Anda di halaman 1dari 19

Clinical Report Session

* Kepaniteraan Klinik Senior/ Juni 2020


** Pembimbing : dr. Yulianti, Sp.THT-KL

Karsinoma Nasofaring

Oleh:

Dinda Sahyati Rizki Nalia Pohan

G1A218096

Pembimbing:
dr. Yulianti, Sp.THT-KL**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT THT

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Karsinoma Nasofaring

Oleh:

Dinda Sahyati Rizki Nalia Pohan

G1A218096

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019

Jambi, Juni 2020


Pembimbing:

dr. Yulianti, Sp.THT-KL**

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Karsinoma Nasofaring”.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih


kepada dr. Yulianti, Sp.THT-KLselaku pembimbing yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan referat ini masih terdapat
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca. Semoga jurnal ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca.

Jambi, Juni 2020

Penulis

3
BAB I

PENDAHULUAN

Karsinoma nasofaring adalah pertumbuhan sel yang ganas dan tidak


terkendali terdiri dari sel-sel epithelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan
sekitarnya sebagai proses metastasis. Karsinoma nasofaring merupakan keganasan
di daerah kepala dan leher yang merupakan tumor lima besar diantara keganasan
bagian tubuh lain bersama dengan kanker serviks, kanker payudara, tumor ganas
getah bening dan kanker kulit sedangkan di daerah kepala dan leher menduduki
tempat pertama (KNF mendapat persentase hampir 60% dari tumor di daerah
kepala dan leher diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18% laring 16%
dan tumor ganas rongga mulut, tonsil dan faring.)1,2

Karsinoma ini terbanyak merupakan keganasan tipe sel skuamosa. KNF


terutama ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan wanita
adalah 2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun. Pada daerah
Asia Timur dan Tenggara didapatkan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian
tertinggi di dunia terdapat di propinsi Cina Tenggara yakni sebesar 40-50 kasus
KNF diantara 100.000 penduduk. KNF sangat jarang ditemukan di daerah Eropa
dan Amerika Utara dengan angka kejadian sekitar <1/100.000 penduduk.
Di Indonesia, karsinoma nasofaring merupakan salah satu jenis keganasan yang
sering ditemukan, berada pada urutan ke – 4 kanker terbanyak di Indonesia setelah
kanker leher rahim, kanker payudara dan kanker paru.1,3

Gejala yang sering ditemukan ialah hidung buntu, perdarahan dari hidung,
pendengaran menurun, tinitus dan sakit kepala. Ada juga pasien datang dengan
keluhan benjolan atau massa pada leher, ini terjadi apabila terjadi metastase sel
(sel ganas ke kelenjar getah bening regional sehingga kebanyakan penderita
datang sudah pada stadium lanjut dan ini menyebabkan kematian tinggi selama
satu tahun setelah terapi radiasi. Sampai saat ini terapi yang memuaskan belum
ditemukan. Keberhasilan terapi sangatditentukan oleh stadium penderita.2

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang muncul pada


daerah nasofaring (area di atas tenggorok dan di belakang hidung), yang
menunjukkan bukti adanya diferensiasi skuamosa mikroskopik ringan atau
ultrastruktur1

2.2 Epidemiologi

KNF berada dalam kedudukan empat besar di antara keganasan lain


bersama dengan kanker serviks, kanker payudara dan kanker kulit. Berbagai studi
epidemiologi mengenai etiologi dan kebiasaan yang mendasari timbulnya KNF
selama empat dekade terakhir menemukan beberapa hal penting. Kanker
nasofaring dinilai memiliki karakteristik epidemiologis yang unik, termasuk
dalam hal area endemis, ras, dan agregasi familial. Insiden KNF relatif tinggi pada
penduduk lokal di area Cina Selatan, Asia Tenggara, bangsa Eskimo, serta
penduduk Afrika Utara dan Timur Tengah. Insiden KNF tertinggi ditemukan di
provinsi Guangdong Cina, dengan insiden pada laki-laki sebanyak 20 hingga 50
per 100.000 penduduk. Berdasarkan data dari International Agency for Research
on Cancer (IARC), terdapat sebanyak kurang lebih 80.000 kasus KNF baru yang
terdiagnosa pada 2002, di mana 50,000 kasus di antaranya kemudian meninggal
dan 40% di antaranya adalah ras Cina. KNF ditemukan lebih sering pada pria
dibandingkan wanita, dengan rasio 2-3:1. Penyakit ini ditemukan terutama pada
usia produktif, yakni 30 hingga 60 tahun, dengan usia terbanyak pada 40 hingga
50 tahun.2,3

