KELOMPOK 8
BAHTIAR
INDRIYANTI RAHIM
KONSEP MEDIS
A. Definisi
Semula tumor diartikan secara sederhana sebagai pembengkakan atau
gumpalan.Tumor (berasal dari bahasa latin, yang berarti "bengkak"), merupakan
salah satu dari lima karakteristik inflamasi. Namun, istilah ini sekarang digunakan
untuk menggambarkan pertumbuhan biologikal jaringan yang tidak normal.
Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant) atau jinak (benign).
Tumor secara harfiah dapat diartikan sebagai “pertumbuhan baru”, adalah
massa abnormal dari sel-sel yang mengalami proses proliferasi. Sel-sel neoplasma
berasal dari sel-sel yang sebelumnya adalah sel-sel normal, namun selama
mengalami perubahan neoplastik mereka memperoleh derajat otonomi tertentu yaitu
sel neoplastik tumbuh dengan kecepatan yang tidak terkoordinansi degan kebutuhan
hospes dan fungsi yang sangat tidak bergantung pada pengawasan homeostatis
sebagian besar sel tubuh lainnya.
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di daerah nasofaring
dengan predileksi di fosa Rossenmuller dan atap nasofaring. Diagnosis dini cukup
sulit karena letaknya yang tersembunyi dan berhubungan dengan banyak daerah
vital.
Anatomi Nasofaring
Nasofaring merupakan suatu rongga dengan dinding kaku di atas, belakang dan
lateral yang secara anatomi termasuk bagian faring. Ke anterior berhubungan
dengan rongga hidung melalui koana dan tepi belakang septum nasi, sehingga
sumbatan hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Ke arah posterior
dinding nasofaring melengkung ke supero-anterior dan terletak di bawah os sfenoid,
sedangkan bagian belakang nasofaring berbatasan dengan ruang retrofaring, fasia
pre vertebralis dan otot-otot dinding faring. Pada dinding lateral nasofaring terdapat
orifisium tuba eustakius dimana orifisium ini dibatasi superior dan posterior oleh
torus tubarius, sehingga penyebaran tumor ke lateral akan menyebabkan sumbatan
orifisium tuba eustakius dan akan mengganggu pendengaran. Ke arah
posterosuperior dari torus tubarius terdapat fossa Rosenmuller yang merupakan
lokasi tersering karsinoma nasofaring. Pada atap nasofaring sering terlihat lipatan-
lipatan mukosa yang dibentuk oleh jaringan lunak sub mukosa, dimana pada usia
muda dinding postero-superior nasofaring umumnya tidak rata. Hal ini disebabkan
karena adanya jaringan adenoid.Di nasofaring terdapat banyak saluran getah bening
yang terutama mengalir ke lateral bermuara di kelenjar retrofaring Krause (kelenjar
Rouviere).
B. Etiologi
Kaitan antara suatu kuman yang di sebut sebagai virus Epstein-Barr dan
konsumsi ikan asin dikatakan sebagai penyebab utama timbulnya penyakit ini.Virus
tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan
suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. Untuk mengaktifkan virus ini di
butuhkan suatu mediator. Sebagai contoh, kebiasaan untuk mengkomsumsi ikan
asin secara terus-menerus mulai dari masa kanak-kanak, merupakan mediator utama
yang mediator yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan karsinoma
Nasofaring.
Mediator yang dianggap berpengaruh untuk timbulnya karsinoma nasofaring
ialah :
1. Zat Nitrosamin. Didalam ikan asin terdapat nitrosamin yang ternyata merupakan
mediator penting. Nitrosamin juga ditemukan dalam ikan / makanan yang
diawetkan di Greenland . juga pada ” Quadid ” yaitu daging kambing yang
dikeringkan di tunisia, dan sayuran yang difermentasi ( asinan ) serta taoco di
Cina.
2. Keadaan sosial ekonomi yang rendah. Lingkungan dan kebiasaan hidup.
Dikatakan bahwa udara yang penuh asap di rumah-rumah yang kurang baik
ventilasinya di Cina, Indonesia dan Kenya, meningkatnya jumlah kasus KNF. Di
Hongkong, pembakaran dupa rumah-rumah juga dianggap berperan dalam
menimbulkan KNF.
