Anda di halaman 1dari 27

SYOK

OLEH :

ARYANI ARIF PALIMAI

21906044

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MAKASSAR

PRODI KEPERAWATAN

MAKASSAR

2020
BAB I

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Suatu keadaan / syndrome gangguan perfusi jaringan yang menyeluruh sehingga
tidak terpenuhinya kebutuhan metabolisme jaringan. (Rupii, 2005) Keadaan kritis akibat
kegagalan sistem sirkulasi dalam mencukupi nutrien dan oksigen baik dari segi pasokan
& pemakaian untuk metabolisme selular jaringan tubuh sehingga terjadi defisiensi akut
oksigen akut di tingkat sekuler.(Tash Ervien S, 2005) Suatu bentuk sindroma dinamik yang
akibat akhirnya berupa kerusakan jaringan sebab substrat yang diperlukan untuk
metabolisme aerob pada tingkat mikroseluler dilepas dalam kecepatan yang tidak adekuat
oleh darah yang sangat sedikit atau aliran maldistribusi candido(1990).
Keadaan ini disebabkan oleh menurunnya oksigenasi jaringan atau perubahan dalam
sirkulasi kapiler. Kekurangan oksigen akan berhubungan dengan ASIDOSIS LACTATE,
dimana kadar lactat tubuh merupakan indikator dari tingkat berat- ringannya syock Syok
yaitu hambatan di dalam peredaran darah perifer yang menyebabkan perfusi jaringan tak
cukup untuk memenuhi kebutuhan sel akan zat makanan dan membuang sisa
metabolisme ( Theodore, 93 ), atau suatu perfusi jaringan yang kurang sempurna.
Langkah pertama untuk bisa menanggulangi syok adalah harus bisa mengenal gejala
syok. Tidak ada tes laboratorium yang bisa mendiagnosa syok dengan segera.
Diagnosa dibuat berdasarkan pemahaman klinik tidak adekuatnya perfusi organ dan
oksigenasi jaringan.
Langkah kedua dalam menanggulangi syok adalah berusaha mengetahui
kemungkinan penyebab syok. Pada pasien trauma, pengenalan syok berhubungan langsung
dengan mekanisme terjadinya trauma. Semua jenis syok dapat terjadi pada pasien
trauma dan yang tersering adalah syok hipovolemik karena perdarahan.
Syok kardiogenik juga bisa terjadi pada pasien-pasien yang mengalami trauma di atas
diafragma dan syok neurogenik dapat disebabkan oleh trauma pada sistem saraf pusat
serta medula spinalis. Syok septik juga harus dipertimbangkan pada pasien-pasien trauma
yang datang terlambat untuk mendapatkan pertolongan.
B. Stadium Syock
1. Kompensasi
Komposisi tubuh dengan meningkatkan reflek syarpatis yaitu meningkatnya resistensi
sistemik dimana hanya terjadi detruksi selektif pada organ penting. TD sistokis
normal, dioshalik meningkat akibat resistensi arterial sistemik disamping TN terjadi
peningkatan skresi vaseprsin dan aktivasi sistem RAA. menitestasi khusus talekicad,
gaduh gelisah, kulit pucat, kapir retil > 2 dok.
2. Dekompensasi
Mekanisme komposisi mulai gagal, cadiac sulfat made kuat perfusi jaringan
memburuk, terjadilah metabolism anaerob. karena asam laktat menumpuk terjadilah
asidisif yang bertambah berat dengan terbentuknya asan 5/7/2018 Asuhan
Keperawatan Gawat Darurat Pada Pasien Dengan karbonat intrasel. Hal ini
menghambat kontraklilitas jantung yang terlanjur pada mekanisme energi pompo
Na+K di tingkat sel. Pada syock juga terjadi pelepasan histamin akibat adanya
smesvar namun bila syock berlanjut akan memperburuk keadaan, dimana terjadi
vasodilatasi disfori & peningkatan permeabilitas kapiler sehingga volumevenous
retwn berkurang yang terjadi timbulnya depresi muocard. Maniftrasi klinis : TD
menurun, porfsi teriter buruk olyserci, asidosis, napus kusmail.
3. Irreversibel
Gagal kompensasi terlanjut dengan kematian sel dan disfungsi sistem multiorgan,
cadangan ATP di keper dan jantung habis (sintesa baru 2 jam). terakhir kematian
walau sirkulasi dapat pulih manifestasi klinis : TD taktenkur, nadi tak teraba,
kesadaran (koma), anuria
C. Tanda Dan Gejala.
1. Sistem Kardiovaskuler
Gangguan sirkulasi perifer - pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena
perifer lebih bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah, Nadi cepat dan halus,
Tekanan darah rendah.
Hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme kompensasi sampai
terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah, Vena perifer kolaps, Vena leher
merupakan penilaian yang paling baik, CVP rendah.
2. Sistem Respirasi
Pernapasan cepat dan dangkal.
3. Sistem saraf pusat
Perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah rendah sampai
menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar . Obat sedatif
dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien memang
karena kesakitan.
4. Sistem Saluran Cerna
Bisa terjadi mual dan muntah.
5. Sistem Saluran Kencing
Produksi urin berkurang. Normal rata-rata produksi urin pasien dewasa adalah 60
ml/jam (1/5–1 ml/kg/jam).

