Karsinoma Nasofaring
Oleh:
G1A218096
Pembimbing:
dr. Yulianti, Sp.THT-KL**
UNIVERSITAS JAMBI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Karsinoma Nasofaring
Oleh:
G1A218096
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Karsinoma Nasofaring”.
Penulis
3
BAB I
PENDAHULUAN
Gejala yang sering ditemukan ialah hidung buntu, perdarahan dari hidung,
pendengaran menurun, tinitus dan sakit kepala. Ada juga pasien datang dengan
keluhan benjolan atau massa pada leher, ini terjadi apabila terjadi metastase sel
(sel ganas ke kelenjar getah bening regional sehingga kebanyakan penderita
datang sudah pada stadium lanjut dan ini menyebabkan kematian tinggi selama
satu tahun setelah terapi radiasi. Sampai saat ini terapi yang memuaskan belum
ditemukan. Keberhasilan terapi sangatditentukan oleh stadium penderita.2
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
5
ditemukan pada pria usia produktif (perbandingan pasien pria dan wanita adalah
2,18:1) dan 60% pasien berusia antara 25 hingga 60 tahun. Angka kejadian
tertinggi di dunia terdapat di propinsi Cina Tenggara yakni sebesar 40 - 50 kasus
kanker nasofaring diantara 100.000 penduduk. Kanker nasofaring sangat jarang
ditemukan di daerah Eropa dan Amerika Utara dengan angka kejadian sekitar.3
Jenis Kelamin
Karsinoma nasofaring lebih sering terjadi pada pria daripada wanita.
Ras
Kanker jenis ini lebih sering mempengaruhi orang-orang di Asia dan
Afrika Utara. Di Amerika Serikat, imigran Asia memiliki risiko lebih
tinggi dari jenis kanker, dibandingkan orang Asia kelahiran Amerika.
Umur.
Kanker nasofaring dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering
didiagnosis pada orang dewasa antara usia 30 dan 50.
Makanan yang diawetkan
Bahan kimia yang dilepaskan dalam uap saat memasak makanan, seperti
ikan dan sayuran diawetkan, dapat masuk ke rongga hidung,
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Paparan bahan kimia ini pada
usia dini, lebih dapat meningkatkan risiko.
Virus Epstein-Barr.
Virus umumnya ini biasanya menghasilkan tanda-tanda dan gejala ringan,
seperti pilek. Kadang-kadang dapat menyebabkan infeksi mononucleosis.
Virus Epstein-Barr juga terkait dengan beberapa kanker langka, termasuk
karsinoma nasofaring. Virus Epstein-Barr (EBV) adalah virus yang
termasuk dalam famili Herpesvirus yang menginfeksi lebih dari 90 %
populasi manusia di seluruh dunia dan merupakan penyebab infeksi
mononukleosis. Infeksi EBV berasosiasi dengan beberapa penyakit
keganasan jaringan limfoid dan epitel seperti limfoma Burkitt, limfoma sel
6
T, Hodgkin disease, karsinoma nasofaring (KNF), karsinoma mammae
dan karsinoma gaster.KNF adalah neoplasma epitel nasofaring yang
sangat konsisten dengan infeksi EBV.Infeksi primer pada umumnya
terjadi pada anak-anak dan asymptomatik. Infeksi primer dapat
menyebabkan persistensi virus dimana virus memasuki periode laten di
dalam limfosit B memori. Periode laten dapat mengalami reaktivasi
spontan ke periode litik dimana terjadi replikasi DNA EBV, transkripsi
dan translasi genom virus, dilanjutkan dengan pembentukan (assembly)
virion baru dalam jumlah besar sehingga sel pejamu (host) menjadi lisis
dan virion dilepaskan ke sirkulasi. Sel yang terinfeksi EBV
mengekspresikan antigen virus yang spesifik untuk masing-masing
periode infeksi.
Sejarah keluarga.
