Anda di halaman 1dari 7

Arilinia Pratiwi dan Mukhlis Imanto |Karsinoma Nasofaring dengan Multiple Cranial Nerve Palsy Pada Pasien Wanita

Usia 52 Tahun

Karsinoma Nasofaring dengan Multiple Cranial Nerve Palsy


Pada Pasien Wanita Usia 52 Tahun
Arilinia Pratiwi1, Mukhlis Imanto2
1
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Bagian THT-KL, Rumah Sakit Abdul Moeloek Provinsi Lampung

Abstrak
Karsinoma Nasofaring adalah suatu penyakit keganasan yang muncul pada daerah nasofaring yaitu area diatas tenggorok
dan dibelakang hidung. Karsinoma Nasofaring merupakan contoh keganasan di bidang THT-KL serta merupakan kasus
keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker payudara, kanker leher rahim, serta kanker paru di Indonesia. Etiologi karsinoma
nasofaring bersifat multifaktorial yaitu infeksi dari virus Epstein Barr, genetik, serta berkaitan dengan lingkungan seperti
kebiasaan mengkonsumsi ikan asin, merokok, pengawet makanan, obat nyamuk bakar, dan asap kayu bakar. Kasus ini
didapatkan pada pasien wanita, usia 52 tahun datang ke Rumah Sakit Dr. H. Abdoel Moeloek dengan keluhan nyeri kepala
sejak 2 bulan yang lalu. Keluhan lain yang dirasakan pasien adalah pandangan ganda, telinga berdenging, wajah terasa baal
pada satu sisi, bicara pelo dan lidah jatuh kesatu sisi, serta mual dan lemas. Terdapat keluhan muncul benjolan pada leher
kanan sejak 5 bulan yang lalu sebelum keluhan nyeri kepala muncul. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang serta telah
dilakukan pemeriksaan biopsi dan hasil yang didapatkan merujuk pada diagnosis karsinoma nasofaring. Pengobatan yang
dilakukan pada pasien bersifat simptomatik untuk mengurangi gejala dan dirujuk ke rumah sakit yang lebih tinggi agar
mendapat tatalaksana lebih lanjut.

Kata kunci : Karsinoma Nasofaring, kelumpuhan saraf kranial multipel, laporan kasus

Nasopharyngeal Carcinoma with Multiple Cranial Nerve Palsy in Female


Patients 52 Years Old
Abstract
Nasopharyngeal Carcinoma is a malignant disease that appears in the nasopharyngeal area, namely the area above the
throat and behind the nose. Nasopharyngeal carcinoma is an example of malignancy in the THT-KL and is the 4th most
common malignancy case after breast cancer, cervical cancer, and lung cancer in Indonesia. The etiology of nasopharyngeal
carcinoma is multifactorial, namely infection from Epstein Barr virus, genetic, and related to the environment such as
consumption of salted fish, smoking habits, food preservatives, mosquito coils, and wood smoke. This case was found in a
female patient, 52 years old, who came to Dr. Hospital. H. Abdoel Moeloek with complaints of headache since 2 months
ago. Other complaints felt by patients are double vision, ringing in the ears, face feels numb on one side, pelo talk and
tongue falling to one side, and nausea and weakness. There was a complaint of a lump appearing on the right neck since 5
months ago before complaints of headache appeared. The results of physical and supporting examinations and biopsy
examinations have been carried out and the results obtained refer to the diagnosis of nasopharyngeal carcinoma.
Treatment carried out on patients is symptomatic to reduce symptoms and is referred to a higher hospital for further
treatment.