D. Manifestasi Klinis
Secara umum manifestasi klinis syock yang muncul antara lain : pucat, bingung, coma
tachicardy, Sianosis, Arithnia gagal jantung kongestif, Berkeringat, takipneu, Perubahan
suhu, Oedem paru, Gelisah, Disorientasi. Sedang manifestasi klinis lain yang dapat
muncul :
a) Menurunnya filtrasi glomerulus
b) menurunnya urin out pu
c) meningkatnya keeping darah
d) asidosis metabolic
e) hyperglikemi
E. Jenis Syok
1. Syok Hypovolemik
Syok hipovolemik merujuk suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh
dengan cepat sehingga terjadinya multiple organ akibat perfusi yang tidak adekuat,
syok hipovolemik ini sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok
hemoragik), perdarahan eksternal akut akibat trauma dan perdarahan hebat kelianan
gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering
ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam
rongga toraks dan rongga abdomen.
a. Faktor Penyebab
Pada umumnya syok hipovolemik disebabkan karena perdarahan, sedang
penyebab lain yang ekstrem adalah keluarnya garam (NaCL). Syok misalnya
terjadi pada : patah tulang panjang, rupture spleen, hematothorak, diseksi arteri,
pangkreatitis berat. Sedang syok hipovolemik yang terjadi karena berkumpulnya
cairan di ruang interstisiil disebabkan karena: meningkatnya permeabilitas kapiler
akibat cedera panas, reaksi alergi, toksin bekteri.
Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan
ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok hipovolemik bisa merupakan akibat
dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak.
Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah
gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini
adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan
pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya. Kebanyakan
trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah memberi
kesan yang hangat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi
syok hemoragik.
b. Patofisiologi
Syok hipovolemik merupakan kegagalan perfusi jaringan yang disebabkan oleh
kehilangan cairan intravaskuler. Proses kegagalan perfusi akibat kehilangan volume
intravaskuler terjadi melalui penurunan aliran darah balik ke jantung (venous return)
yang menyebabkan volume sekuncup dan curah jantung berkurang. Penurunan
hebat curah jantung menyebabkan hantaran oksigen dan perfusi jaringan tidak
optimal yang dalam kedaan berat menyebabkan syok. Gejala klinis syok
hipovolemik baru jelas terlihat bila kekurangan volume sirkulasi lebih dari
15% karena pada tahap awal perdarahan mekanisme
kompensasi sisitim kardiovaskuler dan saraf otonom masih dapat menjaga fungsi
sirkulasi dalam kedaan normal. Gejala dan tanda klinis juga tidak muncul pada
waktu bersamaan, seperti perubahan tekanan darah sitolik terjadi lebih lambat dari
adanya perubahan tekanan nadi, frekuensi jantung dan penurunan produksi urin.
Oleh karena itu pemeriksaan dan penatalaksanaan yang cermat harus dilakukan
untuk penatalaksanaan yang tepat, serta penanggulangan segera kasus-kasus yang
beresiko agar tidak jatuh kedalam kondisi syok.
Alur perjalan syok hipovolemik yaitu dimana ada trauma pada jaringan tubuh
disini maksudnya yaitu tubuh mengalami adanya cedera, baik di jaringan kulit
maupun di jaringan tulang, yang sebelumnya mengalami luka maupun fraktur
pada tulang bagian dalam tubuh, seperti halnya luka bakar dan Destruksi kapiler,
seperti halnya Luka bakar dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan
hilangnya cairan. Hal ini dapat menimbulkan rendahnya volume darah dalam
tubuh. Sedangkan destruksi kapiler apabila kerusakan berawal di membran
kapiler, maka akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang
interstisium. Sehingga menimbulkan kehilangan protein melalui sel yang terkelupas
di akibatkan dari luka bakar tersebut sehingga kekurangan cairan merupakan
komplikasi yang terjadi ketika tubuh Anda kehilangan terlalu banyak darah/cairan
dari luka bakar. Dan perdarahan dapat terjadi diakibatkan dari destruksi pada
kapiler. Pada saat kebakaran memungkinkan untuk kehilangan protein plasma
disebabakan dari sel yang tekelupas pada luka bakar tersebut. Sehingga tekanan
osmotic pada darah mengalami penurunan yang sangat dastis pada plasma darah.
Perdarahan tadi menyebabkan cairan di iv akan mengalami output yang berlebihan
sehingga memungkinkan untuk terjadi SYOK HIPOVOLEMIK.
Sedangkan pada penderita keringat berlebihan, Diare dan muntah yang
berlebihan justru akan banyak cairan yang keluar dari tubuh sehingga kebutuhan air
dan elektrolit dalam tubuh tidak lah adekuat, sehingga menimbulkan cairan yang di
seluruh kompartemen tubuh termasuk cairan Intravascular akan berkurang
sehinngga dapat menimbulkan volume pada cairan intravascular berkurang dan
dapat terjadi SYOK HIPOVOLEMIK. Setelah itu keruskan pada korteks adrenal
ginja pdahal sangat diperlukan bagi kehidupan sekresi hormone aldosteron
memungkinkan tubuh untuk berdaptasi terhadap gejala stress, tanpa korteks
adrenal pada ginjal dan mengalami keruskan, keadaan stress yang berat dapat
mengakibatkan kegagalan sirkulasi perifer, syok, dan kematian. Kehidupan hanya
dapat di pertahankan dengan terapi nutrisi, elektrolit, serta cairan dan preparat
adrenokortikal yang dimana di sekresikan akan menghasilkan hormone
aldosteron. ( Syaifullah Noer, 1995) sehingga sekresi pada aldosteron menurun
yang dimana Aldosteron berperan dalam mengatur tingkat natrium dan kalium
dalam tubuh. Dengan adanya aldosteron, tekanan darah serta keseimbangan cairan
dan elektrolit dalam darah dapat terjaga. Hormon ginjal, renin, merangsang kelenjar
adrenal untuk melepaskan aldosteron. Sehingga dapat menimbulkan kegagalan pada
Retensi dan NA+ yang menimbulkan menurunya volume cairan pada tubuh
sehingga terja SYOK HIPOVOLEMIK.
Obstruksi usus adalah penyumbatan yang terjadi di dalam usus, baik usus halus
maupun usus besar. Kondisi ini dapat menimbulkan gangguan penyerapan makanan
atau cairan, di dalam saluran pencernaan. Bila tidak segera ditangani, bagian usus
yang mengalami sumbatan bisa mati dan menyebabkan komplikasi serius. Sehingga
dapat menyebabkan distensi pada usus halus maupun perut Distensi abdominal
merupakan proses peningkatan tekanan abdominal yang menghasilkan peningkatan
tekanan dalam perut dan menekan dinding perut. Distensi dapat terjadi ringan
ataupun berat tergantung dari tekanan yang dihasilakan. Distensi abdominal dapat
terjadi local atau menyeluruh dan dapat secara bertahap atau secara tiba-tiba.
Distensi abdominal akut mungkin merupakan tanda dari peritonitis atau tanda
akut obtruksi pada perut. Sehingga menimbulkan aliran balik ke vena menjadi
terhambat di akibatkan oleh adanya obstruksi tersebut, sehingga tekanan kapiler
pada usus halus mengalami peningkatan kapiler yaitu pembuluh darah terkecil
di tubuh, berdiameter 5-10 μm, yang menghubungkan arteriola dan venula, dan
memungkinkan pertukaran air, oksigen, karbon dioksida, serta nutrien dan zat
kimia sampah antara darah dan jaringan di sekitarnya. Dapat menimbulkan cairan
keluar dari kapiler dan masuk ke dinding dan lumen usus. Sehingga dapat
memunculkan cairan keluar dari
kapiler masuk ke dinding dan lumnen usus. Sehingga menurunnya volume
intravascular sehingga memicu timbulnya SYOK HIPOVOLEMIK.

