E DENGAN CA OVARI
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DI RUANG WIJAYA
KUSUMA RSUD PROF DR MARGONO SUKARJO PURWOKERTO
Disusun Oleh:
ISMAIL AJI
2021030035
Ismail Aji
NIM : 2021030035
3. Stadium III, tumor terdapat pada salah satu atau kedua ovarium, implant ovarium
terletak di luar panggul atau nodus retroperitoneum atau inguinal positif, metastase ke
permukan hati terjadi pada stadium III. Tumor terbatas pada panggul minor, tetapi
pemeriksaan histologis membuktikan perluasan ganas ke usus halus atau omentum.`
a. Stadium IIIA
Tumor sangat terbatas pada panggul minor, nodus negative, tetapi pemeriksaan histologis
membenarkan adanya penyebaran mikroskopik ke permukaan peritoneum abdomen.
b. Stadium IIIB
Tumor terdapat pada salah satu atau kedua ovarium, pemeriksaan histologis menunjukkan
adanya implant pada permukaan peritoneum abdomen, dengan diameter tidak lebih dari
2cm, nodus negative.
c. Stadium IIIC
Diameter implant abdomen lebih dari 2cm atau nodus retroperitoneum atau inginal positif.
4. Stadium IV, pertumbuhan terjadi pada salah satu atau kedua ovarium dengan metastase
yang jauh. Jika terdapat efusi pleura, hasil sitology untuk stadium IV dipastikan positif.
Metastase ke parenkim hati terjadi pada stadium IV.
5. Kategori khusus, kasus yang tidak dieksplorasi, tetapi diduga sebagai karsinoma
ovarium dimasukkan ke dalam kategori khusus (Reeder & Martin, 2014).
C. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti, namun beberapa penulis
telah melaporkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian kanker ovarium ini dengan
beberapa faktor lingkungan termasuk paparan dengan makanan, virus, dan bahan-bahan
industri
1. Faktor Makanan
Makanan yang banyak mengandung lemak hewan telah dilaporkan akan meningkatkan
resiko untuk menderita kanker ovarium. Beberapa Negara seperti Swedia dimana
konsumsi lemak hewan per kapitanya tinggi, mempunyai insiden kanker ovarium yang
tinggi dibanding dengan Jepang dan China yang termasuk lemak hewan per kapitanya
rendah. Juga dilaporkan insiden kanker ovarium yang tinggi didapati pada populasi dengan
konsumsi kopi per kapitanya tinggi.
2. Faktor Bahan-bahan Industri
Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa asbes dan komponen dari talk (hydrous
magnesium trisillicate) merupakan penyebab dari terjadinya neoplasma epitel ovarium.
Peningkatan kejadian neoplasma ovarium pada wanita-wanita yang dalam
pekerjaannya terpapar dengan asbes.
E. Patofisiologi
Tumor ganas ovarium yang bersal dari epitel permukaan tipe serosa 50 – 60%, tipe
endometroid dan musinosa 10 – 20 %, tipe clear cell 5%, dan tipe tidak berdiffferensiasi
10 – 15%. Tipe musinosa paling sering ditemukan pada wanita usia tua dibanding tipe tipe
serosa dan endometroid. jenis neoplasma jinak yang diakibatkan oleh beberapa faktor,
diantaranya perubahan hormon estrogen dan progesteron juga hormon hipofise yang
biasanya mengakibatkan terjadinya inflamasi / peradangan saat imunitas tubuh menurun
(Wiknjosastro, 2007).
Tumor sel stroma berasal dari mesenkim ovarium dan menghasilkan hormon yang
dapat berubah menjadi ganas tergantung tipe sel. Sel tumor granulosa dengan atau tanpa
komponen sel thecoma tumor tersering pada kelompok ini. Thecoma jarang dan biasanya
jinak. Keduanya menghasilkan estrogen yang disebut mesenkim feminizing. Efeknya
tergantung pada usia wanita, dapat terjadi pubertas prekots, pendarahan inter menstruasi
atau pasca menopause (Wiknjosastro, 2007).
