Anda di halaman 1dari 20

KARSINOMA NASOFARING

KELOMPOK 8

BAHTIAR

ANDI PANCAITANA BUNGA WALIE

INDRIYANTI RAHIM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
BAB I

KONSEP MEDIS

A. Definisi
Semula tumor diartikan secara sederhana sebagai pembengkakan atau
gumpalan.Tumor (berasal dari bahasa latin, yang berarti "bengkak"), merupakan
salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang digunakan
untuk menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal.
Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign).
Tumor secara harfiah dapat diartikan sebagai “pertumbuhan baru”, adalah
massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proses proliferasi. Sel-sel neoplasma
berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel normal, namun selama
mengalami perubahan neoplastik mereka memperoleh derajat otonomi tertentu yaitu
sel neoplastik tumbuh dengan kecepatan yang tidak terkoordinansi degan kebutuhan
hospes dan fungsi yang sangat tidak bergantung pada pengawasan homeostatis
sebagian besar sel tubuh lainnya.
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring
dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. Diagnosis dini cukup
sulit karena letaknya yang tersembunyi dan berhubungan dengan banyak daerah
vital.
Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan
lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan
dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga
sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Ke arah posterior
dinding nasofaring melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sfenoid,
sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia
pre vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat
orifisium tuba eustakius dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh
torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan
orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah
posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan
lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-
lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia
muda dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan
karena adanya jaringan adenoid.Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening
yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar
Rouviere).
B. Etiologi

Di sebabkan oleh virus Epstein barr. Virus Epstein-Barr (EBV), juga


disebut Human herpes virus 4 (HHV-4), adalah suatu virus dari keluarga herpes
(yang termasuk Virus herpes simpleks dan Cytomegalovirus),yang merupakan salah
satu virus-virus paling umum di dalam manusia.

Kaitan antara suatu kuman yang di sebut sebagai virus Epstein-Barr dan
konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini.Virus
tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan
suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini di
butuhkan suatu mediator. Sebagai contoh, kebiasaan untuk mengkomsumsi ikan
asin secara terus-menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama
yang mediator yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma
Nasofaring.
Mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring
ialah :

1. Zat Nitrosamin. Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan
mediator penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan / makanan yang
diawetkan di Greenland . juga pada ” Quadid ” yaitu daging kambing yang
dikeringkan di tunisia, dan sayuran yang difermentasi ( asinan ) serta taoco di
Cina.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah. Lingkungan dan kebiasaan hidup.
Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik
ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatnya jumlah kasus KNF. Di
Hongkong, pembakaran dupa rumah-rumah juga dianggap berperan dalam
menimbulkan KNF.
3. Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat Karsinogen. Yaitu yang dapat
menyebabkan kanker, antara lain Benzopyrene, Benzoathracene ( sejenis
Hidrokarbon dalam arang batubara ), gas kimia, asap industri, asap kayu dan
beberapa Ekstrak tumbuhan- tumbuhan.
4. Ras dan keturunan. Ras kulit putih jarang terkena penyakit ini.Di Asia terbanyak
adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan. Ras
melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang agak banyak kena.
5. Radang Kronis di daerah nasofaring. Dianggap dengan adanya peradangan,
mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadapa karsinogen lingkungan.
C. Patofisiologi
Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid
icosahedral dan termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat
berasosiasi dengan beberapa penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T,
mononukleosis dan karsinoma nasofaring (KNF). KNF merupakan tumor ganas
yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan
Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga
berhubungan dengan KNF, yaitu Adanya infeksi EBV, Faktor lingkungan, Genetik.