c. Tahap Syok Hipovolemik


1) Tahap I
a) terjadi bika kehilangan darah 0-10% (kira-kira 500ml)
b) terjadi kompensasi dimana biasanya Cardiak output dan tekanan darah
masih dapat dipertahankan.
2) Tahap II
a) terjadi apabila kehilanagan darah 15-20%
b) tekanan darah turun, PO2 turun, takikardi, takipneu, diaforetik,
gelisah, pucat.
3) Tahap III
a) Bila terjadi kehilangan darah lebih dari 25%
b) Terjadi penurunan tekanan darah ,output,PO2, perfusi jaringan secara
cepat
c) terjadi iskemik pada organ
d) terjadi ekstravasasi cairan
d. Penanganan Syok Hipovolemik
1. Mempertahankan Suhu Tubuh
Suhu tubuh dipertahankan dengan memakaikan selimut pada penderita
untuk mencegah kedinginan dan mencegah kehilangan panas. Jangan
sekali-kali memanaskan tubuh penderita karena akan sangat berbahaya
2. Pemberian Cairan
a. Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar,
mual-mual,muntah, atau kejang karena bahaya terjadinya aspirasi
cairan ke dalam paru.
b. Jangan memberi minum kepada penderita yang akan dioperasi atau
dibius dan yang mendapat trauma pada perut serta kepala (otak).
c. Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak
ada indikasi kontra. Pemberian minum harus dihentikan bila
penderita menjadi mual atau muntah.
d. Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan
pilihan pertama dalam melakukan resusitasi cairan untuk
mengembalikan volume intravaskuler, volume interstitial, dan intra
sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
e. Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang
dengan jumlah cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis
cairan yang sama dengan cairan yang hilang, darah pada perdarahan,
plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus diganti dengan larutan
hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus diganti
dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler
dengan cairan kristaloid memerlukan volume 3–4 kali volume
perdarahan yang hilang, sedang bila menggunakan larutan koloid
memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan yang
hilang. Telah diketahui bahwa transfuse eritrosit konsentrat yang
dikombinasi dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan
darah lengkap.
f. Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah
pemberian cairan yang berlebihan.
g. Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian
cairan berlebihan yang akan membebani jantung. Harus diperhatikan
oksigenasi darah dan tindakan untuk menghilangkan nyeri.
h. Pemberian cairan pada syok septic harus dalam pemantauan ketat,
mengingat pada syok septik biasanya terdapat gangguan organ
majemuk (Multiple Organ Disfunction). Diperlukan pemantauan alat
canggih berupa pemasangan CVP, “Swan Ganz” kateter, dan
pemeriksaan analisa gas darah.
2. Syok Kardiogenik
a. Definisi
Syok kardiogenik disebabkan oleh kegagalan fungsi pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi berkurang atau berhenti sama sekali. Syok
kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi yang
jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya ditandai
dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau
berkurangnya tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan
pengeluaran urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per
menit dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara
sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Syok kardiogenik merupakan stadium akhir disfungsi ventrikel kiri atau gagal
jantung kongestif, terjadi bila ventrikel kiri mengalami kerusakan yang luas. Otot
jantung kehilangan kekuatan kontraktilitasnya,menimbulkan penurunan curah
jantung dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke organ vital (jantung,otak,
ginjal). Derajat syok sebanding dengan disfungsi ventrikel kiri. Meskipun syok
kardiogenik biasanya sering terjadi sebagai komplikasi MI, namun bisa juga
terajdi pada temponade jantung, emboli paru, kardiomiopati dan disritmia. (Brunner
& Suddarth, 2001).
Syok kardiogenik adalah syok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak
adekuat, seperti pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung;
manifestasinya meliputi hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah,
kekacauan mental, dan kegelisahan. (Kamus Kedokteran Dorland, 1998)
