Usia 52 Tahun
Abstrak
Karsinoma Nasofaring adalah suatu penyakit keganasan yang muncul pada daerah nasofaring yaitu area diatas tenggorok
dan dibelakang hidung. Karsinoma Nasofaring merupakan contoh keganasan di bidang THT-KL serta merupakan kasus
keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker payudara, kanker leher rahim, serta kanker paru di Indonesia. Etiologi karsinoma
nasofaring bersifat multifaktorial yaitu infeksi dari virus Epstein Barr, genetik, serta berkaitan dengan lingkungan seperti
kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, merokok, pengawet makanan, obat nyamuk bakar, dan asap kayu bakar. Kasus ini
didapatkan pada pasien wanita, usia 52 tahun datang ke Rumah Sakit Dr. H. Abdoel Moeloek dengan keluhan nyeri kepala
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah pandangan ganda, telinga berdenging, wajah terasa baal
pada satu sisi, bicara pelo dan lidah jatuh kesatu sisi, serta mual dan lemas. Terdapat keluhan muncul benjolan pada leher
kanan sejak 5 bulan yang lalu sebelum keluhan nyeri kepala muncul. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang serta telah
dilakukan pemeriksaan biopsi dan hasil yang didapatkan merujuk pada diagnosis karsinoma nasofaring. Pengobatan yang
dilakukan pada pasien bersifat simptomatik untuk mengurangi gejala dan dirujuk ke rumah sakit yang lebih tinggi agar
mendapat tatalaksana lebih lanjut.
Kata kunci : Karsinoma Nasofaring, kelumpuhan saraf kranial multipel, laporan kasus
Korespondensi:Arilinia Pratiwi, alamat Jalan Dr. Sutomo No 36 Penengahan, Kedaton, Bandar Lampung 35153. HP
082176998585, email ariliniapratiwi18@gmail.com
ditemukan pada pria usia produktif makanan yang diawetkan seperti ikan asin,
(perbandingan antara pasien pria dan wanita ikan/ daging asap, serta makanan berkaleng
adalah 2:1) dan 60% pasien yang menderita berhubungan dengan kejadian karsinoma
KNF berusia antara 25 hingga 60 tahun.2 nasofaring (KNF).7,14 Pada penelitian yang
Etiologi dan faktor resiko dari KNF sampai saat dilakukan oleh Amstrong dkk didapatkan hasil
ini belum diketahui secara pasti,namun bahwa konsumsi ikan asin dalam jangka waktu
terdapat beberapa faktor yang dapat lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan faktor
meningkatkan risiko terjadinya KNF yaitu: resiko terjadinya Karsinoma Nasofaring sebesar
2 kali dibandingkan dengan yang tidak
1) Virus Epstein-Barr mengkonsumsi ikan asin (OR: 2.52; CI: 95%; p
Di daerah-daerah yang endemik, EBV value 0,001).15 Konsumsi ikan asin dilaporkan
kerapkali berkaitan dengan kejadian berkaitan dengan substansi zat karsinogenik
karsinoma. Virus ini merupakan family dari yang terdapat di dalamnya yaitu Nitrosamin.
