Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN Ca OVARIUM DENGAN RIWAYAT TAH BSO


DENGAN ANEMIA DAN TROMBOSITOPENIA
DI RUANG EDELWEIS RSUD dr. MOHAMMAD SOEWANDHIE
SURABAYA

Oleh :
Andwani Lina Sugendi
NIM P27820720052

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI
NERS
JENJANG SARJANA TERAPAN
2022/2023
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan keperawatan Pada Klien dengan Ca Ovarium dengan riwayat TAH BSO
dengan Anemia dan Trombositopeni di Ruang Edelweis RSUD dr. Mohammad
Soewandhie Surabaya yang dilaksanakan pada tanggal 1 November 2022 s.d
tanggal 13 November 2022 telah disahkan sebagai laporan Praktek Klinik
Keperawatan Maternitas Semester V di Ruang Edelweis RSUD dr. Mohammad
Soewandhie Surabaya atas Nama Andwani Lina Sugendi dengan NIM
P27820720052.

Surabaya, 01 November 2022


Pembimbing Pendidikan Pembimbing Ruangan

Dr. Dhiana Setyorini, S.Kep., M.Kep.Sp.Mat Ary Murti Wulandari, Amd. Keb.
NIP. 196910031992032003 NIP. 198103262009022004

Mengetahui
Kepala Ruangan,

Isnawati S. Tr. Keb.


NIP. 197403082006042016
LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN Ca OVARIUM
DENGAN RIWAYAT TAH BSO DENGAN ANEMIA DAN
TROMBOSITOPENIA

A. Landasan Teori Medis Ca Ovarium


Definisi
Kanker indung telur atau kanker ovarium adalah tumor ganas pada
ovarium (indung telur). Kanker ini paling sering ditemukan pada wanita 50
– 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, seperti panggul
dan perut melalui sistem bening dan melalui sistem pembuluh darah
menyebar ke hati dan paru-paru(1).
Kanker ovarium adalah kanker ginekologis yang paling mematikan
sebab pada umumnya baru bisa dideteksi ketika sudah parah. Tidak ada tes
Screening awal yang terbukti untuk kanker ovarium. Tidak ada tanda-tanda
awal yang pasti. Beberapa wanita mengalami ketidaknyamanan pada
abdomen dan bengkak (2).

Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. faktor
resiko terjadinya kanker ovarium sebagai berikut: (3)
a. menstruasi dini Jika seorang wanita mengalami haid sejak usia dini maka
akan memiliki resiko tinggi terkena kanker ovarium.
b. Faktor usia Wanita usia lebih dari 45 tahun lebih rentan terkena kanker
ovarium.
c. Faktor reproduksi
1. Meningkatnya siklus ovulatori berhubungan dengan tingginya risiko
menderita kanker ovarium karena tidak sempurnanya perbaikan epitel
ovarium.
2. Induksi ovulasi dengan menggunakan chomiphene sitrat
meningkatkan resiko dua sampai tiga kali.
3. Kondisi yang dapat menurunkan frekuensi ovulasi dapat mengurangi
risiko terjadinya kanker
4. Pemakaian pil kb menurunkan resiko hingga 50% jika dikonsumsi
selama 5 tahun lebih.
d. Wanita mandul atau tidak bisa hamil
e. Wanita yang belum pernah hamil akan memiliki resiko tinggi terkena
kanker ovarium.
f. Faktor genetik
1. Sebesar 5% sampai dengan 10% adalah herediter.
2. Angka resiko terbesar 5% pada penderita satu saudara dan meningkat
menjadi 7% bila memiliki dua saudara yang menderita kanker
ovarium.
g. Makanan Terlalu banyak mengkonsumsi makanan berlemak hewani yang
dapat meningkatkan risiko terkena kanker ovarium.
h. Obesitas Wanita yang mengalami obesitas (kegemukan) memiliki resiko
tinggi terkena kanker ovarium.

Manifestasi Klinis
Kanker ovarium jarang menimbulkan gejala pada stadium awal.
Oleh sebab itu, kanker ovarium biasanya baru terdeteksi ketika sudah
memasuki stadium lanjut atau sudah menyebar ke organ lain.
Tanda dan gejala kanker ovarium biasanya asimtomatik dan tidak
spesifik, beberapa manifestasi klinis yang dapat meningkatkan kecurigaan
pada kanker ovarium seperti :(4)
1. Ditemukan massa adnexal di perut
2. Asitesis
3. Distensi perut
4. Peningkatan frekuensi berkemih akibat tekanan dari massa
5. Nyeri pada perut bagian bawah
6. Sesak napas
7. Adanya edema perifer

Klasifikasi
Berikut ini klasifikasi kanker ovarium menurut situs American
Cancer Society adalah: (5)
1. Tumor epitel
Tumor epitel atau dikenal dengan sebagai kanker ovarium epitel
merupakan jenis yang paling umum menyerang, dengan persentase
sebesar 75 persen.
Jenis kanker ini terjadi pada permukaan sel yang melapisi indung telur
bagian luar. Tumor epitel terbagi lagi menjadi beberapa tipe, yakni:
- Tumor jinak/benign epithelial tumors: sel tumor jinak yang
biasanya tidak mengarah pada masalah kesehatan yang serius.
- Tumor berpotensi ganas/borderline epithelial ovarian cancer: sel
tumor yang tidak terlihat seperti kanker namun sewaktu-waktu
dapat berubah menjadi kanker. Sangat umum terjadi pada wanita
usia muda dan tumbuh dengan lambat.
- Tumor ganas/malignant epithelial ovarian tumors: Sebanyak 85-
90% kasus tumor epitel merupakan jenis ini yang dapat
berkembang jadi kanker dan menyebar dengan cepat.
2. Tumor sel germinal
Jenis penyakit kanker ovarium selanjutnya menyerang sel germinal
yang menghasilkan sel telur (ovum), dengan persentase kasus kurang
dari 2 persen. Tumor sel germinal kemudian terbagi lagi menjadi
beberapa tipe, seperti:
- Teratoma: tumor jinak yang terlihat pada mikroskop seperti 3
lapisan embrio yang sedang berkembang, umum terjadi pada anak
dan perempuan di bawah 18 tahun.
- Dysgerminoma: tumor ganas tapi tidak menyebar dengan cepat dan
menyerang anak remaja dan usia sekitar 20-an.
Tumor sinus endodermal dan koriokarsinoma: tumor ini cukup
langka dan sekalinya terbentuk dapat tumbuh dan menyebar dengan
cepat.
3. Tumor stroma
Jenis penyakit kanker ovarium ini sangat langka, yakni jumlah
kasusnya hanya 1 persen. Kanker ini terjadi pada sel yang bertugas
memproduksi hormon. Wanita yang terkena tumor stroma akan
memiliki kadar estrogen yang tinggi dalam tubuhnya.