b. Etiologi
Penyebab syok kardiogenik mempunyai etiologi koroner dan non koroner.
Koroner , disebabkan oleh infark miokardium, Sedangkan Non-koroner
disebabkan oleh kardiomiopati, kerusakan katup, tamponade jantung, dan disritmia.
Lab/SMF Anestesiologi FKUA/RSUP Dr. M. Djamil, Padang mengklasifikasikan
penyebab syok kardiogenik sebagai berikut:
a) Penyakit jantung iskemik (IHD)
b) Obat-obatan yang mendepresi jantung
c) Gangguan Irama Jantung.
c. Manifestasi Klinis
Syok kardiogenik ditandai oleh gangguan fungsi ventrikel kiri yang
mengakibatkan gangguan mengakibatkan gangguan fungsi ventrikel kiri yaitu
mengakibatkan gangguan berat pada perfusi jaringan dan penghantaran oksigen
ke jaringan yang khas pada syok kardiogenik yang disebabkan oleh infark
miokardium akut adalah hilangnya 40% atau lebih jaringan otot pada ventrikel
kiri dan nekrosis vocal di seluruh ventrikel karena ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen miokardium.
Gmbaran klinis gagal jantung kiri :
a) Sesak napas dyspnea on effert, paroxymal nocturnal dyspnea
b) Pernapasan cheyne stokes
c) Batuk-batuk
d) Sianosis
e) Suara serak
f) Ronchi basah, halus tidak nyaring di daerah basal paru hydrothorax
g) Kelainan jantung seperti pembesaran jantung, irama gallop, tachycardia
h) BMR mungkin naik
i) Kelainan pada foto rontgen
d. Patofisiologi
Tanda dan gejala syok kardiogenik mencerminkan sifat sirkulasi patofisiologi
gagal jantung. Kerusakan jantung mengakibatkan penurunan curah jantung, yang
pada gilirannya menurunkan tekanan darah arteria ke organorgan vital. Aliran darah
ke arteri koroner berkurang, sehingga asupan oksigen ke jantung menurun, yang
pada gilirannya meningkatkan iskemia dan penurunan lebih lanjut kemampuan
jantung untuk memompa, akhirnya terjadilah lingkaran setan. Tanda klasik syok
kardiogenik adalah tekanan darah rendah, nadi cepat dan lemah, hipoksia otak yang
termanifestasi dengan adanya konfusi dan agitasi, penurunan haluaran urin, serta
kulit yang dingin dan lembab. Disritmia sering terjadi akibat
penurunan oksigen ke jantung.seperti pada gagal jantung, penggunaan kateter
arteri pulmonal untuk mengukur tekanan ventrikel kiri dan curah jantung sangat
penting untuk mengkaji beratnya masalah dan mengevaluasi penatalaksanaan
yang telah dilakukan. Peningkatan tekananakhir diastolic ventrikel kiri yang
berkelanjutan (LVEDP = Left Ventrikel End Diastolik Pressure) menunjukkan
bahwa jantung gagal untuk berfungsi sebagai pompa yang efektif.
e. Pemeriksaan diagnostik
Faktor faktor Pemeriksaan diagnostic antara lain :
a) Electrocardiogram (ECG)
b) Sonogram
c) Scan jantung
d) Kateterisasi jantung
e) Roentgen dada
f) Enzim hepar
g) Elektrolit oksimetri nadi
h) AGD
i) Kreatinin
j) Albumin / transforin serum
k) HSD
f. Penatalaksanaan
Syok kardiogenik adalah komplikasi yang banyak ditemui pada pasien Sindroma
Koroner Akut. Inti dari tatalaksana syok kardiogenik adalah penilaian masalah
utamanya : volume, pompa atau irama.
a. Bila masalah utamanya pada volume cairan maka pemberian cairan atau
darah/komponennya adalah langkah pertama yang harus diambil. Setelah
volume diyakini cukup maka seperti halnya bila masalah utama pada pompa
jantung, perhatikan keadaan tekanan darah
b. Bila tekanan darah sistolik lebih dari 100 mmHg, apalagi bila terdapat
kondisi edema paru, vasodilator seperti nitrogliserin dapat digunakan
c. Bila tekanan darah sistolik 70–100 mmHg tanpa disertai gejala dan tanda
syok, dapat diberikan inotropik seperti dobutamine
d. Bila tekanan darah sistolik 70–100 mmHg dengan disertai gejala dan tanda
syok, pemakaian vasopresor seperti dopamine dianjurkan Bila tekanan darah
sistolik kurang dari 70 mmHg disertai gejala dan tana syok, gunakan
vasopresor kuat seperti norefinefrin
e. Bila masalah utamanya pada irama jantung, dapat diklasifikasi atas
bradiaritmia dan takiaritmia yang tatalaksananya disesuaikan dengan
diagnosis gangguan irama tersebut
f. Pada keadaan syok yang berhasil diatasi, tatalaksana lanjutan dapat
mencakup :
a) Identifikasi dan tatalaksana penyebab yang reversible
b) Kateterisasi arteri pulmonalis bila diperlukan
c) Pompa balon intra-aorta bila diperlukan
d) Angiografi dan Intervensi Kardiovaskular perkutan
e) Intervensi bedah
f) Pemeriksaan penunjang tambahan
g) Terapi obat tambahan