3. Sering kontak dengan zat yang dianggap bersifat Karsinogen. Yaitu yang dapat
menyebabkan kanker, antara lain Benzopyrene, Benzoathracene ( sejenis
Hidrokarbon dalam arang batubara ), gas kimia, asap industri, asap kayu dan
beberapa Ekstrak tumbuhan- tumbuhan.
4. Ras dan keturunan. Ras kulit putih jarang terkena penyakit ini.Di Asia terbanyak
adalah bangsa Cina, baik yang negara asalnya maupun yang perantauan. Ras
melayu yaitu Malaysia dan Indonesia termasuk yang agak banyak kena.
5. Radang Kronis di daerah nasofaring. Dianggap dengan adanya peradangan,
mukosa nasofaring menjadi lebih rentan terhadapa karsinogen lingkungan.
C. Patofisiologi
Virus Epstein Barr (EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid
icosahedral dan termasuk dalam famili Herpesviridae. Infeksi EBV dapat
berasosiasi dengan beberapa penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T,
mononukleosis dan karsinoma nasofaring (KNF). KNF merupakan tumor ganas
yang terjadi pada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan
Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak faktor yang diduga
berhubungan dengan KNF, yaitu Adanya infeksi EBV, Faktor lingkungan, Genetik.
1. Virus Epstein-Barr
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten
dalam limfosit B. Infeksi virus epstein-barr terjadi pada dua tempat utama yaitu
sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B
dengan cara berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d
(CD21 atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan
dengan protein CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan
rangkaian yang berantai dimulai dari masuknya EBV ke dalam DNA limfosit
B dan selanjutnya menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu,
sampai saat ini mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring
belum dapat dijelaskan dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang
diduga berperan dalam masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring yaitu
CR2 dan PIGR (Polimeric Immunogloblin Receptor). Sel yang terinfeksi oleh
virus epstein-barr dapat menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel
menjadi mati bila terinfeksi dengan virus epstein-barr dan virus mengadakan
replikasi, atau virus epstein- barr yang meninfeksi sel dapat mengakibatkan
kematian virus sehingga sel kembali menjadi normal atau dapat terjadi
transformasi sel yaitu interaksi antara sel dan virus sehingga mengakibatkan
terjadinya perubahan sifat sel sehingga terjadi transformsi sel menjadi ganas
sehingga terbentuk sel kanker.
Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu
EBERs, EBNA1, LMP1, LMP2A dan LMP2B. Protein EBNA1 berperan dalam
mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan
LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya dapat menghambat
siklus litik virus. Diantara gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam
transformasi sel adalah gen LMP1. Struktur protein LMP1 terdiri atas 368
asam amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen
protein transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung
karboksi (C). Protein transmembran LMP1 menjadi perantara untuk sinyal TNF
(tumor necrosis factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang
memproliferasi sel B dan menghambat respon imun lokal.
2. Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu
relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi
menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim
sitokrom p450 2E1 (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap
karsinoma nasofaring. Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab atas aktivasi
metabolik yang terkait nitrosamine dan karsinogen
3. Faktor lingkungan
Sejumlah besar studi kasus yang dilakukan pada populasi yang berada di
berbagai daerah di asia dan america utara, telah dikonfirmasikan bahwa ikan
asin dan makanan lain yang awetkan mengandung sejumlah besar
nitrosodimethyamine (NDMA), N-nitrospurrolidene (NPYR) dan
nitrospiperidine (NPIP ) yang mungkin merupakan faktor karsinogenik
karsinoma nasofaring. Selain itu merokok dan perokok pasif yg terkena
paparan asap rokok yang mengandung formaldehide dan yang tepapar debu
kayu diakui faktor risiko karsinoma nasofaring dengan cara mengaktifkan
kembali infeksi dari EBV.
