Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

“ KANKER OVARIUM “

NAMA : SRI SARTIKA RAHAYU


NIM : 2215901016

PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PAHLAWAN TUANKU TAMBUSAI
RIAU
2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang
berjudul “Kanker Ovaruim” ini tepat pada waktunya. Responsi kasus ini disusun
dalam rangka mengikuti program profesi bidan 2022/2023.

Dalam penulisan laporan kasus ini penulis banyak mendapatkan bimbingan


maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril. Untuk itu, pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada ibuk Lastri bastuti, S.Tr.Keb selaku CI lahan dan ibuk Afiah,S,ST.M.Kes
selaku pembimbing akademik.

Penulis menyadari bahwa responsi kasus ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat
penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya penulis mengharapkan
semoga responsi kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu pengetahuan dan
kebidanan.

Pekanbaru,12 januari 2023

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker adalah pertumbuhan jaringan yang ganas yang terdiri dari sel-
sel epitelial yang cenderung menginfiltrasi jaringan sekitarnya dan
menimbulkan metastasis. Kanker terbanyak pada perempuan adalah kanker
serviks, kanker payudara, kanker kolon rektum, kanker paru dan kanker
ovarium. Kanker ovarium adalah tumor ganas yang berasal dari ovarium
dengan berbagai tipe histologi yang dapat mengenai semua umur. Kanker
ovarium menempati posisi ke-3 dari 10 kanker tersering pada wanita dan
diperkirakan 30% terjadi pada sistem genetalia wanita (Purwoko, 2018).
Kanker ovarium adalah salah satu penyakit ginekologi yang
menyebabkan keatian dengan 239.000 kasus baru dan 152.000 kasus kematian
di dunia pada tahun 2012 (IARC, 2012). Menurut American Cancer Society
(2018), kanker ovarium mnempati urutan ke-5 dari seluruh penyebab
kematian pada wanita di Amerika Serikat. Insiden kematian wanita akibat
kanker ovarium di dunia tahun 2018 sekitar 5% dari semua keganasan pada
wanita. Kanker ovarium di Asia Tenggara sebanyak 47.689 atau sebanyak
5,2% dari seluruh usia pada wanita (IARC, 2016). Pada tahun 2018 ditemukan
295.414 kasus baru dengan angka keatian 184.799 (45%) di Asia Tenggara.
Insiden kanker ganas ovarium di Asia Timur lebih tinggi dibandingkan
dengan Eropa Timur dan tengah yaitu kurang dari 12 wanita tiap 100.000
penduduk. Insidennya meningkat dengan bertambahnya usia. Usia rata-rata
penderita kanker ovarium adalah 63 tahun dan 70% di antaranya adalah
stadium lanjut (Gibbs RS, Karlan BY, Harney AF, 2013).
Kejadian kanker ovarium di Indonesia berada di urutan ke-5 dari
berbagai kanker yang menyebabkan kematian pada wanita, setelah anker
payudara, serviks, paru dan kolorektal. Terdapat 10.238 kasus kanker ovarium

3
dengan jumlah sekitar 7007 kasus dari 92.200 tota kematian kasus keganasan
pada wanita (McGuire, 2016). Data nasional selama tahun 2017-2018 terdapat
627 kasus kanker ovarium dari 4.081 kasus genekologi onkologi sehingga
kanker ovariu menempati urutan ke-2 kanker ginekologi yang mematikan
pada wanita setelah kanker serviks. Kanker ovarium di Indonesia terjadi
sebanyak 11.594 kasus atau 7,48% dengan angka mortalitas 7.031 kasus
(Kementerian Kesehatan RI, 2019).
Tingginya angka kejadian dan kematian akibat kanker ovarium
disebabkan karena kanker tidak menunjukkan tanda dan gejala penyakit yang
khas pada stadium awal sehingga menghambat penegakkan diagnosis. Gejala
yang muncul bersifat non spesifik seperti : kembung, kehilangan nafsu makan,
nyeri pada panggul atau perut, peningkatan aktivitas di saluran kencing baik
urgensi maupun frekuensi (Simamora, Rian P.A., 2018). Dampak dari
kannker ovarium pada stadium awa tidak dapat diketahi pada diri wanita
karena perubahan awal biasanya hanya mengalami keputihan yang dianggap
hal biasa. Pada stadium lanjut yaitu sadium II-IV akan mengalami perubahan
pada tubuh karena sudah bermetastase ke jaringan luar pevis misalnya
jaringan hati, gastrointestinal dan paru-paru, sehingga akan menyebabkan
asites, efusi pleura, nyeri ulu hati, anoreksia dan anemia (Reeder, 2013).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang beraneka ragam,


dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal, mesodermal)
dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beraneka ragam (Smeltzer &
Bare, 2013). Kanker ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi cairan maupun
padat. Kanker ovarium disebut sebagai silent killer karena ovarium terletak di
bagian dalam sehingga tidak mudah terdeteksi 70-80% kanker ovarium baru
ditemukan pada stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-mana
(Wiknjosastro, 1999). Kanker ovarium biasanya terdapat pada usia peri
menopause kira-kira 60%, dalam masa reproduksi 30% dan 10% terpadat pada
usia yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi
juga tidak jelas / pasti ganas (borderline malignancy atau carcinoma of low –
maligna potensial) dan jelas ganas (true malignant) (Priyanto, 2007).

B. Epidemiologi

Kanker ovarium merupakan penyebab utama kematian akibat kanker


ginekologi pada wanita di seluruh dunia. Secara global 204.000 wanita didiagnosis
kanker ovarium dan mengakibatkan 125.000 kematian tiap tahunnya (Zhang et al,
2011). Di Amerika Serikat, meskipun kanker ovarium menempati urutan
kedelapan kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita, namun jumlah
kematiannya jauh lebih besar dibandingkan jumlah seluruh kematian akibat kanker
ginekologi di negara tersebut. Di Indonesia, berdasarkan laporan Badan Registrasi
Kanker Departemen Kesehatan RI tahun 2003 yang diperoleh dari 13
Laboratorium Pusat Patologi Anatomi di seluruh Indonesia menunjukkan bahwa

5
kanker ovarium menempati urutan ke enam dari sepuluh tumor tersering
berdasarkan tumor primer pada pria dan wanita (841 kasus) dan juga menempati
urutan ke tiga dari sepuluh tumor tersering berdasarkan tumor primer pada wanita
(Fauzan, 2009). Sedangkan di Bali, pada tahun 2006 diperoleh angka kejadian
kanker ovarium sebesar 5,96% dari keseluruhan kasus kanker pada wanita (YKI,
2007).

C. Etiologi

Menurut Hidayat (2009) Ovarium terletak di kedalaman rongga pelvis. Bila


timbul kanker, biasanya tanpa gejala pada awalnya sehingga sulit ditemukan,
membuat diagnosis tertunda. Ketika lesi berkembang dan timbul gejala, sering kali
sudah bukan stadium dini. Maka terdapat 60-70% pasien kanker ovarium saat
didiagnosis sudah terdapat metastasis di luar ovarium. Penyebab kanker ovarium
hingga kini belum jelas, tapi faktor lingkungan dan hormonal berperan penting
dalam patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi
kanker ovarium, diantaranya:

1. Hipotesis incessant ovulation, teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada


sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi.
Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses
transformasi menjadi sel-sel tumor.
2.  Hipotesis androgen, androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya
kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel
ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen
dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker
ovarium.

6
D. Patofisiologi

Tumor ganas ovarium diperkirakan sekitar 15-25% dari semua tumor


ovarium. Dapat ditemukan pada semua golongan umur, tetapi lebih sering pada
usia 50 tahun ke atas, pada masa reproduksi kira-kira separuh dari itu dan pada
usia lebih muda jarang ditemukan. Faktor predisposisi ialah tumor ovarium jinak.
Pertumbuhan tumor diikuti oleh infiltrasi, jaringan sekitar yang menyebabkan
berbagai keluhan samar-samar. Kecenderungan untuk melakukan implantasi
dirongga perut merupakan ciri khas suatu tumor ganas ovarium yang
menghasilkan asites (Brunner dan Suddarth, 2013). Banyak tumor ovarium tidak
menunjukkan tanda dan gejala, terutama tumor ovarium kecil. Sebagian tanda dan
gejala akibat dari pertumbuhan, aktivitas hormonal dan komplikasi tumor-tumor
tersebut.