3. Syock Distributif
a. Pengertian
Syok distributif atau vasogenik terjadi ketika volume darah secara abnormal
berpindah tempat dalam vaskulatur seperti ketika darah berkumpul dalam pembuluh
darah perifer.
b. Etiologi
Syok distributif dapat disebabkan baik oleh kehilangan tonus simpatis atau oleh
pelepasan mediator kimia ke dari sel-sel. Kondosi-kondisi yang menempatkan
pasien pada resiko syok distributif yaitu (1) syok neurogenik seperti cedera
medulla spinalis, anastesi spinal, (2) syok anafilaktik seperti sensitivitas terhadap
penisilin, reaksi transfusi, alergi sengatan lebah (3) syok septik seperti
imunosupresif, usia yang ekstrim yaitu > 1 thn dan > 65 tahun, malnutrisi
Berbagai mekanisme yang mengarah pada vasodiltasi awal dalam syok distributif
lebih jauh membagi klasifikasi syok ini kedalam 3 tipe:
c. Penanganan
1) Segera bawa penderita ke tempat teduh dan aman
2) Tenangkan dan yakinkan penderita bahwa dia akan ditangani dengan
baik
3) Tidurkan penderita, dengan posisi terlentang, tungkai ditinggikan 20-
30cm
4) Longgarkan pakaian penderita dan jangan diberikan makanan dan
minuman
5) Control ABC segera rujuk ke pasilitas kesehatan
d. Penanganan lanjut..
Berikan dopamine, epinefrin, antibiotic (sesuai penyebab),kortikosteroid
4. Syock Neurogenik
a. Pengertian
Syok neurogenik disebut juga syok spinal merupakan bentuk dari syok
distributif, Syok neurogenik terjadi akibat kegagalan pusat vasomotor karena
hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh.sehingga
terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance
vessels). Hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik ini
diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera
spinal, atau anestesi umum yang dalam). Syok neurogenik juga disebut
sinkop. Syok neurogenik terjadi karena reaksi vasovagal berlebihan yang
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi menyeluruh di daerah splangnikus
sehingga aliran berkurang. Reaksi vasovagal umumnya disebabkan oleh suhu
lingkungan yang panas,terkejut, takut atau nyeri hebat.
Pasien merasa pusing dan biasanya jatuh pingsan, Setelah pasien dibaringkan,
umumnya keadaan berubah menjadi baik kembali secara spontan. Trauma
kepala yang terisolasi tidak akan menyebabkan syok. Adanya syok pada trauma
kepala harus dicari penyebab yang lain.
Trauma pada medula spinalis akan menyebabkan hipotensi akibat hilangnya
tonus simpatis. Gambaran klasik dari syok neurogenik adalah hipotensi tanpa
takikardi atau vasokonstriksi perifer.
a. Etiologi
a) Trauma medula spinalis dengan quadriplegia atau paraplegia
(syok spinal).
b) Rangsangan hebat yang kurang menyenangkan seperti rasa nyeri
hebat pada fraktur tulang.
c) Rangsangan pada medula spinalis seperti penggunaan obat
anestesi spinal/lumbal.
d) Trauma kepala (terdapat gangguan pada pusat otonom).
e) Suhu lingkungan yang panas, terkejut, takut.
b. Manifestasi Klinis
Hampir sama dengan syok pada umumnya tetapi pada syok neurogenik
terdapat tanda tekanan darah turun, nadi tidak bertambah cepat, bahkan
dapat lebih lambat (bradikardi) kadang disertai dengan adanya defisit
neurologis berupa quadriplegia atau paraplegia . Sedangkan pada keadaan
lanjut, sesudah pasien menjadi tidak sadar, barulah nadi bertambah cepat.
Karena terjadinya pengumpulan darah di dalam arteriol, kapiler dan vena,
maka kulit terasa agak hangat dan cepat berwarna kemerahan.
c. Penatalaksaan
a) Baringkan pasien dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki
(posisi Trendelenburg).
b) Pertahankan jalan nafas dengan memberikan oksigen, sebaiknya
dengan menggunakan masker. Pada pasien dengan distress
respirasi dan hipotensi yang berat, penggunaan endotracheal tube
dan ventilator mekanik sangat dianjurkan.
Langkah ini untuk menghindari pemasangan endotracheal yang
darurat, jika terjadi distress respirasi yang berulang. Ventilator
mekanik juga dapat menolong menstabilkan hemodinamik dengan
menurunkan penggunaan oksigendari otot-otot respirasi.
c) Untuk keseimbangan hemodinamik, sebaiknya ditunjang dengan
resusitasi cairan. Cairan kristaloid seperti NaCl 0,9% atau Ringer
Laktat sebaiknya diberikan per infus secara cepat 250-500 cc bolus
dengan pengawasan yang cermat terhadap tekanan darah, akral,
turgor kulit, dan urin output untuk menilai respon terhadap terapi.
d) Bila tekanan darah dan perfusi perifer tidak segera pulih, berikan
obat-obat vasoaktif (adrenergik; agonis alfa yang indikasi kontra
bila ada perdarahan seperti ruptur lien).
5. Syoock anafilaktik
a. Pengertian
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis
berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum
dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutan

dan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan
terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Syok anafilaktik(=
shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau
tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis
yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks.
Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis. Syock
anafilaktik disebabkan oleh reaksi alergi ketika pasien yang sebelumnya sudah
membentuk anti bodi terhadap benda asing (anti gen) mengalami reaksi anti gen-
anti bodi sistemik.
b. Patofisiologi
Anafilaksis dikelompokkan dalam hipersensitivitas tipe 1 atau reaksi tipesegera
(Immediate type reaction). Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase :
1) Fase Sensitisasi Yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan Ig E
sampai diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan mastosit dan basofil.
Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluranj makan di
tangkapmakrofag, makrofag seperti mengtransfer anagen tersebut kepad
Limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL-4, IL-13) yang
menginduksi Limfosit B berproliferasi menjadi sel Plasma (Plasmosit).
Sel plasma memproduksi Immunoglobulin E (Ig E) spesifik untuk antigen
tersebut. Ig E ini kemudian terikat pada receptor permukaan sel Mast (Mastosit)
dan basofil.
2) Fase Aktivasi Yaitu waktu selama terjadinya pemaparan ulang dengan antigen
yang sama. Mastosit dan Basofil melepaskan isinya yang berupa granula yang
menimbulkan reaksi pada paparan ulang .
Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen
yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi
segera yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin,
bradikinin dan beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut
dengan istilah Preformed mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran
sel yang akan menghasilkan Leukotrien (LT) dan Prostaglandin (PG) yang
terjadi beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut Newly formed
mediators.
3) Fase Efektor Adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas
farmakologik pada organ organ tertentu. Histamin memberikan efek
bronkokonstriksi, meningkatkan permeabilitas kapiler yang nantinya
menyebabkan edema, sekresi mukus dan vasodilatasi. Serotonin
meningkatkan permeabilitas vaskuler dan Bradikinin menyebabkan kontraksi
otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek bronchospasme dan
meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi trombosit. Beberapa
faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil. Prostaglandin yang
dihasilkan menyebabkan bronchokonstriksi, demikian juga dengan Leukotrien.
c. Penatalaksaan
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia,
baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan,adalah:
1) Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat
lebih tinggi darikepala untuk meningkatkan aliran darah balik
vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan
tekanan darah.
2) Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
a) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga
tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita
yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah
tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan
melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan
buka mulut.
b) Breathing, segera memberikan bantuan napas buatan bila
tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke
mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang
disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya
obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang
mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong
dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas
dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total,
harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi
endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.
c) Circulation, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis,atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung
luar.
3) Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan
bantuan hidup dasar yang penatalaksanaannya sesuai dengan
protokol resusitasi jantung paru. Segera berikan adrenalin 0.3–0.5
mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk
penderita anak-anak, intramuscular.
Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik.
Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyuadrenalin
2–4 ug/menit.
a) Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian
adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan
aminofilin 5–6 mg/kgBB intravena dosis awal yang
diteruskan 0.4–0.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
b) Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100
mg atau deksametason 5–10 mg intravena sebagai terapi
penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik
atau syok yang membandel.
c) Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur
intravena untuk koreksi hipovolemia akibat
kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan
utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan
akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta
mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara
larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan
didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat
terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran
kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid,
maka diperlukan jumlah 3–4 kali dari perkiraan kekurangan
volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat
diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20–40% dari volume
plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat
diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan
kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga
bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa
melepaskan histamin.
d) Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila
penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena
dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa
dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian
sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas
yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal
oleh dokter.Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi
telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
e) Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat
dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama
kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah
mendapat terapi adrenalin lebih dari 2–3 kali suntikan,
harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.
6. Syok Septik
a. Pengertian

