi  kehilangan suara, penurunan BB, penurunan sist imun, kematian
Jump 4 Neoplasma sistem
respirasi
Skema
CA Sistem Ca Pernapasan
Pernapasan Atas Tumor mediastinum
Bawah

Ca
Ca Laring Ca Paru
NasoFaring

Epidemiologi, Etiologi, Manifestasi


Klinis, Patogenesis

Pemeriksaan
Penunjang
Pem.
Radiologi Patalogi
Laboratorium
Anatomi

Diagnosa dan Prognosis dan


Tata Laksana
Diagnosa Banding Komplikasi
Jump 5
1. Carsinoma Sistem Pernapasan Atas
a. Ca naso faring
b. Ca laring
2. Carsinoma Sistem Pernapasan Bawah
a. Ca paru
3. Tumor Mediastinum
CA Nasofaring
Definisi
 Kanker Nasofaring adalah jenis kanker yang tumbuh di rongga belakang hidung dan
belakang langit-langit rongga mulut.Karsinoma nasofaring merupakan kanker ganas
yang tumbuh di daerah nasofaring dengan predileksi di fossa Rossenmuller pada
nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid berubah menjadi
epitel squamosa

Etiologi
 Berdasarkan data IARC (International Agency for Research on Cancer) tahun 2002
ditemukan sekitar 80,000 kasus baru KNF diseluruh dunia dan banyak ditemukan di
negara Cina bagian Selatan, Asia, Mediterania dan Alaska.Meskipun banyak
ditemukan di negara dengan penduduk non- Mongoloid,namun demikian di daerah
Cina bagian selatan masih menduduki tempat tertinggi,yaitu mencapi 2500 kasus baru
per tahun atau prevalensi 39,84 per 100.000 penduduk untuk propinsi
Guangdong.Penduduk di provinsi Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi
ikanyang diawetkan (diasap, diasin). Di dalam ikan yang diawetkan dijumpai
substansiyang bernama nitrosamine yang terbukti bersifat karsinogenik.
Faktor risiko
 KNF merupakan penyakit multifaktorial dan belum
diketahui secara pasti penyebabnya. Beberapa faktor risiko
yang kini masih diteliti di antaranya: faktor genetik, infeksi
Epstein-Barr virus, diet, dan lingkungan.

Faktor genetik
 Karsinoma nasofaring tercatat sebagai keganasan yang
jarang terjadi di sebagian besar populasi dunia. Namun,
keganasan ini tercatat sering terjadi di Cina selatan, Asia
Tenggara, Kutub Utara, dan Timur Tengah / Afrika Utara.
Distribusi ras / etnis dan geografis khas pada KNF di
seluruh dunia menunjukkan bahwa faktor lingkungan dan
sifat-sifat genetik berkontribusi untuk perkembangan
keganasan ini.
Infeksi Virus Eipstein-Barr (EBV)
 Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang termasuk dalam famili
Herpesvirus yang menginfeksi lebih dari 90 % populasi manusia di
seluruh dunia dan merupakan penyebab infeksi mononukleosis. Infeksi
EBV berasosiasi dengan beberapa penyakit keganasan jaringan limfoid
dan epitel seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T, Hodgkin disease,
karsinoma nasofaring (KNF), karsinoma mammae dan karsinoma
gaster.KNF adalah neoplasma epitel nasofaring yang sangat konsisten
dengan infeksi EBV.Infeksi primer pada umumnya terjadi pada anak-
anak dan asymptomatik. Infeksi primer dapat menyebabkan persistensi
virus dimana virus memasuki periode laten di dalam limfosit B memori.
Periode laten dapat mengalami reaktivasi spontan ke periode litik
dimana terjadi replikasi DNA EBV, transkripsi dan translasi genom virus,
dilanjutkan dengan pembentukan (assembly) virion baru dalam jumlah
besar sehingga sel pejamu (host) menjadi lisis dan virion dilepaskan ke
sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV mengekspresikan antigen virus yang
spesifik untuk masing-masing periode infeksi.
Gejala Dini Gejala Telinga:
1.Kataralis/sumbatan tuba Eutachius
Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan
gangguan pendengaran.Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini.
2.Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga.
Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana
rongga teliga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak,
sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran.

