KELOMPOK 21
BLOK 2.6
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
A. STEP 1 : Terminologi
1. Efusi pleura bilateral : Adanya cairan di dalam cavum pleura pada kedua paru
2. Onkologi : Sub bidang medis yang mempelajari tumor
3. Kanker paru : Sel yang tumbuh secara tidak terkendali pada paru
4. Mimisan : Perdarahan akut yang berasal dari lubang atau ringga hidung
5. Biopsi : Pengambilan dan pemeriksaan, biasanya mikroskopik untuk menegakkan
diagnosis
6. Kavum nasi sinistra : Rongga hidung sebelah kiri
7. THT : Telinga Hidung Tenggorok
8. Alergi : Sistem tubuh yang tidak normal akibat adanya reaksi dengan zat asing
B. STEP 2 dan 3
1. Apa penyebab efusi pleura? Bagaimana gejalanya?
Transudatif, disebabkan oleh meningkatnya tekanan dalam pembuluh darah atau
berkurangnya protein dalam darah
Eksudatif, terjadi karena perdangan pada paru dan tumor
Gejala nya, sesak nafas, nyeri saat menarik nafas, batuk
Sesak nafas disebabkan oleh adanya efusi pleura sehingga pergerakan paru tidak
maksimal
Bisa juga disebabkan oleh penyakit atau peningkatan produksi pleura
2. Mengapa paras mengeluhkan sesak nafas hebat sejak 4 jam yang lalu?
Kanker paru yang semakin parah dan merokok inhalasi zat karsinogen iritasi
jalan nafas endapan karsinogen pada bronkus mutasi gen tumor
bronkus spasme
Efusi pleura (akumulasi cairan pada pleura) produksi cairan di pleura parietal
meningkat dan tidak diimbangi oleh absorpsi
13. Apa yang menyebabkan adanya massa dan bagaimana pengaruh dari proses respirasi?
14. Mengapa perlu biopsy? Bagaimana pelaksanaannya, apa saja indikasi dan kontra
indikasinya?
Untuk mengetahui apa jenis sel nya untuk menegakkan diagnosis
Merupakan langkah untuk menentukan apa penatalaksanaan selanjutnya
C. STEP 4 – SKEMA
1.7.1. Anamnesis
Penyakit terdahulu ( peradangan pada THT )
Riwayat terdapatnya kanker dalam keluarga
Riwayat kontak dengan zat karsinogen
Lingkungan dan gaya hidup
1.7.2. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi/ palpasi: benjolan pada leher (lateral)
Massa di nasofaring (rinoskopi, laringoskopi)
Otoskopi, tes pendengaran
Pemeriksaan saraf cranial
1.7.3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi konvensional foto tengkorak potongan antero-
postoriolateral, dan posisi waters tampak jaringan lunak di daerah
nasofaring. Pada foto dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang
daerah fosa serebri media.
CT-Scan Leher dan Kepala
Merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya untuk menetapkan
stadium tumor dan perluasan tumor.Pada stadium dini terlihatasimetri
torus tubarius dan dinding posterior nasofaring. Scan tulang dan foto
torak untuk mengetahui ada tidaknya metatasis jauh.
Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadapvirus
Epsten-Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA dan lg A anti EA.
Pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di
nasofaringbelum jelas dengan pembesaran kelenjar leher yang diduga
akibatmetastaisis KNF.
Diagnosa pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi
nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : dari hidung atau dari
mulut.
Biopsi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya ( blind
biopsy ). Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter
nelaton yang dimasukkan melalui hidung.Kemudian dengan kaca laring
di lihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor
melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan
melalui mulut, masa tumor akan terlihat lebih jelas.
Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya
metatasis.
2. Kanker Laring
Laryngeal cancer forms in the tissues of the larynx (area of the throat that
contains the vocal cords). The larynx includes the supraglottis, glottis (vocal cords),
and subglottis. The cancer may spread to nearby tissues or to the thyroid, trachea,
or esophagus. It may also spread to the lymph nodes in the neck, the carotid artery,
the upper part of the spinal column, the chest, and to other parts of the body (not
shown).
Most laryngeal cancers form in squamous cells, the thin, flat cells lining the
inside of the larynx.
Laryngeal cancer is a type of head and neck cancer.
2.2.Epidemiologi Kanker Laring
2.2.1. Frequency
According to the SEER Cancer Statistics Review of the National Cancer
Institute, an estimated 12,260 men and women will be diagnosed with cancer
of the larynx in 2013; of those, 3,670 patients will die. The age-adjusted
incidence is 3.6 per 100,000 with a mortality of 1.3 per 100,000.
2.2.2. Sex
A study by Marchiano et al indicated that subglottic squamous cell
carcinoma cases have a male-to-female ratio of 3.83:1. The report included
889 cases from the National Cancer Institute’s Surveillance, Epidemiology,
and End Results (SEER) program database.
2.2.3. Age
According to the Marchiano study, subglottic squamous cell carcinoma
predominantly occurs in the fifth to seventh decade of life.
2.3.Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Laring
Until the complex molecular interactions of all associated etiologic agents for
any cancer can be understood, these interactions are best thought of as associations.
Thinking of intrinsic (eg, genetic) factors and/or extrinsic (eg, smoking) factors as
causes is too simple.
To most people, a cause implies a condition that is both necessary and sufficient
to produce a prespecified result. Laryngeal carcinomas have multiple associations.
The foremost risk factor for the development of laryngeal cancer is tobacco use.
The risk of developing laryngeal cancer with tobacco increases with use and
decreases after cessation. When associated with the intake of alcohol, a strong
synergistic effect is created. However, whether or not alcohol alone is an
independent risk factor is still unclear. Potential risk factors linked to the
development of laryngeal cancer include:
Tobacco use
Excessive ethanol use
Male sex
Infection with human papillomavirus
Increasing age
Diets low in green leafy vegetables
Diets rich in salt preserved meats and dietary fats
Metal/plastic workers
Exposure to paint
Exposure to diesel and gasoline fumes
Exposure to asbestos
Exposure to radiation
Laryngopharyngeal reflux
3. Kanker Paru
4. Hipertrofi Adenoid