Herpes virus dan merupakan penyebab dari Nitrosamin merupakan suatu molekul yang
beberapa penyakit keganasan seperti limfoma terdiri atas nitrogen dan oksigen. Nitrosamin
Burkitt, limfoma sel T, Hodgkin disease, dapat ditemukan dalam dua bentuk, yaitu
Karsinoma Nasofaring (KNF) serta karsinoma endogen yang berasal dari sintesis di dalam
mammae dan karsinoma gaster.5 Transmisi lambung dari prekursor yang berasal dari
utama virus ini melalui air liur (saliva), makanan yang dicerna, sedangkan nitrosamin
kemudian EBV memasuki sel-sel epitel eksogen berasal dari makanan, rokok, emisi
orofaring dan melakukan replikasi yang industri dan bahan kosmetik yang mengandung
sifatnya menetap (persisten), tersembunyi nitrosamin itu sendiri. Proses keganasan dapat
(laten), dan sepanjang masa (long life).6 terjadi akibat metabolisme nitrosamin yang
diaktivasi oleh mekanisme oksidasi sehingga
2) Genetik terjadi mutasi DNA. Faktor risiko KNF lainnya
Genetik merupakan salah satu faktor adalah rokok yang di dalamnya terkandung
resiko dari KNF. Bila seseorang memiliki lebih dari 4000 bahan karsinogenik, termasuk
riwayat anggota keluarga yang terkena KNF, nitrosamin.8
maka akan meningkatkan risiko terkena KNF Diagnosis KNF dapat ditegakkan
lebih besar pada keturunan anggota keluarga berdasarkan gejala klinis dan juga pemeriksaan
setelahnya. Faktor yang berperan terhadap hal penunjang. Diagnosis dini menentukan
ini yaitu HLA (Human Leukocyt Antigen). Pada prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan
literatur lainnya disebutkan bahwa kelainan karena nasofaring tersembunyi di belakang
genetik metabolisme enzim seperti kelainan tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar
enzim sitokrom P450 2E1 (CYP2E1), sitokrom tengkorak serta berhubungan dengan banyak
P450 2A6 (CYP2A6) dan tidak adanya enzim daerah penting di dalam tengkorak dan ke
glutathione S-transferase M1 (GSTM1) serta lateral maupun ke posterior leher. Gejala
GSTT1 berkontribusi untuk terjadinya KNF. karsinoma nasofaring di bagi menjadi empat
Adanya reseptor immunoglobulin PIGR kelompok, yaitu gejala nasofaring sendiri,
(Polymeric Immunoglobulin Receptor ) pada sel gejala telinga, gejala mata, dan gejala saraf,
epitel nasofaring dapat meningkatkan kejadian serta metastasis atau gejala di leher.9
karsinoma nasofaring. PIGR merupakan Gejala nasofaring dapat berupa
reseptor permukaan pada sel epitel nasofaring epistaksis ringan atau sumbatan pada hidung,
yang berfungsi menghantarkan Epstein Barr pemeriksaan pada nasofaring harus dilakukan
Virus kedalam epitel nasofaring sehingga dapat dengan cermat karena sering gejala belum ada
meningkatkan kejadian karsinoma nasofaring.7 namun tumor sudah tumbuh atau tumor tidak
tampak karena masih berada di mukosa
3) Lingkungan (creeping tumor). Gangguan pada telinga
Faktor lingkungan seperti kebiasaan biasanya timbul lebih dini karena tempat asal
merokok, asap pada kayu bakar, infeksi saluran tumor berada di dekat muara tuba eustachius
pernafasan atas yang berulang, serta konsumsi (fossa Rosenmuller). Gangguan pada telinga
dan dengan kontras. CT scan berguna untuk hidung dengan rinoskopi posterior atau
melihat tumor primer dan penyebaran ke nasofaringoskopi rigid/fiber.2
jaringan sekitarnya serta penyebaran ke
kelenjar getah bening regional. Modalitas terapi yang dapat dilakukan pada
pasien KNF adalah:
Tabel 3. Klasifikasi Nodul (TNM)2
Kelenjar getah bening Tabel 5. Modalitas terapi KNF2