1. Akibat Pertumbuhan
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bisa menyebabkan pembesaran
perut, tekanan terhadap alat sekitarnya, disebabkan oleh besarnya tumor atau
posisinya dalam perut. Selain gangguan miksi, tekanan tumor dapat
mengakibatkan konstipasi, edema, tumor yang besar dapat mengakibatkan tidak
nafsu makan dan rasa sakit.

2.  Akibat aktivitas hormonal

Pada umumnya tumor ovarium tidak menganggu pola haid kecuali jika tumor
itu sendiri mengeluarkan hormon.

3. Akibat Komplikasi

a. Perdarahan ke dalam kista : Perdarahan biasanya sedikit, kalau tidak


sekonyong-konyong dalam jumlah banyak akan terjadi distensi dan
menimbulkan nyeri perut.

7
b. Torsi : Torsi atau putaran tangkai menyebabkan tarikan melalui ligamentum
infundibulo pelvikum terhadap peritonium parietal dan menimbulkan rasa
sakit.
c. Infeksi pada tumor dapat terjadi bila di dekat tumor ada tumor kuman
patogen seperti appendicitis, divertikalitis, atau salpingitis akut
d. Robekan dinding kista : robekan pada kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan dapat sampai ke rongga peritonium dan
menimbulkan rasa nyeri terus menerus.
e. Perubahan keganasan dapat terjadi pada beberapa kista jinak, sehingga
setelah tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang
seksama terhadap kemungkinan perubahan keganasan (Wiknjosastro,1999).

Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen ke kelenjar para aorta,
medistinal dan supraclavikular. Untuk selanjutnya menyebar ke alat-alat yang jauh
terutama paru-paru, hati dan otak, obstruksi usus dan ureter merupakan masalah
yang sering menyertai penderita tumor ganas ovarium (Harahap, 2003).

E. Klasifikasi

Tahap-tahap kanker ovarium (Price, 2006) :

 Stadium I : Pertumbuhan terbatas pada ovarium


 Stadium II : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan perluas
pelvis
 tadium III : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan
metastasis diluar pelvis atau nodus inguinal atau retro peritoneal positif
 Stadium IV : Pertumbuhan mencakup satu / kedua ovarium dengan metastasis
jauh.

8
F. Gejala Klinis

Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala
umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik.

1. Stadium Awal
 Gangguan haid
 Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum)
 Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria)
 Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium)
 Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul)
 Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada lapisan
rahim, pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan rambut)
2. Stadium Lanjut
 Asites
 Penyebaran ke omentum (lemak perut)
 Perut membuncit
 Kembung dan mual
 Gangguan nafsu makan
 Gangguan BAB dan BAK
 Sesak nafas
 Dyspepsia

9
G. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi yaitu :

1. Asites
Kanker ovarium dapat bermetastasis dengan invasi langsung ke struktur-
struktur yang berdekatan pada abdomen dan panggul dan melalui penyebaran
benih tumor melalui cairan peritoneal ke rongga abdomen dan rongga panggul.
2. Efusi Pleura
Dari abdomen, cairan yang mengandung sel-sel ganas melalui saluran limfe
menuju pleura.

3. Metastase kanker

H. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien di antaranya pemeriksaan


tanda-tanda vital dan pemeriksaan sistemik dari kepala sampai ekstremitas serta
pemeriksaan bimanual. Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu
dalam memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi, dan mobilitas dari massa tumor.
Pada pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan bagian posterior,
ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Douglas dan rektum. (Gibbs, et al.,
2008). Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu membedakan
tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum dianut bahwa tumor
jinak cenderung kistik dengan permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan.
Sedangkan tumor ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler,
terfiksasi, dan sering bilateral. Massa yang besar yang memenuhi rongga abdomen
dan pelvis lebih mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah.
Adanya asites dan nodul pada cul-de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan
(Zanetta, et al., 2001; Gibbs, et al., 2008).