Gejala Hidung:
1.Mimisan
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi
pendarahan hidung atau mimisan.Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya
sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.
2.Sumbatan hidung
Sumbutan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung
dan menutupi koana.Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan
gangguan penciuman dan adanya hingus kental.

Gejala Mata dan Saraf:


Diplopia dan gerakan bola mata terbatas.
Gejala Lanjut
1.Limfadenopati servikal
Tidak semua benjolan leher menandakan pemyakit ini.Yang khas jika timbulnya di daerah
samping leher, 3-5 cm di bawah daun telinga dan tidak nyeri.Benjolan ini merupakan pembesaran
kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum sel tumor ke bagian tubuh yang lebih
jauh.Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot
di bawahnya.Kelenjarnya menjadi lekat pada otot dan sulit digerakan.Keadaan ini merupakan
gejala yang lebih lanjut lagi.Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang
mendorong pasien datang ke dokter.

2.Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar.


Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan
kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan gejala akibat
kelumpuhan otak syaraf yang sering ditemukan ialah penglihatan dobel (diplopia), rasa baal (mati
rasa) di daerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, bahu, leher dan gangguan
pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat
akibat penekanan tumor ke selaput otak, rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot
rahang yang terkena tumor
3.Gejala akibat metastasis jauh
Sel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran
limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya
jauh dari nasofaring.Yang sering ialah pada tulang, hati
dan paru.Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium
dengan prognosis sangat buruk
Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi/ palpasi: benjolan pada leher (lateral)
 Massa di nasofaring (rinoskopi, laringoskopi)
 Otoskopi, tes pendengaran
 Pemeriksaan saraf cranial
Pemeriksaan Penunjang
1.Pemeriksaan radiologi konvensional foto tengkorak potongan antero-
postoriolateral, dan posisi waters tampak jaringan lunak di daerah nasofaring.
Pada foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang daerah fosa
serebri media.
2.CT-Scan leher dan kepala
Merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan stadium
tumor dan perluasan tumor.Pada stadium dini terlihatasimetri torus tubarius
dan dinding posterior nasofaring. Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui
ada tidaknya metatasis jauh.
3.Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadapvirus Epsten-
Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA dan lg A anti EA.
4.Pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaringbelum jelas
dengan pembesaran kelenjar leher yang diduga akibatmetastaisis KNF.
5.Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring.
Biopsi nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : dari
hidung atau dari mulut.
6.Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (
blind biopsy ). Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan
kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung.Kemudian
dengan kaca laring di lihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan
dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai
nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, masa tumor
akan terlihat lebih jelas.
7.Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi
adanya metatasis.
Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring.Penatalaksanaan pertama untuk
karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
2.Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada karsinoma nasofaring ternyata
dapat meningkatkan hasil terapi.Terutama diberikan pada stadium lanjut atau
pada keadaan kambuh.

3.Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi
leher radikal dan nasofaringektomi.Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kekambuhan kelenjar dengan syarat bahwa
tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologik dan serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif
yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada
nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan cara lain.
4.Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring adalah virus
Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat diberikan imunoterapiPrognosis
Secara keseluruhan, angka bertahan hidup 5 tahun adalah 45 %. Prognosis diperburuk oleh
beberapa faktor, seperti:
 Stadium yang lebih lanjut
 Usia lebih dari 40 tahun
 Ras Cina dari pada ras kulit putih
 Adanya pembesaran kelenjar leher
 Adanya kelumpuhan saraf otak
 Adanya kerusakan tulang tengkorak
 Adanya metastasis jauh