Keywords : Case Report, nasopharyngeal carcinoma, multiple cranial nerve palsy

Korespondensi:Arilinia Pratiwi, alamat Jalan Dr. Sutomo No 36 Penengahan, Kedaton, Bandar Lampung 35153. HP
082176998585, email ariliniapratiwi18@gmail.com

Pendahuluan pertumbuhan sel tubuh yang tidak normal yang


Keganasan yang dalam istilah medis muncul pada daerah nasofaring yaitu area
disebut kanker merupakan salah satu kasus diatas tenggorok dan dibelakang hidung.3,4
kematian utama di dunia, termasuk di negara Berdasarkan data GLOBOCAN (Global Burden
berkembang.1 Karsinoma Nasofaring Cancer) tahun 2014 yaitu sebanyak 87.000
merupakan contoh keganasan di bidang THT-KL kasus baru Karsinoma Nasofaring muncul
serta merupakan kasus keganasan terbanyak setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru
ke-4 setelah kanker payudara, kanker leher terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru
rahim, serta kanker paru di Indonesia.2 pada perempuan) dan terdapat 51.000
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah suatu kematian akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan
penyakit keganasan yang timbul akibat 15.000 pada perempuan).2 Kasus KNF terutama

Medula | Volume 9 | Nomor 4 | Januari 2020 | 609


Arilinia Pratiwi dan Mukhlis Imanto |Karsinoma Nasofaring dengan Multiple Cranial Nerve Palsy Pada Pasien Wanita Usia 52 Tahun

ditemukan pada pria usia produktif makanan yang diawetkan seperti ikan asin,
(perbandingan antara pasien pria dan wanita ikan/ daging asap, serta makanan berkaleng
adalah 2:1) dan 60% pasien yang menderita berhubungan dengan kejadian karsinoma
KNF berusia antara 25 hingga 60 tahun.2 nasofaring (KNF).7,14 Pada penelitian yang
Etiologi dan faktor resiko dari KNF sampai saat dilakukan oleh Amstrong dkk didapatkan hasil
ini belum diketahui secara pasti,namun bahwa konsumsi ikan asin dalam jangka waktu
terdapat beberapa faktor yang dapat lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan faktor
meningkatkan risiko terjadinya KNF yaitu: resiko terjadinya Karsinoma Nasofaring sebesar
2 kali dibandingkan dengan yang tidak
1) Virus Epstein-Barr mengkonsumsi ikan asin (OR: 2.52; CI: 95%; p
Di daerah-daerah yang endemik, EBV value 0,001).15 Konsumsi ikan asin dilaporkan
kerapkali berkaitan dengan kejadian berkaitan dengan substansi zat karsinogenik
karsinoma. Virus ini merupakan family dari yang terdapat di dalamnya yaitu Nitrosamin.
Herpes virus dan merupakan penyebab dari Nitrosamin merupakan suatu molekul yang
beberapa penyakit keganasan seperti limfoma terdiri atas nitrogen dan oksigen. Nitrosamin
Burkitt, limfoma sel T, Hodgkin disease, dapat ditemukan dalam dua bentuk, yaitu
Karsinoma Nasofaring (KNF) serta karsinoma endogen yang berasal dari sintesis di dalam