Manajemen Medis
Penatalaksanaan kanker ovarium utama adalah pembedahan. Saat
operasi, juga dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk menentukan ada
tidaknya keganasan serta jenis kanker, dan juga penentuan staging kanker.
Kemoterapi ajuvan dilakukan pada pasien setelah pembedahan, kecuali
jika penyakit terbatas hanya pada ovarium, serta pada kanker yang tidak
dapat dioperasi.
a. Operasi dengan Sitoreduksi
Operasi bertujuan untuk menentukan staging kanker, sitoreduksi
untuk meningkatkan keberhasilan kemoterapi, serta untuk tujuan kuratif
pada kanker yang terbatas hanya pada ovarium saja. Dengan pembedahan,
diharapkan kontrol kanker dapat maksimal dan harapan hidup dapat
dipertahankan selama mungkin.
Operasi dengan sitoreduksi oleh ahli ginekologis onkologi
merupakan pilihan utama pada pasien kanker ovarium. Seberapa luas
operasinya bergantung dari stadium kanker, misalnya wanita dengan kanker
stadium lanjut akan menjalani ooforektomi bilateral sedangkan pada
stadium I dapat dilakukan ooforektomi unilateral. Tindakan operasi sering
kali mereseksi organ lain yang terlibat secara makroskopis misalnya reseksi
usus besar, uterus, massa adneksa dan peritonektomi.
b. Penambahan Kemoterapi
Penambahan kemoterapi dengan menggunakan dasar platinum
setelah operasi direkomendasikan pada pasien kanker ovarium stadium awal
(stadium 2 ke atas) dan/atau pada pasien yang memiliki karakter histologi
spesifik (HGSC atau karsinoma clear-cell). Kemoterapi diberikan setelah
pembedahan atau pada pasien yang tidak dapat dioperasi. Penambahan
kemoterapi setelah pembedahan dapat meningkatkan angka harapan hidup
pasien.
Kemoterapi primer yang disarankan adalah: (6)
1. Stadium IA, IB atau IC dari kanker ovarium epitel : 3-6 siklus
taxan/carboplatin kemoterapi ajuvan intravena
2. Stadium II-IV: Kemoterapi intraperitoneal atau 6-8 siklus
taxan/carboplatin intravena Pada pasien yang mengalami rekurensi
dapat diberikan kombinasi kemoterapi platinum dengan docetaxel atau
etoposide atau gemcitabine atau liposomal doxorubicin + bevacizumab
atau paclitaxel + bevacizumab atau Topotecan + bevacizumab. Selain
itu bisa diberikan PARP inhibitor (poly-ADP-ribose polymerase) yang
berfungsi untuk menghalangi homeostasis sel dan menyebabkan
kematian sel, di antaranya termasuk olaparib, rucaparib dan niraparib.
c. Pengawasan Setelah Terapi
1. Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan pelvis dan kelenjar getah
bening setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama, setiap 4-6 bulan pada
tahun ketiga, dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan seterusnya
2. Pemeriksaan CA 125 bersifat opsional
3. Lakukan CT scan hanya bila dicurigai ada kekambuhan (rekurensi)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu
menegakkan diagnosis adalah pemeriksaan radiografi dan penanda tumor.
Pemeriksaan histopatologi umumnya dilakukan bersamaan dengan operasi
laparoskopi untuk menentukan ada tidaknya keganasan dan tipenya. (6)

a. Pemeriksaan Radiografi
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang paling bermanfaat
karena dapat menentukan morfologi tumor pelvis, serta menilai ada
tidaknya
massa pada bagian lain abdomen. Ultrasonografi transvaginal bermanfaat
untuk menilai struktur dan pendarahan ovarium, membedakan massa kistik
dan solid, serta mendeteksi adanya asites. Tingkat akurasi pemeriksaan ini
untuk membedakan massa jinak dan ganas adalah sensitivitas 86-94%,
spesifisitas 94-96%. (6)
Walau demikian, perlu diingat bahwa ultrasonografi sangat dipengaruhi
oleh operator (operator-dependent). Studi dilakukan untuk validasi eksternal
sistem skoring ultrasonografi transvaginal untuk kanker ovarium dan
hasilnya menunjukkan bahwa performa pemeriksaan ini inferior
dibandingkan dengan tingkat akurasi yang dilaporkan. Selain itu,
ultrasonografi juga memiliki nilai prediksi positif yang rendah karena
tingginya prevalensi lesi ovarium jinak. (6)

b. Pemeriksaan Penanda Tumor


Pemeriksaan penanda tumor yang dilakukan adalah CA 125 pada
darah. Pemeriksaan ini sebaiknya dikombinasikan dengan pemeriksaan
radiologis untuk mendeteksi kanker ovarium. Selain CA 125, assay yang
dapat digunakan untuk pemeriksaan di antaranya adalah apolipoprotein
A1, follicle stimulating hormone (FSH) dan human epididymis protein 4.
Walau demikian, pemeriksaan ini memiliki tingkat akurasi yang rendah. (6)