Di Indonesia, KNF merupakan keganasan terbanyak ke-4 setelah kanker


payudara, kanker leher rahim, dan kanker paru. Berdasarkan GLOBOCAN 2012,
87.000 kasus baru nasofaring muncul setiap tahunnya (dengan 61.000 kasus baru
terjadi pada laki-laki dan 26.000 kasus baru pada perempuan). 51.000 kematian
akibat KNF (36.000 pada laki-laki, dan 15.000 pada perempuan). KNF terutama

5
ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan wanita adalah
2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun. Angka kejadian
tertinggi di dunia terdapat di propinsi Cina Tenggara yakni sebesar 40 - 50 kasus
kanker nasofaring diantara 100.000 penduduk. Kanker nasofaring sangat jarang
ditemukan di daerah Eropa dan Amerika Utara dengan angka kejadian sekitar.3

2.3 Faktor Risiko

Para peneliti telah mengidentifikasi beberapa faktor yang tampaknya


meningkatkan resiko terkena karsinoma nasofaring, termasuk :4,5

 Jenis Kelamin
Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
 Ras
Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang-orang di Asia dan
Afrika Utara. Di Amerika Serikat, imigran Asia memiliki risiko lebih
tinggi dari jenis kanker, dibandingkan orang Asia kelahiran Amerika.
 Umur.
Kanker nasofaring dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
didiagnosis pada orang dewasa antara usia 30 dan 50.
 Makanan yang diawetkan
Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat memasak makanan, seperti
ikan dan sayuran diawetkan, dapat masuk ke rongga hidung,
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Paparan bahan kimia ini pada
usia dini, lebih dapat meningkatkan risiko.
 Virus Epstein-Barr.
Virus umumnya ini biasanya menghasilkan tanda-tanda dan gejala ringan,
seperti pilek. Kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi mononucleosis.
Virus Epstein-Barr juga terkait dengan beberapa kanker langka, termasuk
karsinoma nasofaring. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang
termasuk dalam famili Herpesvirus yang menginfeksi lebih dari 90 %
populasi manusia di seluruh dunia dan merupakan penyebab infeksi
mononukleosis. Infeksi EBV berasosiasi dengan beberapa penyakit
keganasan jaringan limfoid dan epitel seperti limfoma Burkitt, limfoma sel

6
T, Hodgkin disease, karsinoma nasofaring (KNF), karsinoma mammae
dan karsinoma gaster.KNF adalah neoplasma epitel nasofaring yang
sangat konsisten dengan infeksi EBV.Infeksi primer pada umumnya
terjadi pada anak-anak dan asymptomatik. Infeksi primer dapat
menyebabkan persistensi virus dimana virus memasuki periode laten di
dalam limfosit B memori. Periode laten dapat mengalami reaktivasi
spontan ke periode litik dimana terjadi replikasi DNA EBV, transkripsi
dan translasi genom virus, dilanjutkan dengan pembentukan (assembly)
virion baru dalam jumlah besar sehingga sel pejamu (host) menjadi lisis
dan virion dilepaskan ke sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV
mengekspresikan antigen virus yang spesifik untuk masing-masing
periode infeksi.
 Sejarah keluarga.
Memiliki anggota keluarga dengan karsinoma nasofaring meningkatkan
risiko penyakit

2.4 Manifestasi Klinis

Pada stadium dini tumor ini sulit dikenali. Penderita biasanya datang pada
stadium lanjut saat sudah muncul benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf, atau
metastasis jauh. Gejala yang muncul dapat berupa hidung tersumbat, epistaksis
ringan, tinitus, telinga terasa penuh, otalgia, diplopia dan neuralgia trigeminal
(saraf III, IV, V, VI), dan muncul benjolan pada leher.2,6

Tanda dan gejala yang dialami pasien KNF dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:2

1. Gejala nasofaring: Epistaksis(keluar darah dari hidung) atau sumbatan


hidung. Untuk itu, nasofaring harus diperiksa dengan cermat, jika perlu
menggunakan nasofaringoskop, Karen sering gejala belum ada, sedangkan
tumor sudah tumbuh atau tumor tidak tampak karena masih terdapat di
bawah mukosa (creeping tumour).
2. Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat
asal tumor dekat muara tuba eustachius (fosa ronsenmuller), gangguan