D. Manifestasi Klinis
1. Gejala Dini
a. Gejala Telinga
1) Rasa penuh pada telinga
2) Tinitus
3) Gangguan pendengaran
b. Gejala Hidung
1) Epistaksis
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan
dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini
biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur
dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.
2) Hidung tersumbat
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke
dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek
kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya
ingus kental.
Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk
penyakit ini, karena juga dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek
kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak
yang sedang menderita radang.
c. Gejala Mata dan Saraf
1) Diplopia
2) Gerakan bola mata terbatas
3) Sakit kepala yang terus menerus, rasa sakit ini merupakan metastase
secara hematogen.
4) Sensitibilitas derah pipi dan hidung berkurang.
5) Kesukaran pada waktu menelan
6) Afoni
7) Sindrom Jugular Jackson atau sindroma reptroparotidean mengenai N.
IX, N. X, N. XI, N. XII. Dengan tanda-tanda kelumpuhan pada: Lidah,
Palatum, Faring atau laring, M. Sternocleidomastoideus, M. Trapezeus.
2. Gejala Lanjut
a. Limfadenopati Servikal
Tidak semua benjolan leher menandakan penyakit ini. Yang khas
jika timbulnya di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun
telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe,
sebagai pertahanan pertama sebelum sek tumor ke bagian tubuh yang lebih
jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, karenanya sering diabaikan oleh
pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus
kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi lekat pada
otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut
lagi. Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang
mendorong pasien datang ke dokter.
b. Gejala akibat perluasa tumor ke jaringan sekitar
Tumor dapat meluas ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah
rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai
saraf otak dan menyebabkan gejala akibat kelumpuhan otak syaraf yang
sering ditemukan ialah penglihatan dobel (diplopia), rasa baal (mati rasa)
didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, nahu, leher dan
gangguan pendengaran serta gangguan penciuman. Keluhan lainnya dapat
berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang
tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor.
Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral)
tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh.
c. Gejala akibat metastase jauh
Sel-sel kanker dapat ikur mengalir bersama aliran limfe atau darah,
mengenai organ tubuh yang letaknya jauh dari nasotoring, hal ini yang
disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika
ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk.
3. Stadium
a. StadiumT=Tumor
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TNM menurut UICC (1992).
T = Tumor primer
T0 - Tidak tampak tumor.
T1 - Tumor terbatas pada satu lokalisasi saja (lateral/posterosuperior/atap
dan lain-lain).
T2 - Tumor terdapat pada dua lokalisasi atau lebih tetapi masih terbatas di
dalam rongga nasofaring .
T3 - Tumor telah keluar dari rongga nasofaring (ke rongga hidung atau
orofaring dsb).
T4 - Tumor telah keluar dari nasofaring dan telah merusak tulang
tengkorak atau mengenai saraf-saraf otak.
TX Tumor tidak jelas besarnya karena pemeriksaan tidak lengkap.
b. N = Nodule
N – Pembesaran kelenjar getah bening regional .
N0 - Tidak ada pembesaran.
N1 - Terdapat pembesaran tetapi homolateral dan masih dapat di gerakkan .
N2 - Terdapat pembesaran kontralateral/bilateral dan masih dapat di
gerakkan .
N3 - Terdapat pembesaran , baik homolateral ,kontralateral ,maupun
bilateral yang sudah melekat pada jaringan sekitar .
M = Metastasis
M = Metastesis jauh
M0 - Tidak ada metastesis jauh.
M1 – Terdapat Metastesis jauh .
1) Stadium I :
T1 dan N0 dan N0
2) Stadium II :
T2 dan N0 dan M0
3) Stadium III :
T1/T2/T3 dan N1 dan M0
atau T3 dan N0 dan M0
4) Stadium IV :
T4 dan N0/N1 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N2/N3 dan M0
atau T1/T2/T3/T4 dan N0/N1/N2/N3 dan M1.