c. Kombinasi Pemeriksaan Ultrasonografi dan Penanda Tumor


Keterbatasan pemeriksaan ultrasonografi dan penanda tumor
menjadi dasar penelitian untuk kombinasi kedua pemeriksaan ini. Studi
menunjukkan tingkat akurasi yang lebih tinggi sehingga kombinasi kedua
pemeriksaan ini saat ini menjadi standar diagnosis kanker ovarium. Walau
demikian masih diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai standar
penelitian (apakah penanda tumor terlebih dahulu, ultrasonografi terlebih
dahulu, atau keduanya bersamaan), serta akurasi pemeriksaan. (6)
d. Pemeriksaan Histopatologi
Biopsi dengan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration biopsy)
tidak rutin dilakukan. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan dengan
operasi laparoskopi untuk mereseksi tumor. Dari pemeriksaan histopatologi
dapat diketahui secara pasti apakah tumor tersebut ganas atau jinak dan tipe
dari keganasan tersebut. (6)
Berdasarkan histopatologi, kanker ovarium dibedakan menjadi
beberapa jenis di antaranya tipe epitelial tipe yang terbanyak (90%) yang
meliputi subtipe serosa, endometrioid, clear-cell dan karsinoma musinosa.
Dari tipe ini yang paling banyak adalah high-grade serous carcinoma
(HGSC). Tipe kanker ovarium yang lain di antaranya adalah tumor stromal,
tumor sel germinal, karsinoma peritoneal primer dan metastasis tumor
ovarium. Beberapa kanker ovarium diduga berasal dari luar ovarium,
banyak kasus HGSC ovarium ditemukan berasal dari tuba fallopii. Baik
ovarium maupun tuba falopii berasal dari epitel coelomic pada saat
perkembangan embrio. (6)

B. Konsep Post TAH-BSO


Pengertian TAH-BSO (Total Abdominal Histerectomy and Bilateral
Salphingo Oophorectomy)
Histerektomi merupakan tindakan operatif ginekologi yang paling
sering dilakukan di Amerika Serikat. Sekitar 600.000 wanita di Amerika
menjalani histerektomi setiap tahunnya. Dampak histerektomi yang sering
sekali menjadi perhatian adalah gangguan fungsi seksual paska tindakan
akibat kerusakan system saraf sehingga menyebabkan beberapa efek samping
terhadap organ panggul yang terlibat dalam respon seksual. Histerektomi
dikelompokkan menjadi Histerektomi Total (HT) yang merupakan prosedur
operasi dengan mengangkat seluruh uterus termasuk serviks, korpus, fundus
uteri, dan Histerektomi Supravaginal (HSV) berupa operasi pengangkatan
uterus yang dilakukan tanpa disertai pengangkatan serviks. Histerektomi
dapat menimbulkan beberapa komplikasi diantaranya perdarahan, infeksi,
cedera organ terdekat, dan gangguan fungsi seksual. Gangguan fungsi seksual
pada wanita dapat berupa gangguan yang terjadi pada salah satu atau lebih
dari siklus respons seksual normal. Beberapa penelitian menunjukkan hasil
yang berbeda mengenai pengaruh terhadap kepuasaan seksual paska operasi
HT dan HSV. Terdapat perbedaan amplitudo pulsasi aliran darah vagina pada
kelompok wanita dengan riwayat radikal histerektomi, riwayat simple
abdominal histerektomi, dan kontrol normal. Akan tetapi, dalam hal kepuasan
seksual tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita
dengan riwayat radikal histerektomi dan simple histerektomi. Faktor umur
dan menopause berpengaruh pada menurunnya hormon estrogen yang
menyebabkan berkurangnya lubrikasi vagina yang berujung pada atropi
dinding, hal inilah yang berpengaruh terhadap kepuasan sex. (11)

Definisi Hysterectomy
Histerektomi berasal dari bahasa Yunani yakni hystera yang berarti
“rahim” dan ektmia yang berarti “pemotongan”. Histerektomi berarti operasi
pengangkatan rahim. Akibat dari histerektomi ini adalah si wanita tidak bisa
hamil lagi dan berarti tidak bisa pula mempunyai anak lagi. (11)
Walaupun tidak pernah diharapkan, wanita tak jarang mengalami
berbagai penyakit yang berkaitan dengan organ reproduksinya. Penyakit itu
diantaranya kanker rahim atau kanker mulut rahim, fiBbroid (tumor jinak
pada rahim), dan endometriosis (kelainan akibat dinding rahim bagian dalam
tumbuh pada indung telur, tuba fallopi, atau bagian tubuh lain, padahal
seharusnya hanya tumbuh dirahim). (12)
Penyakit-penyakit tersebut sangat membahayakan bagi seorang wanita,
bahkan dapat mengancam jiwanya, karena itu, perlu tindakan medis untuk
mengatasinya. Menghadapi penyakit-penyakit tersebut tindakan medis yang
harus dilakukan adalah histerektomi. Prosedur histerektomi biasanya dipilih
berdasarkan diagnosa penyakit, juga berdasarkan pengalaman dan
kecenderungan ahli bedah. Namun, demikian, prosedur histerektomi melalui
vagina memiliki resiko yang lebih kecil dan waktu pemulihan yang lebih
cepat dibanding prosedur histerektomi melalui perut.(11)

Tujuan atau Kegunaan Histerektomi


Tujuan atau kegunaan histerektomi adalah untuk mengangkat rahim
wanita yang mengidap penyakit tertentu dan sudah menjalani berbagai
perawatan medis, namun kondisinya tidak kunjung membaik. Pengangkatan
uterus merupakan solusi terakhir yang direkomendasikan pada pasien, jika
tidak ada pengobatan lain atau prosedur yang lebih rendah resiko untuk
mengatasi masalah tumor atau kista pada organ reproduksinya. (12)

Alasan Melakukan Histerektomi


Wanita yang melakukan histerektomi memiliki alasan masing - masing.
Alasan-alasan melakukan histerektomi adalah:
1. Menorrhagia atau menstruasi berlebihan. Selain darah menstruasi yang
keluar berlebihan, gejala lainnya adalah kram dan sakit pada perut.
2. Endometriosis yaitu kondisi yang terjadi ketika sel-sel yang melintang di
rahim ditemukan di luar dinding rahim.
3. Penyakit radang panggul yaitu terinfeksinya sistem reproduksi oleh
bakteri bisa menyebabkan penyakit ini. Sebenarnya penyakit radang
panggul bisa diatasi dengan antibiotik, namun jika kondisinya telah parah
atau infeksi sudah menyebar dibutuhkan tindakan histerektomi.
4. Fibroid atau tumor jinak yang tumbuh di area rahim.
5. Kekenduran rahim yaitu terjadi ketika jaringan dan ligamen yang
menopang rahim menjadi lemah. Gejalanya adalah nyeri punggung, urine
bocor, sulit berhubungan seks, dan merasa ada sesuatu yang turun dari
vagina.
6. Adenomiosis atau penebalan rahim yaitu kondisi ketika jaringan yang
biasanya terbentang di rahim menebal ke dalam dinding otot rahim. Hal
tersebut bisa membuat menstruasi terasa menyakitkan dan nyeri panggul.
7. Kanker kewanitaan seperti: serviks, ovarium, tuba fallopi dan rahim.