10
I. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu menegakkan


diagnosis adalah pemeriksaan radiografi dan penanda tumor. Pemeriksaan
histopatologi umumnya dilakukan bersamaan dengan operasi laparoskopi untuk
menentukan ada tidaknya keganasan dan tipenya. Lesi ovarium umumnya
ditemukan secara insidental pada pemeriksaan radiografi abdomen atau pelvis
untuk indikasi lainnya.

1. Pemeriksaan Radiografi
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat karena
dapat menentukan morfologi tumor pelvis, serta menilai ada tidaknya massa
pada bagian lain abdomen. Ultrasonografi transvaginal bermanfaat untuk
menilai struktur dan pendarahan ovarium, membedakan massa kistik dan solid,
serta mendeteksi adanya asites. Tingkat akurasi pemeriksaan ini untuk
membedakan massa jinak dan ganas adalah sensitivitas 86-94%, spesifisitas 94-
96%. Walau demikian, perlu diingat bahwa ultrasonografi sangat dipengaruhi
oleh operator (operator-dependent). Studi dilakukan untuk validasi eksternal
sistem skoring ultrasonografi transvaginal untuk kanker ovarium dan hasilnya
menunjukkan bahwa performa pemeriksaan ini inferior dibandingkan dengan
tingkat akurasi yang dilaporkan. Selain itu, ultrasonografi juga memiliki nilai
prediksi positif yang rendah karena tingginya prevalensi lesi ovarium jinak.

X-ray thorax atau CT scan rutin dilakukan untuk membantu eksklusi


efusi pleura dan metastasis pulmonar. CT scan lebih disarankan karena
sekaligus digunakan untuk staging kanker. Sedangkan MRI lebih superior
karena dapat menentukan jenis jaringan tumor, termasuk adanya lemak, darah,
musin, cairan, atau jaringan pada massa ovarium. Hal ini bermanfaat untuk
menentukan apakah massa tersebut jinak atau ganas. Walau demikian,

11
pemeriksaan ini tidak umum dilakukan mengingat harga yang lebih mahal dan
ketersediaan alat.

2. Pemeriksaan Penanda Tumor


Pemeriksaan penanda tumor yang dilakukan adalah CA 125 pada
darah. Pemeriksaan ini sebaiknya dikombinasikan dengan pemeriksaan
radiologis untuk mendeteksi kanker ovarium. Selain CA 125, assay yang dapat
digunakan untuk pemeriksaan di antaranya adalah apolipoprotein A1, follicle
stimulating hormone (FSH) dan human epididymis protein 4. Walau demikian,
pemeriksaan ini memiliki tingkat akurasi yang rendah

3. Kombinasi Pemeriksaan Ultrasonografi dan Penanda Tumor


Keterbatasan pemeriksaan ultrasonografi dan penanda tumor menjadi
dasar penelitian untuk kombinasi kedua pemeriksaan ini. Studi menunjukkan
tingkat akurasi yang lebih tinggi sehingga kombinasi kedua pemeriksaan ini
saat ini menjadi standar diagnosis kanker ovarium. Walau demikian masih
diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai standar penelitian (apakah penanda
tumor terlebih dahulu, ultrasonografi terlebih dahulu, atau keduanya
bersamaan), serta akurasi pemeriksaan.

4. Pemeriksaan Histopatologi
Biopsi dengan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration biopsy)
tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan dengan
operasi laparoskopi untuk mereseksi tumor. Dari pemeriksaan histopatologi
dapat diketahui secara pasti apakah tumor tersebut ganas atau jinak dan tipe dari
keganasan tersebut.