F. Pathway
Gambar 2.1
Pathway
Kista
Rangsangan hormone
estrogen meningkat
Metasstase jaringan
Maligna
sekitar
Menekan daerah
peritoneum
Sistem urinary
terganggu
Usus tertekan
Gangguan eliminasi
urine Dyspepsia
Asupan nutrisi
inadekuat
Defisit nutrisi
G. Tanda dan Gejala
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
1. Haid tidak teratur
2. Ketegangan menstrual yang terus meningkat
3. Menoragia
4. Nyeri tekan pada payudara
5. Menopause dini
6. Rasa tidak nyaman pada abdomen
7. Dyspepsia
8. Tekanan pada pelvis
9. Sering berkemih
10. Flatulenes
11. Rasa begah setelah makan makanan kecil
12. Lingkar abdomen yang terus meningkat (Padila, 2013).
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis Kanker Ovarium
Penatalaksanaan kanker ovarium sangat ditentukan oleh stadium, derajat diferensiasi,
fertilitas, dan keadaan umum penderita. Pengobatan utama adalah operasi pengangkatan
tumor primer dan metastasisnya, dan bila perlu diberikan terapi adjuvant seperti
kemoterapi, radioterapi (intraperitoneal radiocolloid atau whole abdominal radiation),
imunoterapi/terapi biologi, dan terapi hormon.
a. Penatalaksanaan operatif kanker ovarium stadium 1
Pengobatan utama untuk kanker ovarium stadium I adalah operasi yang terdiri atas
histerektomi totalis prabdominalis, salpingooforektomi bilateralis, apendektomi, dan
surgical staging. Surgical staging adalah suatu tindakan bedah laparotomi eksplorasi yang
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perluasan suatu kanker ovarium dengan
melakukan evaluasi daerah-daerah yang potensial akan dikenai perluasaan atau
penyebaran kanker ovarium. Temuan pada surgical staging akan menentukan stadium
penyakit dan pengobatan adjuvant yang perlu diberikan.
1) Sitologi
Jika pada surgical staging ditemukan cairan peritoneum atau asites, cairan tersebut harus
diambil untuk pemeriksaan sitologi. Sebaliknya, jika cairan peritoneum atau asites tidak
ada, harus dilakukan pembilasan kavum abdomen dan cairan bilasan tersebut diambil
sebagian untuk pemeriksaan sitologi. Penelitian pada kasus-kasus kanker ovarium stadium
IA ditemukan hasil sitologi positif pada 36% kasus, sedangkan pada kasus-kasus stadium
lanjut, sitology positif ditemukan pada 45% kasus.
2) Apendektomi
Tindakan apendektomi yang rutin masih kontroversial. Metastasis ke apendiks jarang
terjadi pada kasus kanker ovarium stadium awal (<4%). Pada kanker ovarium epithelial
jenis musinosum, ditemukan metastasis pada 8% kasus. Oleh karena itu, apendektomi
harus dilakukan secara rutin pada kasus kanker ovarium epithelial jenis musinosum.
3) Limfadenektomi
Limfadenektomi merupakan suatu tindakan dalam surgical staging. Ada dua jenis
tindakan limfadenektomi, yaitu
a) Limfadenektomi selektif (sampling lymphadenectomy/ selective lymphadenectomy)
yaitu tindakan yang hanya mengangkat kelenjar getah bening yang membesar saja.
b) Limfadenektomi sistematis (systematic lymphadenectomy) yaitu mengangkat semua
kelenjar getah bening pelvis dan para-aorta.
b. Penatalaksanaan kanker ovarium stadium lanjut (II, III, IV) Pendekatan terapi pada
stadium lanjut ini mirip dengan penatalaksanaan kasus stadium I dengan sedikit modifikasi
bergantung pada penyebaran metastasis dan keadaan umum penderita. Tindakan operasi
pengangkatan tumor primer dan metastasisnya di omentum, usus, dan peritoneum disebut
operasi “debulking” atau operasi sitoreduksi. Tindakan operasi ini tidak kuratif sehingga
diperlukan terapi adjuvant untuk mencapai kesembuhan
1) Operasi sitoreduksi
2) Kemoterapi
3) Radioterapi (dzurriyatun, 2014).
Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017).
Nyeri adalah pengalaman sensori dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial yang
dirasakan dalam kejadian dimana terjadi kerusakan jaringan tubuh (Wahyudi & Abd. Wahid,
2016).
Nyeri akut dapat dideskripsikan sebagai nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit
atau intervensi bedah, dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas yang bervariasi
(ringan sampai berat) serta berlangsung singkat (kurang dari enam bulan) dan menghilang
dengan atau tanpa pengobatan setelah keadaan pulih pada area yang rusak. Nyeri akut
biasanya berlangsung singkat. Pasien yang mengalami nyeri akut biasanya menunjukkan
gejala perspirasi meningkat, denyut jantung dan tekanan darah meningkat serta pallor
(Mubarak et all, 2015)
1. ETIOLOGI
Menurut (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017), etiologi Nyeri Akut sebagai berikut:
a. Agen pencedera fisiologis (misalnya : inflamasi, iskemia, neoplasma)
b. Agen pencedera kimiawi (misalnya : terbakar, bahan kimia iritan)
c. Agen pencedera fisik (misalnya : abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat
berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
2. BATAS KARAKTERISTIK
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), batasan karakteristik etiologi Nyeri Akut
yaitu:
a. Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Mengeluh nyeri
Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif misal waspada dan posisi
b. Gejala dan tanda minor
Subjektif : Tidak tersedia
Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses
berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis
3. Kondisi Klinis Terkait
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) kondisi klinis terkait etiologi Nyeri Akut
sebagai berikut:
a. Kondisi pembedahan
b. Cedera traumatis
c. Infeksi
d. Sindrom koroner akut
e. Glaukoma
4. FOKUS PENGKAJIAN
1. Anamnesis
a. Identitas pasien: meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir,
umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, dan pekerjaan orang tua.
Keganasan kanker ovarium sering dijumpai pada usia sebelum menarche atau di atas
45 tahun (Manuaba, 2010).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama: Biasanya mengalami perdarahan abnormal atau menorrhagia pada
wanita usia subur atau wanita diatas usia 50 tahun / menopause untuk stadium awal
(Hutahaean, 2009). Pada stadium lanjut akan mengalami pembesaran massa yang
disertai asites (Reeder, dkk. 2013).
2) Riwayat kesehatan sekarang menurut Williams (2011) yaitu :
a) Gejala kembung, nyeri pada abdomen atau pelvis, kesulitan makan atau merasa
cepat kenyang dan gejala perkemihan kemungkinan menetap
b) Pada stadium lanjut sering berkemih, konstipasi, ketidaknyamanan pelvis,
distensi abdomen, penurunan berat badan dan nyeri pada abdomen.
c) Riwayat kesehatan dahulu: Riwayat kesehatan dahulu pernah memiliki kanker
kolon, kanker payudara dan kanker endometrium (Reeder, dkk. 2013).
d) Riwayat kesehatan keluarga: Riwayat kesehatan keluarga yang pernah
mengalami kanker payudara dan kanker ovarium yang beresiko 50 % (Reeder,
dkk. 2013).
e) Riwayat haid/status ginekologi: Biasanya akan mengalami nyeri hebat pada
saat menstruasi dan terjadi gangguan siklus menstruasi (Hutahaean, 2013).
f) Riwayat obstetric: Biasanya wanita yang tidak memiliki anak karena
ketidakseimbangan sistem hormonal dan wanita yang melahirkan anak pertama
di usia > 35 tahun (Padila, 2015).
g) Data keluarga berencana: Biasanya wanita tersebut tidak menggunakan
kontrasepsi oral sementara karena kontrasepsi oral bisa menurunkan risiko ke
kanker ovarium yang ganas (Reeder, dkk. 2013).
h) Data psikologis: Biasanya wanita setelah mengetahui penyakitnya akan merasa
cemas, putus asa, menarik diri dan gangguan seksualitas (Reeder, dkk. 2013).
i) Data aktivitas/istirahat: Pasien biasanya mengalami gejala kelelahan dan
terganggu aktivitas dan istirahat karena mengalami nyeri dan ansietas.