Memiliki anggota keluarga dengan karsinoma nasofaring meningkatkan
risiko penyakit
Pada stadium dini tumor ini sulit dikenali. Penderita biasanya datang pada
stadium lanjut saat sudah muncul benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf, atau
metastasis jauh. Gejala yang muncul dapat berupa hidung tersumbat, epistaksis
ringan, tinitus, telinga terasa penuh, otalgia, diplopia dan neuralgia trigeminal
(saraf III, IV, V, VI), dan muncul benjolan pada leher.2,6
Tanda dan gejala yang dialami pasien KNF dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:2
7
dapat berupa tinnitus,rasa ridak nyaman di telinga sampai nyeri di telinga,
dan penurunan tajam pendengaran akibat adanya massa tumor di
nasofaring.
3. Gejala mata dan saraf. Karena nasofaring berhubungan dengan rongga
tengkorak melalui beberapa lobang, maka gangguan beberapa saraf otak
dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma ini. Penjalaran melalui
foramen laserum aka mengenai saraf otak ke III, IV, VI dan dapat pula ke
V, sehingga tidak jarang menimbulkan gejala seperti: sakit kepala,
diplopia, neuralgia trigeminal, dan baal pada wajah akibat erosi basis
kranii dan kelainan nervus kranialis V dan VI.
Proses karsinoma yang lanjut akan mengenai saraf otak ke IX, X, XI, dan
XII jika penjalaran melalui formaen jugulare, yaitu suatu tempat yang
relative jauh dari nasofaring. Gangguan ini disebut dengan Sindrome
Jackson. Bila sudah mengenai sekuruh saraf otak disebut sindrom
unilateral. Dapat pula disertai dengan destruksi tulang tengkorak dan bila
sudah terjai demikian, biasanya prognosisnya buruk.
4. Massa pada leher, biasanya muncul pada bagian atas leher, merupakan
keluhan utama pada 87% pasien.
1. Anamnesis
Gejala yang muncul dapat berupa telinga terasa penuh, tinnitus, otalgia,
hidung tersumbat, lendir bercampur darah. Pada stadium lanjut dapat ditemukan
benjolan pada leher, terjadi gangguan saraf, diplopa, dan neuralgia trigeminal
(saraf III, IV, V, VI).
2. Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pemeriksaan status generalis dan status lokalis.
Pemeriksaan nasofaring:
o Rinoskopi posterior
o Nasofaringoskop ( fiber / rigid )
8
o Laringoskopi
Pemeriksaan nasoendoskopi dengan NBI (Narrow Band Imaging)
digunakan untuk skrining, melihat mukosa dengan kecurigaan kanker
nasofaring, panduan lokasi biopsi, dan follow up terapi pada kasus-kasus
dengan dugaan residu dan residif.
3. Pemeriksaan Radiologik9
a. CT Scan
Pemeriksaan radiologik berupa CT scan nasofaring mulai setinggi sinus
frontalis sampai dengan klavikula, potongan koronal, aksial, dan sagital,
tanpa dan dengan kontras. Teknik pemberian kontras dengan injector 1
2cc/kgBB, delay time 1 menit. CT berguna untuk melihat tumor primer
dan penyebaran ke jaringan sekitarnya serta penyebaran kelenjar getah
bening regional.
b. USG abdomen
Untuk menilai metastasis organ-organ intra abdomen. Apabila dapat
keraguan pada kelainan yang ditemukan dapat dilanjutkan dengan CT
Scan Abdomen dengan kontras.
c. Foto Thoraks
Untuk melihat adanya nodul di paru atau apabila dicurigai adanya
kelainan maka dilanjutkan dengan CT Scan Thoraks dengan kontras.
d. Bone Scan
Untuk melihat metastasis tulang.
Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diatas untuk menentukan TNM.
Dilakukan dengan tang biopsi lewat hidung atau mulut dengan tuntunan
rinoskopi posterior atau tuntunan nasofaringoskopi rigid/fiber. Pelaporan
diagnosis karsinoma nasofaring berdasarkan kriteria WHO yaitu:
9
Karsinoma Sel Skuamosa Berkeratin (WHO 1)
Karsinoma Tidak Berkeratin:
o Berdiferensiasi (WHO 2)
o Tidak Berdiferensiasi (WHO 3)
Karsinoma Basaloid Skuamosa
1. Dari biopsi dengan anestesi lokal tidak didapatkan hasil yang positif
sedangkan gejala dan tanda yang ditemukan menunjukkan ciri karsinoma
nasofaring.
2. Unknown Primary Cancer
Prosedur ini dapat langsung dikerjakan pada:
a) Penderita anak
b) Penderita dengan keadaan umum kurang baik
c) Keadaan trismus sehingga nasofaring tidak dapat diperiksa.
d) Penderita yang tidak kooperatif
e) Penderita yang laringnya terlampau sensitive
3. Dari CT Scan paska kemoradiasi/ CT ditemukan kecurigaan residu /
rekuren, dengan Nasoendoskopi Nasofaring menonjol. Biopsi Aspirasi
Jarum Halus Kelenjar Leher Pembesaran kelenjar leher yang diduga keras
sebagai metastasis tumor ganas nasofaring yaitu, internal jugular chain
superior, posterior cervical triangle node, dan supraclavicular node jangan
di biopsy terlebih dulu sebelum ditemukan tumor induknya. Yang
mungkin dilakukan adalah Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJH).
5. Pemeriksaan Laboratorium
Hematologik : darah perifer lengkap, LED, hitung jenis.
Alkali fosfatase, LDH
10
SGPT – SGOT
Limfoma Malignum
Proses non keganasan (TB kelenjar)
Metastasis (tumor sekunder)
11
2.7 Staging10
Tabel 2. Pengelompokkan
Stadium
12
2.8 Tatalaksana1,11
Terapi dapat mencakup radiasi, kemoterapi, kombinasi keduanya, dan
didukung dengan terapi simptomatik sesuai dengan gejala.
13
Radioterapi1,11
Obat-obatan Simptomatik1
Reaksi akut pada mukosa mulut, berupa nyeri untuk mengunyah dan
menelan obat kumur yang mengandung antiseptic dan astringent,
diberikan 3-4 sehari
Tanda-tanda moniliasis antimikotik.
Nyeri menelan anestesi local
Nausea, anoreksia terapi simptomatik.
Kemoterapi1,11
Dukungan Nutrisi1
14
juga sering mengalami efek samping terapi, berupa mukositis, xerostomia, mual,
muntah, diare, disgeusia, dan lain-lain. Berbagai kondisi tersebut dapat
meningkatkan meningkatkan stres metabolisme, sehingga pasien perlu
mendapatkan tatalaksana nutrisi secara optimal.
15
Follow-up imaging terapi kuratif dilakukan minimal 3 bulan pasca
terapi:
Sampai saat ini belum ada uji meta analisis yang menggabungkan angka
kesintasan dari berbagai studi yang telah ada. Prognosis pada pasien keganasan
paling sering dinyatakan sebagai kesintasan 5 tahun. Menurut AJCC tahun 2010,
kesintasan relatif 5-tahun pada pasien dengan KNF StadiumI hingga IV secara
berturutan sebesar 72%, 64%, 62%, dan 38%.
16
BAB III
KESIMPULAN
Kanker nasofaring adalah kanker yang berasal dari sel epitel nasofaring di
rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut. Kanker
nasofaring merupakan keganasan tertinggi yang ditemukan di antara seluruh
keganasan kepala-leher di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Selain itu, termasuk
kanker no.4 terbanyak setelah kanker leher rahim, kanker payudara, dan kanker
kulit.1,2
Tumor ganas pada nasofaring ini merupakan terjadi pada leher dan kepala
yang terbanyak ditemukan di Indonesia (60%). Untuk mendiagnosis secara dini
sangatlah sulit, karena tumor ini baru menimbulkan gejala pada stadium-stadium
akhir. Gejala-gejala pada stadium awal penyakit ini sukar dibedakan dengan
penyakit lainnya. Dimana letak dari tumor tersembunyi di belakang tabir langit-
langit dan terletak di dasar tengkorak, dan sukar sekali dilihat jika bukan dengan
ahlinya. Presentase untuk bertahan hidup dalam 5 tahun juga terlihat mencolok,
hal ini dilihat dari stadium I (76%), stadium II (50%), stadium III (38%) dan
stadium lanjut atau IV (16,4%).1
17
DAFTAR PUSTAKA
18
11. Zhang L, Chen QY, Liu H, Tang LQ, Mai HQ. Emerging treatment options
for nasopharyngeal carcinoma. Drug Des Devel Ther. 2013;7:37‐52.
doi:10.2147/DDDT.S30753
19