7
dapat berupa tinnitus,rasa ridak nyaman di telinga sampai nyeri di telinga,
dan penurunan tajam pendengaran akibat adanya massa tumor di
nasofaring.
3. Gejala mata dan saraf. Karena nasofaring berhubungan dengan rongga
tengkorak melalui beberapa lobang, maka gangguan beberapa saraf otak
dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui
foramen laserum aka mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat pula ke
V, sehingga tidak jarang menimbulkan gejala seperti: sakit kepala,
diplopia, neuralgia trigeminal, dan baal pada wajah akibat erosi basis
kranii dan kelainan nervus kranialis V dan VI.
Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan
XII jika penjalaran melalui formaen jugulare, yaitu suatu tempat yang
relative jauh dari nasofaring. Gangguan ini disebut dengan Sindrome
Jackson. Bila sudah mengenai sekuruh saraf otak disebut sindrom
unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila
sudah terjai demikian, biasanya prognosisnya buruk.
4. Massa pada leher, biasanya muncul pada bagian atas leher, merupakan
keluhan utama pada 87% pasien.

2.5 Penegakan Diagnosa7,8

1. Anamnesis

Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus, otalgia,
hidung tersumbat, lendir bercampur darah. Pada stadium lanjut dapat ditemukan
benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf, diplopa, dan neuralgia trigeminal
(saraf III, IV, V, VI).
2. Pemeriksaan Fisik
 Dilakukan pemeriksaan status generalis dan status lokalis.
 Pemeriksaan nasofaring:
o Rinoskopi posterior
o Nasofaringoskop ( fiber / rigid )

8
o Laringoskopi
 Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band Imaging)
digunakan untuk skrining, melihat mukosa dengan kecurigaan kanker
nasofaring, panduan lokasi biopsi, dan follow up terapi pada kasus-kasus
dengan dugaan residu dan residif.
3. Pemeriksaan Radiologik9
a. CT Scan
Pemeriksaan radiologik berupa CT scan nasofaring mulai setinggi sinus
frontalis sampai dengan klavikula, potongan koronal, aksial, dan sagital,
tanpa dan dengan kontras. Teknik pemberian kontras dengan injector 1
2cc/kgBB, delay time 1 menit. CT berguna untuk melihat tumor primer
dan penyebaran ke jaringan sekitarnya serta penyebaran kelenjar getah
bening regional.
b. USG abdomen
Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila dapat
keraguan pada kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT
Scan Abdomen dengan kontras.
c. Foto Thoraks
Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya
kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Thoraks dengan kontras.
d. Bone Scan
Untuk melihat metastasis tulang.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas untuk menentukan TNM.

4. Pemeriksaan Patologi Anatomi 1,9

Diagnosis pasti berdasarkan pemeriksaan PA dari biopsi


nasofaring BUKAN dari Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJH) atau biopsi
insisional/eksisional kelenjar getah bening leher.

Dilakukan dengan tang biopsi lewat hidung atau mulut dengan tuntunan
rinoskopi posterior atau tuntunan nasofaringoskopi rigid/fiber. Pelaporan
diagnosis karsinoma nasofaring berdasarkan kriteria WHO yaitu:

9
 Karsinoma Sel Skuamosa Berkeratin (WHO 1)
 Karsinoma Tidak Berkeratin:
o Berdiferensiasi (WHO 2)
o Tidak Berdiferensiasi (WHO 3)
 Karsinoma Basaloid Skuamosa

Eksplorasi nasofaring dengan anestesi umum jika:1

1. Dari biopsi dengan anestesi lokal tidak didapatkan hasil yang positif
sedangkan gejala dan tanda yang ditemukan menunjukkan ciri karsinoma
nasofaring.
2. Unknown Primary Cancer
Prosedur ini dapat langsung dikerjakan pada:
a) Penderita anak
b) Penderita dengan keadaan umum kurang baik
c) Keadaan trismus sehingga nasofaring tidak dapat diperiksa.
d) Penderita yang tidak kooperatif
e) Penderita yang laringnya terlampau sensitive
3. Dari CT Scan paska kemoradiasi/ CT ditemukan kecurigaan residu /
rekuren, dengan Nasoendoskopi Nasofaring menonjol. Biopsi Aspirasi
Jarum Halus Kelenjar Leher Pembesaran kelenjar leher yang diduga keras
sebagai metastasis tumor ganas nasofaring yaitu, internal jugular chain
superior, posterior cervical triangle node, dan supraclavicular node jangan
di biopsy terlebih dulu sebelum ditemukan tumor induknya. Yang
mungkin dilakukan adalah Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJH).

