(TUMOR NASOFARING)
MAKALAH
oleh
KELOMPOK 9
MAKALAH
disusun sebagai pemenuhan tugas Keperawatan Klinik IIB
dengan dosen pengampu Ns. Lantin Sulistyorini M.Kep
oleh
Velinda Dewi Lutfiana
NIM 142310101004
NIM 142310101014
NIM 142310101104
NIM 14231010113
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Proliferasi
Organ Pernafasan Anak (Tumor Nasofaring).
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini
masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan
saran
dan
kritik
yang
membangun
dari
pembaca
demi
Penyusun,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR..
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Latar Belakang..
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB 2. TINJAUAN TEORI..
2.1 Pengertian
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
2.4 Tanda dan gejala
2.5 Patofisiologi
2.6 Komplikasi dan prognosis..
2.7 Pengobatan
2.8 Pencegahan..
BAB 3. PATHWAYS.
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN.
4.1
Pengkajian
4.2
Status
..
kesehatan
4.3
Pemeriksaan
fisik..
4.4
Pemeriksaan
Penunjang.
4.5
Diagnose
..
4.6
Intervensi
..
4.7
Implementasi
..
4.8
Evaluasi
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA..
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan salah satu bentuk keganasan
kepala dan leher. Hal yang menentukan gejala klinis dan pendekatan terapnya.
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor yang berasal dari sel epitel yang
entupi permukaan nasofaring. Karsinoma nasofaring pertama kali dilaporkan oleh
Reugard dan Schmincke pada tahun 1921. Pada decade terakhir, terdapat
peningkatan yang bermakna pada insiden terjadinya karsinoma nasofaring pada
anak dan remaja. Hal ini menjadi fakta yang menarik bagi peneliti di beberapa
negara untuk mempelajari perilaku KNF pada usia belia. KNF pada anak berbeda
dengan KNF pada orang dewasa, yaitu berhubungan erat dengan infeksi EpsteinBarr virus (EBV), histology yang benayk ditemukan adalah tipe tidak
berdiferensiasi, serta banyak ditemukan telah bermetastasis ke kelenjar getah
bening lokoregional. Semua pasien KNF anak termasuk dalam klasifikasi WHO
tipe III dan sebagian besar ditemukan pada stadium lanjut.
Insiden KNF tidak berdiferensiasi banyak ditemukan di negara Cina
Bagian Selatan, Asia, Mediterania dan Alaska. Di Cina, angka insiden KNF
dilaporkan dua orang per satu juta penduduk. Di Tunisia, insiden KNF relative
meningkat. Di Inggris dan India, insiden KNF hampir sama yaitu sebesar 0,9 per
satu juta penduduk, tetapi dalam dua decade terakhir terjadi peningkatan yang
sama pada usia yang lebih muda. Insiden yang bervariasi dari KNF berbeda
berdasarkan letak geografis, kelompok etnik yang berkaitan dengan geneik dan
factor lingkungan yang juga memegang peranan dalam perkembangan dari KNF.
Di Indonesia dengan variasi etnis yang besar, KNF merupakan kanker ganas
5
daerah kepala dan leher yang paling banyak ditemukan, yaitu sekitar 60%.
Insidennya hampir merata di setiap daerah.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah pengertian tumor nasofaring?
1.2.2. Bagaimana epidemiologi tumor nasofaring?
1.2.3. Bagaimana etiologi tumor nasofaring?
1.2.4. Bagaimana tanda dan gejala tumor nasofaring?
1.2.5. Bagaimana patofisiologi tumor nasofaring?
1.2.6. Bagaimana komplikasi dan prognosis tumor nasofaring?
1.2.7. Bagaimana pengobatan tumor nasofaring?
1.2.8. Bagaimana pencegahan tumor nasofaring?
1.2.9. Bagaimana pathways tumor nasofaring?
1.2.10. Bagaimana asuhan keperawatan tumor nasofaring?
1.3 Tujuan
1.3.1. Mengetahui pengertian tumor nasofaring
1.3.2. Mengetahui epidemiologi tumor nasofaring
1.3.3. Mengetahui etiologi tumor nasofaring
1.3.4. Mengetahui tanda dan gejala tumor nasofaring
1.3.5. Mengetahui patofisiologi tumor nasofaring
1.3.6. Mengetahui komplikasi dan prognosis tumor nasofaring
1.3.7. Mengetahui pengobatan tumor nasofaring
1.3.8. Mengetahui pencegahan tumor nasofaring
1.3.9. Mengetahui pathways tumor nasofaring
1.3.10.