j) Data sirkulasi: Pasien biasanya akan mengalami tekanan darah tinggi karena
cemas.
k) Data eliminasi: Pasien biasanya akan terganggu BAK akibat perbesaran massa
yang menekan pelvis.
l) Data makanan/cairan: Biasanya pasien tidak mengalami gangguan dalam
nutrisi tetapi kalau dibiarkan maka akan mengalami pembesaran lingkar
abdomen sehingga akan mengalami gangguan gastrointestinal.
m) Data nyeri/kenyamanan: Pasien biasanya mengalami nyeri karena penekanan
pada pelvis.
n) Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Kesadaran pasien tergantung kepada keadaan pasien, biasanya pasien sadar,
tekanan darah meningkat dan nadi meningkat dan pernafasan dyspnea
2) Kepala dan rambut: Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada benjolan,
tidak ada hematom dan rambut tidak rontok.
3) Telinga: Simetris kiri dan kanan, tidak ada gangguan pendengaran dan tidak
ada lesi.
4) Wajah: Pada mata konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, reflek pupil
+/+, pada hidung tidak ada pernapasan cuping hidung, pada mulut dan gigi
mukosa tidak pucat dan tidak ada sariawan.
5) Leher: Tidak ada pembendungan vena jugularis dan pembesaran kelenjer
tiroid.
6) Thoraks
Tidak ada pergerakan otot diafragma, gerakan dada simetris.
7) Paru-paru
a) Inspeksi: Pernapasan dyspnea, tidak ada tarikan dinding dada.
b) Palpasi: Fremitus kiri dan kanan sama.
c) Perkusi: Suara ketok sonor, suara tambahan tidak ada.
d) Auskultasi: Vesikuler.
e) Jantung: Pada pasien kanker ovarium biasanya tidak ada mengalami
masalah pada saat pemeriksaan di jantung
f) Inspeksi: Umumnya pada saat inspeksi, Ictus cordis tidak terlihat.
g) Palpasi: Pada pemeriksaan palpasi Ictus cordis teraba.
h) Perkusi: Pekak.
i) Auskultasi: Bunyi jantung S1 dan S2 normal. Bunyi jantung S1 adalah
penutupan bersamaan katup mitral dan trikuspidalis. Bunyi jantung S2
adalah penutupan katup aorta dan pulmanalis secara bersamaan.
8) Payudara/mamae: Simetris kiri dan kanan, aerola mamae hiperpigmentasi,
papila mamae\ menonjol, dan tidak ada pembengkakan.
9) Abdomen
a) Inspeksi: Pada stadium awal kanker ovarium, belum adanya perbesaran
massa, sedangkan pada stadium lanjut kanker ovarium, akan terlihat
adanya asites dan perbesaran massa di abdomen
b) Palpasi: Pada stadium awal kanker ovarium, belum adanya perbesaran
massa, sedangkan pada stadium lanjut kanker ovarium, di raba akan
terasa seperti karet atau batu massa di abdomen
c) Perkusi: Hasilnya suara hipertympani karena adanya massa atau asites
yang telah bermetastase ke organ lain
d) Auskultasi: Bising usus normal yaitu 5- 30 kali/menit
10) Genitalia: Pada beberapa kasus akan mengalami perdarahan abnormal akibat
hiperplasia dan hormon siklus menstruasi yang terganggu. Pada stasium
lanjut akan dijumpai tidak ada haid lagi.
11) Ekstremitas: Tidak ada udema, tidak ada luka dan CRT kembali < 2 detik.
Pada stadium lanjut akan ditandai dengan kaki udema. (Reeder, dkk. 2013).
n) Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
Menurut Ritu Salani (2011) yang harus dilakukan pada
pasien kankerovarium yaitu :
(a) Uji asam deoksiribonukleat mengindikasikan mutasi gen yang
abnormal
(b) Penanda atau memastikan tumor menunjukkan antigen
karsinoma ovarium, antigen karsinoembrionik, dan HCG
menunjukkan abnormal atau menurun yang mengarah ke
komplikasi.