mammae dan karsinoma gaster.5 Transmisi lambung dari prekursor yang berasal dari
utama virus ini melalui air liur (saliva), makanan yang dicerna, sedangkan nitrosamin
kemudian EBV memasuki sel-sel epitel eksogen berasal dari makanan, rokok, emisi
orofaring dan melakukan replikasi yang industri dan bahan kosmetik yang mengandung
sifatnya menetap (persisten), tersembunyi nitrosamin itu sendiri. Proses keganasan dapat
(laten), dan sepanjang masa (long life).6 terjadi akibat metabolisme nitrosamin yang
diaktivasi oleh mekanisme oksidasi sehingga
2) Genetik terjadi mutasi DNA. Faktor risiko KNF lainnya
Genetik merupakan salah satu faktor adalah rokok yang di dalamnya terkandung
resiko dari KNF. Bila seseorang memiliki lebih dari 4000 bahan karsinogenik, termasuk
riwayat anggota keluarga yang terkena KNF, nitrosamin.8
maka akan meningkatkan risiko terkena KNF Diagnosis KNF dapat ditegakkan
lebih besar pada keturunan anggota keluarga berdasarkan gejala klinis dan juga pemeriksaan
setelahnya. Faktor yang berperan terhadap hal penunjang. Diagnosis dini menentukan
ini yaitu HLA (Human Leukocyt Antigen). Pada prognosis pasien, namun cukup sulit dilakukan
literatur lainnya disebutkan bahwa kelainan karena nasofaring tersembunyi di belakang
genetik metabolisme enzim seperti kelainan tabir langit-langit dan terletak di bawah dasar
enzim sitokrom P450 2E1 (CYP2E1), sitokrom tengkorak serta berhubungan dengan banyak
P450 2A6 (CYP2A6) dan tidak adanya enzim daerah penting di dalam tengkorak dan ke
glutathione S-transferase M1 (GSTM1) serta lateral maupun ke posterior leher. Gejala
GSTT1 berkontribusi untuk terjadinya KNF. karsinoma nasofaring di bagi menjadi empat
Adanya reseptor immunoglobulin PIGR kelompok, yaitu gejala nasofaring sendiri,
(Polymeric Immunoglobulin Receptor ) pada sel gejala telinga, gejala mata, dan gejala saraf,
epitel nasofaring dapat meningkatkan kejadian serta metastasis atau gejala di leher.9
karsinoma nasofaring. PIGR merupakan Gejala nasofaring dapat berupa
reseptor permukaan pada sel epitel nasofaring epistaksis ringan atau sumbatan pada hidung,
yang berfungsi menghantarkan Epstein Barr pemeriksaan pada nasofaring harus dilakukan
Virus kedalam epitel nasofaring sehingga dapat dengan cermat karena sering gejala belum ada
meningkatkan kejadian karsinoma nasofaring.7 namun tumor sudah tumbuh atau tumor tidak
tampak karena masih berada di mukosa
3) Lingkungan (creeping tumor). Gangguan pada telinga
Faktor lingkungan seperti kebiasaan biasanya timbul lebih dini karena tempat asal
merokok, asap pada kayu bakar, infeksi saluran tumor berada di dekat muara tuba eustachius
pernafasan atas yang berulang, serta konsumsi (fossa Rosenmuller). Gangguan pada telinga