Tahun 1965 svaboda melaporkan bahwa dari contoh jaringan yang diambil
dari 14 pasien Amerika dan Cina dengan karsinoma nasofaring berdiferensiasi
buruk yang diperiksa dengan mikroskop elektron, semua menunjukkan adanya
fibril keratin. Ini menimbulkan keraguan karena WHO pada simposium
internasionalnya mengenai karsinoma nasofaring tahun 1977 mndasarkan
klasifikasinya atasa hasil pemeriksaan mikroskop cahaya seperti tercantum diatas,
dimana tidak selalu tampak keratin. Meskipun demikian klasifikasi WHO
mengenai tumor nasofaring ini masih tetap dipakai.
Tahun 1978 UICC, organisasi internasional melawan kanker menjelaskan
bentuk anatomi nasofaring dan klasifikasi praoperasi dan juga pascaoperasi.
NASOFARING
Tis
T0
T1
Tumor terbatas pada satu sisi (termasuk tumor yang dipastikan dengan
biopsi).
T2
T3
T4
tumor dengan perluasan ke dasar tengkorak dan atau mengenai saraf otak.
Tx
STADIUM
Stadium I
T1
N0
M0
Stadium 2
T2
N0
M0
Stadium 3
T3
N0
M0
T1,T2,T3
N1
M0
T4
N0,N1
M0
T1-T4
N2,N3
M0
T1-T4
N0-N3
M0
Stadium 4
2.2 Epidemiologi
KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai
penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 4 54 tahun. Laki-laki
lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 23 : 1. Kanker nasofaring
tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor
ini di Amerika Syarikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000 (Nasional Cancer
Institute, 2009).
Disebagian provinsi di Cina, dijumpai kasus KNF yang cukup tinggi yaitu
15-30 per 100.000 penduduk. Selain itu, di Cina Selatan khususnya Hong Kong
dan Guangzhou,dilaporkan sebanyak 10-150 kasus per 100.000 orang per
tahun.Insiden tetap tinggi untuk keturunan yang berasal Cina Selatan yang hidup
di negara-negara lain. Hal ini menunjukkan sebuahkecenderungan untuk penyakit
ini apabila dikombinasikan dengan lingkungan pemicu (Fuda Cancer Hospital
Guangzhou, 2002 dan Nasional Cancer Institute, 2009).
Di Indonesia,KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor
ganas
yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke-1 di bidang Telinga,
Hidung dan Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher
merupakan KNF (Nasir, 2009). Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980
menunjukan prevalensi 4,7 per 100.000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per
tahun (Punagi,2007). Dari data laporan profil KNF di Rumah Sakit Pendidikan
Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar ,periode Januari 2000
sampai Juni 2001 didapatkan 33% dari keganasan di bidang THT adalah KNF.
Di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2002 -2007 ditemukan 684 penderita
KNF.
2.3 Etiologi
Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya
mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya
KNF adalah:
1. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu
relative lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi
menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim
sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan
dengan
tumor
sel
skuamosa
atau
elemen
limfoid
dalam
pada daerah ini dan tentunya akan terjadi pendarahan pada hidung
(mimisan).
Gangguan pada telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat
asal tumor dekat muara tuba eustachius (fossa Rosenmuller). Keluhan ini dapat
berupa tinitus, rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri di telinga (otalgia).
Nasofaring berhubungan dekat dengan rongga tengkorak melalui beberapa lubang,
maka gangguan beberapa saraf otak dapat terjadi sebagai gejala lanjut karsinoma
nasofaring ini. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf penggerak bola mata,
sehingga tidak jarang pasien mengeluhkan adanya gejala diplopia (penglihatan
ganda).
Metastasis ke kelenjar leher dalam bentuk benjolan di leher biasanya yang
mendorong pasien untuk berobat, karena sebelumnya tidak terdapat keluhan lain.