5. Pemeriksaan Laboratorium
 Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis.
 Alkali fosfatase, LDH

10
 SGPT – SGOT

2.6 Diagnosis Banding1,9

 Limfoma Malignum
 Proses non keganasan (TB kelenjar)
 Metastasis (tumor sekunder)

11
2.7 Staging10

Tabel. 1 Klasifikasi TNM (AJCC, Edisi 7, 2010)

Tabel 2. Pengelompokkan
Stadium

12
2.8 Tatalaksana1,11
Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan
didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala.

Tabel 3. Pedoman Modalitas Terapi pada KNF

13
Radioterapi1,11

Pemberian radioterapi dalam bentuk IMRT lebih terpilih dibandingkan


dengan 3D-CRT. Pedoman pemberian dosis dan perencanaan organ yang berisiko
dapat dilihat pada lampiran.

Obat-obatan Simptomatik1

 Reaksi akut pada mukosa mulut, berupa nyeri untuk mengunyah dan
menelan  obat kumur yang mengandung antiseptic dan astringent,
diberikan 3-4 sehari
 Tanda-tanda moniliasis  antimikotik.
 Nyeri menelan  anestesi local
 Nausea, anoreksia  terapi simptomatik.

Kemoterapi1,11

Kombinasi kemoradiasi sebagai radiosensitizer terutama diberikan pada


pasien dengan T2-T4 dan N1-N3. Kemoterapi sebagai radiosensitizer diberikan
preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali, setiap minggu sekali 2,5
sampai 3 jam sebelum dilakukan radiasi. Kemoterapi kombinasi/dosis penuh
dapat diberikan pada N3 > 6 cm sebagai neoadjuvan dan adjuvan setiap 3 minggu
sekali, dan dapat juga diberikan pada kasus rekuren/metastatik. Terapi sistemik
pada Karsinoma Nasofaring adalah dengan kemoradiasi dilanjutkan dengan
kemoterapi adjuvant, yaitu Cisplatin + RT diikuti dengan Cisplatin/5-FU atau
Carboplatin/5-FU. Dosis preparat platinum based 30-40 mg/m2 sebanyak 6 kali,
setiap seminggu sekali.

Dukungan Nutrisi1

Pasien karsinoma nasofaring (KNF) sering mengalami malnutrisi (35%)


dan malnutrisi berat (6,7%). Prevalensi kaheksia pada kanker kepala-leher
(termasuk KNF) dapat mencapai 67%. Malnutrisi dan kaheksia dapat
mempengaruhi respons terapi kualitas hidup, dan kesintasan pasien. Pasien KNF

14
juga sering mengalami efek samping terapi, berupa mukositis, xerostomia, mual,
muntah, diare, disgeusia, dan lain-lain. Berbagai kondisi tersebut dapat
meningkatkan meningkatkan stres metabolisme, sehingga pasien perlu
mendapatkan tatalaksana nutrisi secara optimal.

Pada anak dengan karsinoma nasofaring, efek samping yang sering


ditimbulkan ialah kehilangan nafsu makan, perubahan indra perasa, sistim
kekebalan, muntah, diare, gangguan saluran cerna lainnya seringkali berakibat
terhadap jumlah asupan makronutrien dan mikronutrien yang diperlukan pada
anak. Para penyintas perlu mendapatkan edukasi dan terapi gizi untuk
meningkatkan keluaran klinis dan kualitas hidup pasien.

Rehabilitasi Medik Pasien Kanker Nasofaring1

Rehabilitasi medik bertujuan untuk mengoptimalkan pengembalian


kemampuan fungsi dan aktivitas kehidupan sehari-hari serta meningkatkan
kualitas hidup pasien dengan cara aman & efektif, sesuai kemampuan yang ada.
Pendekatan rehabilitasi medik dapat diberikan sedini mungkin sejak sebelum
pengobatan definitif diberikan dan dapat dilakukan pada berbagai tingkat tahapan
& pengobatan penyakit yang disesuaikan dengan tujuan penanganan rehabilitasi
kanker: preventif, restorasi, suportif atau paliatif.

2.9 follow up1,2

Kontrol rutin dilakukan meliputi konsultasi & pemeriksaan fisik::

 Tahun 1 : setiap 1-3 bulan


 Tahun 2 : setiap 2-6 bulan
 Tahun 3-5 : setiap 4-8 bulan
 > 5 tahun : setiap 12 bulan

15
Follow-up imaging terapi kuratif dilakukan minimal 3 bulan pasca
terapi:

 MRI dengan kontras sekuens T1, T2, Fatsat, DWI + ADC


 Bone Scan untuk menilai respons terapi terhadap lesi
metastasis tulang.