Komplikasi
Telah disebutkan terdahulu, bahwa tumor ganas nasofaring dapat menyebabkan penurunan
pendengaran tipe konduksi yang refersibel.Hal ini terjadi akibat pendesakan tumor primer
terhadap tuba Eustachius dan gangguan terhadap pergerakan otot levator pelatini yang berfungsi
untuk membuka tuba. Kedua hal diatas akan menyebabkan terganggunya fungsi tuba.
Ca Laring
Carsinoma laring adalah pertumbuhan dan
pembelahan sel khususnya sel skuamosa laring yang
tidak normal/abnormal yang terbatas pada pita suara
yang bertumbuh perlahan karena suplai limpatik yang
jarang ketempat sekitar jaringan seperti epiglotis, pita
suara palsu dan sinus-sinus piriformis yang banyak
mengandung pembuluh limfe dan meluas dengan cepat
dan segera bermetastase ke kelenjar limfe leher bagian
dalam. Secara singkatnya,Karsinoma laring adalah
karsinoma (keganasan sel) skuamosa pita suara dan
jaringan sekitarnya.
ETIOLOGI
Penyebab kanker laring belum diketahui dengan pasti. Dikatakan
oleh para ahli bahwa perokok dan peminum alcohol merupakan
kelompok orang – orang dengan resiko tinggi terhadap terjadinya
kanker laring. Penelitian epidemiologic menggambarkan beberapa hal
yang diduga menyebabkan terjadinya kanker laring yang kuat ialah :
1. Merokok dan mengkonsumsi alkohol merupakan etiologi tersering
menyebabkan karsinoma laring sebanyak 89%
2. Sebanyak 5% keganasan laring disebabkan faktor makanan, refluks
gastroesofageal, riwayat radiasi sebelumnya dan infeksi virus
3. Humam papilloma virus tipe 16 dan 18 merupakan etiologi karsinoma
laring dengan frekuensi sebanyak 5-32%.
4. Terpapar zat karsinogen seperti debu kayu, polisiklik hidro karbon dan
asbestos meningkatkan rsiko terjadinya karsinoma laring di negara
berkembang.
EPIDEMIOLOGI
Insiden kejadian karsinoma laring 0,7 % dengan
angka kematian 0,3 %. Jika dideteksi secara dini maka
dapat diterapi secara efektif, tetapi lebih dari 40%
karsinoma laring datang dalam stadium lanjut pada
stadium 3 dan 4. Karsinoma laring lebih sering terjadi
pada usia kurang dari 65 tahun (6,9%) dan > 65 tahun
(2,3%) dengan frekuensi laki-laki dan perempuan 3:1.
Karsinoma laring menempati urutan kedua dari
seluruh keganasan kepala dan leher.
PATHWAY
 DIAGNOSIS
1) Anamnesis:
Gejala Klinis kasinoma laring tergantung lokasi tumor :
a. Tumor supraglotis
- Rasa mengganjal
- Hot potatoes voices/muffle
- Disfagia
- Dipsneu
- Otalgi
- Servikal metastasis
b. Tumor glotis
- Hoarseness
c. Tumor subglotis
- Airway obstruction
Pada pasien dalam stadium lanjut karsinoma laring gejala-gejala tersebut dapat ditemukan
secara bersamaan.
2) Pemeriksaan fisik:
a. Pemeriksaan THT-KL lengkap
b. Pemeriksaan leher :
○ Palpasi : untuk memeriksa pembesaran pada membrane
krikotiroid atau tirohioid, yang merupakan tanda ekstensi tumor
ke ekstra laryngeal. Infiltrasi tumor ke kelenjar tiroid
menyebabkan tiroid membesar dan keras. Memeriksa
pembesaran kelenjar getah bening leher.
c. Pemeriksaan penunjang : indirek laringoskopi, fleksibel
endoskopi.
3) Pemeriksaan radiologi (imaging):
a. Rontgen soft tissue leher AP dan lateral
b. Rontgen thorax
c. CT-Scan laring atau MRI