Manakala pasien merasa bahwa kelenjar leher menjadi semakin besar, maka dapat
dipastikan bahwa penyakitnya telah menjadi kian lanjut. Pembesaran kelenjar
leher merupakan pertanda penyebaran kanker nasofaring ke daerah ini yang tidak
jarang didiagnosis sebagai tuberkulosis kelenjar.
2.5 Patofisiologi
Virus Epstein Barr(EBV) merupakan virus DNA yang memiliki kapsid
icosahedral dan termasuk dalam family Herpesviridae. Infeksi EBV dapat
berasosiasi dengan beberapa penyakit seperti limfoma Burkitt, limfoma sel T,
mononucleosis dan karsinoma nasofaring (KNF). KNF merupakan tumor ganas
yang terjadipada sel epitel di daerah nasofaring yaitu pada daerah cekungan
5
Rosenmuelleri dan tempat bermuara saluran eustachii. Banyak factor yang diduga
berhubungan dengan KNF, yaitu
1. Adanya infeksi EBV
2. Factor lingkungan
3. Genetic
1) Virus Epstein-Barr
Virus Epstein-Barr bereplikasi dalam sel-sel epitel dan menjadi laten
dalam limfosit B. infeksi virus Epstein-Barr terjadi pada dua tempat utama yaitu
sel epitel kelenjar saliva dan sel limfosit. EBV memulai infeksi pada limfosit B
dengan berikatan dengan reseptor virus, yaitu komponen komplemen C3d (CD21
atau CR2). Glikoprotein (gp350/220) pada kapsul EBV berikatan dengan protein
CD21 dipermukaan limfosit B3. Aktivitas ini merupakan rangkaian yang berantai
dimulai dari maksudnya EBV ke dalam DNA limfosit B dan selanjutnya
menyebabkan limfosit B menjadi immortal. Sementara itu, sampai saat ini
mekanisme masuknya EBV ke dalam sel epitel nasofaring belum dapat dijelaskan
dengan pasti. Namun demikian, ada dua reseptor yang diduga berperan dalam
masuknya EBV ke dalam sel nasofaring yaitu CR2 dan PIGR ( polymeric
immunoglobin Receptor). Sel yang terinfeksi oleh virus Epstein-Barr dapt
menimbulkan beberapa kemungkinan yaitu : sel menjadi mati bila terinfeksi
dengan virus Epstein-Barr dan virus mengadakan replikasi, atau virus EpsteinBarr yang menginfeksi sel dapat mengakibatkan kematian virus sehingga sel
kembali menjadi normal atau dapat terjadi transformasi sel yaitu interaksi antara
sel dan virus sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan sifat sel sehingga
transformasi sel menjadi ganas sehingga terbentuk sel kanker.
Gen EBV yang diekspresikan pada penderita KNF adalah gen laten, yaitu
EBERs, EBNA1, LMPI, LMP2A dan LMP2B. protein EBNA1 berperan dalam
mempertahankan virus pada infeksi laten. Protein transmembran LMP2A dan
LMP2B menghambat sinyal tyrosine kinase yang dipercaya sapat menghamabat
siklus litik virus. Diantra gen-gen tersebut, gen yang paling berperan dalam
transformasi sel adalah gen LMPI. Struktur protein LMPI terdiri atas 368 asam
amino yang terbagi menjadi 20 asam amino pada ujung N, 6 segmen protein
transmembran (166 asam amino) dan 200 asam amino pada ujung karboksi (C).
protein transmembaran LMPI menjadi perantara untuk sinyal TNF (tumor
necrosis factor) dan meningkatkan regulasi sitokin IL-10 yang memproliferasi sel
B dan menghambat respon imun local.
2) Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetic, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu
relative menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan
gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengode enzim sitokrom p450 2E1
(CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring.
Sitokrom p450 2E1 bertanggung jawab
makanan
lain
yang
awetkan
mengandung
sejumlah
besar
rah daerah parapharing dan retropharing dimana ada kelenjar getah bening.