regional (N) Stadium Tatalaksana
Nx Kelenjar getah bening Stadium I Radiasi
regional tidak dapat Stadium II Kemoradiasi konkuren
dinilai Stadium III, IV A, IVB Kemoradiasi konkuren
N0 Tidak terdapat +/- kemoterapi
metastasis ke kenjar adjuvan
getah bening regional Stadium IV A, IV B (T4 Kemoterapi induksi,
N1 Metastasis unilateral atau N3) diikuti dengan
ke kelenjar getah kemoradiasi konkuren
bening servikal 6 cm
atau kurang di atas Radioterapi masih merupakan pengobatan
fossa supraklavikula
utama dan pengobatan tambahan yang
atau keterlibatan
kelenjar getah bening diberikan dapat berupa diseksi leher,
retrofarongeal bilateral pemberian tetrasiklin, interferon, kemoterapi,
atau unilateral <6 cm vaksin dan anti virus. Pemberian adjuvan
pada dimensi kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-
terbesarnya fluouracil sedang dikembangkan. Kombinasi
N2 Metastasis bilateral di kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-
kelenjar getah bening 6 fluouracil oral stiap hari sebelum diberikan
cm atau kurang dalam radiasi yang bersifat radiosensitizer
dimensi terbesarnya memperlihatkan hasil kesembuhan total
N3 Metastasis di kelenjar
karsinoma nasofaring. Pengobatan
getah bening, ukuran >
6 cm pembedahan diseksi leher radikal dilakukan
N3a Ukuran >6 cm apabila benjolan di leher tidak menghilang
N3b Perluasan ke dengan penyinaraan (residu), atau timbul
supraklavikula kembali setelah penyinaran selesai, tetapi
dengan syarat tumor induknya sudah hilang
Tabel 4. Klasifikasi Metastase (TNM)2 yang dibuktikan dengan pemeriksaan
Metastasis jauh (M) radiologik dan serologi, serta tidak
Mx Metastasis jauh tidak ditemukannnya metastasis jauh.2
dapat dinilai Laporan kasus ini menjelaskan tentang
M0 Tidak terdapat Karsinoma Nasofaring dengan kelumpuhan
metastasis jauh
saraf kranial multipel pada wanita usia 52
M1 Metastasis jauh
tahun dan penatalaksanaannya. Tujuan dari
laporan kasus ini adalah untuk mengetahui
USG abdomen digunakan untuk melihat
uraian masalah klinis, mengidentifikasi faktor
metastasis organ intraabdomen, foto thorax
resiko yang menjadi penyebab, serta
dan bone scan juga digunakan untuk melihat
tatalaksana yang tepat bagi penyakit pasien.
metastase ke paru dan tulang. 2 Diagnosis pasti
berdasarkan pemeriksaan PA dari biopsi
Kasus
nasofaring bukan dari biopsi aspirasi jarum
Pasien Ny. P usia 52 tahun datang ke IGD
halus atau biopsi insisional/eksisional kelenjar
RSUD Abdul Moeloek dengan keluhan nyeri
getah bening leher. Biopsi nasofaring dapat
kepala, mual, dan lemas sejak 2 bulan yang
dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut dan
lalu. Awalnya pasien mengeluhkan adanya
benjolan pada leher sebelah kanan 5 bulan
yang lalu, keluhan dirasakan tidak nyeri namun seminggu, pasien tidak merokok namun suami
semakin lama semakin membesar. Setelah itu pasien merupakan perokok aktif sejak tiga
pasien sering mengeluhkan nyeri kepala yang puluh tahun yang lalu. Menurut pengakuan
hebat hingga membuat pasien beberapa kali pasien, suami pasien dapat menghabiskan
tidak sadarkan diri. Pasien kemudian berobat sebungkus rokok perhari. Riwayat upaya
ke RS swasta dan sempat dirawat karena pengobatan sudah dilakukan ke puskesmas
keluhan bertambah menjadi sulit menelan dan dan rumah sakit untuk mengurangi sakit kepala
terdapat bicara pelo, pasien sempat diduga namun pasien mengatakan keluhan terus
mengalami stroke sehingga dilakukan berlanjut sampai saat ini.