d. Biopsi dapat dilakukan dengan direk laringoskopi
dalam narkose umum atau dengan fleksibel
laringoskopi dalam narkose lokal
 Penentuan Stadium (AJCC 2010)
1. Tumor supraglotik
 T1 : Tumor terbatas di supraglotik dengan mobilitas pita suara yang
normal
 T2 : Tumor menginvasi mukosa lebih dari satu sisi supraglotis atau glotis
atau daerah diluar supraglotis (mukosa dasar lidah, valekula, dinding
medial sinus piriformis) tanpa adanya invasi laring
 T3 : Tumor terbatas di laring dengan pita suara yang terfiksasi. Tumor
dapat menginvasi area poskrikoid, jaringan pre epiglotis, ruang paraglotik,
dan/ atau erosi kartilago tiroid (kortek bagian dalam)
 T4a : Tumor menginvasi sampai daerah kartilago tiroid dan atau
sudah meluas ke luar laring (trakea, jaringan lunak sekitar leher, termasuk
otot ekstrinsik lidah bagian dalam, strap muscle, tiroid atau esofagus)
 T4b : Tumor menginvasi ruang pre vertebral, sampai ke arteri karotis atau
menginvasi struktur mediastinum
2. Tumor glotik
 T1 : Tumor terbatas di pita suara (dapat melibatkan komissura anterior atau
posterior), mobilitas normal
 T1a : Tumor terbatas pada satu sisi pita suara
 T1b : Tumor mengenai pada dua sisi pita suara
 T2 : Tumor sudah menjalar ke daerah supraglotis dan atau subglotis (dan atau
dengan gangguan mobilitas pita suara)
 T3 : Tumor terbatas pada laring, dengan fiksasi pita suara dan atau
menginvasi ruang para glotik, dan atau erosi kartilago tiroid minor (kortek bagian
dalam)
 T4a : Tumor menginvasi kortek bagian luar dari kartilago tiroid dan atau dengan
penyebaran langsung ekstralaringeal (trakea, jaringan lunak leher, otot instriksik
lidah bagian dalam, strap muscle, tiroid, atau esofagus)
 T4b : Tumor menginvasi ruang pre vertebral, sampai ke arteri karotis atau
menginvasi struktur mediastinum
3. Tumor subglotik
 T1 : Tumor terbatas di daerah subglotik
 T2 : Tumor ekstensi ke pita suara tanpa disertai gangguan
mobilitas pita suara
 T3 : Tumor terbatas pada daerah laring dengan pita suara
yang terfiksasi T4a : Tumor menginvasi sampai daerah
kartilago tiroid dan atau sudah meluas ke luar laring
(trakea, jaringan lunak sekitar leher, termasuk otot ekstrinsik
lidah bagian dalam, strap muscle, tiroid atau esofagus)
 T4b : Tumor menginvasi ruang pre vertebral, sampai ke arteri
karotis atau menginvasi struktur mediastinum
Penyebaran ke kelenjar limfe regional
 Nx : Kelnjar limfe tidak teraba
 N0 : Tidak terjadi metatase regional
 N1 : Metastase pada satu kelenjar limfe servikal ipsilateral, teraba
dengan ukuran diameter < 3cm
 N2a : Metastase ke kelenjar limfe servikal tunggal ipsilateral, teraba
dengan ukuran diameter lebih dari 3cm tapi kurang dari 6cm
 N2b: Metastase ke kelenjar limfe servikal multiple ipsilateral, teraba
dengan ukuran diameter tidak lebih dari 6cm
 N2c: Metastase ke kelenjar limfe servikal bilateral atau kontralateral,
teraba dengan ukuran diameter tidak lebih dari 6cm
 N3 : Metastase ke kelenjar limfe, teraba dengan ukuran diameter
lebih dari 6cm
Metastase Jauh
- Mx : Tidak terdapat/terdeteksi metastase jauh
- M0 : Belum ada metastasis jauh
- M1 : Metastasis jauh