Tumor ini menekan saraf N.IX,N.X,N.XI,N.XIIdengan manifestasi gejala:
N.IX : kesulitan menenlan karena hemiparesis otot konstriktor superior
palatum mole
N.XII : hemiparalisis dan atrofi sebelah lidah
Sindrom horner : kelumpuhan N. simpaticus servicalis, berupa
2) Angka bertahan hidup NED 5 tahun keseluruhan adalah 29%. Jika tumor
terbatas pada nasofaring dengan atau tanpa kelenjar, angka bertahan hidup
meningkat sampai 41% NED 5 tahun.
3) Pasien-pasien yang disinar dengan 6000 rads atau lebih dapat bertahan
hidupNED 5 tahun 37,5% tanpa melihat stadium.
4) Biopsi eksisional kelenjar praradiasi secara pasti memberikan angka bertahan
hidup yang lebih buruk.
Secara keseluruhan, angka bertahap hidup 5 tahun adalah 45%. Prognosis
diperburuk oleh beberapa factor, seperti:
2.7 Pengobatan
1. Radioterapi
Sampai saat ini radioterapi masih memegang peranan penting dalam
penatalaksanaan karsinoma nasofaring. Penatalaksanaan pertama untuk
karsinoma nasofaring adalah radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi.
Sampai saat ini pengobatan pilihan terhadap tumor ganas nasofaring adalah
radiasi, karena kebanyakan tumor ini anaplastik yang bersifat radiosensitif.
Radioterapi dilakuakn dengan radiasi eksterna, dapat menggunakan pesawat
kobal (Co60) atau dengan akselerator linier (linier Accelerator atau linac).
Radiasi ini ditujukan pada kanker primer didaerah nasofaring dan ruang
parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas, bawah serta
klasikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap dilakukan sebagai tindakan
preventif sekalipun tidak dijumpai pembesaran kleenjar. Metode brakhiterapi,
yakni dengan memasukkan sumber radiasi kedalam rongga nasofaring saat ini
banyak digunakan guna memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi
tidak menimbulkan cidera yang serius pada jaringan sehat disekitarnya.
Kombinasi ini diberiakn pada kasus-kasus yang telah memeperoleh dosis
radiasi eksterna maksimum tetapi masih dijumpai sisa jaringan kanker atau
10
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari karsinoma nasofaring
adalah virus Eptein Barr, maka pada penderita karsinoma nasofaring dapat
diberikan imunoterapi.
2.8 Pencegahan
1. Pemberian vaksinasi dengan spesifik membran glikoprotein virus Epstein Barr
yang dimurnikan pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan
resiko tinggi.
2. Memindahkan (migrasi) penduduk dari daerah resiko tinggi ke tempat
lainnnya.
3. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah, mengubah cara memasak
makanan untuk mencegah akibat yang timbul dari bahan-bahan yang
berbahaya.
4. Penyuluhan mengenai lingkungan hidup yang tidak sehat, meningkatnkan
keadaan social ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan
kemungkinan-kemungkinan factor penyebab.
5. Melakukan tes serologic IgA anti VCA dan IgA anti EA secra missal di masa
yang akan datang bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring secra
lebih dini.
11
BAB 3. PATHWAYS
Makanan yang di awetkan
Gas kimia
Asap industry
Asap kayu
Lingkungan
Genetik
Pertumbuhan sel
abnormal
Metastase sel
kanker ke kelenjar
getah bening
melalui aliran limfe
Pertumbuhan dan
perkembangan sel
kanker pd kelenjar getah
bening
Blok Tuba
eustasius
12
Metastase sel
kanker ke saluran
napas
Benjolan massa
pd leher bagian
samping
Terjadi kerusakan
saluran eustasius
Menembus
kelenjar
Ansiet
as
Benjolan
massa
pd leher
bagian
samping
Indikasi
kemoterapi
dan radiasi
Perangsangan
zona pencetus
kemoreseptor
diventrikel IV otak
(pons dan
medulla
Membrane timpani
masuk kedalam
13
Obstruksi jalan
napas
O2
Sirkulasi udara ke
paru-paru tidak
efektif
Ketidakefektif
an jalan nafas
Iritasi mukosa
mulut
Stomatitis
Anoreksia
Perubahan
persepsi sensori
pendengaran
Ketidakseimba
ngan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
14
perempuan.