Medula | Volume 9 | Nomor 4 | Januari 2020 | 610


Arilinia Pratiwi dan Mukhlis Imanto |Karsinoma Nasofaring dengan Multiple Cranial Nerve Palsy Pada Pasien Wanita Usia 52 Tahun

dapat berupa tinitus, rasa tidak nyaman di Tabel 1. Skoring Digby


telinga, hingga rasa nyeri pada telinga.9 Letak Gejala Nilai
nasofaring berhubungan dekat dengan rongga Massa terlihat di nasofaring 25
tengkorak melalui beberapa lubang, maka Gejala khas di hidung 15
gangguan beberapa saraf dapat terjadi. Gejala Gejala khas pendengaran 15
Sakit kepala unilateral atau bilateral 5
yang terjadi pada penekanan N I karena
Gangguan neurologik syaraf otak 5
penjalaran tumor yang sudah mendesak Eksoftalmus 5
foramen olfaktorius pada lamina kribosa Limfadenopati leher 25
adalah pasien sering mengeluh anosmia dan
sindroma Petrosfenoidal. Sindroma Jika jumlah nilai skoring lebih dari atau
Petrosfenoidal adalah kumpulan gejala berupa sama dengan 50, diagnosis klinis Karsinoma
diplopia dan neuralgia trigeminal akibat Nasofaring dapat ditegakkan.11 Untuk
rusaknya saraf-saraf kranialis anterior (N I-N menentukan stadium Karsinoma Nasofaring
VI). Jika tumor mencapai kiasma optikum, berdasarkan atas kesepakatan antara UICC
pasien biasanya juga mengeluh penurunan (Union Internationale Centre Cancer) dan AJCC
tajam penglihatan.9 (Americant Joint Committe on Cancer) 2010.
Penjalaran tumor melalui foramen Pembagian TNM untuk karsinoma nasofaring
laserum akan mengenai saraf otak III, IV, dan VI adalah sebagai berikut :
serta dapat pula mengenai saraf ke V. Parese
pada N.III menimbulkan kelumpuhan pada Tabel 2. Klasifikasi Tumor (TNM)2
m.levator palpebra dan m.tarsalis superior Keadaan tumor primer Batasan
yang menyebabkan oftalmoplegia serta ptosis (T)
bulbi dan kesulitan membuka mata. Parese Tx Tumor primer tidak
N.III, IV dan VI akan menimbulkan keluhan dapat dinilai
diplopia. Parese N.V akan menimbulkan
keluhan parestesi sampai hipestesi pada T0 Tidak terdapat tumor
primer
separuh wajah. Penjalaran melalui foramen
Tis Karsinoma in situ
jugulare akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, T1 Tumor terbatas pada
dan XII. Gejala klinis parese N.IX adalah nasofaring atau meluas
hilangnya refleks muntah, disfagia ringan, ke orofaring dan/
deviasi uvula ke sisi sehat, hilangnya sensasi kavitas nasal, tanpa
pada laring, dan tonsil. Paresis N.X akan ekstensi parafaringeal
memberikan gejala berupa gejala motorik T2 Tumor meluas ke
(afoni, disfoni, perubahan posisi pita suara, parafaringeal
disfagia, spasme otot esofagus), gejala sensorik T3 Tumor masuk ke
(nyeri daerah faring dan laring, dispnea, struktur tulang pada
dasar tengkorak dan/
hipersalivasi). Parese N.XI berupa kesukaran
sinus paranasal
mengangkat dan memutar kepala dan dagu. T4 Tumor dengan
Parese N.XII akan menimbulkan gejala berupa perluasan intrakranial,
lidah yang deviasi ke sisi yang lumpuh saat hipofaring, orbita, atau
dijulurkan, suara pelo dan disfagia. Metastasis infratemporal fossa
ke kelenjar leher biasanya terlihat dalam
bentuk benjolan di leher.9,10
Terdapat kriteria Digby yang merupakan Pemeriksaan penunjang yang digunakan
skoring untuk setiap gejala KNF dan untuk menegakkan diagnosis adalah dengan
mempunyai nilai diagnostik serta berdasarkan melihat secara langsung dinding nasofaring
jumlah nilai yang diperoleh dari skoring dapat menggunakan alat endoskopi, CT scan
menentukan KNF.11 nasofaring, USG abdomen, foto thorax dan
bone scan. CT scan nasofaring mulai setinggi
sinus frontalis sampai dengan klavikula,
potongan koronal, aksial, dan sagital tanpa

Medula | Volume 9 | Nomor 4 | Januari 2020 | 611


Arilinia Pratiwi dan Mukhlis Imanto |Karsinoma Nasofaring dengan Multiple Cranial Nerve Palsy Pada Pasien Wanita Usia 52 Tahun