pemeriksaan rontgen thorax dan CT Scan Berdasarkan keluhan pasien,
kepala serta pemasangan NGT karena pasien pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tidak bisa menelan makanan. Satu bulan yang telah dilakukan, diagnosis kerja yang
terakhir pasien merasakan keluhan semakin ditegakkan adalah Karsinoma Nasofaring
memberat yaitu mata kiri sulit untuk dibuka, dengan parase N.III,N.IV,N.VI,N.V,N.VII,
serta terasa adanya baal pada wajah sebelah N.IX,N.X,N.XII. Penatalaksaan medikamentosa
kiri. Rasa baal disertai dengan adanya sulit yang diberikan berupa pemberian infus
menggerakan pada wajah bagian kiri. Pasien Asering, analgetik berupa Asam Mefenamat 3 x
juga merasakan nyeri kepala, telinga 500 mg serta memberikan penjelasan bahwa
berdenging dan pendengaran berkurang pada pasien akan direncanakan untuk di rujuk ke RS
satu bulan terakhir. Adanya pandangan Gatot Subroto di Jakarta untuk dilakukan
berbayang atau penglihatan ganda juga tatalaksana selanjutnya berupa Radioterapi.
dirasakan pasien. Pasien mengatakan Prognosis pada pasien ini adalah malam untuk
mengkonsumsi obat-obatan herbal selama quo ad vitam, dan dubia ad malam untuk quo
sakit ini namun tidak ada perubahan berarti. ad functionam dan quo ad sanationam.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan Pembahasan
fisik mata didapatkan ptosis pada mata kiri dan Pada pasien ini, diagnosis karsinoma
pupil anisokor. Pada pemeriksaan fisik telinga nasofaring ditegakkan dari hasil anamnesis
didapatkan dalam batas normal, hidung dalam berupa auto dan alloanamnesis, pemeriksaan
batas normal, dan tidak ditemukan gangguan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari keluhan
penghidu pada pasien. Pada pemeriksaan dan pemeriksaan fisik pasien didapatkan gejala
wajah didapatkan hipoestesi pada pipi kiri telinga berupa telinga berdenging atau tinitus,
pasien. Pada pemeriksaan orofaring dalam gejala mata berupa pandangan ganda atau
batas normal, pada pemeriksaan cavum oris diplopia, gejala saraf berupa diplopia, ptosis,
didapatkan lidah deviasi ke kiri dan tidak parestesi separuh wajah, lumpuh separuh
terdapat reflek muntah. Pada pemeriksaan wajah, kesulitan menelan, serta lidah tertarik
leher didapatkan benjolan terfiksasi berukuran ke satu sisi sehingga sesuai dengan parese
sekitar 3x3x1 cm terdapat pada (kelenjar getah N.III,IV,VI, N.V, N.VII, N.IX,X,XII serta terdapat
bening) KGB servikalis superfisial. Pemeriksaan gejala leher berupa limfadenopati servikal pada
penunjang dilakukan dengan CT scan kepala level 2. Dari hasil pemeriksaan fisik yang
dan di dapatkan kesan suspek massa intrasinus didapatkan pada pasien, secara klinis telah
ethmoidalis dan sfenoidalis. Hasil pemeriksaan jelas bahwa pasien menderita Karsinoma
biopsi nasofaring didapatkan sarang-sarang Nasofaring. Pada pasien ini juga telah dilakukan
tumor diantara jaringan limfoid dengan sel-sel biopsi tumor primer untuk mengkonfirmasi
atipik, polimorfik, hiperkromasi, anak inti diagnosis histopatologi dan juga menentukan
terlihat, mitosis banyak, masih dijumpai subtipe histopatologi yang erat kaitannya
terlihat kreatinisasi individual dengan kesan dengan pengobatan dan prognosis.11
Karsinoma Nasofaring. Etiologi karsinoma nasofaring bersifat
Riwayat pribadi pasien sering multifaktorial. Dari literatur disebutkan bahwa
mengkonsumsi makanan yang di awetkan terdapat faktor viral seperti infeksi virus
seperti makanan kaleng minimal dua kali dalam Epstein Barr sangat dominan untuk terjadinya
