Anda di halaman 1dari 7

A.

Anatomi Nasofaring

Nasofaring merupakan struktur faring yang terletak posterior dari kavum nasi.

Nasofaring berupa ruang atau rongga berbentuk kubus dengan ukuran yang sangat bervariasi,

terletak dibelakang rongga hidung langsung dibawah dasar tengkorak. Ukuran melintang dan

tinggi nasofaring pada orang dewasa sekitar 4 cm. Nasofaring memiliki batas berupa: 8

1. Batas superior : basis kranii (sinus sfenoid)

2. Batas inferior : palatum mole

3. Batas anterior : koana

4. Batas posterior : vertebra servikalis

Nasofaring termasuk ruangan yang cukup kecil. Nasofaring berhubungan erat dengan

beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral faring

dengan resesus faring yang disebut fossa Rosenmuller, kantong Rathke, yang merupakan

invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu refleksi mukosa faring di

atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen jugulare, yang dilalui oleh N.

Glosofaring, N. Vagus dan N. Asesorius spinal saraf kranial dan vena jugularis interna,

bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara tuba Eustachius.8
Gambar 2.1 Anatomi nasofaring.9

B. Definisi

Tumor nasofaring adalah massa yang terdapat di nasofaring. Tumor nasofaring dibagi

menjadi tumor jinak dan tumor ganas. Berbagai jenis tumor jinak dapat ditemukan di daerah

nasofaring seperti papiloma, hemangioma, dan angiofibroma nasofaring, sedangkan tumor

ganas daerah kepala leher yang banyak ditemukan adalah karsinoma nasofaring (KNF). 1 KNF

merupakan karsinoma sel skuamosa (KSS) yang berasal dari epitel permukaan nasofaring.

KNF biasanya berkembang di sekitar ostium tuba Eustachius di dinding lateral nasofaring.

Area nasofaring meliputi area atas tenggorok dan di belakang hidung. KNF menunjukkan

bukti adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau ultrastruktur.10,11 KNF

merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai dalam bidang THT di Indonesia yang

dapat mengenai semua golongan umur. Secara umum, KNF berhubungan erat dengan infeksi

EBV.12

C. Epidemiologi

Pada tahun 2018, karsinoma nasofaring menempati peringkat ke-23 dunia dengan

jumlah kasus baru sebesar 129.079. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan
dibandingkan dengan tahun 2012. Asia menjadi penyumbang jumlah kejadian karsinoma

nasofaring terbesar didunia dengan proporsi sekitar 84,6% dari keseluruhan kasus yang ada.

Indonesia berada pada peringkat ke-4 dunia dengan morbiditas sebanyak 17.992 kasus baru

dan mortalitas sebesar 11.204 jiwa pada tahun 2018. Khusus di Indonesia, karsinoma

nasofaring menempati urutan ke-5 setelah kanker payudara, kanker leher rahim, kanker paru

dan kanker hati. 3

Tingginya angka kejadian menunjukkan bahwa Asia menjadi wilayah endemik bagi

karsinoma nasofaring. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh struktur nasofaring orang Asia

yang lebih sempit apabila dibandingkan dengan etnis lain. Ukuran nasofaring yang sempit ini

memperbesar probabilitas untuk terkena infeksi berulang dan memicu metaplasi yang

berujung dengan keganasan. 4

Karsinoma nasofaring dapat dijumpai pada semua umur, namun sangat jarang usia di

bawah 20 tahun. Prevalensi antara usia 45-54 tahun. Perbandingan antara jenis kelamin laki-

laki dan wanita adalah 2-3:1. Di Amerika Serikat insidensi tumor ini kurang dari 1 dalam

100.000 populasi. Tesis Berdasarkan data GLOBOCAN tahun 2012 angka kejadian KNF

sekitar 87.000 kasus baru muncul setiap tahunnya dengan 61.000 kasus baru terjadi pada laki-

laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan. Angka kematian akibat KNF diperkirakan

51.000 kematian dengan 36.000 pada laki-laki dan 15.000 pada perempuan.13
D. Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi tumor nasofaring belum diketahui secara pasti. 2 Beberapa etiologi dan faktor

risiko yang sering diidentifikasi sebagai penyebab KNF sebagai berikut.

1. Jenis kelamin

KNF lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Hal ini dikarenakan pengaruh

dari pola hidup dan kebiasaan pada laki-laki berbeda dibandingkan dengan perempuan,

seperti kebiasaan konsumsi alkohol dan merokok. Selain itu, laki-laki juga lebih sering

terpapar oleh zat karsinogen yang dapat memicu terjadinya kanker.4,13

2. Ras

KNF lebih sering mempengaruhi orang-orang di Asia dan Afrika Utara. Di Amerika

Serikat, imigran Asia memiliki risiko lebih tinggi dari jenis kanker, dibandingkan orang

Asia kelahiran Amerika. Data epidemiologi menyebutkan bahwa ras Mongoloid memiliki

angka kejadian yang tinggi untuk menderita KNF. Struktur anatomi nasofaring pada etnis