Stadium
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium II T2 N0 M0
Stadium III T3 N0 M0
T1-3 N1 M0
Stadium IVa T1-4a N2 M0
Stadium IVb T4b Semua N M0
Semua T N3 M0
Stadium IVc Semua T Semua N M1
 TERAPI
1. Pembedahan :
o Laringektomi parsial (LP)
o Laringektomi total (LT), dapat dikombinasi dengan:
▪ Diseksi leher fungsional (DLF)
▪ Diseksi leher radikal (DLR)
2. Radioterapi, kemoterapi, dan terapi target

Berdasarkan stadium :
 Stadium I : Radiasi, bila gagal dilanjutkan dengan parsial laringektomi/total laringektomi
 Stadium II : Parsial laringektomi/total laringektomi
 Stadium III : Dengan/tanpa N1: total laringektomi dengan/tanpa diseksi leher, diikuti
radiasi
 Stadium IV : Tanpa pembesaran kelenjar atau metastasis: total laringektomi dan
diseksi leher diikuti radiasi
 Stadium IV (lainnya): Radioterapi, kemoterapi atau terapi target
Ca Paru
 Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak
terkendali dalam jaringan paru yang dapat disebabkan
oleh sejumlah karsinogen lingkungan, terutama asap
rokok. Menurut World Health Organization (WHO),
kanker paru merupakan penyebab kematian utama
dalam kelompok kanker baik pada pria maupun wanita
 Kanker paru adalah semua penyakit
keganasan di paru, mencakup keganasan
yang berasal dari paru sendiri (primer) dan
metastasis tumor di paru.
 Metastasis tumor di paru adalah tumor yang
tumbuh sebagai akibat penyebaran (metastasis)
dari tumor primer organ lain.
 Kanker paru primer yakni tumor ganas yang
berasal dari epitel bronkus.
Epidemiologi