dan dengan kontras. CT scan berguna untuk hidung dengan rinoskopi posterior atau
melihat tumor primer dan penyebaran ke nasofaringoskopi rigid/fiber.2
jaringan sekitarnya serta penyebaran ke
kelenjar getah bening regional. Modalitas terapi yang dapat dilakukan pada
pasien KNF adalah:
Tabel 3. Klasifikasi Nodul (TNM)2
Kelenjar getah bening Tabel 5. Modalitas terapi KNF2
regional (N) Stadium Tatalaksana
Nx Kelenjar getah bening Stadium I Radiasi
regional tidak dapat Stadium II Kemoradiasi konkuren
dinilai Stadium III, IV A, IVB Kemoradiasi konkuren
N0 Tidak terdapat +/- kemoterapi
metastasis ke kenjar adjuvan
getah bening regional Stadium IV A, IV B (T4 Kemoterapi induksi,
N1 Metastasis unilateral atau N3) diikuti dengan
ke kelenjar getah kemoradiasi konkuren
bening servikal 6 cm
atau kurang di atas Radioterapi masih merupakan pengobatan
fossa supraklavikula
utama dan pengobatan tambahan yang
atau keterlibatan
kelenjar getah bening diberikan dapat berupa diseksi leher,
retrofarongeal bilateral pemberian tetrasiklin, interferon, kemoterapi,
atau unilateral <6 cm vaksin dan anti virus. Pemberian adjuvan
pada dimensi kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-
terbesarnya fluouracil sedang dikembangkan. Kombinasi
N2 Metastasis bilateral di kemo-radioterapi dengan mitomycin C dan 5-
kelenjar getah bening 6 fluouracil oral stiap hari sebelum diberikan
cm atau kurang dalam radiasi yang bersifat radiosensitizer
dimensi terbesarnya memperlihatkan hasil kesembuhan total
N3 Metastasis di kelenjar
karsinoma nasofaring. Pengobatan
getah bening, ukuran >
6 cm pembedahan diseksi leher radikal dilakukan
N3a Ukuran >6 cm apabila benjolan di leher tidak menghilang
N3b Perluasan ke dengan penyinaraan (residu), atau timbul
supraklavikula kembali setelah penyinaran selesai, tetapi
dengan syarat tumor induknya sudah hilang
Tabel 4. Klasifikasi Metastase (TNM)2 yang dibuktikan dengan pemeriksaan
Metastasis jauh (M) radiologik dan serologi, serta tidak
Mx Metastasis jauh tidak ditemukannnya metastasis jauh.2
dapat dinilai Laporan kasus ini menjelaskan tentang
M0 Tidak terdapat Karsinoma Nasofaring dengan kelumpuhan
metastasis jauh
saraf kranial multipel pada wanita usia 52
M1 Metastasis jauh
tahun dan penatalaksanaannya. Tujuan dari
laporan kasus ini adalah untuk mengetahui
USG abdomen digunakan untuk melihat
uraian masalah klinis, mengidentifikasi faktor
metastasis organ intraabdomen, foto thorax
resiko yang menjadi penyebab, serta
dan bone scan juga digunakan untuk melihat
tatalaksana yang tepat bagi penyakit pasien.
metastase ke paru dan tulang. 2 Diagnosis pasti
berdasarkan pemeriksaan PA dari biopsi
Kasus
nasofaring bukan dari biopsi aspirasi jarum
Pasien Ny. P usia 52 tahun datang ke IGD
halus atau biopsi insisional/eksisional kelenjar
RSUD Abdul Moeloek dengan keluhan nyeri
getah bening leher. Biopsi nasofaring dapat
kepala, mual, dan lemas sejak 2 bulan yang
dilakukan dengan dua cara yaitu dari mulut dan
lalu. Awalnya pasien mengeluhkan adanya
benjolan pada leher sebelah kanan 5 bulan

Medula | Volume 9 | Nomor 4 | Januari 2020 | 612


Arilinia Pratiwi dan Mukhlis Imanto |Karsinoma Nasofaring dengan Multiple Cranial Nerve Palsy Pada Pasien Wanita Usia 52 Tahun