1. Virus Epstein-Barr
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten
dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu
sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B
dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d
(CD21 atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan
dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan
rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit
B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu,
sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring
belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang
diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu
CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin Receptor). Sel yang terinfeksi oleh
virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel
menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan
replikasi, atau virus epstein- barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan
kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi
transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas
sehingga terbentuk sel kanker.
Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu
EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam
mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan
LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat
siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam
transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368
asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen
protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung
karboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi perantara untuk sinyal TNF
(tumor necrosis factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang
memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.
2. Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu
relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi
menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim
sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap
karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi
metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen
3. Faktor lingkungan
Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di
berbagai daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan
asin dan makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besar
nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan
nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik
karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok pasif yg terkena
paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar debu
kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan
kembali infeksi dari EBV.
D. Manifestasi Klinis
1. Gejala Dini
a. Gejala Telinga
1) Rasa penuh pada telinga
2) Tinitus
3) Gangguan pendengaran
b. Gejala Hidung
1) Epistaksis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan
dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini
biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur
dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.
2) Hidung tersumbat
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke
dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek
kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya
ingus kental.
Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk
penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek
kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak
yang sedang menderita radang.
c. Gejala Mata dan Saraf
1) Diplopia
2) Gerakan bola mata terbatas
3) Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase
secara hematogen.
4) Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
5) Kesukaran pada waktu menelan
6) Afoni
7) Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N.
IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: Lidah,
Palatum, Faring atau laring, M. Sternocleidomastoideus, M. Trapezeus.
2. Gejala Lanjut
a. Limfadenopati Servikal
Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini. Yang khas
jika timbulnya di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun
telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe,
sebagai pertahanan pertama sebelum sek tumor ke bagian tubuh yang lebih
jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan oleh
pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus
kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada
otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut
lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang
mendorong pasien datang ke dokter.
b. Gejala akibat perluasa tumor ke jaringan sekitar
Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah
rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai
saraf otak dan menyebabkan gejala akibat kelumpuhan otak syaraf yang
sering ditemukan ialah penglihatan dobel (diplopia), rasa baal (mati rasa)
didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, nahu, leher dan
gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat
berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang
tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor.
Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral)
tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh.
c. Gejala akibat metastase jauh
Sel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran limfe atau darah,
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasotoring, hal ini yang
disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika
ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk.
3. Stadium
a. StadiumT=Tumor
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC (1992).
T = Tumor primer
T0 - Tidak tampak tumor.
T1 - Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap
dan lain-lain).
T2 - Tumor terdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas di
dalam rongga nasofaring .
T3 - Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau
orofaring dsb).
T4 - Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang
tengkorak atau mengenai saraf-saraf otak.
TX Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.
b. N = Nodule
N – Pembesaran kelenjar getah bening regional .
N0 - Tidak ada pembesaran.
N1 - Terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih dapat di gerakkan .
N2 - Terdapat pembesaran kontralateral/bilateral dan masih dapat di
gerakkan .
N3 - Terdapat pembesaran , baik homolateral ,kontralateral ,maupun
bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar .
M = Metastasis
M = Metastesis jauh
M0 - Tidak ada metastesis jauh.
M1 – Terdapat Metastesis jauh .

1) Stadium I :
T1 dan N0 dan N0
2) Stadium II :
T2 dan N0 dan M0
3) Stadium III :
T1/T2/T3 dan N1 dan M0
atau T3 dan N0 dan M0
4) Stadium IV :
T4 dan N0/N1 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1.

Tabel  Stadium KNF


T1 T2a T2b T3 T4
N0 I IIA IIB III IVA
N1 IIB IIB IIB III IVA
N2 III III III III IVA
N3 IVB IVB IVB IVB IVB
M1 IVB IVB IVB IVB IVB

Klasifikasi WHO tahun 1978 untuk karsinoma nasofaring:

1. Keratinizing squamous cell carcinoma ditandai dengan adanya keratin atau


intercellular bridge atau keduanya.
2. Non keratinizing squamous cell carcinoma yang ditandai dengan batas sel
yang jelas (pavement cell pattern).
3. Undifferentiated carcinoma ditandai oleh pola pertumbuhan syncitial, sel-sel
poligonal berukuran besar atau sel dengan bentuk spindel,anak inti yang
menonjol dan stroma dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit. Sedangkan
klasifikasi WHO tahun 1991 membagi karsinoma nasofaring menjadi
Keratinizing squamous cell carcinoma, Non keratinizing squamous cell
carcinoma terdiri atas differentiated dan undifferentiated dan Basaloid
Carcinoma.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi konvisional foto tengkorak potongan antero- postofor
lateral, dan posisi waters tampak jaringan lunak di daerah nasofaring. Pada foto
dasar tengkorak ditemukan destruksi atau erosi tulang daerah fosa serebia
media.
2. Pemeriksaan tomografi, CT Scaning nasofaring. Merupakan pemeriksaan yang
paling dipercaya untuk menetapkan stadium tumor dan perluasan tumor. Pada
stadium dini terlihat asimetri dari saresus lateralis, torus tubarius dan dinding
posterior nasofaring.
3. Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui ada tidaknya metatasis
jauh.
4. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibodi terhadap
virus Epsten-Barr ( EBV ) yaitu lg A anti VCA dan lg A anti EA.
5. Pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaring
belum jelas dengan pembesaran kelenar leher yang diduga akibat
metatasisi karsinoma nasifaring.
6. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya metatasis.
F. Penatalaksanaan
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk
karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Setelah diberikan radiasi, maka dilakukan evaluasi berupa respon terhadap
radiasi. Respon dinilai dari pengecilan kelenjar getah bening leher dan
pengecilan tumor primer di nasofaring. Penilaian respon radiasi berdasarkan
kriteria WHO :