12
J. Diagnosis Kanker Ovarium

Pada umumnya kanker ovarium ditemukan pada stadium lanjut. Tumor


membesar dan menyebar ke organ sekitarnya tanpa keluhan. Itulah sebabnya
tumor ini dikenal sebagai penyakit yang tumbuh diam-diam namun mematikan
(silent killer). Kanker ovarium umumnya baru menimbulkan keluhan apabila telah
menyebar ke rongga peritoneum. Pada keadaan seperti ini tindakan pembedahan
dan terapi adjuvan sering kali tidak menolong. Penderita akan meninggal karena
malnutrisi dan obstruksi usus halus akibat tumor intraperitoneal (Gibbs, et al.,
2008; Schorge, et al., 2008). Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat,
pemeriksaan fisik ginekologi, serta pemeriksaan penunjang. Kanker ovarium pada
stadium dini tidak memberikan keluhan. Keluhan yang timbul berhubungan
dengan peningkatan massa tumor, penyebaran tumor pada permukaan serosa dari
kolon dan asites. Rasa tidak nyaman dan rasa penuh diperut, serta cepat merasa
kenyang sering berhubungan dengan kanker ovarium. Gejala lain yang sering
timbul adalah mudah lelah, perut membuncit, sering kencing, dan nafas pendek
akibat efusi pleura dan asites yang masif (Gibbs, et al., 2008; Schorge, et al.,
2008).

Dalam melakukan anamnesis pada kasus tumor adneksa perlu diperhatikan


umur penderita dan faktor risiko terjadinya kanker ovarium. Pada bayi yang baru
lahir dapat ditemukan adanya kista fungsional yang kecil (kurang dari 1-2 cm)
akibat pengaruh dari hormon ibu. Kista ini akan menghilang setelah bayi berumur
beberapa bulan. Apabila menetap akan terjadi peningkatan insiden tumor sel
germinal ovarium dengan jenis yang tersering adalah kista dermoid dan
disgerminoma. Dengan meningkatnya usia kemungkinan keganasan akan
meningkat pula. Secara umum akan terjadi peningkatan risiko keganasan mencapai
13% pada premenopause dan 45% setelah menopause. Keganasan yang terjadi
bisa bersifat primer dan bisa berupa metastasis dari uterus, payudara, dan traktus
gastrointestinal (Gibbs, et al., 2008).

13
K. Terapi/Penatalaksanaan

Saat ini penatalaksanaan kanker ovarium meliputi staging laparotomy


menyeluruh sebagai mana yang dilakukan terhadap karsinoma ovarium jenis
epitelial. 60-70% penderita didiagnosis dengan stadium I karena kebanyakan
berada pada usia reproduksi. Penyakit dengan stadium awal dapat dilakukan hanya
salfingoooferektomi unilateral dengan mempertahankan uterus dan ovarium
kontralateral. Prosedur ini terdiri atas insisi mediana, pembilasan peritoneum,
eksplorasi, sitologi dan biopsi, omentektomi dan limfadenektomi. Semua daerah
yang dicurigai harus dilakukan biopsi. Ovarium kontralateral diperhatian secara
cermat, dan tidak perlu dilakukan biopsi bila ukuran, bentuk dan konsistensinya
normal (Zanetta, et al., 2001; Yongjung, et al., 2011).

Pada penderita dengan stadium lanjut dianjurkan untuk dilakukan sesuai


dengan prinsip pembedahan sitoreduksi. Dukungan terhadap konsep pembedahan
sitoreduksi pada tumor ganas sesuai dengan penelitian oleh Gynecologic Oncology
Group (GOG), dengan menggunakan regimen kombinasi vinkristin, aktinomisin
D, dan siklofosfamid (VAC). Beberapa pasien mendapatkan kegagalan kemoterapi
28% pada penderita dengan reseksi komplet di bandingkan dengan 68% pada
reseksi inkomplet. Dan dilaporkan pula pada semua penderita stadium II dan III
yang dilakukan reseksi dengan pemberian kemoterapi mencapai 75-95% (Zanetta,
et al., 2001; Yongjung, et al., 2011).