yang lalu, keluhan dirasakan tidak nyeri namun seminggu, pasien tidak merokok namun suami
semakin lama semakin membesar. Setelah itu pasien merupakan perokok aktif sejak tiga
pasien sering mengeluhkan nyeri kepala yang puluh tahun yang lalu. Menurut pengakuan
hebat hingga membuat pasien beberapa kali pasien, suami pasien dapat menghabiskan
tidak sadarkan diri. Pasien kemudian berobat sebungkus rokok perhari. Riwayat upaya
ke RS swasta dan sempat dirawat karena pengobatan sudah dilakukan ke puskesmas
keluhan bertambah menjadi sulit menelan dan dan rumah sakit untuk mengurangi sakit kepala
terdapat bicara pelo, pasien sempat diduga namun pasien mengatakan keluhan terus
mengalami stroke sehingga dilakukan berlanjut sampai saat ini.
pemeriksaan rontgen thorax dan CT Scan Berdasarkan keluhan pasien,
kepala serta pemasangan NGT karena pasien pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tidak bisa menelan makanan. Satu bulan yang telah dilakukan, diagnosis kerja yang
terakhir pasien merasakan keluhan semakin ditegakkan adalah Karsinoma Nasofaring
memberat yaitu mata kiri sulit untuk dibuka, dengan parase N.III,N.IV,N.VI,N.V,N.VII,
serta terasa adanya baal pada wajah sebelah N.IX,N.X,N.XII. Penatalaksaan medikamentosa
kiri. Rasa baal disertai dengan adanya sulit yang diberikan berupa pemberian infus
menggerakan pada wajah bagian kiri. Pasien Asering, analgetik berupa Asam Mefenamat 3 x
juga merasakan nyeri kepala, telinga 500 mg serta memberikan penjelasan bahwa
berdenging dan pendengaran berkurang pada pasien akan direncanakan untuk di rujuk ke RS
satu bulan terakhir. Adanya pandangan Gatot Subroto di Jakarta untuk dilakukan
berbayang atau penglihatan ganda juga tatalaksana selanjutnya berupa Radioterapi.
dirasakan pasien. Pasien mengatakan Prognosis pada pasien ini adalah malam untuk
mengkonsumsi obat-obatan herbal selama quo ad vitam, dan dubia ad malam untuk quo
sakit ini namun tidak ada perubahan berarti. ad functionam dan quo ad sanationam.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
pasien dalam batas normal. Pada pemeriksaan Pembahasan
fisik mata didapatkan ptosis pada mata kiri dan Pada pasien ini, diagnosis karsinoma
pupil anisokor. Pada pemeriksaan fisik telinga nasofaring ditegakkan dari hasil anamnesis
didapatkan dalam batas normal, hidung dalam berupa auto dan alloanamnesis, pemeriksaan
batas normal, dan tidak ditemukan gangguan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari keluhan
penghidu pada pasien. Pada pemeriksaan dan pemeriksaan fisik pasien didapatkan gejala
wajah didapatkan hipoestesi pada pipi kiri telinga berupa telinga berdenging atau tinitus,
pasien. Pada pemeriksaan orofaring dalam gejala mata berupa pandangan ganda atau
batas normal, pada pemeriksaan cavum oris diplopia, gejala saraf berupa diplopia, ptosis,
didapatkan lidah deviasi ke kiri dan tidak parestesi separuh wajah, lumpuh separuh
terdapat reflek muntah. Pada pemeriksaan wajah, kesulitan menelan, serta lidah tertarik
leher didapatkan benjolan terfiksasi berukuran ke satu sisi sehingga sesuai dengan parese
sekitar 3x3x1 cm terdapat pada (kelenjar getah N.III,IV,VI, N.V, N.VII, N.IX,X,XII serta terdapat
bening) KGB servikalis superfisial. Pemeriksaan gejala leher berupa limfadenopati servikal pada
penunjang dilakukan dengan CT scan kepala level 2. Dari hasil pemeriksaan fisik yang
dan di dapatkan kesan suspek massa intrasinus didapatkan pada pasien, secara klinis telah
ethmoidalis dan sfenoidalis. Hasil pemeriksaan jelas bahwa pasien menderita Karsinoma
biopsi nasofaring didapatkan sarang-sarang Nasofaring. Pada pasien ini juga telah dilakukan
tumor diantara jaringan limfoid dengan sel-sel biopsi tumor primer untuk mengkonfirmasi
atipik, polimorfik, hiperkromasi, anak inti diagnosis histopatologi dan juga menentukan
terlihat, mitosis banyak, masih dijumpai subtipe histopatologi yang erat kaitannya
terlihat kreatinisasi individual dengan kesan dengan pengobatan dan prognosis.11
Karsinoma Nasofaring. Etiologi karsinoma nasofaring bersifat
Riwayat pribadi pasien sering multifaktorial. Dari literatur disebutkan bahwa
mengkonsumsi makanan yang di awetkan terdapat faktor viral seperti infeksi virus
seperti makanan kaleng minimal dua kali dalam Epstein Barr sangat dominan untuk terjadinya