Usia
Tumor nasofraing dapat terjadi pada semua usia dan usia terbanyak antara
45-54 tahun.
Alamat
Lingkungan tempat tinggal dengan udara yang penuh asapa dengan
ventilasi rumah yang kurang baik akan meningkatkan resiko terjadinya
tumor nasofaring serta lingkungan yang sering terpajan oleh gas kimia,
Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di pabrik industry akan beresiko terkena tumor
nasofaring, karena akan sering terpajan gas kimia, asap industry, dan asap
kayu.
15
2. Sistem pendengaran
Pada penderita karsinoma nasofaring, daun telinga kiri dan kanan
pasien normal dan simetris, terdapat cairan pada rongga telinga, ada nyeri
tekan pada telinga. Hal ini terjadi akibat adanya nyeri saat menelan
makanan oleh pasien dengan tumor nasofaring sehingga terdengar suara
berdengung pada telinga.
3. Sistem pernafasan
Klien tampak sesak, tidak menggunakan otot bantu nafas dengan
frekuensi pernafasan 26 x/ menit, irama nafas klien teratur, jenis
pernafasan spontan, nafas dalam, klien mengalami batuk produktif dengan
sputum kental berwarna kuning, tidak terdapat darah, palpasi dada klien
simetris, perkusi dada bunyi sonor, suara nafas klien ronkhi, namun tidak
mengalami nyeri dada dan menggunakan alat bantu nafas. Pada sistem ini
akan sangat terganggu karena akan mempengaruhi pernafasan, jika dalam
jalan nafas terdapat sputum maka pasien akan kesulitan dalam bernafas
yang bisa mengakibatkan pasien mengalami sesak nafas. Gangguan lain
muncul seperti ronkhi karena suara nafas ini menandakan adanya
gangguan pada saat ekspirasi.
4. Sistem kardiovaskular
Pada sirkulasi perifer kecepatan nadi perifer klien 82 x/menit dengan
irama teratur, tidak mengalami distensi vena jugularis, temperature kulit
hangat suhu tubuh klien 360C, warna kulit tidak pucat, pengisian kapiler 2
detik, dan tidak ada edema. Sedangkan pada sirkulasi jantung, kecepatan
denyut apical 82 x/ menit dengan irama teratur tidak ada kelainan bunyi
jantung dan tidak ada nyeri dada. Tumor nasofaring tidak menyerang
peredaran darah pasien sehingga tidak akan mengganggu peredaran darah
tersebut.
5. Sistem saraf pusat
Tidak ada keluhan sakit kepala, migran atau pertigo, tingkat
kesadaran pasien kompos mentis dengan Glasgow Coma Scale (GCS) E:
4, M: 6, V: 5. Tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK, tidak ada gangguan
sitem persyarafan dan pada pemeriksaan refleks fisiologis klien normal.
Tumor nasofaring juga bisa menyerang saraf otak karena ada lubang
penghubung di rongga tengkorak yang bisa menyebabkan beberapa
17
gangguan pada beberapa saraf otak. Jika terdapat gangguan pada otak
tersebut maka pasien akan memiliki prognosis yang buruk.
6. Sistem pencernaan
Keadaan mulut klien saat ini gigi caries, tidak ada stomatitis lidah
klien tidak kotor, saliva normal, tidak muntah, tidak ada nyeri perut, tidak
ada diare, konsistensi feses lunak, bising usus klien 8 x/menit, tidak terjadi
konstipasi, hepar tidak teraba, abdomen lembek. Tumor tidak menyerang
di saluran pencernaan sehingga tidak ada gangguan dalam sistem
percernaan pasien.
7. Sistem endoktrin
Pada klien tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, nafas klien tidak
berbau keton, dan tidak ada luka ganggren. Hal ini terjadi karena tumor
nasofaring tidak menyerang kalenjar tiroid pasien sehingga tidak
menganggu kerja sistem endoktrin.
8. Sistem urogenital
Balance cairan klien dengan intake 1300 ml, output 500 ml, tidak
ada perubahan pola kemih (retensi urgency, disuria, tidak lampias,
nokturia, inkontinensia, anunia), warna BAK klien kuning jernih, tidak ada
distensi kandung kemih, tidak ada keluhan sakit pinggang. Tumor
nasofaring tidak sampai melebar sampai daerah urogenital sehingga tidak
mengganggu sistem tersebut.