Syok septik adalah bentuk paling umum syok distributuf dan disebabkan oleh
infeksi yang menyebar luas. Insiden syok septik dapat dikurangi dengan
melakukan praktik pengendalian infeksi, melakukan teknijk aseptic yang cermat,
melakukan debriden luka ntuk membuang jarinan nekrotik, pemeliharaan dan
pembersihan peralatan secara tepat dan mencuci tangan secara menyeluruh
b. Etiologi
Mikroorganisme penyebab syok septik adalah bakteri gram negatif. Ketika
mikroorganisme menyerang jaringan tubuh, pasien akan menunjukkan suatu
respon imun. Respon imun ini membangkitkan aktivasi berbagai mediator
kimiawi yang mempunyai berbagai efek yang mengarah pada syok. Peningkatan
permeabilitas kapiler, yang mengarah pada perembesan cairan dari kapiler dan
vasodilatasi adalah dua efek tersebut.
c. Tanda dan Gejala
Sepsis merupakan respon sistemik terhadap bakteriemia. Pada saat bakteriemia
menyebabkan perubahan dalam sirkulasi menimbulkan penurunan perfusi
jaringan dan terjadi shock sepsis. Sekitar 40% pasien sepsis disebabkan
oleh mikroorganisme gram-positive dan 60% disebabkan mikroorganisme orang
dewasa infeksi saluran kencing merupakan sumber utama terjadinya infeksi
infeksi adalah luka dan kateter atau kateter intravena. Organisme yang paling sering
menyebabkan sepsis adalah staphylococcus aureus dan pseudomonas sp Pasien
dengan sepsis dan shock sepsis merupakan penyakit akut. Pengkajian dan
pengobatan sangat diperlukan. Pasien dapat meninggal karena sepsis.
Gejala umum adalah:
a) Demam
b) Berkeringat c)
Sakit kepala d)
Nyeri otot.