Medula | Volume 9 | Nomor 4 | Januari 2020 | 613


Arilinia Pratiwi dan Mukhlis Imanto |Karsinoma Nasofaring dengan Multiple Cranial Nerve Palsy Pada Pasien Wanita Usia 52 Tahun

karsinoma nasofaring tetapi faktor non viral (radiosensitizer).13 Prognosis pada pasien
seperti konsumsi ikan asin, makanan karsinoma nasofaring diperburuk oleh:
berkaleng, kebiasaan merokok, asap kayu stadium yang lebih lanjut; usia lebih dari 40
bakar dan faktor genetik dilaporkan tahun; adanya pembesaran kelenjar leher;
berhubungan dengan kejadian karsinoma adanya kelumpuhan saraf otak; adanya
nasofaring.12 Pasien ini memiliki riwayat kerusakan tulang tengkorak; dan metastasis
terpapar asap rokok selama ± 30 tahun yang jauh.9 Prognosis KNF untuk stadium I
merupakan faktor predisposisi terjadinya dilaporkan five years survival rate adalah
karsinoma nasofaring. Rokok memiliki ribuan 83,7%, stadium II 67,9%, stadium III 40,3%,
zat karsinogenik yang dapat memicu timbulnya sedangkan pada kasus yang telah terjadi
sel kanker.7 metastasis hanya berkisar 22,3%.16
Pada pemeriksaan fisik leher pasien ini
didapatkan pembesaran kelanjar getah bening Simpulan
pada colli dextra berukuran 3x3x1 dan terletak Karsinoma nasofaring (KNF) adalah
di level 2 yang konsistensinya lunak serta karsinoma yang muncul pada daerah
mudah digerakkan (mobile). Dari hasil nasofaring yaitu area diatas tenggorok dan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang di dibelakang hidung yang merupakan kasus
lakukan pada pasien di diagnosis Karsinoma keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker
Nasofaring Stadium IV A (T4N1Mx) dengan payudara di Indonesia. Etiologi pasti belum
kelumpuhan saraf kranial multipel (Multiple diketahui namun diduga multifaktorial meliputi
Cranial Nerve Palsy). infeksi EBV, genetik, dan lingkungan. Diagnosis
ditegakkan dari gejala klinis, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan penunjang. Deteksi dini
pada karsinoma nasofaring harus dilakukan
dengan cepat dan tepat karena penemuan
Tabel 6. Stadium KNF2 penyakit pada stadium yang lebih dini
Tis T1 T2 T3 T4 dipercaya dapat menghasilkan prognosis yang
N0 0 I II III IVA lebih baik.
N1 II II III IVA
MO
N2 III III III IVA Daftar Pustaka
N3 IVB IVB IVB IVB 1. World Health Organization. 10 facts about
M1 IVC IVC IVC IVC cancer [internet]; 2017 [diakses pada
tanggal 29 Oktober 2019 pukul 21.05 WIB]
Terapi pada pasien ini adalah kemoradiasi Tersedia dari:
konkuren +/- kemoterapi adjuvan. Kemoradiasi https://www.who.int/healthtopics/cancer
konkuren adalah pemberian kemoterapi dan 2. Kementrian Kesehatan RI. Panduan
radiasi secara bersamaan.2 Respon tumor penatalaksanaan kanker nasofaring.
terhadap radiasi umumnya meningkat apabila Jakarta: Kemenkes RI; 2017.
dikombinasikan dengan kemoterapi seperti 3. Ferlay J, Soerjomataram I, Dikshit R, Esher
Cisplatin, 5 FU, Hydroxyurea dan Mytomkin. S, Mather C, Forman D, Dkk. Cancer
Keuntungan kemoradiasi konkuren adalah insidence and mortality worldwide:
keduanya bekerja sinergistik yaitu mencegah sources, methods, and major patterns in
resistensi, membunuh subpopulasi sel kanker globocan [internet]. United Kingdom:
yang hipoksik dan menghambat recovery DNA Felay J and associated; 2012 [diakses pada
pada sel kanker yang sublethal. Efek samping tanggal 27 oktober 2019 pukul 13.00].
yang terjadi adalah toksisitas dapat begitu Tersedia dari:
besar, untuk mengurangi efek samping https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/
tersebut, diberikan kemoterapi tunggal (single 10.1002/ijc.29210
agent chemotherapy) dosis rendah dengan 4. Kementrian Kesehatan RI. Situasi penyakit
tujuan khusus untuk meningkatkan sensitivitas kanker. Jakarta: Kemenkes RI; 2015.
sel kanker terhadap radioterapi 5. Putri EB. Karakteristik penderita