karsinoma nasofaring tetapi faktor non viral (radiosensitizer).13 Prognosis pada pasien
seperti konsumsi ikan asin, makanan karsinoma nasofaring diperburuk oleh:
berkaleng, kebiasaan merokok, asap kayu stadium yang lebih lanjut; usia lebih dari 40
bakar dan faktor genetik dilaporkan tahun; adanya pembesaran kelenjar leher;
berhubungan dengan kejadian karsinoma adanya kelumpuhan saraf otak; adanya
nasofaring.12 Pasien ini memiliki riwayat kerusakan tulang tengkorak; dan metastasis
terpapar asap rokok selama ± 30 tahun yang jauh.9 Prognosis KNF untuk stadium I
merupakan faktor predisposisi terjadinya dilaporkan five years survival rate adalah
karsinoma nasofaring. Rokok memiliki ribuan 83,7%, stadium II 67,9%, stadium III 40,3%,
zat karsinogenik yang dapat memicu timbulnya sedangkan pada kasus yang telah terjadi
sel kanker.7 metastasis hanya berkisar 22,3%.16
Pada pemeriksaan fisik leher pasien ini
didapatkan pembesaran kelanjar getah bening Simpulan
pada colli dextra berukuran 3x3x1 dan terletak Karsinoma nasofaring (KNF) adalah
di level 2 yang konsistensinya lunak serta karsinoma yang muncul pada daerah
mudah digerakkan (mobile). Dari hasil nasofaring yaitu area diatas tenggorok dan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang di dibelakang hidung yang merupakan kasus
lakukan pada pasien di diagnosis Karsinoma keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker
Nasofaring Stadium IV A (T4N1Mx) dengan payudara di Indonesia. Etiologi pasti belum
kelumpuhan saraf kranial multipel (Multiple diketahui namun diduga multifaktorial meliputi
Cranial Nerve Palsy). infeksi EBV, genetik, dan lingkungan. Diagnosis
ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang. Deteksi dini
pada karsinoma nasofaring harus dilakukan
dengan cepat dan tepat karena penemuan
Tabel 6. Stadium KNF2 penyakit pada stadium yang lebih dini
Tis T1 T2 T3 T4 dipercaya dapat menghasilkan prognosis yang
N0 0 I II III IVA lebih baik.
N1 II II III IVA
MO
N2 III III III IVA Daftar Pustaka
N3 IVB IVB IVB IVB 1. World Health Organization. 10 facts about
M1 IVC IVC IVC IVC cancer [internet]; 2017 [diakses pada
tanggal 29 Oktober 2019 pukul 21.05 WIB]
Terapi pada pasien ini adalah kemoradiasi Tersedia dari:
konkuren +/- kemoterapi adjuvan. Kemoradiasi https://www.who.int/healthtopics/cancer
konkuren adalah pemberian kemoterapi dan 2. Kementrian Kesehatan RI. Panduan
radiasi secara bersamaan.2 Respon tumor penatalaksanaan kanker nasofaring.
terhadap radiasi umumnya meningkat apabila Jakarta: Kemenkes RI; 2017.
dikombinasikan dengan kemoterapi seperti 3. Ferlay J, Soerjomataram I, Dikshit R, Esher
Cisplatin, 5 FU, Hydroxyurea dan Mytomkin. S, Mather C, Forman D, Dkk. Cancer
Keuntungan kemoradiasi konkuren adalah insidence and mortality worldwide:
keduanya bekerja sinergistik yaitu mencegah sources, methods, and major patterns in
resistensi, membunuh subpopulasi sel kanker globocan [internet]. United Kingdom:
yang hipoksik dan menghambat recovery DNA Felay J and associated; 2012 [diakses pada
pada sel kanker yang sublethal. Efek samping tanggal 27 oktober 2019 pukul 13.00].
yang terjadi adalah toksisitas dapat begitu Tersedia dari:
besar, untuk mengurangi efek samping https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/
tersebut, diberikan kemoterapi tunggal (single 10.1002/ijc.29210
agent chemotherapy) dosis rendah dengan 4. Kementrian Kesehatan RI. Situasi penyakit
tujuan khusus untuk meningkatkan sensitivitas kanker. Jakarta: Kemenkes RI; 2015.
sel kanker terhadap radioterapi 5. Putri EB. Karakteristik penderita