Follow Up Terapi Paliatif (dengan terapi kemoterapi); follow-up dengan


CT Scan pada siklus pertengahan terapi untuk melihat respon kemoterapi terhadap
tumor.

2.10 Prognosis dan Kesintasan1

Prognosis pasien dengan KNF dapat sangat berbeda antara subkelompok


yang satu dengan subkelompok yang lain. Penelitian tentang faktor-faktor yang
dapat memengaruhi prognosis masih terus berlangsung hingga saat ini.
Kebanyakan faktor-faktor prognosis bersifat genetik ataupun molekuler. klinik
(pemeriksaan fisik maupun penunjang).

Sampai saat ini belum ada uji meta analisis yang menggabungkan angka
kesintasan dari berbagai studi yang telah ada. Prognosis pada pasien keganasan
paling sering dinyatakan sebagai kesintasan 5 tahun. Menurut AJCC tahun 2010,
kesintasan relatif 5-tahun pada pasien dengan KNF StadiumI hingga IV secara
berturutan sebesar 72%, 64%, 62%, dan 38%.

16
BAB III

KESIMPULAN

Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di
rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker
nasofaring merupakan keganasan tertinggi yang ditemukan di antara seluruh
keganasan kepala-leher di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Selain itu, termasuk
kanker no.4 terbanyak setelah kanker leher rahim, kanker payudara, dan kanker
kulit.1,2

Tumor ganas pada nasofaring ini merupakan terjadi pada leher dan kepala
yang terbanyak ditemukan di Indonesia (60%). Untuk mendiagnosis secara dini
sangatlah sulit, karena tumor ini baru menimbulkan gejala pada stadium-stadium
akhir. Gejala-gejala pada stadium awal penyakit ini sukar dibedakan dengan
penyakit lainnya. Dimana letak dari tumor tersembunyi di belakang tabir langit-
langit dan terletak di dasar tengkorak, dan sukar sekali dilihat jika bukan dengan
ahlinya. Presentase untuk bertahan hidup dalam 5 tahun juga terlihat mencolok,
hal ini dilihat dari stadium I (76%), stadium II (50%), stadium III (38%) dan
stadium lanjut atau IV (16,4%).1

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. 2016. Panduan Penatalaksanaan


Kanker Nasofaring. Indonesia: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
2. Soepardi, E. A., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R. D., Ed. 2017. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher Edisi
Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit Fkui.
3. Adham, Marlina, dkk. 2012. Nasopharyngeal carcinoma in Indonesia:
epidemiology, incidence, signs, and symptoms at presentation. Jakarta:
Chinese Journal of Cancer
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3777476/
4. Wu, L., Li, C., & Pan, L.. 2018. Nasopharyngeal carcinoma: A review of
current updates. Experimental and therapeutic medicine, 15(4), 3687–3692.
https://doi.org/10.3892/etm.2018.5878
5. Tsao SW, Yip YL, Tsang CM, et al. 2014. Etiological factors of
nasopharyngeal carcinoma. Oral Oncol. ;50(5):330‐338.
https://doi:10.1016/j.oraloncology.2014.02.006
6. Rahman, Sukri, dkk. 2016. Karakteristik Klinis dan Patologis Karsinoma
Nasofaring di Bagian THT-KL RSUP Dr.M.Djamil Padang. Padang: Jurnal
Kesehatan Andalas Vol. 5 No 1. https://doi.org/10.25077/jka.v5i1.450
7. Dhingra PL, Dhingra S. 2018. Diseases of ear, nose and throat, 7 th ed, India:
Elsevier.
8. Chua MLK, Wee JTS, Hui EP, Chan ATC. Nasopharyngeal
carcinoma. Lancet. 2016;387(10022):1012‐1024. doi:10.1016/S0140
6736(15)00055-0
9. Pastor, M, dkk. 2017. SEOM clinical guideline in nasopharynx cancer. Spain:
Clin Transl Oncol (2018) 20:84–88.
10. American Joint Commite on Cancer (AJCC). 2012. AJCC cancer staging
atlas: a companion to the 7th editions of AJCC cancer staging manual and
handbook. Edisi ke-2. New York: Springer.

18
11. Zhang L, Chen QY, Liu H, Tang LQ, Mai HQ. Emerging treatment options
for nasopharyngeal carcinoma. Drug Des Devel Ther. 2013;7:37‐52.
doi:10.2147/DDDT.S30753

19

Anda mungkin juga menyukai