9. Sistem integument
Turgor kulit klien elastic, temperature kulit klien hangat, warna
kulit pucat, keadaan kulit baik, tidak ada luka, kelainan kulit tidak ada,
kondisi kulit daerah pemasangan infuse baik, tekstur kulit baik, kebersihan
rambut bersih. Warna pucat yang terlihat pada pasien menunjukkan adanya
sumbatan yang ada di dalam tenggorokan sehingga pasien terlihat pucat.
10. Sistem musculoskeletal
Saat ini klien tidak ada kesulitan dalam pergerakan, tidak ada sakit
pada tulang, sendi dan kulit serta tidak ada fraktur. Tidak ada kelainan
pada bentuk tulang sendi dan tidak ada kelainan struktur tulang belakang,
dan keadaan otot baik. Pada tumor ini tidak menyerang otot rangka
sehingga tidak ada kelainan yang mengganggu sistem musculoskeletal.
4.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan
radiologi
nasofaring. Pada foto dasar tengkoak ditemukan destruksi atau erosi tulang
daerah fosa serebri media.
2. CT-Scan leher dan kepala
Merupakan pemeriksaan yang paling dipercaya untuk stadium tumor dan
perluasa tumor. Pada stadium dini terlihat asimetri torus tubarius dan
dinding posterior nasofaring. Scan tulang dan foto torak untuk mengetahui
ada tidaknya metastasis jauh.
3. Pemeriksaan serologi, berupa pemeriksaan titer antibody terhadap virus
Epsten-Barr (EBV) yaitu Ig A anti VCA dan Ig A anti EA.
4. Pemeriksaan aspirasi jarum halus, bila tumor primer di nasofaring belum
jelas dengan pembesaran kelenjar leher yang diduga akibat metastasis
KNF.
5. Diagnose pasti di tegakkan dengan melkaukan biopsy nasofaring. Biopsy
nasofaring dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu: dari hidung atau dari
mulut. Biosi melalui hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind
biopsy). Biopsy mellaui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton
yang dimasukkan melalui hidung. Kemudian dengan kaca laring di lihat
daerah nasofaring. Biopsy dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca
tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut,
masa tumor akan terlihat lebih jelas
6. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal untuk mendeteksi adanya
metastasis.
4.5 Diagnose
1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi jaringan saraf
2. Jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan napas
3. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ
sekunder metastase tumor
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
intake makanan yang berkurang
5. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada kepala
6. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
penyakitnya
7. Resiko infeksi
berhubungan
dengan
ketidakadekuatan
tentang
pertahanan
sekunder imunosupresi
8. Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral behubungan dengan efek
samping agen kemoterapi radiasi
19
4.6 Intervensi
No Diagnose
kriteria
Intervensi
1. Nyeri
akut Setelah perawatan 2 x 24 jam 1.
Tentukan riwayat
berhubungan
dengan
frekuensi, durasi
kompresi/
kriteria hasil:
destruksi
kenyamanan dasar
jaringan saraf
(reposisi, gosok
2.
punggung) dan
aktivitas hiburan.
penggunaan ketrampilan
relaksasi nyeri
Berikan tindakan
3.
Dorong
penggunaan
ketrampilan
manajemen nyeri
(teknik relaksasi,
visualisasi, bimbingan
imajinasi) musik,
sentuhan terapeutik.
4.
Evaluasi
penghilangan nyeri
atau kontrol
20
5.
Kolaborasi :
berikan analgesik
sesuai indikasi
misalnya Morfin,
metadon atau
campuran narkotik.
2.
Gangguan
sensori
pendengaran, apakah
persepsi
berubungan
persepsi
dengan
gangguan
status
organ
sekunder
4.
kriteria hasil:
1. Mengenal gangguan dan
berkompensasi terhadap
yang terlibat
2. Observasi tanda-tanda
dan gejala disorientasi
3. Bicara pada sisi
telinga
4. Kaji tingkat
perubahan
metastase
kemampuan
tumor
mendengar pasien
Nutrisi
kurang dari
sebelum dan
kebutuhan
sesudah
tubuh
Kriteria hasil:
pemeberian obat
berhubungan
1. Mengkonsumsi makanan
sesuai dengan
dengan intake
21
1. Sesuaikan diet
kesukaan dan
makanan
yang kurang
toleransi pasien
2. Berikan dorongan
hygiene oral yang
sering
3. Pastikan hidrasi
cairan yang
adekuat
tambahan
sebelum,selama
dan setelah
pemberian obat,
kaji masukan dan
keluaran
4. Pantau masukan
makanan tiap hari
5. Ukur TB,BB dan
ketebalan kulit
trisep(pengukuran
antropometri)
6. Dorong pasien
untuk makan diet
tinggi kalori, kaya
nutrient dengan
masukan cairan
adekuat
7. Control factor
lingkungan (bau
yang tidak sedap
dan kebisingan
4
Ansietas
berhubungan
dengan
cemas berkurang/hilang
kurangnya
kriteria hasil:
1. pasien dapat
pasien
2. beri kesempatan pada
pengetahuan
tentang
pasien untuk
mengidentifikasi sebab
22
mengungkapkan rasa
penyakitnya.
kecemasan
2. emosi stabil, pasien
cemasnya
3. gunakan komunikasi
tenang
3. istirahat cukup
terapeutik
4. beri informasi yang
akurat tentang proses
penyakit dan anjurkan
pasien untuk ikut serta
dalam tindakan
keperawatan
5. berikan keyakiann
pada pasien bahwa
perawat, dokter, dan
tim kesehatan lain
selalu berusaha
memberikan
pertolongan yang
terbaik dan seoptimal
mungkin
6. berikan kesempatan
pada keluarga untuk
mendampingi pasien
secara bergantian
7. ciptakan lingkungan
yang tenang dan
5.
Resiko tinggi
perubahan
membran
mukosa oral
kriteria hasil:
1. Menunjukkan mukosa
behubungan
dengan efek
samping agen
kemoterapi
radiasi
23
nyaman
1. Kaji kesehatan gigi
dan hihiene oral
secara periodik
2. Kaji rongga mulut
tiap hari, perhatikan
perubahan pada
integritas membran
mukosa oral
3. Instruksikan
mengenai
perubahahn diet
dan dehidrasi
misalnya hindari
makanan panas atau
pedas, anjurkan
penggunaan sedotan,
mencerna makanan
lembut atau
diblender.
4. Pantau dan jelaskan
tanda-tanda tentang
superinfeksi oral
5. Mulai program
higiene oral :
gunakan pencuci
mulut dari salin
hangat, larutan
pelarut dari hidrogen
peroksida, sikat
dengan sikat
gigi/benang gigi,
pertahankan bibir
lembab dengan
pelumas bibir.
6.
Jalan napas
tidak efektif
berhubunga
n dengan
obstruksi
napas
jalan napas
4.7 Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang sudah di rencanakan.
4.8 Evaluasi
24
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kanker nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel
nasofaring. Tumor ini bermula dari dinding lateral nasofaring (fossa Rosenmuller)
dan dapat menyebar ke dalam atau keluar nasofaring menuju dinding lateral,
posterosuperior, dasar tengkorak, palatum, kavum nasi, dan orofaring serta
metastasis ke kelenjar limfe leher.
Banyak factor yang berhubungan dengan kanker nasofaring yaitu:
1. adanya infeksi EBV
2. factor lingkungan
3. genetik
KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai
penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 4 54 tahun. Laki-laki
lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 23 : 1. Gejala karsinoma
nasofaring ini dapat dibagi dalam 4 kelompok, yaitu gejala nasofaring sendiri,
gejala telinga, gejala mata dan saraf, serta metastasis atau gejala di leher.
Pengobatan pada kanker nasofaring yaitu kemoterapi, radioterapi, operasi dan
imunoterapi.
5.2 Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
http://www.perhati-kl.or.id/v1/wp-content/uploads/2011/11/Diagnosispenatalaksanaan-KNF-dr.pdf
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/harum_sasanti/material/penyuluhanesk
mart.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/21527/4/Chapter%20II.pdf
http://library.usu.ac.id/download/fk/tht-hary2.pdf
26