Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PEMBELAJARAN KLINIK

RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA


Periode 10 – 22 Juni 2013

LAPORAN STUDI KASUS CANCER OVARII


UNIT ONKOLOGI

Disusun oleh:
Yane Dila Keswara
(12/338549/PFA/01245)

MAGISTER FARMASI KLINIK


PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2013
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PENDAHULUAN

Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang
paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker ovarium bisa
menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan
melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.
Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium
ini merupakan awal dari banyak kanker primer. Kanker indung telur adalah
terjadinya pertumbuhan sel-sel tidak lazim (kanker) pada satu atau dua bagian
indung telur. Indung telur sendiri merupakan salah satu organ reproduksi yang
sangat penting bagi perempuan. Dari organ reproduksi ini dihasilkan telur atau
ovum, yang kelak bila bertemu sperma akan terjadi pembuahan (kehamilan).
Indung telur juga merupakan sumber utama penghasil hormon reproduksi
perempuan, seperti hormon estrogen dan progesteron. Letak indung telur
sendiri adalah berada di sekitar panggul dan ada di dua sisi uterus (rahim).

Klasifikasi
Kanker indung telur biasanya terjadi pada tiga jaringan di bawah ini:
 Germ cells (sel germinal), yaitu pada sel-sel yang memproduksi telur.
Setiap bulan, sejak masa puber hingga menopouse, perempuan selalu
memproduksi sebuah telur. Telur ini keluar dari permukaan indung telur
dan menuju rahim melalui melalui saluran telur.
 Stromal cells (stromal sel), yaitu sel-sel yang menghasilkan hormon
estrogen dan prosgesteron pada perempuan.
 Epithelial cells (sel epitel), yaitu pada sel-sel pembungkus indung telur.
Walaupun, kanker indung telur dapat bermula dari setiap sel tersebut, menurut
Lembaga Kanker Amerika atau American Cancer Society (ACS), pada 85 sampai

1
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

90 persen kasus menunjukkan, pertumbuhan kanker biasanya bermula di


jaringan sel-sel pembungkus indung telur (eptihelial cells).
Normalnya, sel-sel itu tumbuh, membelah diri dan mati lewat pola yang teratur.
Tapi, pada sel-sel yang terkena kanker, sel-sel itu akan berkembang biak terus-
menerus atau menjadi tumor (akibat menebalnya jaringan urat). Dalam
beberapa kasus, pertumbuhan sel-sel kanker menjadi invasif, sehingga menyebar
jaringan dan organ-organ tubuh lain, di luar indung telur (metastasis).

Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori
yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium
untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan
sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi
menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker
ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen
dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel
kanker ovarium.

Faktor-faktor Resiko
Berikut faktor-faktor yang berisiko menimbulkan kanker indung telur:
 Usia.
Mayoritas kanker indung telur muncul setelah seorang perempuan
melewati masa menopause. Separuh dari kasus kanker indung telur
menyerang perempuan di atas usia 63 tahun.

2
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

 Sejarah reproduksi.
Perempuan berisiko tinggi mengidap kanker indung telur bila:
» Mendapat menstruasi sebelum usia 12 tahun
» Tidak memiliki anak
» Memiliki anak setelah usia 30
» Mengalami menopause setelah usia 50 tahun
 Diet tinggi lemak
 Merokok
 Alkohol
 Penggunaan bedak talk perineal
 Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
 Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
 Nulipara
 Infertilitas
>> Memang terdapat hubungan antara risiko menderita kanker indung
telur dengan jumlah siklus menstrusi yang dialami seorang perempuan
sepanjang hidupnya. Semakin banyak jumlah siklus menstruasi yang
dilewatinya, maka semakin tinggi pula risiko seorang perempuan terkena
kanker indung telur.
 Obesitas.
Penelitian terakhir memperlihatkan peningkatan risiko terkena kanker
indung telur pada perempuan bertubuh gemuk atau yang malas bergerak.
Penelitian juga menunjukkan, perempuan gemuk yang menderita kanker
indung telur jumlahnya semakin banyak.

3
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Gejala
Kanker indung pada masa awal berkembang cenderung tanpa gejala. Inilah yang
menyebabkan kanker ini sulit diketahui sejak dini. Biasanya, gejala umum terjadi
kanker ini adalah timbulnya sakit di bagian punggung, yang sering diikuti gejala
berikut:
 haid tidak teratur
 ketegangan menstrual yang terus meningkat
 menoragia
 nyeri tekan pada payudara
 menopause dini
 rasa tidak nyaman pada abdomen
 dispepsia
 tekanan pada pelvis
 sering berkemih
 flatulenes
 rasa begah setelah makan makanan kecil
 lingkar abdomen yang terus meningkat
 Sakit kepala
 Rasa kembung
 Sulit buang air besar

Stadium
Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of
Ginecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
 STADIUM I  pertumbuhan terbatas pada ovarium
1. Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada
asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar,
kapsul utuh.

4
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

2. Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas,


berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
3. Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor
dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan
asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif.
 STADIUM II  Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan
perluasan ke panggul
1. Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2. Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
3. Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan
permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas
yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
 STADIUM III  tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan
implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif.
Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke
usus besar atau omentum.
1. Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah
bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis
terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum
abdominal.
2. Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant
dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter
melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ.
3. Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau
kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.
 STADIUM IV  pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan
metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam
stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver.

5
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Penegakan Diagnosa Medis


Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu,
apabila pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak
atau ganas (kanker ovarium).
Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :
1. Kista cepat membesar
2. Kista pada usia remaja atau pascamenopause
3. Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan
4. Kista dengan bagian padat
5. Tumor pada ovarium
Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium
seperti:
o USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah
o Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI
o Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta – HCG
dan alfafetoprotein
Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium,
akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi.

Penatalaksanaan
Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi.
Hanya kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat
diferensiasi sel yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi
pengobatan. Kemoterapi diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 – 4 minggu
sekali dengan melakukan pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi secara
berkala terhadap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna,
sistem saluran cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler.
Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :

6
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

 Operasi (stadium awal)


 Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal)
 Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut)

7
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

IDENTITAS PASIEN

 Pasien : Ny. K
 Tgl Lahir : 8 Mei 1972
 Umur : 41 tahun/ 1 bulan/ 3 hari
 No. RM : 01.62.47.27
 BB : 54 kg
 TB : 148 cm
 Ruang : Bougenville 3
 Kelas : III
 Tgl MRS : 11 Juni 2013
 Tgl KRS : 15 Juni 2013
 Alamat : Balong Rt 4 Rw 7 Gerih, Kecamatan Gerih, Ngawi, Jawa Timur
 Jaminan : Jamkesmas – IKS kelas 3

SUBJEKTIF

 Keluhan Utama :
Pasien hendak kemoterapi ke IV Ca Ovarii. Tidak ada keluhan mual, muntah,
nyeri tulang.
 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien adalah penderita Ca Ovari yang tegak dari hasil PA 13000097 cysta
adeno Ca Ovari musinosum (hasil tanggal 10 Januari 2013). Pasien rencana
kemoterapi ke IV dengan regimen Paclitaxel-Carboplatin dengan siklus
interval 21 hari. Keluhan saat ini tidak ada.
 Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien dengan cancer ovari
 Riwayat Pengobatan:
Sudah dilakukan operasi di RS Ngawi, telah melakukan kemoterapi ke III
pada 22 Mei 2013 dari 6 siklus kemoterapi dengan interval 21 hari. Rencana
kemoterapi ke IV pada tanggal 12 Mei 2013.

8
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

 Riwayat Pribadi:
Pasien adalah seorang istri dengan 1 orang suami dan 2 anak. Memiliki
kesulitan ekonomi, pengobatan ditanggung Jamkesmas. Pekerjaan Ibu rumah
tangga. Pendidikan terakhir SD.

OBJEKTIF

Kondisi MRS :
 Tekanan darah : 120/70 mmHg
 Nadi (HR) : 82 x/menit
 RR : 20 x/menit
 Temperatur : 360 C
Diagnosis : Ca. Ovarii

PEMERIKSAAN PENUNJANG

10 januari 2013
Dilakukan kistektomi ovarium kiri ukuran 19 x 17 x 12 cm
Pemeriksaan histologi
 16 Januari 2013
Asal jaringan : ovarium kiri
Diagnosis : kistoma ovarii
Hasil : cyst adeno carcinoma ovarii musinosum papiliform
Pemeriksaan Radiologi
 EKG tanggal 11 Juni 2013 menunjukkan hasil sinus takikardia dengan
heart rate 100 x/menit dan iskemik anteroseptal.
Pemeriksaan hasil R/O Thorax::
 2 Mei 2013
Pulmo normal, kardiomegali, tidak ada metastatase

9
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PROGRESS NOTE

TANGGAL
URAIAN
11/6/13 12/6/13 13/6/13 14/6/13 15/6/13

Kondisi fisik Baik Baik Baik Baik Baik

Gatal pada leher - + + + +

Kesadaran + + + + +

PENGGUNAAN OBAT

TANGGAL
OBAT DOSIS RUTE
11/6/13 12/6/13 13/6/13 14/6/13 15/6/13

Infus NaCl 0,9 % 20 tpm iv v v v v v

Cetirizine 10 mg 1x1 tablet po v v v

10
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Deksamethason 4 ampul iv v
5 mg

Setrovell 5 mg 1 ampul iv v

Ranitidin 50 mg 1 ampul iv v

Diphenhydramine 1 ampul im/iv v


50 mg

Paxus 300 mg Drip iv v


dalam 3 jam
intralit
500cc
Carboplatin 800 mg iv v
dalam
NaCl
0,9% 400
cc habis
dalam 1
jam

11
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PROFIL OBAT

Perhitungan :
𝑩𝑩 𝟓𝟒
 IMT = 𝑻𝑩𝟐 (𝒎) =𝟏𝟒𝟖𝟐 = 24,7

𝑩𝑩 𝑿 𝑻𝑩 𝟓𝟒 𝑿 𝟏𝟒𝟖
 LPT = √ =√ = 1,48
𝟑𝟔𝟎𝟎 𝟑𝟔𝟎𝟎

{(𝟏𝟒𝟎−𝒂𝒈𝒆) 𝒙 𝑩𝑩 }
 GFR = (𝟕𝟐 𝒙 𝑪𝒓)
x 0,85 = 131,48 ml/min

Obat Golongan Rute Mekanisme Farmakokinetika Dosis ESO


Obat Obat

Carboplatin Kemoterapi IV Membentuk  Didistribusikan Hitung dosis  Potensi


(alkylating kompleks secara luas, Carboplatin dengan emetogenic:
Agent) platinum yang konsentrasi Calvert formula: moderate (53%)
derivat akan tertinggi dalam Dose (mg) = AUC x  Hilangnya
platinum menghambat hati, ginjal dan (GFR + 25) pendengaran
sintesis DNA kulit. where AUC = 4-7 (15%)
dengan  Metabolisme: (BSA = 1,47)  Myelosupresi
membentuk Carboplatin ↓ dengan/tanpa
interstrand DNA dihidrolisis 5 AUC (782,4 mg) infeksi,
cross-linking menjadi senyawa Dosis dalam terapi perdarahan
aquated dan = 800 mg (25%)
terhidroksilasi  Abnormalnya
 Ekskresi: elektrolit

12
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

Terutama ginjal (penurunan Na,


melalui filtrasi K, Ca, Mg:
glomerular, 37%)
berkorelasi  Nephrotoxicity
dengan laju (25%)
filtrasi  Neurotoxicity
glomerulus.  Allergic reaction
 T1/2 carboplatin: (2%)
1.5 jam

Paclitaxel Kemoterapi IV Meningkatkan  Distribusi 3 minggu  Potensi


(microtubul dan ekstravaskuler : 175 mg/m2 emetogenic: low
e Agent) menstabilkan yang luas (range 135-175  Nausea (52%)
derivat pembentukan dan/atau mg/m2) IV untuk  Perubahan ECG
taxane mikrotubulus, mengikat satu dosis pada hari (14%)
sehingga jaringan. I (total dosis per  Alopecia (93%)
mencegah  Metabolisme di siklus 135-175  Diarrhea (38%)
pembelahan sel. hati (CYP 2C8 mg/m2)  Mucositis (31%)
dan CYP3A4) ↓
 Edema (21%)
dan sekresi 259 mg
 Fatigue (17%)
empedu Dosis dalam terapi
 Myelosupresi
 Ekskresi: = 300 mg
dengan/tanpa
Konsentrasi infeksi,
tinggi ditemukan perdarahan
dalam empedu, [Severe
71% neutropenia (27-
diekskresikan 50%) dan

13
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

dalam feses (5% thrombocytopen


tidak berubah). ia (7%)]
Di Urine 1,3-  Hypotension
12,7% sebagai (12%)
obat tidak  Anaphylaxis
berubah. (41%)
T1/2  Injection site
9,9 jam (3 jam reaction
infus) (erythema,
phlebitis,
tenderness,
discomfort 13%)
 Arthralgia
(60%)
 Peripheral
neuropathy
(64%)

Cetirizin Antagonis Oral Bersaing dengan  Absorbsi cepat 5 – 10 mg sekali  Somnolence


Histamin histamin untuk  Distribusi 0,56 sehari (14%),
H1 situs reseptor L/Kg ↓  Dry mouth (5%)
H1 pada sel-sel  Protein binding Dosis dalam terapi  Fatigue (6%)
efektor pada rata-rata 93% 10 mg sekali sehari  Malaise (4%)
saluran  Metabolisme:
pencernaan, hepatik terbatas
pembuluh darah,  T1/2 eliminasi 8
dan saluran jam

14
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

pernapasan  Ekskresi melalui


urin (70%) dan
feces (10%).

INTERAKSI OBAT

Interaksi Obat Paclitaxel


Obat Efek Mekanisme Pengatasan
Cisplatin, Carboplatin Toksisitas paclitaxel ↑ Penurunan klirens Berikan paclitaxel sebelum
(efek myelosuppressive) Paclitaxel cisplatin/carboplatin
jika cisplatin/carboplatin
diberikan sebelum (dalam
jam) paclitaxel
Cisplatin Mungkin↑ risiko Tidak diketahui Hati-hati
kegagalan ginjal
berhubung dgn kanker
ginekologi
Carboplatin (diberikan setelah ↓ thrombocytopenia Tidak diketahui Hati-hati
paclitaxel)
substrates CYP 2C8 Dapat me ↑/↓ efek dari Perubahan metabolisme Hati-hati
(contoh: paclitaxel, substrates atau CYP2C8 substrat atau
sorafenib, amiodarone) paclitaxel paclitaxel

15
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

substrates CYP 3A4 Dapat me ↑/↓ efek dari Perubahan metabolisme Hati-hati
(contoh: verapamil, substrates atau CYP2C8 substrat atau
etoposide, paclitaxel paclitaxel
dexamethasone,
vincristine)
CYP3A4 inducers (contoh: Dapat me↓ paclitaxel ↑ metabolism paclitaxel Hati-hati
phenytoin, rifampin, levels and effects
dexamethasone,
carbamazepine,
phenobarbital, St.
John’s Wort, etc)

Interaksi Obat Carboplatin


Obat Efek Mekanisme Pengatasan
Aminoglikosida Memperburuk nephro dan Additive Monitor
ototoxicity

Phenytoin Pe ↓level serum Mungkin me↓ absorpsi Monitor level serum


phenytoin atau meningkatkan Phenytoin, tingkatkan
metabolisme phenytoin dosis phenytoin jika perlu
Obat nephrotoxic yang lain Meningkatkan insiden Additive Monitor
disfungsi renal
Warfarin Resiko meningkatnya Tidak diketahui Monitor INR and
INR dan pendarahan menyesuaikan dosis warfarin

16
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

TANDA-TANDA VITAL

Pemeriksaan Satuan Tanggal

11/6/2013 12/6/2013 13/6/2013 14/6/2013 15/6/13

TD mmHg 120/70 110/70 120/80 110/80 110/70

Nadi x/mnt 82 84 84 84 82

RR x/mnt 20 18 18 20 20

O
T C 36 36 36,5 36 36,5

DATA LABORATORIUM

Parameter 11/6/2013 Nilai normal Satuan Keterangan

Hb 10.4 14 – 18 g/ dL ↓

WBC 7.5 4.8 – 10.8 . 10³ / µL N

RBC 2.92 4.7 – 6.1. 10⁶ / µL ↓

17
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

HCT 29.2 % ↓

PLT 296 130 – 400. 10³ / µL N

HbSAg 0.676 < 0.9 nonreaktif

SGOT 12 < 40 U/ L N

SGPT 23 < 32 U/ L N

BUN 6.9 6 – 20 Mg/ dL N

Cr 0.48 0.6 – 1.3 Mg/ dL ↓

Asam urat 4.3 2.4 – 5.7 Mg/ dL N

Albumin 4.55 3.4 - 5.4 g/ dL N

GDS 67 80 – 140 Mg/ dL ↓

Na 142 135 - 145 Mmol/ L N

K 3.58 3.7 - 5.2 Mmol/ L ↓

Cl 100 98 - 110 Mmol/ L N

18
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

KEMOTERAPI

 Premedikasi

1. Infus NaCL 0,9% 100 cc selama 30 menit

2. Deksametason injeksi 4 ampul i.v

3. Setrovel 5 mg ampul i.v

4. Ranitidin 1 ampul i.v

5. Diphenhydramine 1 ampul i.m/ i.v

 Handling Sitostatika

1. Paclitaxel
Penyimpanan Simpan botol utuh pada suhu kamar dari 20A ° C
hingga 25 ° C (68A ° F sampai 77A ° F). Lindungi dari cahaya. Larutan di
D5W dan NS stabil hingga 3 hari pada suhu kamar (25 ° C).
Rekonstitusi: Encerkan dalam 250-1000 mL D5W, D5LR, D5NS,
atau NS hingga konsentrasi 0,3-1,2 mg / mL. Perangkat dispensing
kemoterapi (misalnya, Kemo Pemberian pina "¢) tidak boleh digunakan
untuk menarik paclitaxel dari botol.
Kompatibilitas Stabil di D5W, D5LR, D5NS, NS.
2. Carboplatin
Penyimpanan Simpan botol utuh pada suhu kamar dari 15A ° C
hingga 30 ° C (59a ° F sampai 86A ° F), melindungi dari cahaya.
Pengenceran Selanjutnya konsentrasi serendah 0,5 mg / mL stabil pada
suhu kamar (25 ° C) selama 8 jam di NS, stabil pada suhu kamar atau
dalam lemari pendingin selama minimal 9 hari di D5W, meskipun
produsen menyatakan untuk menggunakan dalam 8 jam karena kurangnya
bahan pengawet.
Serbuk untuk rekonstitusi: Reconstituted hingga konsentrasi akhir
dari 10 mg / mL stabil selama 5 hari pada suhu kamar (25 ° C). Larutan
untuk injeksi: multidose botol yang stabil hingga 14 hari setelah
pembukaan bila disimpan pada suhu kamar. Serbuk untuk rekonstitusi:

19
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

larutkan untuk menghasilkan konsentrasi akhir 10 mg / mL. Dilarutkan


carboplatin 10 mg / mL harus lebih diencerkan hingga konsentrasi akhir
dari 0,5-2 mg / mL dengan D5W atau NS untuk administrasi.
Kompatibel pada larutan D51/4NS, D51/2NS, D5NS, D5W, NS.

 Post kemoterapi : -
 Penanganan nyeri
Pasien tidak mendapatkan analgesik karena tidak mengeluhkan nyeri.

DAFTAR MASALAH

 Cystadeno carcinoma ovarii pro ss IV


 Dermatitis

20
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

ASSESSMENT

Problem medik S/O Terapi Analisis DRP Rekomendasi

Cystadeno carcinoma Hasil PA Regimen: Terapi kombinasi Carboplatin dapat Rekom : perlu adanya
ovarii pro ss IV  Paclitaxel 175 paclitaxel-carboplatin menyebabkan monitoring tekanan
mg/m2/dose efektif dan dapat peningkatan darah, nadi, reaksi
selama 3 jam dengan aman toksisitas
hipersensitivitas,
secara iv diberikan kepada Paclitaxel (efek
ginjal, jantung dan
 Carboplatin 5 pasien kanker myelosuppressive)
AUC selama 1 ovarium yang maka Paclitaxel hepar
jam secara iv kambuh setelah satu diberikan sebelum Monitoring : rasa mual
atau dua regimen Carboplatin – muntah, diare,
kemoterapi berbasis ototoxicity, dan nyeri
platinum. pada pasien.

Dermatitis Pasien mengeluh Cetirizine 1 x 10 Cetirizine merupakan Cetirizine dan Rekom : saat
gatal pada bagian mg antagonis histamin Diphenhydramine kemoterapi dgn
leher H1 yang digunakan adalah golongan diphenhydramine,
untuk mengatasi antagonis histamin
hentikan cetirizine.
gejala alergi H1 yang jika
musiman seperti dipakai bersamaan Setelah kemoterapi,
rhinitis bahkan menyebabkan cetirizine di teruskan
urtikaria peningkatan efek
samping yang
terjadi

21
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PEMBAHASAN

Ny. K masuk RS pada tanggal 11 Juni 2013, pasien hendak kemoterapi


siklus ke IV, rencana kemoterapi 6 seri. Pasien tidak mengeluhkan mual dan
muntah pada saat masuk rumah sakit. Berdasarkan hasil PA 13000097, pasien
terdiagnosa Ca Ovarii pada tanggal 10 Januari 2013. Pasien telah melakukan
operasi di RS. Ngawi. Untuk kemoterapi ke III telah dilakukan pada tanggal 22
Mei 2013 dan direncanakan kemoterapi ke IV pada tanggal 12 Juni 2013. Pasien
merupakan istri dari 1 orang suami dan ibu dari 2 orang anak, seorang ibu rumah
tangga dan pendidikan terakhir adalah SD.
Pemilihan obat untuk mengatasi problem medik pada pasien Cancer Ovarii
harus dilakukan secara hati-hati, sebab ada beberapa factor resiko yang dapat
memperparah kondisi pasien. Pemberian terapi dan target terapi pun disesuaikan
dengan kondisi klinis pasien, sehingga perlu adanya pemeriksaan darah lengkap,
EKG, fungsi ginjal, dan fungsi renal baik sebelum kemoterapi maupun sesudah
kemoterapi. Observasi pasien juga dilakukan secara rutin terkait penyakit yang
dideritanya dan efek samping dari obat sitostatika yang diperolehnya.
Untuk obseravsi pasien yang diikuti adalah efek samping obat sitostatika
yang mungkin dialami pasien. Karena obat sitostatika bersifat tidak selektif
terhadap sel kanker maupun sel sehat. Selain itu observasi juga perlu dilakukan
pada pemeriksaan lanjutan, untuk mengetahui ketepatan terapi yang di peroleh
pasien terhadap sel kanker.
Interaksi obat antara carboplatin dan paclitaxel pada pasien cancer
ovarium yaitu peningkatan toksisitas paclitaxel (efek myelosuppressive) jika
cisplatin/carboplatin diberikan sebelum (dalam jam) paclitaxel. Sehingga
pengatasannya memberikan paclitaxel sebelum carboplatin. Sedangkan interaksi
cetirizine dan diphenhydramine bersifat sinergis, dapat diatasi dengan
penghentian cetirizine saat kemoterapi.
Perlu adanya monitoring oleh petugas farmasi atau perawat terhadap efek
yang mungkin terjadi selama pemberian Paclitaxel dan Carboplatin. Pada
Paclitaxel, selama dan sesudah pemberian Paclitaxel perlu dimonitoring terjadinya
reaksi hipersensitivitas. Dimana tanda-tanda yang paling sering terjadi adalah

22
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

dyspnea, flushing, nyeri dada dan takikardia. Sehingga untuk meminimalkan


reaksi hipersensitivitas yang parah, maka pasien mendapatkan premedikasi
dexamethasone; diphenhydramine; dan ranitidin. Mialgia dan/atau arthralgia
cenderung muncul 2-3 hari setelah pemberian paclitaxel dan hilang dalam
beberapa hari, efek ini tidak muncul terkait dengan dosis. Obat-obatan Nonsteroid
antiinflamasi berhasil dalam mengurangi gejala-gejala tersebut. Neuropati perifer
juga mungkin muncul, seperti mati rasa; kesemutan; dan rasa nyeri terbakar saat
memakai sarung tangan atau kaos kaki. Gejala yang ringan akan hilang dalam
beberapa bulan setelah penghentian terapi sitostatika. Sedangkan gejala berat
dapat diberikan terapi sesuai managemen terapi nyeri menurut WHO.
Untuk Carboplatin perlu adanya monitoring terhadap efek
myelosuppression seperti trombositopenia dan anemia. Toksisitas ginjal juga
perlu dimonitoring setelah pemberian Carboplatin, dan akan memburuk jika
pasien sering memakai aminoglikosida. Neurotoksisitas biasanya terbatas pada
paresthesia dan penurunan refleks tendon dalam, meskipun perubahan visual dan
ototoxicity mungkin terjadi. Keparahan meningkat pada pasien terapi jangka
panjang, yang sebelumnya diobati dengan cisplatin atau obat nefrotoksik lainnya
dan pada pasien lansia. Gangguan visual termasuk kehilangan penglihatan telah
dilaporkan jarang, hal ini biasanya bersifat reversibel bila carboplatin dihentikan.
Reaksi alergi telah dilaporkan dengan meningkatnya insiden dengan kontak yang
terlalu lama, dan bervariasi dari yang ringan sampai reaksi parah. Sensitivitas
silang dengan lain "platins" mungkin tidak lengkap. Keganasan sekunder telah
dilaporkan bila digunakan dalam kombinasi regimen.
Pasien pada tanggal 12 Juni 2013 mengeluhkan rasa gatal pada leher yang
mungkin dapat disebabkan karena efek samping delay dari obat sitostatika yang
dikonsumsi pada tanggal 22 Mei 2013. Dermatitis tersebut diterapi dengan
Cetirizine, dimana pada saat kemoterapi (tanggal 14 Juni 2013) pemakaian
Cetirizine dihentikan terlebih dahulu baru setelah kemoterapi dapat dikonsumsi
kembali. pasien keluar rumah sakit pada tanggal 15 Juni 2013 dengan keluhan
gatal yang sudah berkurang. Tidak ada keluhan yang dirasakan setelah pasien
melakukan kemoterapi.

23
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

PLAN

REKOMENDASI:
 Perlu adanya monitoring tekanan darah, nadi, reaksi hipersensitivitas,
ginjal, jantung dan hepar.
 Saat kemoterapi dgn diphenhydramine, menghentikan cetirizine. Setelah
kemoterapi, cetirizine di teruskan
MONITORING:
 Monitoring kadar darah lengkap, EKG, dan fungsi hati
 Monitoring tekanan darah dan nadi (setiap 30 menit) selama pemberian
Paclitaxel (monitoring cardiac dengan aritmia)
 Monitoring reaksi hipersensitivitas yang dapat terjadi selama atau setelah
dimulainya infusion Paclitaxel.
 Monitoring hasil tes fungsi renal terutama elektrolit
 Monitoring efek samping yang mungkin terjadi seperti tromboemboli,
pendarahan, mual muntah, infeksi, , ototoxicity, neurologic (syaraf), dan
sindrom seperti flu.

KONSELING

 Pada saat pemberian Carboplatin jika merasakan sesak nafas, jantung


berdebar-debar segera beritahukan kepada perawat/petugas yang ada.
 Hindari penggunaan obat tanpa sepengetahuan dokter, jikalau diperlukan
konsultasikan dengan dokter anda.
 Konsumsi makanan karbohidrat tinggi protein
 Hubungi dokter jika terdapat tanda-tanda infeksi seperti demam >380 C,
menggigil, batuk dan rasa panas pada saat berkemih.
 Perlunya konseling pada keluarga pasien bahwa pentingnya dukungan
moral dan spiritual dari keluarga.

24
LAPORAN STUDI KASUS BANGSAL BOUGENVILLE
RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

DAFTAR PUSTAKA

American Pharmacist Association. 2011. Drug Information Handbook A


Comprehensive Resource for all Clinicians and Healthcare Proffesionals.
Lexicomp. USA.
Dipiro, J.T., dkk. 2008. Pharmacotherapy Approach, 7th edition, Mc. Graw Hill
Medical, New York.
Koda-Kimble, M.A., dkk. 2009, Aplied Theraupetics the Clinical Use of Drugs,
9th edition Lipincot William & Wikins
Trissel, L.A., 2009, Handbook On Injectable Drug 15th Edition. American
Society of Health-System Pharmacists. Bethesda, Maryland.
Guastala, J.P., et al. 1998. Efficacy And Safety Of The Paclitaxel And Carboplatin
Combination In Patients With Previously Treated Advanced Ovarian
Carcinoma. Annals of Oncology 9: 37-43. Kluwer Academic Publishers.
Netherlands.
Care Cancer Ontario. 2012. Drug Monograph. Diunduh tanggal 12 Juni 2013.
http://www.cancercare.on.ca/CCO_DrugFormulary/Pages/DfPdfContent.aspx
?itemId=94025
Cornes, Paul. 2013. Carboplatin & Paclitaxel Chemotherapy for Ovarian Cancer.
Diunduh tanggal 15 Juni 2013.

25

Anda mungkin juga menyukai