Jenis – jenis Histerektomi


1. Histerektomi Radikal
Histerektomi radikal yaitu mereka yang menjalani prosedur ini
akan kehilangan seluruh sistem reproduksi seperti seluruh rahim dan
serviks, tuba fallopi, ovarium, bagian atas vagina, jaringan lemak dan
kelenjar getah bening. Prosedur ini dilakukan pada mereka yang mengidap
kanker. Prosedur ini melibatkan operasi yang luas dari pada histerektomi
abdominal totalis, karena prosedur ini juga mengikutsertakan
pengangkatan jaringan lunak yang mengelilingi uterus serta mengangkat
bagian atas dari vagina. Histerektomi radikal ini sering dilakukan pada
kasus-kasus karsinom serviks stadium dini. Komplikasi lebih sering terjadi
pada histerektomi jenis ini dibandingkan pada histerektomi tipe
abdominal. Hal ini juga menyangkut perlukaan pada usus dan sistem
urinarius. Histerektomi Abdominal. (11)
2. Histerektomi Total
Histerektomi total yaitu seluruh rahim dan serviks diangkat jika
menjalani prosedur ini. Namun ada pula jenis histerektomi total bilateral
saplingoooforektomi yaitu prosedur ini melibatkan tuba fallopi dan
ovarium. Keuntungan dilakukan histerektomi total adalah ikut diangkatnya
serviks yang menjadi sumber terjadinya karsinoma dan prekanker. Akan
tetapi, histerektomi total lebih sulit daripada histerektomi supraservikal
karena insiden komplikasinya yang lebih besar. (11)
Operasi dapat dilakukan dengan tetap meninggalkan atau
mengeluarkan ovarium pada satu atau keduanya. Pada penyakit,
kemungkinan dilakukannya ooforektomi unilateral atau bilateral harus
didiskusikan dengan pasien. Sering kali, pada penyakit ganas, tidak ada
pilihan lain, kecuali mengeluarkan tuba dan ovarium karena sudah sering
terjadi mikrometastase. Berbeda dengan histerektomi sebagian, pada
histerektomi total seluruh bagian rahim termasuk mulut rahim (serviks)
diangkat. Selain itu, terkadang histerektomi total juga disertai dengan
pengangkatan beberapa organ reproduksi lainnya secara bersamaan.
Misalnya, jika organ yang diangkat itu adalah kedua saluran telur (tuba
fallopi) maka tindakan itu disebut salpingo. Jika organ yang diangkat
adalah kedua ovarium atau indung telur maka tindakan itu disebut oophor.
Jadi, yang disebut histerektomi bilateral salpingo-oophorektomi adalah
pengangkatan rahim bersama kedua saluran telur dan kedua indung telur.
Pada tindakan histerektomi ini, terkadang juga dilakukan tindakan
pengangkatan bagian atas vagina dan beberapa simpul (nodus) dari saluran
kelenjar getah bening, atau yang disebut sebagai histerektomi radikal
(radical hysterectomy). (11)

C. Landasan Teori Medis Anemia


Definisi
Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan
komponendarah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan
untuk pembentukan sel darahmerah, yang mengakibatkan penurunan
kapasitas pengangkut oksigen darah. Anemia adalah istilah yang menunjukan
rendahnya hitungan sel darah merah dankadarhemoglobin dan hematokrit di
bawah normal. Anemia adalahberkurangnya hingga di bawah nilai normal sel
darah merah, kualitas hemoglobin danvolumepacked red bloods cells
(hematokrit) per 100 ml darah. (12)
Dengan demikian anemia bukan merupakan suatu diagnosis atau
penyakit, melainkanmerupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh dan perubahanpatotisiologis yang mendasar yang
diuraikan melalui anemnesis yang seksama, pemeriksaanfisik dan informasi
laboratorium.
Etiologi
Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua
kerusakan tersebut secara signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen
yang tersedia untuk jaringan. Menurut Brunner dan Suddart, beberapa
penyebab anemia secara umum antara lain :
a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah
hemoglobinuntukmengangkut oksigen ke jaringan.
b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah
merahyangberlebihan.
c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
d. Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor
keturunan, penyakit kronisdan kekurangan zat besi.

Penyebab dari anemia antara lain :


a. Gangguan produksi sel darah merah, yang dapat terjadi karena:
 Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemia
 Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrient
 Fungsi sel induk (stem sel ) terganggu
 Inflitrasi sum-sum tulang
 Akut karena perdarahan
 Kronis karena perdarahan
 Hemofilia (defisiensi faktor pembekuan darah)
c. Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis) yang dapat terjadi karena
 Faktor bawaan misalnya kekurangan enzim G6PD
 Faktor yang didapat, yaitu bahan yang dapat merusak eritrosit
d. Bahan baku untuk membentuk eritrosit tidak ada
Ini merupakan penyebab tersering dari anemia dimana terjadi kekurangan
zat gizi yangdiperlukan untuk sintesis eritrosit, antara lain besi, vitamin
B12 dan asamfolat.

Manifestasi Klinis
Tanda dan Gejala yang muncul merefleksikan gangguan fungsi dari
berbagai sistemdalam tubuh antara lain penurunan kinerja fisik, gangguan
neurologik (syaraf) yangdimanifestasikan dalam perubahan perilaku, anorexia
(badan kurus), pica, serta perkembangankognitif yang abnormal pada anak.
Sering pula terjadi abnormalitas pertumbuhan, gangguanfungsi epitel, dan
berkurangnya keasaman lambung. Cara mudah mengenal anemia dengan5L,
yakni lemah, letih, lesu, lelah, lalai. Kalau muncul 5 gejala ini, bisa dipastikan
seseorang terkenaanemia. Gejala lain adalah munculnya sklera (warna pucat
pada bagian kelopak mata bawah). Anemia bisa menyebabkan kelelahan,
kelemahan, kurang tenaga dan kepala terasa melayang. Jika anemia
bertambah berat, bisa menyebabkan stroke atau serangan jantung. (12).

Klasifikasi
a. Anemia Aplastik
1. Penyebab
 Obat-obatan (kloramphenikol, insektisida, anti kejang).
 Penyinaran yang berlebihan.
 Sumsum tulang yang tidak mampu memproduksi sel darah merah.
2. Gejala Klinis
 Pucat
 Cepat lelah
 Lemah
 Gejala Icokopenia / trombositopeni
3. Pemeriksaan penunjang
Terdapat pensitopenia sumsum tulang kosong diganti lemak, neotrofil
kurang dari 300ml, trombosit kurang dari 20.000/ml, retikulosit kurang dari
1%dan kepadatanselulersumsum tulang kurang dari 20%.
4. Pengobatan
 Berikan transfusi darah “Packed cell”, bila diberikan trombosit berikan
darahsegar/platelet concentrate.
 Atasi komplikasi (infeksi) dengan antibiotic, hygiene yang baik perlu
untuk mencegahtimbulnya infeksi.
 Untuk anemia yang disebabkan logam berat dapat diberikan BAC
(Britis AntilewisiteDimercaprol)
 Transplantasi sumsum tulang
 Prednison dan testoteron (Prednison dosis 2-5 mg/kg BB/hari per oral,
Testoterondosis 1-2 mg/kg BB/hari secara parenteral, Hemopocitik
sebagai ganti testoterondosis 1-2 mg/kg BB/hari per oral)
b. Anemia Defisiensi Zat Besi
1. Penyebab
 Masukan zat besi dalam makanan yang tidak adekuat
 Masukan makanan dari susu sapi secara tidak langsung
 Penyebab Hb yang tepat tidak terjadi
 Janin yang lahir dengan gangguan structural pada system pencernaan
 Kehilangan darah kronis akibat adanya lesi pada saluran pencernaan
2. Gejala klinis
Tampak lelah dan lekas lelah, pucat, sakit kepala, iritabe dan tidak
tampak sakit karenaperjalanan penyakit menahun, tampak pucat terutama
pada inukosa bibir, faring, telapaktangan dan dasar kuku, konjungtiva okuler
berwarna kebiruan atau berwarna putihmutiara dan jantung agak membesar.
3. Pemeriksaan penunjang
Ferritin serum rendah kurang dari 30 mg/l, MCV menurun ditemukan
gambaransel mikrositik hipokrom, Hb dan eritrosit menurun.
4. Pengobatan
Dengan pemberian garam-garam sederhana peroral (sulfat, glukonat,
fumarat), preparat, besi secara parenteral besi dekstram, jika anak sangat
anemis dengan Hb di bawah4gm/dl diberi 2-3 ml/kg packed cell, jika terjadi
gagal jantung kongestif maka pemberianmodifikasi transfusi tukar packed
eritrosis yang segar, dapat pula diberi furosemid.

c. Anemia Hemolitik
1. Penyebab
a. Faktor instrinsik
 Karena kekurangan bahan untuk membuat eritrosit
 Kelainan eritrosit yang bersifat congenital seperti hemoglobinopati
 Kelainan dinding eritrosit
 Abnormalita dari enzym dalam eritrosit
b. Faktor ekstrinsik
 Akibat reaksi non immunitas (akibat bahan kimia atau obat-obatan,
bakteri)
 Akibat reaksi immunitas (karena eritrosit diselimuti anti body yang
dihasilkanolehtubuh itu sendiri)
2. Gejala klinis
Badan panas, menggigil, lemah, mual muntah, pertumbuhan badan yang
terganggu, adanya ikhterus dan spelenomegali.
3. Pemeriksaan penunjang
Terjadi penurunan Ht; penggian bilirubin inderik dalam darah dan
peningkatanbilirubintotal sampai 4 mg/dl dan peninggian urobilin.
4. Penatalaksanaan
Tergantung dari penyakit dasarnya, splenoktomi merupakan tindakan yang
harusdilakukan. Indikasi dan splenoktomi adalah :
 Sferositosis konginital
 Hipersplenisme
 Limfa yang terlalu besar sehingga menimbulkan gangguan mekanisme
Berikan kortikosteroid pada anemia hemolisis autoimum, transfusi
darahdapat diberikan jika keadaan berat.

D. Landasan Teori Medis Trombositopenia


Definisi
Trombositopenia adalah penurunan jumlah trombosit dalam sirkulasi
yang ditandai dengan keadaan berkurangnya jumlah trombosit di bawah nilai
normal, yaitu kurang dari 150x109 /L. Kelainan ini berkaitan dengan
peningkatan resiko perdarahan hebat, bahkan hanya dengan cedera ringan
atau perdarahan spontan kecil (13).

Etiologi
a. Penurunan produksi trombosit
1) Kongenital bone narrow (misalnya, anemia Fanconi Wiskott-Aldrich
syndrome)
2) Kegagalan sumsum tulang Acquired (misalnya, anemia aplastik,
myelodysplasia)
3) Paparan kemoterapi, radiasi
4) Neoplastik, infeksi
5) Defisiensi vitamin B12, folat, zat besi
6) Konsumsi alkohol
b. Peningkatan penghancuran trombosit
c. Idiopatik

Manifestasi Klinis
a. Akut
1) Hanya 16% yang idiopatik
2) Perdarahan dapat didahului oleh infeksi, pemberian obat – obatan atau
menarche
3)Pada permulaan perdarahan sangat hebat selain terjadi
trombositopenia, rusaknya megakariosit juga terjadi perubahan
pembuluh darah
4) Sering terjadi perdarahan GIT, tuba falopi dan peritoneum
5) Kelenjar lymphe, lien dan hepar jarang membesar
b. Menahun
1) Biasanya pada dewasa, terjadi beberapa bulan samapai beberapa tahun
kadang menetap
2) Permulaan tidak dapat ditentukan ada riwayat perdarahan menahun,
menstruasi lama
3) Perdarah relative ringan
4) Jumlah trombosit 30.000 – 80.000/mm3
5) Biasanya tanpa enemi, lekopeni dan splenomegali
6) Penghancuran trombosit lebih normal
7) Sering terjadi relap dan remisi yang berulang – ulang
c. Recurrent
1) Perdarahan normal dan tak ada petekie dan masa hidup trombosit
menurun
2) Hasil pengobatan dengan kortikosteroid baik
3) Kadang tanpa pengobatan dapat sembuh sendiri
4) Remisi berkisar beberapa minggu sampai 6 bulan
d. Siklik
1) Menstruasi yang banyak
2) Perdarahan pada mukosa, mulut, hidung, dan gusi
3) Muntah darah dan batuk darah
4) Perdarahan Gastro Intestinal
5) Adanya darah dalam urin dan feses
6) Perdarahan serebral, terjadi 1 – 5 % pada ITP

Manajemen Medis
a. Ringan: observasi tanpa pengobatan → sembuh spontan.
b. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan jumlah trombosit belum naik,
maka berikan kortikosteroid.
c. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid, maka berikan
immunoglobulin per IV.
d. Bila keadaan gawat, maka berikan transfuse suspensi trombosit. b. ITP
Menahun • Kortikosteroid diberikan selama 5 bulan. Misal: prednisone 2 –
5 mg/kgBB/hari peroral. Bila tidak berespon terhadap kortikosteroid
berikan immunoglobulin (IV). • Imunosupressan: 6 – merkaptopurin 2,5 –
5 mg/kgBB/hari peroral.
e. Azatioprin 2 – 4 mg/kgBB/hari per oral.
f. Siklofosfamid 2 mg/kgBB/hari per oral. • Splenektomi.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan
adalah :
a. Pada pemeriksaan darah lengkap. Pada pemeriksaan ini ditemukan bahwa
Hb sedikit berkurang, eritrosit normositer, bila anemi berat hypochrome
mycrosyter. Leukosit meninggi pada fase perdarahan dengan dominasi
PMN. Pada fase perdarahan, jumlah trombosit rendah dan bentuknya
abnormal. Lymphositosis dan eosinofilia terutama pada anak
b. Pemeriksaan darah tepi. Hematokrit normal atau sedikit berkurang
c. Aspirasi sumsum tulang Jumlah megakaryosit normal atau bertambah,
kadang mudah sekali morfologi megakaryosit abnormal (ukuran sangat
besar, inti nonboluted, sitoplasma berfakuola dan sedikit atau tanpa
granula). Hitung (perkiraan jumlah) trombosit dan evaluasi hapusan darah
tepi merupakan pemeriksaan laboratorium pertama yang terpentong.

E. Landasan Teori Asuhan Keperawatan


Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar pemikiran dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai kebutuhan klien. Pengkajian yang lengkap dan
sistematis sesuai dengan fakta dan kondisi yang ada pada klien sangat
penting. Perawat harus memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk
mengkaji kebutuhan klien. Pengkajian yang tidak akurat akan mengarah
pada identifikasi kebutuhan klien tidak lengkap dan akurat akan mengarah
kepada identifikasi diagnosa keperawatan yang tidak tepat mengakibatkan
kesalahan tindakan dan mengancan keselamatan klien.
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien ca ovarium:
a. anamnesis
1) Identitas pasien meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin,
tanggal lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, dan
pekerjaan orang tua. Keganasan kanker ovarium sering dijumpai pada usia
setelah menopouse atau di atas 50 tahun.
2) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama Biasanya mengalami perdarahan abnormal atau
menorhagia pada wanita usia subur atau wanita diatas usia 50 tahun /
menopause untuk stadium awal. Pada stadium lanjut akan mengalami
pembesaran massa yang disertai asites (7).
b) Riwayat kesehatan sekarang yaitu : (7)
- Gejala kembung, nyeri pada abdomen atau pelvis, kesulitan makan atau
merasa cepat kenyang dan gejala perkemihan kemungkinan menetap.
- Pada stadium lanjut sering berkemih, konstipasi, ketidaknyamanan
pelvis, distensi abdomen, penurunan berat badan dan nyeri pada
abdomen.
c) Riwayat kesehatan dahulu Riwayat kesehatan dahulu pernah memiliki
kanker kolon, kanker payudara dan kanker endometrium (7).
d) Riwayat kesehatan keluarga Riwayat kesehatan keluarga yang pernah
mengalami kanker payudara dan kanker ovarium yang beresiko 50 % (7).
e) Riwayat haid/status ginekologi Biasanya akan mengalami nyeri hebat
pada saat menstruasi dan terjadi gangguan siklus menstruasi (7).
f) Riwayat obstetri Biasanya wanita yang tidak memiliki anak karena
ketidakseimbangan sistem hormonal dan wanita yang melahirkan anak
pertama di usia > 35 tahun (7).
g) Data keluarga berencana Biasanya wanita tersebut tidak menggunakan
kontrasepsi oral sementara karena kontrasepsi oral bisa menurunkan
risiko ke kanker ovarium yang ganas (7).
3) Pola aktivitas sehari – hari
a) Data psikologis Biasanya wanita setelah mengetahui penyakitnya akan
merasa cemas, putus asa, menarik diri dan gangguan seksualitas (7).
b) Data aktivitas/istirahat Pasien biasanya mengalami gejala kelelahan
dan terganggu aktivitas dan istirahat karena mengalami nyeri dan
ansietas.
c) Data sirkulasi Pasien biasanya akan mengalami tekanan darah tinggi
karena cemas.
d) Data eliminasi Pasien biasanya akan terganggu BAK akibat perbesaran
massa yang menekan pelvis.
e) Data makanan/cairan Biasanya pasien tidak mengalami gangguan
dalam nutrisi tetapi kalau dibiarkan maka akan mengalami pembesaran
lingkar abdomen sehingga akan mengalami gangguan gastrointestinal.
f) Data nyeri/kenyamanan Pasien biasanya mengalami nyeri karena
penekanan pada pelvis.

b. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran Kesadaran pasien tergantung kepada keadaan pasien,
biasanya pasien sadar, tekanan darah meningkat dan nadi meningkat dan
pernafasan dyspnea.
2) Kepala dan rambut Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
benjolan, tidak ada hematom dan rambut tidak rontok.
3) Telinga Simetris kiri dan kanan, tidak ada gangguan pendengaran dan
tidak ada lesi.
4) Wajah Pada mata konjungtiva anemis, sklera tidak kuning, pada
hidung tidak ada pernapasan cuping hidung, pada mulut dan gigi mukosa
pucat dan tidak ada sariawan.
5) Leher Tidak ada pembendungan vena jugularis dan pembesaran
kelenjer tiroid.
6) Thoraks Tidak ada pergerakan otot diafragma, gerakan dada simetris.
7) Paru-paru
- Inspeksi Pernapasan dyspnea, tidak ada tarikan dinding dada.
- Palpasi Fremitus kiri dan kanan sama.
- Perkusi Suara ketok sonor, suara tambahan tidak ada.
- Auskultasi Vesikuler.
8) Jantung Pada pasien kanker ovarium biasanya tidak ada mengalami
masalah pada saat pemeriksaan di jantung
- Inspeksi Umumnya pada saat inspeksi, Ictus cordis tidak terlihat.
- Palpasi Pada pemeriksaan palpasi Ictus cordis teraba.
- Perkusi Pekak.
- Auskultasi Bunyi jantung S1 dan S2 normal. Bunyi jantung S1
adalah penutupan bersamaan katup mitral dan trikuspidalis. Bunyi
jantung S2 adalah penutupan katup aorta dan pulmanalis secara
bersamaan.
9) Payudara/mamae Simetris kiri dan kanan, aerola mamae
hiperpigmentasi, papila mamae menonjol, dan tidak ada pembengkakan.
10) Abdomen
- Inspeksi Pada stadium awal kanker ovarium, belum adanya
perbesaran massa, sedangkan pada stadium lanjut kanker
ovarium, akan terlihat adanya asites dan perbesaran massa di
abdomen
- Palpasi Pada stadium awal kanker ovarium, belum adanya
perbesaran massa, sedangkan pada stadium lanjut kanker
ovarium, di raba akan terasa seperti karet atau batu massa di
abdomen
- Perkusi Hasilnya suara hipertympani karena adanya massa atau
asites yang telah bermetastase ke organ lain
- Auskultasi Bising usus normal yaitu 5- 30 kali/menit
11) Genitalia Pada beberapa kasus akan mengalami perdarahan abnormal
akibat hiperplasia dan hormon siklus menstruasi yang terganggu. Pada
stasium lanjut akan dijumpai tidak ada haid lagi.
l2) Ekstremitas Tidak ada udema, tidak ada luka dan CRT kembali < 2
detik. Pada stadium lanjut akan ditandai dengan kaki edema (7).

Analisis Data
Pengelompokan Data Kemungkinan penyebab Masalah
DS: 1. Agen pencedera fisiologis Nyeri akut (D.0077).
1. Klien mengeluh nyeri 2. Penekanan syaraf ovarium
DO: oleh sel-sel kanker
1. Frekuensi nadi 3. Menstimulasi mediator
meningkat nyeri
2. Gelisah 4. Nyeri akut
3. Tampak meringis
4. TD meningkat

DS: 1. Penurunan kapasitas Gangguan eliminasi


1. Klien mengeluh sering Kandung kemih urin (D.0040).
buang air kecil 2. Penekanan pada pelvis.
DO:
1. Distensi kandung
kemih karena terdesak
massa
DS: 1. Anemia Keletihan (D.0057)
1.Klien mengeluh lemas 2. Merasa lemas
2. Klen merasa kurang 3. Mengeluh lemah
tenaga
DO: 4. Keletihan
1. Conjungtiva klien pucat
2. Klien tampak lesu dan
tidak bersemangat
2. Dari hasil pemeriksaan
darah Hb klien <12 g/dL
DS: 1. Anemia Resiko Perdarahan
1.Klien mengeluh lemas 2. Trombositopenia (D.0012)
2. Klen merasa kurang 3. Resiko Perdarahan
tenaga
DO:
1. Conjungtiva klien pucat
2. Dari hasil pemeriksaan
darah Trombosit klien
<150.000 ul

Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077). (8)
2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penurunan kapasitas
kandung kemih (D.0040). (8)
3. Keletihan b.d kondisi fisiologis anemia d.d klien memgeluh lemas dan
kurang bertenaga (D.0057)
4. Resiko Perdarahan d.d trombositopenia(D.0012)
5. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan (D.0023).
(8)
6. Nausea berhubungan dengan distensi lambung (D.0076). (8)
7. Deficit nutrsi berhubungann dengan ketidakmampuan mencerna
makanan (D.0019). (8)
8. Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan integritas kulit (D.0142).
(8)

Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Tindakan Keperawatan
Hasil
1. nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan Manajemen nyeri (10)
dengan agen pencedera tindakan Observasi :
fisiologis (D.0077). keperawatan 1) Identifikasi local, karakteristik,
kepada pasien durasi, frekuensi, kualitas,
diharapkan tingkat
nyeri menurun intensitas nyeri
dengan kriteria 2) Identifikasi skala nyeri
hasil : (9) 3) Identifikasi respons nyeri non
1) Keluhan nyeri verbal
menurun 4) Identifikasi factor yang
2) Meringis memperberat dan memperingan
menurun nyeri.
3) Sikap protektif 5) Identifikasi pengetahuan dan
menurun keyakinan tentang nyeri
4) Gelisah 6) Identifikasi pengaruh budaya
menurun terhaadap respon nyeri
5) Kesulitan tidur 7) Identifikasi pengaruh nyeri
menurun pada kualitas hidup
8) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan.
9) Monitor efek samping
penggunaan analgetik.
Terapeutik :
1) Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis.TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain).
2) Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3) Fasilitas istirahat dan tidur
4) Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
Edukasi:
1) Jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Gangguan eliminasi urin setalah melakukan Manajemen eliminasi urine (10)
berhubungan dengan tindakan Observasi :
penurunan kapasitas keperawatan 1) Identifikasi tanda dan gejala
kandung kemih kepada pasien retensi atau inkontinensia urine
(D.0040). diharapkan 2) Identifikasi factor yang
eliminasi urine menyebabkan retensi atau
membaik dengan inkontinensia urine
kriteria hasil : (9) 3) Monitor eliminasi urine (mis
1) Sensasi frekuensi, konsistensi, aroma,
berkemih volume dan warna.
meningkat Terapeutik :
2) Distensi 1) Catat waktu-waktu dan
kandung kemih haluaran berkemih
menurun 2) Batasi asupan cairan, jika perlu
3) Berkemih tidak 3) Ambil sampel urine tengah
tuntas menurun (midstream) atau kultur
4) Volume residu Edukasi:
urine menurun 1) Ajarkan tanda gejala saluram
kemih
2) Ajarkan mengukur asupan
cairan dan haluaran urine
3) Ajarkan mengambil specimen
urine midstream ajarkan
mengenali tanda dan berkemih
dan waktu yang tepat untuk
berkemih.
4) Ajarkan terapi modalitas
penguatan otot-otot
panggul/berkemihan.
5) Anjurkan minum yang cukup,
jika tidak ada kontraindikasi
6) Anjurkan mengurangi minum
menjelang tidur.
Kolaborasi :
1) Kolaborasi pemberian obat
supositoria uretra, jika perlu.
3 Keletihan b.d kondisi Setelah dilakukan Transfusi darah
fisiologis anemia d.d tindakan Observasi
klien memgeluh lemas keperawatan 1. Identifikasi rencana
dan kurang bertenaga selama 2x24 jam transfusi
(D.0057) diharapkan tingkat 2. Monitor TTV sebelum,
keletihan membaik selama dan setelah
dengan kriteria transfusi
hasil : 3. Monitor tanda kelebihan
1. Tenaga cairan
meningkat 4. Monitor reaksi transfusi
2. Lesu menurun
Terapeutik
3. Aktivitas rutin
5. Lakukan pengecekan
meningkat
ganda pada label darah
4. Verbalisasi lelah
6. Periksa kepatenan
membaik
intravenaa, flebitis dan
infeksi lkal
7. Berikan NaCl 0,9 % 50-
100 ml sebelum transfusi
dilakukan
8. Atur kecepatan transfusi
10-15 ml/kgBB dalam 2-4
jam

Edukasi
9. Jelaskan tujuan dan
prosedur transfusi
10. Jelaskan tanda dan gejala
reaksi transfusi yang
perlu dilaporkan

4 Resiko Perdarahan d.d Setelah dilakukan Pencegahan Pendarahan


trombositopenia(D.0012) tindakan Observasi
keperawatan 1. Monitor tanda dan gejala
selama 2x24 jam perdarahan
diharapkan tingkat 2. Monitor nilai
perdarahan hematokrit/homoglobin
membaik dengan sebelum dan setelah
kriteria hasil : kehilangan darah
1. Kelembaban 3. Monitor tanda-tanda vital
membran ortostatik
meningkat 4. Monitor koagulasi (mis.
2. mukosa Prothombin time (TM),
meningkat partial thromboplastin time
3. kognitif (PTT), fibrinogen, degradsi
meningkat fibrin dan atau platelet)
4. hemoglobin Terapeutik
membaik 5. Pertahankan bed rest selama
5. tekanan darah perdarahan
meningkat 6. Batasi tindakan invasif, jika
perlu
7. Gunakan kasur pencegah
dikubitus
8. Hindari pengukuran suhu
rektal
Edukasi
9. Jelaskan tanda dan gejala
perdarahan
10. Anjurkan mengunakan kaus
kaki saat ambulasi
11. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan untuk
menghindari konstipasi
12. Anjurkan menghindari
aspirin atau antikoagulan
13. Anjurkan meningkatkan
asupan makan dan vitamin K
14. Anjrkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemberian obat
dan mengontrol perdarhan,
jika perlu
16. Kolaborasi pemberian
prodok darah, jika perlu
17. Kolaborasi pemberian
pelunak tinja, jika perlu

Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan salah satu tahap
pelaksanaan dalam proses keperawatan. Dalam implementasi terdapat
susunan dan tatanan pelaksanaan yang akan mengatur kegiatan
pelaksanaan sesuai dengan diagnosa keperawatan dan intervensi
keperawatan yang sudah ditetapkan. Implementasi keperawatan ini juga
mengacu pada kemampuan perawat baik secara praktik maupun intelektual
(7).

Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan suatu tahap yang terdapat dalam
proses keperawatan evaluasi dilakukan pada banyak hal yang dapat dinilai
keberhasilan dan ketepatannya agar kebutuhan klien dapat terpenuhi,
perawat sendiri perlu melakukan evaluasi untuk mendapat kesadaran diri
dan membuat peningkatan dari hasil yang sudah didapatkan (7).
Pathway
DAFTAR PUSTAKA

1. Herlina Prajatmo, Rukmono Siswishanto SP. Prognosis Survival Penderita


Kanker Ovarium. Hub KADAR CA-125 PRAOPERATIF TERHADAP
Progn Surviv PENDERITA KANKER OVARIUM Ep DI RSUP DR
SARDJITO Herlina. 2018;15–23.
2. ovarian-patient NCCN.pdf.
3. DiGiulio, M., & Jackson, D. (2014). Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta: Rapha Publishing.
4. Manuaba. 2013. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB Edisi 2.
Jakarta : EGC
5. Herlina Prajatmo, Rukmono Siswishanto SP. Prognosis Survival Penderita
Kanker Ovarium. Hub KADAR CA-125 PRAOPERATIF TERHADAP
Progn Surviv PENDERITA KANKER OVARIUM Ep DI RSUP DR
SARDJITO Herlina. 2018;15–23.
6. ovarian-patient NCCN.pdf.
7. Reeder, Martin, & Koniak-Griffin. (2013). Keperawatan Maternitas
Kesehatan. Wanita, Bayi & Keluarga Edisi 8 Vol 1
8. Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
9. Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
10. Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan
Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta : Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
11. Lakeman, MME., Roovers, JPWR., Lean, E. 2012 The Effect of
Hysterectomy on Vaginal Wall Sensibility, Vaginal Vasocongestion and
Sexual Function. PHD Thesis Univesrsity of Amsterdam.
12. Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep
Klinis. Proses-proses Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC
13. Meston, CM., Manuel W. 2002. The Effect of Yohimbine Plus L-Arginin
Glutamate on Sexual Arousal in Postmenopausal Women with Sexual
Arousal Disorder. Archives of sexual Behavior; 31(4); 323-332.

Anda mungkin juga menyukai