Metastasis jauh ke tulang, hati, dan paru dengan gejala rasa nyeri pada tulang,
batuk-batuk, dan gangguan fungsi hati. Komplikasi radioterapi dapat berupa:
1. Komplikasi dini
Biasanya terjadi selama atau beberapa minggu setelah radioterapi, seperti:
a. Xerostomia - Mual-muntah
b. Mukositis – Anoreksi
c. Dermatitis
d. Eritema
2. Komplikasi lanjut
Biasanya terjadi setelah 1 tahun pemberian radioterapi, seperti :
a. Kontraktur
b. Gangguan pertumbuhan
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian Keperawatan
1. Aktivitas/istirahat
Gejala:
Kelemahan dan / atau kelelahan.
Perubahan pada pola istirahat / jam tidur karena keringat berlegih, nyeri atau
ansietas.
2. Integritas Ego :
Gejala:
Faktor stress (perubahan peran atau keuangan).
Cara mengatasi stress (keyakinan/religius).
Perubahan penampilan.
3. Makanan/cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (Bahan Pengawet)
4. Neurosensori
Gejala : Pusing atau sinkope
5. Pernafasan
Gejala : Pemajanan bahan aditif
6. Interaksi sosial
Gejala : Kelemahan sistem pendukung
7. Pembelajaran
Gejala : Riwayat kanker pada keluarga
8. Prioritas Keperawatan
a. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
b. Meningkatkan kenyamanan.
c. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
d. Mencegah komplikasi.
e. Memberi informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis dan
kebutuhan pengobatan.
9. Tujuan Pemulangan
a. Klien menerima situasi dengan realistis.
b. Nyeri berkurang/terkontrol.
c. Homeostasis dicapai
d. Komplikasi dicegah/dikurangi
e. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.
B. Diagnosa keperawatan
1. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang perkembangan
penyakitnya, pemeriksaan diagnostik dan rencana tindakan.
2. Nyeri berhubungan dengan penekanan dan kerusakan ujung saraf bebas oleh
carsinoma nasofaring.
3. Kurang efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan oleh
karsinoma nasofaring.
4. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya asupan makanan, sakit saat mengunyah.
C. Intervensi dan Implementasi
1. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
perkembangan penyakitnya, pemeriksaan diagnostikdan rencana
tindakan.
Ditandai:
Data subyektif:
- Sering bertanya
- Menyatakan kurang mengerti tentang penyekitnya
- Menyatakan perasaan sering gugup dan takut.
Data obyektif:
- Ekpspresi wajah tegang
- Tensi, nadi meningkat
- Kadang-kadang berkeringat dingin
Kriteria evaluasi
- Menyatakan pemahaman tentang penyakitnya, rencana tindakan dan
pemeriksaan diagnostik
- Menyatakan tidak gugup dan takut
- Ekspresi wajah rileks
- Tensi, nadi dalam batas normal
Intervensi Rasional
1. Berikan informasi tentang: Mengetahui apa yang diharapkan dari
- sifat penyakit dan perjalannannya tindakan medis dapat membantu
- pemeriksaan diagnostik meliputi: kepatuhan pasien dan membantu
tujuan, prosedur kerja, persiapan menurunkan cemas yang berhubungan
sebelum pemeriksaan dan dengan tindakan medis.
perawatan setelah pemeriksaan.
-Tindakanyang
diprogramkanmeliputi: efek
samping dari radioterapi dan
kemoterapi.
2.ikut sertakan orang- orang yang Sistem pendukung yang kuat penting
berarti bagi pasien dalam setiap dalam membantu individu secara efektif
tindakan atau penyuluhan untuk mengatasi masalah dengan penyakit
memberi dukungan. kronis.
Intervensi Rasional
1. Untuk menimalkan nyeri: Metastase karsinoma pada beberapa
- Membalik dengan hati-hati organ dapat menyebabkan nyeri yang
dan beri dukungan hebat. Gerakan yang mendadak dan
- Hindari gerakan kepala sentuhan dari orang lain dapat
yang mendadak. menimbulkan rasa nyeri.
- Ubah posisi setiap 2 jam.
- Lakukan teknik relaksasi.
Smeltzer, SC. & Bare, BG. (2002). Keperawatan medikal bedah. EGC : Jakarta.