Medula | Volume 9 | Nomor 4 | Januari 2020 | 614


Arilinia Pratiwi dan Mukhlis Imanto |Karsinoma Nasofaring dengan Multiple Cranial Nerve Palsy Pada Pasien Wanita Usia 52 Tahun

Karsinoma Nasofaring di departemen ilmu 16. Widiono K, Yusmawan W, Naftali Z.


kesehatan THT-KL RSUP dr. Hasan Sadikin Perbandingan five year survival rate
Bandung periode tahun 2006-2010 penderita karsinoma nasofaring pada
[skripsi]. Bandung: Universitas Padjajaran; modalitas kemoterapi dan kemoradiasi.
2015. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 2017.
6. Yenita AA. Penelitian Korelasi antara 2(9): 705-715.
Latent Membrane Protein-1 Virus
Epstein-Barr dengan P53 pada Karsinoma
Nasofaring (Penelitian Lanjutan). Jurnal
Kesehatan Andalas. 2012. 1(1): 4–6.
7. Rahman S, Budiman BJ, Subroto H. Faktor
Risiko Non Viral Pada Karsinoma
Nasofaring. Jurnal Kesehatan Andalas.
2015; 4(3): 988-995.
8. Zheng, at all. Nasopharingeal carcinoma
incidence and mortality in china. Chin J
Cancer. 2017. 1(1): 1-8.
9. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J,
Rastuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan
telinga hidung tenggorok kepala leher.
Jakarta: fakultas kedokteran universitas
Indonesia. 2008.
10. Thapa, Narmaya. Diagnosis and Treatment
of Sinonasal Inverted Papilloma. Nepalese
Journal of ENT Head and Neck Surgery.
2015;1(1).
11. Kadhoka ZT. Nasopharyngeal carcinoma:
past, present, and future directions.
Sweden: Departement of oncology
institute of clinical science. 2010.
12. Guo X, Jhonson RC, Deng H, Liao J, Guan L,
Nelson GW, dkk. Evaluation of nonviral
risk factor for nasopharyngeal carcinoma
in a high risk population of Shoutern
China. Int J Cancer. 2009; 124: 2942-7.
13. Kentjono WA. Perkembangan terkini
penatalaksanaan karsinoma nasofaring.
Jurnal kedokteran tropis Indonesia. 2006.
14(2): 1-39.
14. Adham M, Kurniawan AN, Muhtadi A,
Roezin A, Hermani B, Gondhowiardjo S,
Dkk. Nasopharingeal carcinoma in
Indonesia: epidemiology, incidence, signs,
and symptoms at presentation. Chin J
Cancer. 2012. 31(4): 186-196.
15. Amstrong R, Imrey P, Sann M, Amstrong J,
Yu M, Sani S. Nashopharingeal carcinoma
in Malaysian chinese: salted fish and other
dietary exposures. Int J Cancer. 1998. 77
(1): 228-235.

Medula | Volume 9 | Nomor 4 | Januari 2020 | 615

Anda mungkin juga menyukai