Setiap tahun ada lebih dari 1.4 juta kasus kanker


paru baru di seluruh dunia, yang menyebabkan kira-kira
1.1 juta kematian tiap tahun. Dengan kata lain di seluruh
dunia terdapat 3.000 orang yang meninggal karena
kanker paru setiap harinya dan ini berarti satu orang
setiap 30 detik. Kanker paru dilaporkan sebagai kanker
penyebab kematian terbesar di dunia, dan bertanggung
jawab atas 18.7% kematian akibat kanker serta kanker
pembunuh terbanyak di Eropa.
Etiologi
1. Merokok
Merokok diestimasikan 90% menyebabkan kanker paru-paru pada pria, dan
sekitar 70% pada wanita.
2. Polusi udara
Polusi dari kendaraan bermotor, pabrik, dan sumber lain mungkin
meningkatkan risiko kanker paru-paru.
3. Penyakit Paru,
Penyakit paru seperti tuberkulosis (TBC) dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), juga membuat risiko untuk kanker paru-paru. Seseorang dengan PPOK
memiliki risiko empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru-paru bahkan
ketika pengaruh merokok dikecualikan.
4. Radiasi
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru,
yakni :
a. Proto-oncogen
b. Tumor suppressor gene
c. Gene encoding enzyme.
Patofisiologi
Kanker disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari
mutasi-mutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita
memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang
menyebabkan sel merusak dirinya sendiri dengan apoptosis jika kerusakan
DNA sudah terlalu berat.
Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan
pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus
dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut
biasanya dapat memicu terjadinya kanker.
Kanker sendiri sebenarnya adalah istilah untuk segolongan penyakit
yang ditandai dengan pembelahan sel abnormal dan kemampuan sel-sel
tersebut untuk menyerang jaringan biologis lainnya, baik dengan pertumbuhan
langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ke
tempat yang jauh (metastasis).
Pertumbuhan yang tidak terkendali tersebut disebabkan
kerusakan DNA, dan bahkan menyebabkan mutasi di gen vital yang
mengontrol pembelahan sel. Beberapa buah mutasi mungkin
dibutuhkan untuk mengubah sel normal menjadi sel kanker. Mutasi-
mutasi tersebut sering diakibatkan oleh agen kimia maupun fisik yang
disebut sebagai zat karsinogen. Mutasi tersebut dapat terjadi secara
spontan (diperoleh) ataupun diwariskan (mutasi germline).
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub
bronkus menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi
pengendapan karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen
maka menyebabkan metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia
menembus ruang pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti
invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu
cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini menyebabkan
obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan
supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat
berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya
menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati.
Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur
terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus,
pericardium, otak, tulang rangka
Klasifikasi
Secara garis besar kanker paru dibagi menjadi 2 bagian yaitu Small Cell
Lung Cancer (SCLC) dan Non Small Cell Lung Cancer (NCLC).
1. Small Cell Lung Cancer (SCLC)
Kejadian kanker paru jenis SCLC ini hanya sekitar 20 % dari total
kejadian kanker paru. Namun jenis ini berkembang sangat cepat dan agresif.
Apabila tidak segera mendapat perlakuan maka hanya dapat bertahan 2
sampai 4 bulan.
2. Non Small Cell Lung Cancer
80 % dari total kejadian kanker paru adalah jenis NSCLC. Secara garis
besar dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Adenokarsinoma, jenis ini adalah yang paling banyak ditemukan (40%).
b. Karsinoma Sel Skuamosa, banyaknya kasus sekitar 20 – 30%.
c. Karsinoma Sel Besar, banyaknya kasus sekitar 10 – 15%.
Gejala Klinis
Keluhan utama dapat berupa:
 Batuk-batuk dengan / tanpa dahak (dahak putih, dapat juga purulen),
 batuk darah, sesak napas,
 suara serak,
 sakit dada,
 sulit / sakit menelan,
 benjolan di pangkal leher,
 sembab muka dan leher, kadang-kadang disertai sembab lengan dengan
rasa nyeri yang hebat.
 Tidak jarang yang pertama terlihat adalah gejala atau keluhan akibat
metastasis di luar paru, seperti kelainan yang timbul karena kompresi hebat
di otak, pembesaran hepar atau patah tulang kaki. Gejala dan keluhan yang
tidak khas seperti :berat badan berkurang, nafsu makan hilang, demam
hilang timbul, trombosis vena perifer dan neuropati.
 Stadium Kanker Paru-paru
 Stadium 1. Kanker masih berada di dalam paru-paru dan belum menyebar
ke kelenjar getah bening di sekitarnya. Besarnya tumor pada tahap ini masih
di bawah 5 cm.
 Stadium 2. Tumor berukuran lebih dari 5 cm. Namun berapapun
ukurannya, tumor dapat dikatakan memasuki stadium 2 apabila kanker telah
menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya, otot dan jaringan di
sekitarnya, dan saluran pernafasan (bronkus), kanker menyebabkan paru-
paru kolaps (mengerut), terdapat lebih dari satu tumor berukuran kecil dalam
satu paru-paru.
 Stadium 3. Pada tahap ini, ada sel kanker yang telah menyebar ke kelenjar
getah bening yang berada jauh dari paru-paru atau kanker menyerang
bagian tubuh penting lainnya seperti esofagus (kerongkongan), trakea, atau
pembuluh darah utama di jantung.
 Stadium 4. Kanker sudah menyebar ke kedua paru-paru atau organ tubuh
lain yang jauh dari paru-paru seperti otak dan hati. Selain itu, dapat
dikategorikan stadium 4 apabila kanker menyebabkan penumpukan cairan
pada paru-paru.
Pemeriksaan Fisik
Tumor paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat
memberikan gambaran normal pada pemeriksaan.
Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai
atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau
penekanan vena kava akan memberikan hasil yang lebih
informatif dimana pada pemeriksaan perkusi didapatkan suara
redup dan suara nafas melemah.
Pemeriksaan fisik pada organ lain juga dapat memberikan
data untuk penentuan stage penyakit, seperti pembesaran KGB
atau tumor di luar paru. Metastasis ke organ lain juga dapat
dideteksi dengan perabaan hepar, pemeriksaan funduskopi untuk
mendeteksi peninggian tekanan intrakranial dan terjadinya fraktur
patologis sebagai akibat metastasis ke tulang.
Pemeriksaan Penunjang