2) Pencitraan: USG abdomen, CT scan, atau ronsen menunjukkan
ukuran tumor. Pada stadium awal tumor berada di ovarium, stadium
II sudah menyebar ke rongga panggul, stadium III sudah menyebar
ke abdomen, dan stadium IV sudah menyebar ke organ lain seperti
hati, paru-paru, dan gastrointestinal
3) Prosedur diagnostic: Aspirasi cairan asites dapat menunjukkan sel
yang tidak khas. Pada stadium III kanker ovarium cairan asites
positif sel kanker.
4) Pemeriksaan lain: Laparatomi eksplorasi, termasuk evaluasi nodus
limfe dan reseksi tumor, dibutuhkan untuk diagnosis yang akurat dan
penetapan stadium berapa kanker ovarium tersebut
Pengkajian Nyeri PQRST :
1) Paliatif (penyebab timbulnya nyeri)
Menanyakan kepada klien apakah yang menyebabkan nyeri, apakah yang membuat
nyerinya lebih baik dan lebih buruk, apakah yang dilakukan saat nyeri.
2) Quality (kualitas nyeri)
Menanyakan kepada klien bagaimana gambaran rasa nyerinya, seberapa berat
keluhan nyeri terasa, seberapa sering terjadinya,bagaimana rasanya apakah seperti
diiris, ditekan, ditusuk-tusuk, rasa terbakar.
3) Region (lokasi nyeri)
Perlu dipertanyakan kepada klien di daerah mana lokasi nyerinya, apakah nyerinya
menyebar.
4) Scale (Skala nyeri)
Menanyakan kepada klien mengenai tingkat nyerinya.
5) Timing (waktu nyeri yang sering timbul)
Menanyakan kepada klien kapan nyeri itu timbul, berapa lama nyeri itu timbul,
apakah terus menerus atau hilang timbul.
ASUHAN KEPERAWATAN GINEKOLOGI PADA NY. E DENGAN CA OVARI
DENGAN MASALAH KEPERAWATAN NYERI AKUT DI RUANG WIJAYA
KUSUMA RSUD PROF DR MARGONO SUKARJO PURWOKERTO
I. PENGKAJIAN
A. Identitas Pasien
Nama Klient : Ny.E
Alamat : Rejodadi-Cimanggu
Umur : 53 Thn
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Diagnosa Medis : Ca Ovari
B. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny.R
Alamat : Rejodadi-cimanggu
Umur : 32 Thn
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku Bangsa : Indonesia
Hubungan Dengan Paien : Anak
F. GENOGRAM
: Laki-laki
: Perempuan
: Ny. Y
: Tn. A
G. RIWAYAT GINEKOLOGI
Klien mengatakan pertama kali mengalami menstruasi pada usia 13 tahun, lama menstruasi
7 hari dengan siklus 28 hari teratur. Klien mengatakan mengalami disminore saat haid.
H. RIWAYAT KB
Klien mengatakan sebelumnya menggunakan KB suntik
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hematokrit 42 34-45 %
Hitung Jenis
KIMIA LENGKAP
B. PROGRAM TERAPI
- Albuforce 3x1 tab 500 Mg (membantu terapi kekurangan albumin dan mempercepat
penyembuhan luka)
- Curcoma 1x1 tab 20 Mg (Meningkatkan nafsu makan)
- Inj Ceftriaxone 2x1 1 Gram (Antibiotik)
- Inj Ketorolax 2x1 30 mg (Mengurangi rasa nyeeri)
S: Skala nyeri 7
DO :
- Pasien tampak menahan nyeri
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak gelisah
- TD: 122/86 mmHg, N: 89 x/menit, S: 36.8°C, RR: 20 x/menit,
SPO2 : 98 %
- Kesadaran komposmentis GCS 15 (E4 M6 V5)
- Keadaan Baik
- TB 161 cm dan BB 60 Kg
21/02/2022 DS : Risiko Infeksi Efek Prosedur
- Pasien mengatakan nyeri di area perut Invasif
12.00 WIB - Panjang luka ±15 cm
DO
- Terdapat luka sayatan operasi
- Panjang luka ±15 cm
- Pasien hanya berbaring di tempat tidur
- Luka tidak mrembes, nyeri dibagiaan operasi, tidakk panas di
daerah luka, luka tidaak bengkak, luka tidak merah, jika bergerk
nyeri
- Perban bersih, luka diperban perban panjang ±20 cm, luka