F. Penatalaksanaan Syock
Target utama, pengelolaan syock adalah mencukupi penyediaan oksigen oleh darah,
untuk jantung (oksigendeliverip)
1. Oksigenasi adekuat, hindari hyroksemia.
Tujuan utama meningkatkan kandungan oksigen arteri (CaO2) dengan
mempertahankan saturasi oksigen (SaO2) 98 – 100 % dengan cara :
a) Membebaskan jalan nafas.
b) Oksigenasi adekuat, pertahankan pada > 65 = 7 mmHg.
c) Kurangi rasa sakit & auxietas.
2. Suport cadiovaskuler sistem.
a. Therapi cairan untuk meningkatkan preload
pasang akses vaskuler secepatnya, resusitasi awal volume di berikan 10 – 30
ml/Kg BB cairan kastolord atau kalois secepatnya (< 20 menit) dapat diulang 2 –
3 kali sampai tekanan darah dan perfusi perifer baik. Menurut konsesus Asia Afrika
I (1997)
a) cairan kaloid lebih dianjurkan sebagai therapi intiab yang dianjurkan kaloid
atau kristoloid
b) therapi dopa adv berdasarkan respon klinis, perfusi perifer, cup, mep
b. Obat-obatan inetropik untuk mengobati disretmia, perbaikan kontraklitas jantung
tanpa menambah konsumsi oksigen miocard.
a) Dopevin (10 Kg/Kg/mut) meningkatkan vasokostriksi.
b) Epinoprin : Meningkat tekanan perfusi myocard.
c) Novepheriphin : mengkatkan tekanan perfusi miocard.
d) Dobtanine : meningkatkan cardiak output
e) Amiodarone : meningkatkan kontraklitas miocard, luas jantung, menurunkan
tekanan pembuluh darah sitemik.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :
a. Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
b. Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi)
c. Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
d. Peningkatan tekanan pengisian ventrikel kanan adanya distensi vena jugularis,
peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat
e. Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
f. Terdengar bunyi gallop S3, S4 atau murmur
g. Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia
h. Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
i. Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
j. Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
k. Sangat kehausan
l. Mual, muntah
m. Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel
n. Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal

2. Diagnosa keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan
penurunan curah jantung
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan
kontraktilitas miokard)
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
pulmonal
d. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi jaringan (serebral, kardiopulmonal, perifer) berhubungan dengan
penurunan curah jantung
1) Tujuan :
Perfusi jaringan dipertahankan dengan kriteria :
a) Tekanan darah dalam batas normal
b) Haluaran urine normal
c) Kulit hangat dan kering
d) Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh
2) Rencana tindakan
a) Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan perfusi jaringan
b) Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total) dengan posisi ekstremitas
memudahkan sirkulasi
c) Pertahankan terapi parenteral sesuai dengan program terapi, seperti darah
lengkap, plasmanat, tambahan volume
d) Ukur intake dan output setiap jam
e) Hubungkan kateter pada sistem drainase gravitasi tertutup dan lapor dokter
bila haluaran urine kurang dari 30 ml/jam
f) Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dan kaji efek obat serta
tanda toksisitas
g) Pertahankan klien hangat dan kering
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan
kontraktilitas miokard)
1) Tujuan :
Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung dengan kriteria :
a) Tanda-tanda vital dalam batas normal
b) Curah jantung dalam batas normal
c) Perbaikan mental
2) Rencana tindakan
a) Pertahankan posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan
meninggikan kepala tempat tidur 30 – 60 derajat
b) Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)
c) Pantau EKG secara kontinu
d) Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi
e) Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastic
f) Berikan oksigen sesuaai o Berikan obat-obatan sesu daei ndgeanng taenr
atepriapi
g) Pertahankan klien hangat dan kering
h) Auskultasi bunyi jantung setiap 2 sampai 4 jam sekali
i) Batasi dan rencanakan aktifitas ; berikan waktu istirahat antar prosedur
j) Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rectal
c. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler
pulmonal
1) Tujuan :
Klien memperlihatkan peningkatan ventilasi dengan kriteria :
a) Klien bernafas tanpa kesulitan
b) Paru-paru bersih
c) Kadar PO2 dan PCO2 dalam batas normal
2) Rencana tindakan
a) Kaji pola pernafasan, perhatikan frekwensi dan kedalaman pernafasan
b) Auskultasi paru-paru setiap 1 – 2 jam sekali
c) Pantau seri AGDA
d) Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
e) Lakukan penghisapan bila ada indikasi
f) Bantu dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam
d. Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
1) Tujuan :
Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan kriteria :
a) Klien mengungkapkan penurunan ansietas
b) Klien tenang dan relaks
c) Klien dapat beristirahat dengan tenang
2) Rencana tindakan
a) Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
b) Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta berikan penjelasan yang
ringkas bila klien tidak memahaminya
c) Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
d) Antisipasi kebutuhan klien
e) Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
f) Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama klien jika
kondisi. Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan
kematian klien memungkinkan
g) Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan
DAFTAR PUSTAKA

Atkinson R S, Hamblin J J, Wright J E C. Shock. Dalam buku: Hand book of Intensive


Care.
London: Chapman and Hall, 1981; 18-
29.

Bartholomeusz L, Shock, dalam buku: Safe Anaesthesia, 1996 ; 408-


413

Franklin C M, Darovic G O, Dan B B. Monitoring the Patient in Shock. Dalam buku:


Hemodynamic Monitoring: Invasive and Noninvasive Clinical Application. USA : EB D.
Saarounvidce rGs COo, .e d1,995 ; 441 - 499.

Thijs L G. The Heart in Shock (With Emphasis on Septic Shock). Dalam kumpulan
makalah:
Indonesian Symposium On Shock & Critical Care. Jakarta-Indonesia, August 30 - September
1,
1996 ; 1 -
4.

Wilson R F, ed. Shock. Dalam buku: Critical Care Manual. 1981; c:1-
42.

Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of


Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.

Anda mungkin juga menyukai