 Pemeriksaan radiologis adalah salah satu pemeriksaan


penunjang yang mutlak dibutuhkan untuk menentukan
lokasi tumor primer dan metastasis, serta penentuan
stadium penyakit Jenis pemeriksaan Radiologis yaitu
 a. Foto toraks
 b. CT-Scan toraks
Diagnosa Banding
Kanker paru mempunyai gejala yang spesifik pada saluran
pernafasan, tetapi juga tidak jarang bermanifestasi ke organ lain
dikarenakan kanker sudah bermetastasis ke organ lain sehingga
diagnosa banding di luar kelainan paru harus dipikirkan, diantaranya:
 Benign tumors of the lung
 Bronchitis
 Fungal infections of the lung
 Lung abscess
 Metastatic cancer
 Pneumonia
 TBC
Penatalaksanaan
Menurut Persatuan Ahli Bedah Onkologi Indonesia,
penatalaksanaan/pengobatan utama penyakit kanker meliputi
empat macam yaitu pembedahan, radioterapi, kemoterapi dan
hormoterapi.
Pembedahan dilakukan untuk mengambil ‘massa kanker‘ dan
memperbaiki komplikas yang mungkin terjadi.
Radioterapi dilakukan dengan sinar ionisasi untuk
menghancurkan kanker.
Kemoterapi dilakukan untu membunuh sel kanker dengan obat
anti-kanker (sitostatika).
Hormonterapi dilakukan untuk mengubah lingkungan hidup
kanker sehingga pertumbuhan sel-selnya terganggu dan
akhirnya mati sendiri.
 Mediastinum adalah satu bagian kavitas thorakis yang
dibatasi di lateral oleh pleura mediastinalis, di anterior
oleh sternum dan di posterior oleh kolumna vertebralis.
Mediastinum terbentang dari diafragma di inferior
sampai pintu masuk thorax di superior.
 Mediastinum dibagi ke dalam empat bagian.
Mediastinum superior dipisahkan dari mediastinum
inferior oleh bidang yang terbentang melalui angulus
sterni ke ruang intervertrebalis keempat. Kavitas
perikardialis membagi lebih lanjut mediastinum inferior
menjadi mediastinum anterior, media dan posterior.
ANATOMI
Secara anatomi,

 Mediastinum superior mengandung tymus, trakea


atas, esophagus dan arcus aorta serta cabangnya.

 Mediastinum anterior berisi aspek inferior tymus


maupun jaringan adiposa, limfatik dan areola.
 Mediastinum media mencakup jantung, pericardium,
nervus frenikus, bifukartio trachea dan bronchi
principalis maupun nodi limfatis trakealis dan bronkialis.

 Mediastinum posterior terletak esophagus, nervus


vagus, rantai saraf simpatis, duktus torasikus, aorta
desendens, system azigos dan hemiazigos serta
kelenjar limfe paravertebralis maupun jaringan areola
DEFINISI?
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di
dalam mediastinum yaitu rongga di antara paru-paru
kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar,
pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf,
jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya.
ETIOLOGI
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab
tumor adalah :
 Penyebab kimiawi
 Faktor genetik (biomolekuler)
 Faktor fisik
 Faktor nutrisi
 Faktor bioorganisme
PATOFISOLOGI
 Sebab-sebab keganasan pada tumor masih belum
jelas, tetapi virus, faktor lingkungan, faktor hormonal
dan faktor genetik semuanya berkaitan dengan risiko
terjadi tumor.
 Permulaan terjadinya tumor dimulai dengan adanya zat
yang bersifat initiation yang merangsang permulaan
terjadinya perubahan sel. Diperlukan perangsangan
yang lama dan berkesinambungan untuk memicu
timbulnya penyakit tumor.
Kista dan Tumor Primer
 Banyak jenis jaringan dan susunan organ yang ada di
dalam mediastinum menimbulkan sejumlah neoplasma
yang berbeda secara histologi. Di samping itu, banyak
kelenjar limfe yang ada di dalam mediastinum, dan bisa
terlibat dalam sejumlah penyakit sistemik, seperti
karsinoma metastatik, kelainan granulomatosa, infeksi dan
kelainan jaringan ikat.
 Tumor primer dan kista memberikan banyak variasi
tanda dan gejala klinis. Riwayat alamiah kista dan
tumor mediastinum bervariasi dari pertumbuhan jinak
yang lambat dengan gejala minimum sampai
neoplasma invasive yang agresif yang bermetastasis
luas dan cepat menyebabkan kematian
 Lesi mediastinum anterosuperior yang paling mungkin
adalah neoplasma timus, limfoma atau tumor sel benih.
Lesi mediastinum media yang paling sering adalah kista
pericardial atau bronkogenik, karsinoma primer, limfoma
atau timoma. Tumor neurogenik, kista bronkogenik atau
enteric dan lesi mesenkimal merupakan neoplasma
tersering yang ditemukan pada mediastinum posterior.
GEJALA
 Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien
asimtomatik, pada foto thorax rutin atau bisa
menyebabkan gejala karena efek mekanik local
sekunder terhadap kompresi tumor atau invasi struktur
mediastinum. Gejala sistemik bisa non spesifik atau
bisa membentuk kompleks gejala yang sebenarnya
patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan
 Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi
utama.
 Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
 Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava
superior.
 Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
 Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada
nervus vagus.
DIAGNOSA
 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
 Rontgenografi (CT scan dan Foto Thorax)
 Ultrasonografi (USG)
 USG Germ Cell Mediastinum
 Tomografi Komputerisasi
 Magnetic Resonance Imaging
 Biopsy
JENIS-JENIS TUMOR MEDIASTINUM
Jenis tumor di rongga mediastinum dapat berupa tumor jinak atau tumor ganas dengan
penatalaksanaan dan prognosis yang berbeda. Tumor mediastinum yang sering dijumpai
yaitu:
 Mediastinum superior : struma, adenoma paratiroid dan limfoma.
 Mediastinum anterior : struma, timoma, teratoma, adenoma paratiroid, limfoma,
fibroma, limfagioma hemangioma, dan hernia morgagni.
 Mediastinum medius : kista bronkogenik, limfoma, kista pericardium, aneurisma, dan
hernia.
 Mediastinum posterior: tumor neurogenik, fibrosarkoma, limfoma, aneurisma,
kondroma, hernia bochdalek.
THYMOMA
CT SCAN THYMOMA
RONTGENOGRAFI THYMOMA
LIMFOMA HODGKIN
TERATOMA
BENIGN TERATOMA
NEUROFIBROMA
GANGLIOMA
NEUROBLASTOMA
Gambaran neuroblastoma metastase
KISTA PERIKARDIAL
KISTA BRONKOGEN
DIAGNOSA BANDING
 Pada diagnosis differensial tumor mediastinum di
samping tumor primer atau kista juga harus
dipertimbangkan proses patologik sekunder. Dalam hal
ini penting apakah penderita pada umur anak atau
orang dewasa.
 Presentase kelainan maligna pada anak lebih tinggi.
Pada orang dewasa, tumor yang sering terdapat di
mediastinum adalah tumor neurogen, kista
(bronkhogen, pericardial atau enterogen), thymoma dan
limfoma. Dalam golongan umur ini harus
dikesampingkan kelainan yang berkesan tumor seperti
tumor paru, pneumothorax, struma, aneurisma, proses
inflamasi atau hernia.
PNEUMOTHORAX
TUMOR PARU
Left Ventricular Aneurysm (LVA)
PENGOBATAN
 Secara umum, tumor ganas mediastinum seperti
limfoma, tumor germ sel, atau timoma berespon baik
terhadap terapi yang dilakukan secara agresif yang
mencakup perawatan, radiasi dan kemoterapi. Tumor
jinak terkadang lebih mudah diatur penanganannya jika
pasien asimptomatik.
 Pasien dengan massa di mediastinum beresiko untuk
terjadinya kolaps / obstruksi saluran napas atau
gangguan hemodinamik jika menjalani anestesi umum.
PROGNOSIS
 Prognosis Tumor Mediastinum jinak cukup baik,
terutama jika tanpa gejala. Berbeda variai prognosisnya
pada pasien dengan tumor mediastinum ganas, dimana
hasil diagnostik spesifik, derajat keparahan penyakit,
dan keadaan spesifik pasien yang lain (komorbid) akan
mempengaruhi.
 Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik
terhadap terapi konvensional. Besarnya variasi
individual penyakit mengakibatkan terjadinya berbagai
kelainan mediastinum beragam.
KOMPLIKASI
 Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum
adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esophagus

Anda mungkin juga menyukai