disekitar abdomen
INTERVENSI KEPERAWATAN
Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri (I.08238)
Fisik selama 2x8 jam diharapkan masalah Observasi
keperawatan Nyeri Akut dapat teratasi dengan - Monitor TTV (TD, N, S, RR)
kriteria hasil. - Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
Tiingkat Nyeri (L.08066) frekuensi. Kualitas, intensitas
Indikator Awal Akhir nyeri
- Identifikasi skala nyeri
Keluhan Cukup Meningkat Menurun Terapeutik
nyeri
- Berikan posisi nyaman
Meringins Cukup Meningkat Menurun - Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
Gelisah Cukup Meningkat Menurun mengurangi rasa nyeri Tarik
napas dalam dan istihfar
Perineum Cukup Meningkat Menurun - Ciptakan lingkungan yang
terasa nyaman
Edukasi
tertekan
- Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Ajarkan tehnik non
farmakologi utuk mengurangi
rasa nyeri
a. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (l.14539)
berhubungan dengan Efek selama 2x8 jam diharapkan masalah
Prosedur Invasif Observasi
keperawatan Resiko Infeksi dapat teratasi
dengan kriteria hasil. - Monitor tanda dan gejala infeksi
lokal dan sistemik
Tingkat Infeksi (L. 14137) : Edukasi
12:30 2 Monitor tanda dan gejala S: Pasien mengatakan terapat luka di bagian perut
infeksi lokal dan sistemik baawah
Inj Ketorolax 30 mg
Tanggal No Dx IMPLEMENTASI RESPON TTD
/Jam
22/02/2022 1 Mengkaji keadaan S: Pasien mengatakan nyeri dibagian
umum pasien bekas operasi perut bawah H1
14.00 WIB O:
- Keadaan umum baik
- TD: 123/89 mmHg, N: 90 x/menit, S:
36.8°C, RR: 20 x/menit, SPO2 : 99 %
- Kesadaran komposmentis GCS 15
(E4 M6 V5)
- Pasien tampak meringis menha nyari
dan gelisah
- Terdapat luka sayatan operasi
- Panjang luka ±15 cm
1 Mengidentifikasi lokasi, S: Pasien mengatakan nyeri dibagian
karakteristik, durasi, operasi area perut Pos OP H1
frekuensi. Kualitas, P: Pasien mengatakan nyeri bertambah
intensitas nyeri dan ketika bergerak dan nyeri berkurang
ketika berbaring dan diberikan obat
Identifikasi skala nyeri pereda nyeri
Q: Nyeri yang dirasakan seperti
disayat-sayat
R: Nyeri diarea operasi perut bagian
bawah
S: Skala nyeri 5
T: Nyeri hilang timbul
DO : Pasien tampak menahan nyeri,
Pasien tampak meringis , Pasien
tampak gelisah
1 Memberikan posisi S: Pasien mengatakan posisinya sudah
nyaman dan ciptakan nyaman
lingkungan yang O: Pasien dalam posisi hed up 30
derajat, pasien tampak nyaman
nyaman
EVALUASI KEPERAWATAN
No Jam Evaluasi Paraf
1 Senin, 21– S : Pasien masih merasakan nyeri dibagian operasi area perut Pos OP H0
02–2022 P: Pasien mengatakan nyeri bertambah ketika bergerak dan nyeri berkurang ketika berbaring
14:00 dan diberikan obat pereda nyeri
S: Skala nyeri 6
O:
- Pasien masih tampak menahan nyeri
- Pasien masih tampak meringis
- Pasien masih km tampak gelisah
- TD: 122/86 mmHg, N: 89 x/menit, S: 36.8°C, RR: 20 x/menit, SPO2 : 98 %
- Kesadaran komposmentis GCS 15 (E4 M6 V5)
- Keadaan Baik
- TB 161 cm dan BB 60 Kg
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor TTV
- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi. Kualitas, intensitas nyeri dan
Identifikasi skala nyeri
- Memberikan posisi nyaman dan ciptakan lingkungan yang nyaman
- Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (Tarik nafas dalam
dan istihfar)
2 Senin, 21– S:
02–2022 - Pasien mengatakan nyeri di area perut