Sebagai patokan, pasien-pasien yang telah dilakukan surgical staging


lengkap dan menunjukkan stadium IA derajat 1 teratoma imatur tidak memerlukan
terapi adjuvan setelah pembedahan, dan dapat dilakukan pengamatan lanjut yang
ketat, sedangkan pasien dengan jenis tumor lain serta stadium yang lebih tinggi
harus diberikan kemoterapi adjuvan. Adapun pemberiannya sebanyak 3 siklus
BEP pada tumor dengan reseksi komplet dan 4 siklus pada tumor dengan reseksi
inkomplet, diberikan dengan dosis penuh, dan pengobatan dapat dimulai segera

14
setelah pembedahan (7-10 hari pasca pembedahan) (Zanetta, et al, 2001).
Walaupun kemoterapi dapat mempengaruhi fungsi ovarium, namun didapatkan
kembalinya status menstruasi, fungsi reproduksi dan persalinan penderita. Dalam
analisis terakhir terhadap 49 pasien yang ditinggalkan uterus dan ovarium
normalnya, dan berhasil diobati dengan kemoterapi, 68% dapat merasakan
kembali menstruasi yang teratur setelah menyelesaikan kemoterapi, dan 83%
penderita mendapatkan kembali menstruasi teratas setelah follow up berikutnya.

Diketahui juga bahwa efek kemoterapi adalah risiko timbulnya keganasan


tempat lain. Kebanyakan data dari penggunaan etoposide terhadap seminoma testis
menunjukan ada hubungan dengan kejadian leukemia akut. Selain itu juga
dilaporkan kejadian leukemia yang diinduksi oleh penggunaan platinum, bila dosis
total platinum yang diberikan lebih dari 1000 mg. Dengan pertimbangan bahwa
pemberian 4 siklus BEP dengan luas permukaan tubuh maksimum (± 2m) hanya
akan menghabiskan dosis maksimum 800 mg cisplatin, disimpulkan bahwa dosis
ini masih cukup aman, dan hal ini berlaku juga untuk etoposide (Zanetta, et al.,
2001; Yongjung, et al., 2011).

15
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
1. Data Register Pasien
a. No.Register : 01096167
b. Tanggal MRS : 09 Januari 2023
c. Tanggal Pengkajian : 11 Januari 2023
d. Nama Pengkaji : Sri Sartika Rahayu
2. Identitas Istri / Suami
a. Nama : Ny. M / Tn. A
b. Umur : 56 tahun / 63 tahun
c. Pekerjaan : IRT / Nelayan
d. Pendidikan : SD / SD
e. Alamat : Penebal Tengah / Bengkalis
f. Agama : Islam / Islam
g. Suku/bangsa : Melayu / Melayu
h. Jumlah Anak : 6 orang
B. Anamnesa
Keluhan Utama : Badan terasa lemas, Demam, Muntah-Muntah, Kepala
Pusing
Riwayat Penyakit : Keluhan benjolan di jalan lahir yang sudah dialami
kira-kira 3 tahun ini dan nyeri perut yang dirasakan
hilang timbul.
Riwayat KB : Spiral
Riwayat Perkawinan : Pasien menikah 1 kali
Lamanya perkawinan : 39 Tahun

16
Riwayat Menstruasi
1. Menarche : 16 Tahun
2. Teratur/tidak : teratur
3. Siklus : 28 hari
4. Lama : 7 hari
5. Warna : Merah Segar
6. Bau : khas (amis)
7. Sifat Darah : encer
8. Disminore : tidak
9. Banyak : 2-3 kali ganti pembalut/ hari
10. Flour albus : tidak
C. Riwayat Penyakit

D. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Composmentis
3. Tanda-tanda vital :TD : 110/80 mmhg
N : 82x/menit
R : 20x/menit
S : 36,7 Darjat celcius
4. Antropometri BB : 55 kg
TB : 158 Cm
E. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala : kulit kepala bersih, rambut tidak rontok
2. Muka : tidak pucat dan tidak ada edema
3. Mata : konjungtiva : tidak pucat, sklera : tidak ikterik
4. Hidung : bersih, tidak ada polip

17
5. Mulut dan Gigi : Bibir merah muda, caries tidak ada
6. Telinga : Simetris, bersih
7. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan limfe
8. Ekstremitas : tidak ada odema
9. Genitalia : bersih
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Hemoglobin : 7,3 g/dl
b. Leukosit : 24,0 /ul
c. Trambosit : 281.000 /ul
G. Asuhan Kebidanan
1. Data Subjektif (S)
a. Nyeri luka operasi
b. Sebelumnya riwayat perut membesar
c. Pasien sudah menopouse
2. Data Objektif (O)
a. KU ibu baik
b. Kesadaran Composmentis
c. Ekspresi wajah ceria
d. Tanda-tanda vital
e. Tekanan darah : 110/80 mmHg
f. Nadi : 82x/i
g. Pernafasan : 20x/i
h. Suhu : 36.5 °C
3. Asesment (A)
Ny. s dengan G6P6A0H umur 56 tahun dengan diagnosa ca ovarium.