a. Complete Response : menghilangkan seluruh kelenjar getah bening yang


besar
b. Partial Response : pengecilan kelenjar getah bening sampai 50% atau lebih
c. No Change : ukuran kelenjar getah bening yang menetap
d. Progressive Disease : ukuran kelenjar getah bening membesar 25% atau
lebih.
2. Kemoterapi
Kemoradioterapi kombinasi adalah pemberian kemoterapi bersamaan dengan
radioterapi dalam rangka mengontrol tumor secara lokoregional dan
meningkatkan survival pasien dengan cara mengatasi sel kanker secara sistemik
lewat mikrosirkulasi.
Manfaat Kemoradioterapi adalah :
a. Mengecilkan massa tumor, karena dengan mengecilkan tumor akan
memberikan hasil terapi radiasi lebih efektif. Telah diketahui bahwa pusat
tumor terisi sel hipoksik dan radioterapi konvensional tidak efektif jika tidak
terdapat oksigen. Pengurangan massa tumor akan menyebabkan pula
berkurangnya jumlah sel hipoksia.
b. Mengontrol metastasis jauh dan mengontrol mikrometastase.
c. Modifikasi melekul DNA oleh kemoterapi menyebabkan sel lebih sensitif
terhadap radiasi yang diberikan (radiosensitiser).
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita karsinoma nasofaring berupa diseksi
leher radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada sisa
kelenjar pasca radiasi atau adanya kelenjar dengan syarat bahwa tumor primer
sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologik dan
serologi. Nasofaringektomi merupakan suatu operasi paliatif yang dilakukan
pada kasus-kasus yang kambuh atau adanya residu pada nasofaring yang tidak
berhasil diterapi dengan cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring
adalah virus Epstein-Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat
diberikan imunoterapi.
H. Komplikasi

Metastasis jauh ke tulang, hati, dan paru dengan gejala rasa nyeri pada tulang,
batuk-batuk, dan gangguan fungsi hati. Komplikasi radioterapi dapat berupa:

1. Komplikasi dini
Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti:
a. Xerostomia - Mual-muntah
b. Mukositis – Anoreksi
c. Dermatitis
d. Eritema
2. Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :
a. Kontraktur
b. Gangguan pertumbuhan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala:
Kelemahan dan / atau kelelahan.
Perubahan pada pola istirahat / jam tidur karena keringat berlegih, nyeri atau
ansietas.
2. Integritas Ego :
Gejala:
Faktor stress (perubahan peran atau keuangan).
Cara mengatasi stress (keyakinan/religius).
Perubahan penampilan.
3. Makanan/cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (Bahan Pengawet)
4. Neurosensori
Gejala : Pusing atau sinkope
5. Pernafasan
Gejala : Pemajanan bahan aditif
6. Interaksi sosial
Gejala : Kelemahan sistem pendukung
7. Pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga
8. Prioritas Keperawatan
a. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
b. Meningkatkan kenyamanan.
c. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
d. Mencegah komplikasi.
e. Memberi informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
9. Tujuan Pemulangan
a. Klien menerima situasi dengan realistis.
b. Nyeri berkurang/terkontrol.
c. Homeostasis dicapai
d. Komplikasi dicegah/dikurangi
e. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.
B. Diagnosa keperawatan
1. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perkembangan
penyakitnya, pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan.
2. Nyeri berhubungan dengan penekanan dan kerusakan ujung saraf bebas oleh
carsinoma nasofaring.
3. Kurang efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan oleh
karsinoma nasofaring.
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya asupan makanan, sakit saat mengunyah.
C. Intervensi dan Implementasi
1. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
perkembangan penyakitnya, pemeriksaan diagnostikdan rencana
tindakan.
Ditandai:
Data subyektif:
- Sering bertanya
- Menyatakan kurang mengerti tentang penyekitnya
- Menyatakan perasaan sering gugup dan takut.
Data obyektif:
- Ekpspresi wajah tegang
- Tensi, nadi meningkat
- Kadang-kadang berkeringat dingin
Kriteria evaluasi
- Menyatakan pemahaman tentang penyakitnya, rencana tindakan dan
pemeriksaan diagnostik
- Menyatakan tidak gugup dan takut
- Ekspresi wajah rileks
- Tensi, nadi dalam batas normal

Intervensi Rasional
1. Berikan informasi tentang: Mengetahui apa yang diharapkan dari
- sifat penyakit dan perjalannannya tindakan medis dapat membantu
- pemeriksaan diagnostik meliputi: kepatuhan pasien dan membantu
tujuan, prosedur kerja, persiapan menurunkan cemas yang berhubungan
sebelum pemeriksaan dan dengan tindakan medis.
perawatan setelah pemeriksaan.
-Tindakanyang
diprogramkanmeliputi: efek
samping dari radioterapi dan
kemoterapi.