Cina dan Asia umumnya sempit dibandingkan dengan etnis berkulit putih sehingga mudah

terjadinya deposit aerosol serta iritasi secara langsung yang menyebabkan infeksi berulang

seperti faringitis kronik yang menyebabkan mukosa nasofaring dalam periode waktu

tertentu mengalami perubahan ke arah keganasan. 4,12,13

3. Umur

KNF dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering didiagnosis pada orang

dewasa antara usia 30 tahun dan 50 tahun. Pada usia 50 tahun dikarenakan sistem imun

menurun pada usia tersebut, sehingga antigen EBV tidak dapat diserang oleh sistem

imun.4,13

4. Makanan yang diawetkan

Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat memasak makanan, seperti ikan dan

sayuran diawetkan, dapat masuk ke rongga hidung, meningkatkan risiko KNF. Paparan
pada usia dini, lebih dapat meningkatkan risiko. Hal ini dikarenakan substansi karsinogen

yang terdapat didalamnya yaitu nitrosamin. Nitrosamin adalah suatu molekul yang terdiri

dari Nitrogen dan Oksigen, molekul tersebut dapat berbentuk senyawa Nitrit dan NOx

yang terdiri dari senyawa Amino dan senyawa campuran Nitroso dapat mengaktivasi

EBV.4,13

5. EBV

Virus ini umumnya menghasilkan tanda-tanda dan gejala ringan, seperti pilek.

Kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi mononukleosis. EBV juga terkait dengan

beberapa kanker langka, termasuk KNF. EBV adalah suatu virus DNA yang dapat

menginduksi respons kerusakan seluler DNA (DDR), yang mengstimulasi putusnya dua

rantai DNA. EBV terutama menyerang limfosit B. Pada awal infeksi, EBV

mengekspresikan sejumlah protein yang menginduksi proliferasi sel limfoblas hingga tak

terhingga. Selanjutnya, EBV akan masuk ke fase laten, yang mana genom EBV direplikasi

dan dipertahankan pada angka yang konstan.13,14

Selain itu, EBV juga mempertahankan infeksi latennya di sel B memori dan

menginvasi sel epitelial. Selama proliferasi fase laten, EBV mengekspresikan suatu

protein (EBNA1) yang dilaporkan menginduksi kerusakan DNA melalui respons stres

oksidatif. Infeksi EBV laten berkaitan dengan peningkatan kadar radikal bebas, dan

ekspresi EBNA1 sendiri pada sel B menginduksi radikal bebas tersebut.13,14

6. Riwayat keluarga

Memiliki anggota keluarga dengan KNF meningkatkan risiko penyakit. Diketahui

terdapat korelasi antara gen Human Leukocyte Antigen (HLA) dan gen yang mengkode

enzim sitokrom p4502E (CYP2E1), yang berhubungan dengan kecenderungan terjadinya

KNF. Di Tunisia tipe HLA yang berhubungan dengan timbulnya KNF adalah HLAB13, di

Algeria dinamakan HLA-A3, B5 dan B15, di Maroko HLA-B18 sedangkan HLA-Aw33,


B14 dan A9 tidak berhubungan sebagai faktor timbulnya KNF. Di benua Asia termasuk

Cina, HLA ini dinamakan sesuai rantai alelnya yaitu HLA-A2 dan B46. Kehilangan alel

pada kromosom 3,4,9,11 dan 14 dapat meningkatkan kejadian KNF.4,13

7. Lingkungan dan kebiasaan hidup

Polusi udara, asap dan uap yang masuk di rumah-rumah dengan ventilasi kurang baik

di Cina, Indonesia dan Kenya dapat meningkatkan insiden KNF. Pembakaran dupa di

rumah-rumah juga dianggap berperan dalam menimbulkan KNF di Hongkong. Asap kayu

bakar, kemenyan, obat anti nyamuk bakar dan penggunaan lampu minyak di Indonesia

dilaporkan berhubungan dengan kejadian KNF. Hal ini dapat menyebabkan iritasi dan

inflamasi pada epitel nasofaring sehingga mengurangi bersihan mukosiliar dan perubahan

sel epitel di nasofaring.4,15

8. Paparan zat karsinogenik

Karsinogen merupakan zat yang bisa memicu terjadinya kanker. Paparan zat

karsinogen dan iritasi kronis seperti paparan asap rokok, dupa, obat nyamuk, pembakaran

sampah, pembuangan gas kendaraan, asap pembakaran kayu/plastik, debu pabrik atau

paparan bahan kimia (Formaldehyte, N-nitrosamine, Benzopyrene, Hidrokarbon)

meningkatkan risiko terjadi KNF.15

9. Radang kronis telinga hidung tenggorok

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa infeksi kronik berulang pada telinga

hidung tenggorok serta saluran nafas bagian bawah meningkatkan 2 kali lipat kejadian

KNF. Beberapa bakteri dapat merubah Nitrat menjadi Nitrit sehingga menghasilkan

struktur kimia yang bersifat karsinogenik yaitu campuran N-Nitroso. Perubahan jaringan

epitel nasofaring akibat proses inflamasi dari bakteri, virus atau parasit dapat menstimulasi

Nitric Oxide (NO). Senyawa Nitric Oxide (NO) adalah senyawa yang dihasilkan dari
perangsangan Nitric Oxide Synthase (iNOS) akibat proses inflamasi dari epitel

nasofaring.4

Anda mungkin juga menyukai