14:00 - Panjang luka ±15 cm
O
- Terdapat luka sayatan operasi
- Panjang luka ±15 cm
- Pasien hanya berbaring di tempat tidur
- Luka tidak mrembes
- nyeri dibagiaan operasi, tidakk panas di daerah luka, luka tidaak bengkak, luka tidak
merah, jika bergerk nyeri
- Perban bersih, luka diperban perban panjang ±20 cm, luka disekitar abdomen
S: Klien mengatakan cemas sudah berkurang. Pasien mengatakan sudah lebih siap
A: Masalah keperawatna Resiko Infeksi belum teratasi dengan indikator:
Tingkat Infeksi (L. 14137) :
P: Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda tanda infeksi
- Monitor KU dan TD
- Bersihkan Area luka jika tampak kotor
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrsi
- Anjurkan meningkatkan asupan Cairan
Rabu, 23–02–2022
No Jam Evaluasi Paraf
1 Selasa, S : Pasien masih merasakan nyeri dibagian operasi area perut Pos OP H1
22– P: Pasien mengatakan nyeri bertambah ketika bergerak dan nyeri berkurang ketika berbaring dan
02– diberikan obat pereda nyeri
2022
Q: Nyeri yang dirasakan seperti disayat-sayat
20:00
R: Nyeri diarea operasi perut bagian bawah
S: Skala nyeri 2
O:
- Pasien masih tampak menahan nyeri
- Pasien masih tampak meringis
- Pasien masih km tampak gelisah
- TD: 122/86 mmHg, N: 89 x/menit, S: 36.8°C, RR: 20 x/menit, SPO2 : 98 %
- Kesadaran komposmentis GCS 15 (E4 M6 V5)
- Keadaan Baik
- TB 161 cm dan BB 60 Kg
P: Lanjutkan Intervensi
- Monitor TTV
- Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi. Kualitas, intensitas nyeri dan
Identifikasi skala nyeri
- Memberikan posisi nyaman dan ciptakan lingkungan yang nyaman
- Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (Tarik nafas dalam dan
istihfar)
2 Selasa, S:
22– - Pasien mengatakan nyeri di area perut
02– - Panjang luka ±15 cm
O
2022
- Terdapat luka sayatan operasi
14:00 - Panjang luka ±15 cm
- Pasien hanya berbaring di tempat tidur
- Luka tidak mrembes
- Perban bersih
S: Klien mengatakan cemas sudah berkurang. Pasien mengatakan sudah lebih siap
A: Masalah keperawatna Resiko Infeksi belum teratasi dengan indikator:
Tingkat Infeksi (L. 14137) :
P: Lanjutkan intervensi
- Monitor tanda tanda infeksi
- Monitor KU dan TD
- Bersihkan Area luka jika tampak kotor
- Anjurkan meningkatkan asupan nutrsi
- Anjurkan meningkatkan asupan Cairan
BAB III
PEMBAHASAN
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara
invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan pada
umumnya dilakukan dengan membuat sayatan serta diakhiri dengan penutupan dan penjahitan
luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan merupakan suatu trauma bagi penderita dan ini bisa
menimbulkan berbagai keluhan dan gejala. Akibat dari prosedur pembedahan pasien akan
mengalami gangguan rasa nyaman nyeri.
Nyeri Akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan
berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan (PPNI, 2016). Nyeri
pada pasien post operasi dapat diatasi dengan memberikan manajemen farmakologi dan non
farmakologi. Manajemen farmakologi yang biasa digunakan untuk mengatasi nyeri
kebanyakan dengan menggunakan obat-obatan analgesik. Penatalaksanaan nyeri non
farmakologis yaitu, dengan teknik distraksi (pengalihan), teknik relaksasi (relaksasi nafas
dalam dan relaksasi progresif) dan stimulasi kulit (terapi kompres hangat dan dingin serta
massage) (Hidayat & Uliyah, 2014).
Tindakan keperawatan mandiri yang dilakukan untuk mengatasi nyeri yang dirasakan
oleh Ny. Y yaitu teknik relaksasi napas dalam. Menurut Smeltzer & Bare (2015), prinsip yang
mendasari penurunan nyeri oleh teknik relaksasi terletak pada fisiologi system syaraf otonom
yang merupakan bagian dari system syaraf perifer yang mempertahankan homeostatis
lingkungan internal individu. Adanya perbedaan intensitas nyeri responden disebabkan oleh
karena pemberian teknik relaksasi nafas dalam itu sendiri, jika teknik relaksasi nafas dalam
dilakukan secara benar maka akan menimbulkan penurunan nyeri yang dirasakan sangat
berkurang atau optimal dan pasien sudah merasa nyaman dibanding sebelumnya, sebaliknya
jika teknik relaksasi nafas dalam dilakukan dengan tidak benar, maka nyeri yang dirasakan
sedikit berkurang namun masih terasa nyeri dan pasien merasa tidak nyaman dengan
keadaannya. Hal ini dapat mempengaruhi intensitas nyeri, karena jika teknik relaksasi nafas
dalam yang dilakukan secara berulang akan dapat menimbulkan rasa nyaman yang pada
akhirnya akan meningkatkan toleransi persepsi dalam menurunkan rasa nyeri yang dialami.
Jika seseorang mampu meningkatkan toleransinya terhadap nyeri maka seseorang akan mampu
beradaptasi dengan nyeri, dan juga akan memiliki pertahanan diri yang baik pula (Lukman
2013).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang dalam
hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam, napas
lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas secara
perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat
meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dalam Rosmiyati,
2012). Teknik relaksasi napas dalam dipercaya dapat menurunkan intensitas nyeri melalui
mekanisme yaitu dengan merelaksasikan otot-otot skele yang mengalami spasme yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah
meningkatkan aliran darah ke daerah yang mengalami spasme dan iskemik sehingga membuat
nyeri menjadi berkurang (Smeltzer dalam Rosmiyati, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Astutik, P., & Kurlinawati, E. (2017). Pengaruh Relaksasi Genggam Jari Terhadap Penurunan Nyeri
Pada Pasien Post Sectio Caesarea. STRADA Jurnal Ilmiah Kesehatan, 6(2), 30-37.
Dalimoenthe NZ. (2017). Kelainan hemostasis pada keganasan hematologi. Dalam: Suryaatmadja M,
ed. Pendidikan Berkesinambungan Patologi Klinik. Jakarta.
Henderson, Jan. 2017. Acupressure Self-Help: Daily Practices For Balancing Energy Flow Three
practices For Brushing Energy Through The Body.
Ibrahim, Fransisca, D., & Sar, N. F. (2020). Perbandingan Teknik Distraksi Dan Relaksasi Terhadap
Intensitas Nyeri Perawatan Luka Operasi Di Ruang Bedah. Jurnal Kesehatan Medika Saintika,
11, 10.
Mubarak et all. (2015). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Salemba Medika.
NANDA. (2015). Buku Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.
Sagara, V. C., Menkher, M., & Rasyid, R. (2017). Distribusi Fraktur Femur Yang Dirawat Di Rumah
Sakit Dr.M.Djamil, Padang (2010-2012). 6(3), 586–589.
Suzanne, C., Smeltzer, Brenda, & G, B. (2019). Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi
8. In Journal of Chemical Information and Modeling.
Sari Indah, M & Subekti Eko, B. (2017). Pengelolaan Anestesi pada Pasien Neoplasma Ovarium Kistik
Berukuran. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
Tim Pokja SDKI DPP, P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1. In Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Wahyudi & Abd. Wahid. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Mitra Wacana Media
Winny Putri Lestari. (2015). Naskah Publikasi : Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Respon Adaptasi Nyeri Pada Ibu Inpartu Kala 1 Fase AKtif di BPM Bidan P KOta Yogyakarta..