18
4. Planning (P)
a. Mengobservasi KU, TTV.
b. Menginformasikan hasil pemeriksaan dan rencana asuhan yang akan
diberikan
c. Mengajarkan teknik nafas dalam
d. Menganjurkan ibu untuk makan makanan yang bergizi, minum minimal
6-8 gelas/hari

19
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini membahas mengenai pasien Ny.M usia 56 tahun
dengan diagnosa Kanker Ovarium. Tanggal 09 Januari 2023 secara terperinci mulai
dari langkah pertama yaitu pengkajian data sampai dengan penatalaksanaan terakhir.
Data objektif pada pasien dengan kasus Kanker Ovarium adalah hasil pemeriksaan
fisik dan TTV dalam batas normal, akan tetapi klien M merasa lemas.

Kanker ovarium adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada ovarium
atau indung telur, yaitu dua organ yang berada di sisi kanan dan kiri rahim. Deteksi
awal kanker sangat perlu dilakukan sebab pengobatan bekerja paling baik pada fase
ini. Kondisi ini sering menyebabkan tanda dan gejala, jadi penting untuk
memperhatikan segala perubahan yang terjadi pada tubuh.

Hingga kini, tidak jelas apa yang dapat menyebabkan kanker ovarium. Meski
begitu, kanker ini dimulai ketika sel-sel di dalam atau di dekat ovarium mengalami
perubahan (mutasi) dalam DNA mereka. DNA sel berisi instruksi yang memberi tahu
sel apa yang harus dilakukan. 

Perubahan ini kemudian memberitahu sel untuk tumbuh dan berkembang biak
dengan cepat sehingga menciptakan massa (tumor) sel kanker. Sel-sel kanker
kemudian terus hidup ketika sel-sel sehat akan mati.  Mereka dapat menyerang
jaringan di dekatnya dan memutuskan tumor awal untuk menyebar (bermetastasis) ke
bagian lain dari tubuh. 

20
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Mahasiswa mampu memberikan asuhan pada kasus Kanker


Serviks dan di dapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik dan
penunjang pada Ny.M dengan melakukan pengkajian dan
pemantauan dilakukan secara auto anamnesis pada kunjungan
awal tanggal 11 januari 2023
2. Mahasiswa mampu melakukan analisi kasus berdasarkan
data subjektif pada Ny.M dengan kasus Kanker Ovarium.
B. Saran

1. Bagi RSUD AA diharapkan dapat mempertahankan


pelayanan asuhan kebidanan yang sudah baik.
2. Bagi institusi pendidikan sebagai bahan bacaan mahasiswi

Bagi pelaksana asuhan selanjutnya diharapkan dapat tetap meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan asuhan kebidanan

secara baik dan benar kepada klien.

21
DAFTAR PUSTAKA

Fachlevy, A. F, Abdullah, Z, Russeng, S.S. Faktor Resiko Kanker Ovarium di Rsup

Wahidin Sudirohusodo Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Hasanuddin . Makassar. 2011.

Rasiji, I. Epidemiologi Kanker pada wanita. 1 sted Sagung Seto. Jakarta. 2010.

Busman, B. Kanker Ovarium, dalam :Aziz, M.F., Andriono, Siafuddin, A.B, editors.

Buku Acuan Nasional Onkologidan Ginekologi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo. 2008.

Fauzan, R. Gambaran Faktor Pnggunaan Kontrasepsi terhadap Angka Kejadian

Kanker Ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berdasarkan

pemeriksaan histopatologik tahun 2003-2007(tesis). Jakarta: Universitas

Indonesia. 2009.

Anwar, M. Ilmu Kandungan. 3 sted. Jakarta : PT. Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo. 2011.

22

Anda mungkin juga menyukai