2.ikut sertakan orang- orang yang Sistem pendukung yang kuat penting
berarti bagi pasien dalam setiap dalam membantu individu secara efektif
tindakan atau penyuluhan untuk mengatasi masalah dengan penyakit
memberi dukungan. kronis.

3. Pertahankan kontrol nyeri yang Nyeri dapat mencetuskan cemas.


efektif.

2. Nyeri berhubungan dengan penekanan dan kerusakan ujung saraf bebas


oleh karsinoma nasofaring.
Ditandai
Data subyektif:
- Menyatakan nyeri
Data obyektif:
- Raut muka menyeringai
- Perilaku berhati-hati
- Perilaku mengalihkan: menangis, merintih
Kriteria evaluasi:
- Tidak lagi menyatakan nyeri
- Ekspresi wajah rileks.

Intervensi Rasional
1. Untuk menimalkan nyeri: Metastase karsinoma pada beberapa
- Membalik dengan hati-hati organ dapat menyebabkan nyeri yang
dan beri dukungan hebat. Gerakan yang mendadak dan
- Hindari gerakan kepala sentuhan dari orang lain dapat
yang mendadak. menimbulkan rasa nyeri.
- Ubah posisi setiap 2 jam.
- Lakukan teknik relaksasi.

2.Kolaboratif dalam pemberian Kontrol nyeri pada pasien karsinoma


analgetik sering menggunakan narkotik dosisi
tinggi..

3. Kurang efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan tersumbatnya


atau benjolan pada nasofaring.
Ditandai:
Data subyektif:
- Menyatakan kesulitan untuk bernafas.
Data obyektif:
- Sesak nafas
- Frekwensi nafas > 20 x/menit
- Nampak kebiruan
Kriteria evaluasi:
- Frekwensi nafas 12- 20 x/menit
- Warna kulit normal
Intervensi Rasional
1. Pantau : Untuk mengidentifikasi indikasi
- Status pernafasan tiap 2 perkembangan dan penympangan dari
jam. hasil yang diharapkan.
- Hasil pemeriksaan paru-
paru dan analisa gas darah.

2. Ketika terjadi dispnea: Membantu menurunkan upaya untuk


- Berikan oksigen tambahan. bernafas dengan meningkatkan jumlah
- Implementasikan tindakan oksigen ke jaringan.
untuk mengurangi cemas. Posisi tegak memungkinkan ekspansi
- Membantu pasien agar paru lebih penuh dengan menurunkan
merasa dalam keadaan tekanan abdomen.
terkontrol : temani pasien
dan intruksikan untuk
bernafas perlahan-
perlahan.
- Pertahankan posisi tegak.

3. Siapkan pasien untuk


trakheostomi.

4. Perubahan nutrisi:kurang darti kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kurang adekuatnya asupan makanan, sakit saat mengunyah.
Ditandai:
Data subyektif:
- Mengemukakan tidak nafsu makan, sakit saat mengunyah.
- Kadang-kadang mual
Data obyektif:
- Bb menurun
- Kulit kering
- Turgor kurang baik
- Tampak lemas.
Kriteria evaluasi
- Tidak terjadi penurunan bb
- Turgor kulit baik
- Tampak segar
Intervensi Rasional
1. pantau: Untuk mengidentifikasi adanya
- Masukan makanan kemajuan atau penyimpangan dari
- Jumlah makanan yang tujuan yang diharapkan.
dikonsumsi setiap kali makan.
- Timbang bb setiap minggu

2.lakukan kontrol terhadaprasa nyeri. Nyeri sebagai pencetus penurunan


nafsu makan.
2. Ciptakan suasana lingkungan yang
menyenangkan dan bebas dari bau Bau-bauan dan pemandangan yang
selama waktu makan. tidak menyenagkan selama waktu
makan dapat menimbulkan anoreksia.
4. Lakukan pemasangan infus.
Dengan cairan infus sebagai masukan
nutrisi secara parenteral.
Daftar Pustaka

Asroel, HA. Penatalaksanaan Radioterapi pada karsinoma nasofaring, diakses


tanggal 19 mei 2015, <http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-
hary2.pdf>.

Doengoes, M.E, MF, Geissler, Ac. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan.


EGC : Jakarta.

Febrianto, P. Karsinoma Nasofaring, diakses tanggal 19 mei 2015


<http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/paulus-febrianto-silor-
078114130.pdf>.
Indoskripsi, Karsinoma nasofaring, dikases tanggal 19 mei 2015
<http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/kedokteran/
karsinoma-nasofaring>.

Klik Dokter. Kanker nasofaring, diakses tanggal 19 mei 2015,


<http://www.klikdokter.com/illness/detail/61>.

Smeltzer, SC. & Bare, BG. (2002). Keperawatan medikal bedah. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai