Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN CA OVARIUM DI RUANG TERATAI RSUDPROF

DR MARGONO SEOKARJO

Disusun Oleh :

NAUFAL HANIF

2311040045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2023
A. Definisi
Kanker ovarium merupakan tumor dengan histiogenesis yang
beranekaragam, dapat berasal dari ketiga (3) dermoblast (ektodermal, endodermal,
mesodermal) dengan sifat-sifat histiologis maupun biologis yang beranekaragam
(Smeltzer & Bare, 2013). Kanker ovarium sebagian besar berbentuk kista berisi
cairan maupun padat. Kanker ovarium disebut sebagai silent killer karena ovarium
terletak di bagian dalam sehingga tidak mudah terdeteksi 70-80% kanker ovarium
baru ditemukan pada stadium lanjut dan telah menyebar (metastasis) kemana-
mana (Wiknjosastro, 1999). Kanker ovarium biasanya terdapat pada usia peri
menopause kira-kira 60%, dalam masa reproduksi 30% dan 10% terpadat pada usia
yang jauh lebih muda. Tumor ini dapat jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak
jelas / pastiganas (borderline malignancy atau carcinoma of low – maligna potensial)
dan jelas ganas (true malignant) (Priyanto, 2007).
B. Etiologi
Menurut Hidayat (2009) Ovarium terletak di kedalaman rongga pelvis. Bila
timbul kanker, biasanya tanpa gejala pada awalnya sehingga sulit ditemukan,
membuat diagnosis tertunda. Ketika lesi berkembang dan timbul gejala, sering kali
sudah bukan stadium dini. Maka terdapat 60-70% pasien kanker ovarium saat
didiagnosis sudah terdapat metastasis di luar ovarium. Penyebab kanker ovarium
hingga kini belum jelas, tapi factor lingkungan dan hormonal berperan penting dalam
patogenesisnya. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker
ovarium, diantaranya:
1. Hipotesis incessant ovulation, teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada
sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi.
Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses
transformasi menjadi sel-sel tumor.
2. Hipotesis androgen, androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya
kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium
mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat
menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
C. Tanda dan Gejala
Tanda kanker ovarium secara umum
1. Nafsu makan dan berat badan menurun
Sangat umum jika pasien kanker mengalami tubuh yang kurus. Ini bias terjadi
karena berat badan yang terus menurun secara drastic tanpa sebab.
Penyebabnya adalah nafsu makanan yang menurun karena perut yang terasa
kembung dan cepat kenyang. Alhasil, asupan makanan yang diterima hanya
sedikit. Tubuh yang akan kekurangan nutrisi dan akhirnya membuat pasien
kanker bertubuh kurus.
2. Tubuh kelelahan
Efek dari gejala kurangnya nafsu makan bias membuat tubuh kelelahan.
Kenapa gejala ini bias terjadi pada pasien kanker ovarium? Ini karena tubuh
yang seharusnya mendapatkan nutrisi seperti karbohidrat, lemak, vitamin,
mineral, dan protein, tidak mendapatkan nutrisi tersebut sesuai kebutuhan.
Kanker ovarium tidak menimbulkan gejala pada waktu yang lama. Gejala
umumnya sangat bervariasi dan tidak spesifik
1. Stadium Awal
- Gangguan haid
- Konstipasi (pembesaran tumor ovarium menekan rectum)
- Sering berkemih (tumor menekan vesika urinaria)
- Nyeri spontan panggul (pembesaran ovarium)
- Nyeri saat bersenggama (penekanan / peradangan daerah panggul)
Melepaskan hormon yang menyebabkan pertumbuhan berlebihan pada
lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan pertumbuhan rambut)
2. Stadium Lanjut
- Asites
- Penyebaran keomentum (lemak perut)
- Perut membuncit - Kembung dan mual
- Gangguan nafsu makan
- Gangguan BAB dan BAK
- Sesak nafas
- Dyspepsia
D. Patofisiologi
Tumor ganas ovarium diperkirakan sekitar 15-25% dari semua tumor ovarium. Dapat
ditemukan pada semua golongan umur, tetapi lebih sering pada usia 50 tahun keatas,
pada masa reproduksi kira-kira separuh dari itu dan pada usia lebih muda jarang
ditemukan. Faktor predisposisi ialah tumor ovarium jinak. Pertumbuhan tumor diikuti
oleh infiltrasi, jaringan sekitar yang menyebabkan berbagai keluhan samar-samar.
Kecenderungan untuk melakukan implantasi dirongga perut merupakan cirri khas
suatu tumor ganas ovarium yang menghasilkan asites (Brunner dan Suddarth, 2013).
Banyak tumor ovarium tidak menunjukkan tanda dan gejala, terutama tumor
ovarium kecil. Sebagian tanda dan gejala akibat dari pertumbuhan, aktivitas hormonal
dan komplikasi tumor-tumor tersebut.
1. Akibat Pertumbuhan
Adanya tumor di dalam perut bagian bawah bias menyebabkan pembesaran perut,
tekanan terhadap alat sekitarnya, disebabkan oleh besarnya tumor atau posisinya
dalam perut. Selain gangguan miksi, tekanan tumor dapat mengakibatkan
konstipasi, edema, tumor yang besar dapat mengakibatkan tidak nafsu makan dan
rasa sakit.
2. Akibat aktivitas hormonal
Pada umumnya tumor ovarium tidak menganggu pola haid kecuali jika tumor itu
sendiri mengeluarkan hormon.
3. Akibat Komplikasi
a. Perdarahan kedalam kista : Perdarahan biasanya sedikit, kalau tidak
sekonyong-konyong dalam jumlah banyak akan terjadi distensi dan
menimbulkan nyeri perut.
b. Torsi : Torsi atau putaran tangkai menyebabkan tarikan melalui ligamentum
infundibulopelvikum terhadap peritonium parietal dan menimbulkan rasa sakit.
c. Infeksi pada tumor dapat terjadi bila di dekat tumor ada tumor kuman pathogen
seperti appendicitis, divertikalitis, atau salpingitis akut
d. Robekan dinding kista : robekan pada kista disertai hemoragi yang timbul
secara akut, maka perdarahan dapat sampai kerongga peritonium dan
menimbulkan rasa nyeri terus menerus.
e. Perubahan keganasan dapat terjadi pada beberapa kista jinak, sehingga setelah
tumor diangkat perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopis yang seksama
terhadap kemungkinan perubahan keganasan (Wiknjosastro,1999).
Tumor ovarium yang ganas, menyebar secara limfogen ke kelenjar para aorta,
medistinal dan supra clavikular. Untuk selanjutnya menyebar ke alat-alat yang
jauh terutama paru-paru, hati dan otak, obstruksi usus dan ureter merupakan
masalah yang sering menyertai penderita tumor ganas ovarium.
E. Pathway

F. Pemeriksaanpenunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis
adalah pemeriksaan radiografi dan penanda tumor. Pemeriksaan histopatologi
umumnya dilakukan bersamaan dengan operasi laparoskopi untuk menentukan ada
tidaknya keganasan dan tipenya. Lesi ovarium umumnya ditemukan secara insidental
pada pemeriksaan radiografi abdomen atau pelvis untuk indikasi lainnya.
1. Pemeriksaan Radiografi Ultrasonografi merupakan pemeriksaan yang paling
bermanfaat karena dapat menentukan morfologi tumor pelvis, serta menilai ada
tidaknya massa pada bagian lain abdomen. Ultrasonografi transvaginal bermanfaat
untuk menilai struktur dan pendarahan ovarium, membedakan massa kistik dan
solid, serta mendeteksi adanya asites. Tingkat akurasi pemeriksaan ini untuk
membedakan massa jinak dan ganas adalah sensitivitas 86-94%, spesifisitas 94-
96%. Walau demikian, perlu diingat bahwa ultrasonografi sangat dipengaruhi
oleh operator (operator - dependent). Studi dilakukan untuk validasi eksternal
system scoring ultrasonografi transvaginal untuk kanker ovarium dan hasilnya
menunjukkan bahwa performa pemeriksaan ini inferior dibandingkan dengan
tingkat akurasi yang dilaporkan. Selain itu, ultrasonografi juga memiliki nilai
prediksi positif yang rendah karena tingginya prevalensi lesi ovarium jinak.
X-ray thorax atau CT scan rutin dilakukan untuk membantu eksklusi efusi pleura
dan metastasis pulmonar. CT scan lebih disarankan karena sekaligus digunakan
untuk staging kanker. Sedangkan MRI lebih superior karena dapat
menentukan jenis jaringan tumor, termasuk adanya lemak, darah, musin, cairan,
atau jaringan pada massa ovarium. Hal ini bermanfaat untuk menentukan apakah
massa tersebut jinak atau ganas. Walau demikian, pemeriksaan ini tidaku mum
dilakukan mengingat harga yang lebih mahal dan ketersediaan alat.
2. Pemeriksaan Penanda Tumor
Pemeriksaan penanda tumor yang dilakukan adalah CA 125 pada darah.
Pemeriksaan ini sebaiknya dikombinasikan dengan pemeriksaan radiologi untuk
mendeteksi kanker ovarium. Selain CA 125, assay yang dapat digunakan
untuk pemeriksaan di antaranya adalah apolipo protein A1, follicle stimulating
hormone (FSH) dan human epididymis protein 4. Walau demikian, pemeriksaan
ini memiliki tingk atau akurasi yang rendah
3. Kombinasi Pemeriksaan Ultrasonografi dan Penanda Tumor
Keterbatasan pemeriksaan ultrasonografi dan penanda tumor menjadi dasar
penelitian untuk kombinasi kedua pemeriksaan ini. Studi menunjukkan tingkat
akurasi yang lebih tinggi sehingga kombinasi kedua pemeriksaan ini saat ini
menjadi standar diagnosis kanker ovarium. Walau demikian masih diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai standard penelitian (apakah penanda tumor
terlebih dahulu, ultrasonografi terlebih dahulu, atau keduanya bersamaan), serta
akurasi pemeriksaan.
4. Pemeriksaan Histopatologi
Biopsi dengan aspirasi jarum halus (fine needle aspiration biopsy) tidak rutin
dilakukan. Pemeriksaan histopatologi dapat dilakukan dengan operasi laparoskopi
untuk mereseksi tumor. Dari pemeriksaan histopatologi dapat diketahui secara
pasti apakah tumor tersebut ganas atau jinak dan tipe dari keganasan tersebut.
G. Penatalaksanaan
Saat ini penatalaksanaan kanker ovarium meliputi staging laparotomy
menyeluruh sebagai mana yang dilakukan terhadap karsinoma ovarium jenis epitelial.
60-70% penderita didiagnosis dengan stadium I karena kebanyakan berada pada usia
reproduksi. Penyakit dengan stadium awal dapat dilakukan hanya salfingoooferektomi
unilateral dengan mempertahankan uterus dan ovarium kontra lateral. Prosedur ini
terdiri atas insisi mediana, pembilasan peritoneum, eksplorasi, sitologi dan biopsi,
omentektomi dan limfa denektomi. Semua daerah yang dicurigai harus dilakukan
biopsi. Ovarium kontra lateral diperhatian secara cermat, dan tidak perlu dilakukan
biopsy bila ukuran, bentuk dan konsistensinya normal (Zanetta, et al., 2001;
Yongjung, et al., 2011).
Pada penderita dengan stadium lanjut dianjurkan untuk dilakukan sesuai
dengan prinsip pembedahan sitoreduksi. Dukungan terhadap konsep pembedahan
sitoreduksi pada tumor ganas sesuai dengan penelitian oleh Gynecologic Oncology
Group (GOG), dengan menggunakan regimen kombinasi vinkristin, aktinomisin D,
dan siklofosfamid (VAC). Beberapa pasien mendapatkan kegagalan kemoterapi 28%
pada penderita dengan reseksi komplet di bandingkan dengan 68% pada reseksi
inkomplet. Dan dilaporkan pula pada semua penderita stadium II dan III yang
dilakukan reseksi dengan pemberian kemoterapi mencapai 75-95% (Zanetta, et al.,
2001; Yongjung, et al., 2011). Sebagai patokan, pasien-pasien yang telah dilakukan
surgical staging lengkap dan menunjukkan stadium IA derajat 1 teratoma imatur
tidak memerlukan terapi adjuvant setelah pembedahan, dan dapat dilakukan
pengamatan lanjut yang ketat, sedangkan pasien dengan jenis tumor lain serta
stadium yang lebih tinggi harus diberikan kemoterapi adjuvan. Adapun
pemberiannya sebanyak 3 siklus BEP pada tumor dengan reseksi komplet dan 4 siklus
pada tumor dengan reseksi inkomplet, diberikan dengan dosis penuh, dan pengobatan
dapat dimulai segera setelah pembedahan (7-10 hari pasca pembedahan) (Zanetta, et
al, 2001). Walaupun kemoterapi dapat mempengaruhi fungsi ovarium, namun
didapatkan kembalinya status menstruasi, fungsi reproduksi dan persalinan
penderita. Dalam analisis terakhir terhadap 49 pasien yang ditinggalkan uterus
dan ovarium normalnya, dan berhasil diobati dengan kemoterapi, 68% dapat
merasakan kembali menstruasi yang teratur setelah menyelesaikan kemoterapi, dan
83% penderita mendapatkan kembali menstruasi teratas setelah follow up berikutnya.
Diketahui juga bahwa efek kemoterapi adalah risiko timbulnya keganasan
tempatlain. Kebanyakan data dari penggunaan etoposide terhadap seminoma testis
menunjukan ada hubungan dengan kejadian leukemia akut. Selain itu juga dilaporkan
kejadian leukemia yang diinduksi oleh penggunaan platinum, bila dosis total platinum
yang diberikan lebih dari 1000 mg. Dengan pertimbangan bahwa pemberian 4 siklus
BEP dengan luas permukaan tubuh maksimum (± 2m) hanya akan menghabiskan
dosis maksimum 800 mg cisplatin, disimpulkan bahwa dosis ini masih cukup aman,
dan hal ini berlaku juga untuk etoposide (Zanetta, et al., 2001; Yongjung, et al., 2011).
H. Fokus Pengkajian
Pengkajian
Dilakukan anamnesis riwayat penyakit (riwayat penyakit individu, riwayat
penyakit keluarga, hubungan seksual, asupan nutrisi, cairan, aktivitas fisik, pola
istirahat dan tidur, tanda gejala yang dialami, adanya nyeri, adanya
pendarahan saat berhubungan seksual, adanya pendarahan per vagina,
gangguan haid, dll). Dilakukan juga pemeriksaan fisik head to toe dengan
metode inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
I. Diagnosa yang Mungkin Muncul
A. Nyeri kronis b.d nekrosis jaringan pada ovarium akibat penyakit kanker ovarium
B. Nausea b.d distensi lambung
C. Defisit Pengetahuan b.d kurang terpapar informasi
J. Rencana Tindakan Keperawatan
DiagnosaKeperawatan SLKI SIKI
Nyeri kronis b.d Tingkat nyeri L.08066 Manajemen nyeri I. 08238
nekrosis jaringan pada Setelah dilakukan tindakan asuhan Observasi :
ovarium akibat penyakit keperawatan selama 3x24 jam a. Identifikasi
kanker ovarium Diharapkan nyeri pasien berkurang lokasi,karakteristik,durasi,
atau menurun. frekuensi, kualitas,
Kriteria hasil : intensitas nyeri
Indikator Awal Target b. Identifikasi skala nyeri
Keluhan 3 5 c. Identifikasi faktor yang
nyeri memperberat dan
Meringis 4 5 memperingan nyeri
d. Identifikasi
pengetahuandan keyakinan
tentang nyeri
e. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup
Terapeutik :
a. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
b. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
a. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
d. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Nausea b.d distensi Tingkat nausea L.08065 Manajemenmual (L.03117)
lambung Setelah dilakukan tindakan asuhan
Observasi
keperawatan selama 3x24 jam
• Identifikasi pengalaman
Diharapkan status nausea menurun,
mual
dengan criteria hasil
• Identifikasi isyarat non
Indikator Awal Target
verbal k etidak nyamanan
Perasaaan 3 5
(mis : bayi, anak-anak,
ingin
dan mereka yang tidak
muntah
dapat berkomunikasi
Perasaan 3 5
secara efektif)
ingin
• Identifikasi dampak mual
muntah
terhadap kualitas hidup
(mis : nafsu makan,
aktivitas, kinerja,
tanggung jawab peran,
dan tidur)
• Identifikasi factor
penyebab mual (mis :
pengobatan dan prosedur)
• Identifikasi antiemetic
untuk mencegah mual
(kecuali mual pada
kehamilan)
• Monitor mual (mis:
frekuensi, durasi, dan
tingkat keparahan)

Terapeutik
• Kendalikan factor
lingkungan penyebab
mual (mis : bau tidak
sedap, suara, dan
rangsangan visual yang
tidak menyenangkan)
• Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual
(mis : kecemasan,
ketakutan, kelelahan)
• Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan menarik
• Berikan makanan dingin,
cairan bening, tidak
berbau, dan tidak
berwarna, jika perlu

Edukasi
• Anjurkan istirahat dan
tidur yang cukup
• Anjurkan sering
membersihkan mulut,
kecuali jika merangsang
mual
• Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat, dan rendah
lemak
• Ajarkan penggunaan
teknik non farmakologis
untuk mengatasi mual
(mis : biofeed back,
hipnosis, relaksasi, terapi
musik, akupresur)

Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian
obat anti emetik, jika
perlu

Defisit Pengetahuan b.d Tingkat pengetahuan L.12111 Edukasi Kesehatan (I.12383)


kurang terpapar Setelah dilakukan tindakan asuhan
informasi keperawatan selama 3x24 jam
Observasi
Diharapkan status nausea menurun,
• Identifikasi kesiapan dan
dengan criteria hasil :
kemampuan menerima
Indikator Awal Target
informasi
Kemampuan 3 5 • Identifikasi faktor-faktor
menggambarkan yang dapat meningkatkan
pengalaman dan menurunkan motivasi
sebelumnya perilaku hidup bersih dan
Perilaku sesuai 3 5 sehat
dengan
Terapeutik
pengetahuan
• Sediakan materi dan media
Persepsi yang 3 5
Pendidikan Kesehatan
keliru terhadap
• Jadwalkan Pendidikan
masalah
Kesehatan sesuai
kesepakatan
• Berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
• Jelaskan factor risiko
yang dapat
mempengaruhi Kesehatan
• Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
• Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 volume 2.
Jakarta EGC
Hidayat, A, A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data.
Jakarta: Salemba Medika
PPNI, Tim Pokja SDKI. “Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia”. Jakarta selatan :
DPP: Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2
PPNI, Tim Pokja SDKI. “Standar Luaran Keperawatan Indonesia”. Jakarta selatan : DPP:
Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2
PPNI, Tim Pokja SIKI. “Standar Intervensi Keperawatan Indonesia”. Jakarta selatan :
DPP: Dewan Pengurus Pusat. 2016. 1-2
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Priyanto. (2007). Toksisitas obat, zat kimia dan terapi antidotum. Leskonfi. Depok:
Angkasa press.
Wiknjosastro. (1999). Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai