Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Setelah kanker paru-paru dan bronkus, kanker payudara, kanker pancreas, dan kanker
kolon, kanker ovarium primer merupakan penyebab terbesar kelima dari kematian akibat kanker
pada wanita Amerika. Pada wanita yang sebeleumnya menderita kanker payudara, kanker
metastatic lebih umum terjadi daripada kanker di tempat lain. Prognosisnya bervariasi menurut
tipe histologist dan stadium penyakit, namun umumnya buruk karena tumor ovarium hanya
menunjukkan sedikit tanda dan umumnya saat didiagnosis sudah berasa di stadium atas. Kanker
ovarium muncul dalam tiga tipe utama. Tumor ovarium menyebar cepat secara intraperitoneal
dengan ekstensi local atau pembenihan permukaan dan kadang-kadang melalui limfatik dan
aliran darah.
Kanker ovarium merupakan suatu kanker yang belum diketahui penyebabnya. Kanker
Ovarium sering ditemukan wanita yang berumur 40 - 74 tahun. Penyebaran suatu kanker
ovarium bisa menyebar kebagian yang lain,seperti daerah panggul dan perut melalui getah
bening dan melalui peredaran darah untuk menuju kehati dan paru-paru. Kanker ovarium adalah
jenis epitel adalah penyebab utama kematian akibat kanker ginekologi diamerika serikat. Pada
tahun 2003 diperkirakan terdapat 25.400 kasus kanker dengan 14.300 kematian yang mencakup
kira- kira 5% dari semua kematian wanita karena kanker. Meskipun mayoritas kanker ovarium
adalah jenis epitelial,kanker ovarium dapat juga berasal dari sel yang terdapat diovarium. Tumor
ovarium yang berasal dari sel germinal yang kelasifisikan sebagai disgerminoma dan teratoma
sedangkan tumor ovarium yang berasal dari sel folikel di kelasifisaikan sebagai sex cord stromal
terutama tumor sel granulosa dan tumor yang berasal dari stroma ovarium adalah sarkoma. Akan
tetapi angka kejadian tumor ovarium non epitelial kecil sekali sehingga dianggap angka kejadian
seluruh kanker ovarium.
Kanker ovarium jarang ditemukan pada umur dibawah 40 tahun . Angaka kejadian
meningkat dengan makin tuanya usia 15 – 16 per 100.000 pada usia 40 -44 tahun menjadi paling
tinggi dengan angka kematain 57 per 100.000 pada usia 70 – 74 tahun.Usia median saat
diagnosis adalah 63 tahun dan 48 % penderita berusia diatas 65 tahun.
Pada tahun 2005, Masyarakat kanker Amerika memperkirakan bahwa 22.220 kasus baru
kanker ovarian akan bisa di diagnosa, dan itu kan membunuh 16.200 wanita. Hanya 77% kasus
yang mempunyai tingkat nilai survival 1 tahun, 44% kasus yang mempunyai tingkat nilai suvival
5 tahun. Dan hanya 19% kasus saja kasus yang di diagnosa sebelum metastasis terjadi. Hal
tersebut disebabkan Oleh karena ketiadaan adanya deteksi dini peyakit dan kemajuan penyakit
yang cepat. Sehingga menyebabkan angka kematian yang sebabkan oleh kanker Ovari
meningkat. Karena belum ada metode skrining yang efektif untuk kanker ovarium 70% kasus
ditemukan kasus pada keadaan yang sudah usia lanjut yakni tumor yang menyebar jauh dari
ovarium.
Kebanyakan dari kasus keganasan pada ovarium terdeteksi saat sudah memasuki stadium
lanjut sehingga saat diketahui sudah parah. Biasanya orang yang menderita kanker ovarium
tampak kurus dan perut asites. Karena proses perjalanan penyakit yang ditmbulkan dari kanker
tersebut, sehingga penderita mengalami anorexia atau tidak nafsu makan karena mual dan
muntah. Sedangkan asites itu sendiri ditimbulkan akibat dari cairan tumor dan tumor itu sendiri.
kanker ovarium bisa juga mengakibatkan efusi pleura karena perjalanan tumor itu.
Penatalaksanaan pada klien dengan kanker ovarium adalah pembedahan, pembedahan bisa
pembedahan total dengan mengangkat keseluruhan dari rahim, salping, dan ovarium tapi juga
bisa saja hanya pada ovarium atau pada saluran tuba falopii tergantung keparahan dari kanker itu
sendiri. Tanda khas dari kanker ovarium yang paling banyak adalah Meigg Syndrome, yang
merupakan tiga gejala khas pada orang dengan kanker ovarium.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan kanker ovarium?
2. Bagaimanakah asuhan keperawatan pada kanker ovarium?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengerti dan memahami keseluruhan isi materi tentang konsep dasar
penyakit maupun konsep dasar asuhan keperawatan pada kanker ovarium.
2. Tujuan khusus
a. Menjelaskan definisi dan etiologi kista atau tumor ovarium.
b. Menjelaskan manifestasi klinis, klasifikasi, komplikasi dan diagnosa kista ovarium.
c. Mengkaji bagaimana asuhan keperawatan dari kanker ovarium

D. MANFAAT PENULISAN
Mahasiswa dapat memahami pengertian secara umum mengenai kanker ovarium,
memahami bagaimana patofisiologisnya hingga cara penyusunan asuhan keperawatan yang
berkaitan dengan cara pendokumentasiannya.

E. METODE PENULISAN
Dalam penyusunan makalah ini penulis menggunakan metoda deskriptif dan metode
kepustakaan. Adapun teknik pengumpulan data dan informasi dalam penyusunan makalah ini
adalah studi kepustakaan dengan menggunakan literatur untuk memperoleh materi-materi yang
bersifat teoritis, dan studi kasus dengan mengambil data langsung pada klien yang mengalami
kanker ovarium guna menyempurnakan makalah ini.

.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi
Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering
ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain,
panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar
ke hati dan paru-paru. (Wingo, 1995). Kanker ovarium berasal dari sel - sel yang menyusun
ovarium yaitu sel epitelial, sel germinal dan sel stromal. Sel kanker dalam ovarium juga dapat
berasal dari metastasis organ lainnya terutama sel kanker payudara dan kanker kolon tapi
tidak dapat dikatakan sebagai kanker ovarium.
Kanker ovarium adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan
mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak normal, cepat dan tidak
terkendali. (Apotik Online dan Media Informasi Obat-Penyakit. Hal.2 di akses tgl 20-7-2009).
Kanker indung telur atau kita sebut dengan kanker ovarium, adalah kanker yang berasal dari
sel-sel ovarium atau indung telur. (Sofyan, 2006)
Kanker ovarium disebut sebagai “the silent lady killer” karena sulit diketahui gejalanya sejak
awal. Sebagian besar kasus kanker ovarium terdiagnosis dalam stadium yang sudah lanjut.
Kebanyakan kanker ovarium ini berawal dari kista. (Colombo N,Parma G, et al. Role of
conservative surgeri in ovarian cancer 2005)
Kanker ovarium adalah salah satu kanker ginekologi yang paling sering dan penyebab
kematian kelima akibat kanker pada perempuan. (Price, 2005;1297)
Kanker ovarium memiliki 4 stadium yaitu :(Smeltzer, 2001;1570)
a. Stadium I : Pertumbuhan kanker terbatas pada ovarium
b. Stadium II : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan perluasan
pelvis
c. Stadium III : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan metastasis
diluar pelvis atau nodus inguinal atau retroperitoneal positif
d. Stadium IV : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua sisi ovarium dengan
metastasis jauh
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kanker indung telur atau kita sebut
dengan kanker ovarium, adalah kanker yang berasal dari sel-sel ovarium atau indung
telur. dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga
mengalami pertumbuhan tidak normal, cepat dan tidak terkendali.
2. Epidemiologi
Kanker ovarium adalah kanker yang membuat frustasi bagi pasien dan pemberi pelayanan
kesehatan karena awitannya yang tersembunyi dan tidak adanya gejala peringatan adalah
penyeab mengapa penyakit ini telah mencapai tahap lanjut ketika didiagnosa. Kejadian
merupakan penyebab kematian utama di antara malignan si ginekologis. Penyakit ini
mempunyai angka kejadian sekitar 13,8 wanita per 100.000. Sayang sekali, sekitar 75% dari
kasus dideteksi pada tahap lanjut. Amatlah sulit untuk mendiagnosa dan adalah unik sehingga
kemungkinan kondisi ini merupakan awal dari banyak kanker primer dan mungkin menjadi
tempat metastase dari kanker lainnya. Kondisi ini membawa angka kematian 14.500 setiap
tahunnya dan merupakan penyebab prevalen keenam dari kematian akibat kanker pada wanita
( Wingo et. al. , 1995 ). Sebagian kasus mengenai wanita usia 50 – 59 tahun. Insidens
tertingginya adala di negara – negara industri, kecuali Jepang yang insidennya paling rendah.
Wanita dengan kanker ovarium mempunyai resiko mengidap kanker payudara tiga sampai
empat kali lipat dan wanita dengan kanker payudara mempunyai resiko yang meningkat
terhadap kanker ovarium. Tidak ada faktor penyebab definitif yang telah ditetapkan, tetapi
kontraseptif oral tampak memberikan efek protektif. Hereditas dapat berperan dalam
menimbulkan penyakit ini, dan banyak dokter menyarankan pemeriksaan pelvis bimanual
bagi wanita yang mempunyai satu atau dua orang saudara dengan kanker ovarium. Meskipun
dengan pemeriksaan yangn cermat, tumor ovarium biasanya terdapat jauh di dalam dan sulit
untuk dideteksi. Belum ada skrinng dini yang tersedia saat ini, meskipun penanda tumor
sedang dalam penelitian. Sonogram transvaginal dan pengujian antigen Ca-125 sangat
membantu pada mereka yang beresiko tinggi untuk mengalami kondisi ini. Akhir – akhir ini,
antigen yang berkaitan dengan tumor membantu dalam perawatn tindak lanjut setelah
didiagnosis dan pengobatan, tetapi tidak pada skrining umum dini.
Faktor – faktor resiko termasuk diet tinggi lemak, merokok, alkohol, penggunaan bedak talk
perineal, riwayat kanker payudara, kanker kolon, kanker endometrium, dan riwayat keluarga
dengan kanker payudara atau ovarium. Nulipara, infertilitas, dan tak-ovulasi adalah faktor –
faktor resiko. Angka kelangungan hidup tergantung pada tahap mana kanker didiagnosis.
Lebih dari 80% kanker ovarium epitelial ditemukan pada wanita pascamenopause. Usia 62
tahun adalah usia di mana kanker ovarium epitelial paling sering ditemui. Kanker ovarium
epitelial jarang ditemukan pada usia kurang dari 45 tahun. Pada wanita premenopause hanya
7% tumor ovarium epitelial yang ganas.
Di RSCM Jakarta antara tahun 1989-1992 ditemukan 1.726 kasus kanker ginekologi, di
antaranya 13,6% adalah kanker ovarium. Umumnya (72%) adalah kanker ovarium epitelial
yang datang dalam stadium lanjut, sedangkan stadium I-II (42,5%). Mortalitas karena kanker
ovarium adalah 22,6% dari 327 kematian kanker ginekologi.
3. Etiologi
Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang
menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium yaitu :
a. Hipotesis incessant ovulation
Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk
penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang
terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.
b. Hipotesis Gonadotropin
Teori ini didasarkan pada pengetahuan hasil percobaan binatang pada data
epidemiologi. Hormon hipofisa diperlukan untuk perkembangan tumor ovarium pada
beberapa percobaan pada binatang rodentia. Pada percobaan ini ditemukan bahwa jika
kadar hormon esterogen rendah di sirkulasi perifer, kadar hormon gonadotropin akan
mengikat. Peningkatan kadar hormon goonadotropin ini ternyata berhubungan dengan
makin bertambah bsarnya tumor ovarium pada binatang tersebut.
Kelenjar ovarium yang telah terpapar pada zat karsiogenik dimetil benzzatrene
(DMBA) akan terjadi tumor ovarium jika ditransplantasikan pada tikus yang telah
dioovorektomi, Tetapi tidak menjadi tumor jiak tikus tersebut telah dihipofisektomi.
Jika ovarium yang telah diardiassi (hormonally inactivated) ditransplantasikan ke
rodentia dengan ovarium yang makin normal, tumor ovarium tidak terbentuk. Akan
tetapi, jika ditransplantasikan pada rodentia yang telah dioovorektomi, tumor ovarium
akan terbentuk. Berkurangnya resiko ca ovarium pada wanita multipara dan wanita
pemakai pil kontrasepsi dapat diterangkan dengan rendahnya kadar gonadotropin pada
dua kelompok ini.
c. Hipotesis androgen
Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini
didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor
androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel
ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.
d. Hipotesisi Progesteron
Berbeda dengan efek peningkatan resiko kanker ovarium oleh androgen, progesteron
ternyata memiliki peranan protektif terhadap terjadinya kanker ovarium. Epitel normal
ovarium mengandung reseptor progesteron. Percobaan pada kera macaque,
progesteron menginduksi terjadinya apoptosis sel epitel ovarium, sedangkan esterogen
menghambatnya. Pemberian pil yang mengandung esterogen saja pada wanita pasca
menopause akan meningkatkan terjadinya resiko kanker ovarium, sedangkan
pemberian kombinasi dengan progesteron akan menurunkan resikonya. Kehamilan,
dimana kadar progesteron tinggi, menurunkan kanker ovarium. Pil kontrasepsi
kombinasi menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium. Demikian juga yang hanya
mengandung progesteron yang menekan ovulasi juga menurunkan resiko kanker
ovarium. Akan tetapi, pemakaian depo medroksiprogesteron asetat ternyata tidak
menurunkan resiko terjadinya kanker ovarium.
Penyebab pasti kanker ovarium tidak diketahui namun multifaktorial. Risiko berkembangnya
kanker ovarium berkaitan dengan lingkungan, endokrin dan faktor genetik (Price, 2005;1297).
a. Faktor lingkungan
Kebiasaan makan, kopi dan merokok, adanya asbestos dalam lingkungan, dan
penggunaan bedak talek pada daerah vagina, semua itu dianggap mungkin
menyebabkan kanker.
b. Faktor endokrin
Faktor risiko endokrin untuk kanker ovarium adalah perempuan yang nulipara,
menarche dini, menopause yang lambat, kehamilan pertama yang lambat, dan tidak
pernah menyusui. Penggunaan kontrasepsi oral tidak meningkatkan resiko dan
mungkin dapat mencegah. Terapi pengganti estrogen (ERT) pascamenopause untuk 10
tahun atau lebih berkaitan dengan peningkatan kematian akibat kanker ovarium
c. Faktor genetic
Kanker ovarium herediter yang dominan autosomal dengan variasi penetrasi telah
ditunjukkan dalam keluarga yang terdapat penderita kanker ovarium. Bila terdapat dua
atau lebih hubungan tingkat pertama yang menderita kanker ovarium, seorang
perempuan memiliki 50% kesempatan untuk menderita kanker ovarium.
Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan terjadinya kanker ovarium yaitu:
a. Diet tinggi lemak
b. Merokok
c. Alkohol
d. Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium
e. Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium
f. Nulipara
g. Infertilitas
h. Menstruasi dini
i. Wanita diatas usia 50 – 75 tahun
j. Wanita yang memiliki anak > 35 tahun
k. Ras kaucasia > Afrika-Amerika
l. Kontrasepsi oral
m. Berawal dari hyperplasia endometrium yang berkembang menjadi karsinoma.
n. Menarche dini
4. Patofisiologi
Fungsi ovarium yang normal tergantung kepada sejumlah hormone dan kegagalan
pembentukan salah satu hormone tersebut bisa mempengaruhi fungsi ovarium. Ovarium tidak
akan berfungsi secara normal jika tubuh wanita tidak menghasilkan hormone hipofisa dalam
jumlah yang tepat. Fungsi ovarium yang abnormal kadang menyebabkan penimbunan folikel
yang terbentuk secara tidak sempurna di dalam ovarium. Folikel tersebut gagal mengalami
pematangan dan gagal melepaskan sel telur, terbentuk secara tidak sempurna di dalam
ovarium karena itu terbentuk kista di dalam ovarium. Setiap hari, ovarium normal akan
membentuk beberapa kista kecil yang disebut Folikel de Graff. Pada pertengahan siklus,
folikel dominan dengan diameter lebih dari 2.8 cm akan melepaskan oosit mature. Folikel
yang rupture akan menjadi korpus luteum, yang pada saat matang memiliki struktur 1,5 – 2
cm dengan kista ditengah-tengah. Bila tidak terjadi fertilisasi pada oosit, korpus luteum akan
mengalami fibrosis dan pengerutan secara progresif. Namun bila terjadi fertilisasi, korpus
luteum mula-mula akan membesar kemudian secara gradual akan mengecil selama
kehamilan.
Kanker ovarium bermetastasis dengan invasi langsung struktur yang berdekatan dengan
abdomen dan pelvis dan sel-sel yang menempatkan diri pada rongga abdomen dan pelvis. Sel-
sel ini mengikuti sirkulasi alami cairan peritoneal sehingga implantasi dan pertumbuhan
keganasan selanjutnya dapat timbul pada semua permukaan intraperitoneal. Limfatik yang
disalurkan ke ovarium juga merupakan jalur untuk penyebaran sel-sel ganas. Semua kelenjar
pada pelvis dan kavum abdominal pada akhirnya akan terkena. Penyebaran awal kanker
ovarium dengan jalur intraperitoneal dan limfatik muncul tanpa gejala yang spesifik. Gejala
tidak pasti yang akan muncul seiring dengan waktu adalah perasaan berat pada pelvis, sering
berkemih dan disuria dan perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak
enak pada perut, cepat kenyang dan konstipasi. Pada beberapa perempuan dapat terjadi
perdarahan abnormal vagina sekunder akibat hyperplasia endometrium bila tumor
menghasilkan estrogen, beberapa tumor menghasilkan testosterone dan menyebabkan virilasi.
Gejala-gejala keadaan akut pada abdomen dapat timbul mendadak bila terdapat perdarahan
dalam tumor , ruptur atau torsi ovarium. Namun tumor ovarium paling sering terdeteksi
selama pemeriksaan pelvis rutin.
5. Klasifikasi
Lebih dari 30 neoplasma ovarium telah diidentifikasi. Tumor ovarium dikelompokkan dalam
3 kategori (Price, 2005;1297) besar yaitu :
a. Tumor-tumor epitel
Tumor-tumor epitel menyebabkan 60% dari semua neoplasma ovarium dan
diklasifikasikan sebagai neoplasma jinak, perbatasan ganas
b. Tumor stroma gonad
c. Tumor-tumor sel germinal
Terdapat tiga ketegori utama tumor sel germinal yaitu : tumor jinak (kista dermoid),
tumor ganas (bagian dari kista dermoid), tumor sel germinal primitive ganas (sel
embrionik dan ekstraembrionik).
Dua pertiga persen kanker ovarium adalah tumor sel germinal primitive ganas. Penting
untuk mendiagnosis jenis tumor dengan tepat.
Klasifikasi stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation International of
Ginecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :
a. Stadium I : pertumbuhan terbatas pada ovarium
1) Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang
berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.
2) Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi
sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.
3) Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan
luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas
atau dengan bilasan peritoneum positif.
b. Stadium II : Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul
1) Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba
2) Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya
3) Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan
satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung
sel ganas dengan bilasan peritoneum positif.
c. Stadium III : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di
luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel
histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.
1) Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening
negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat
2) Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant
dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2
cm, dan kelenjar getah bening negatif.
3) Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar
getah bening retroperitoneal atau inguinal positif.
d. Stadium IV : pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh.
Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis
ke permukaan liver.
6. Tanda dan Gejala Klinis
Adapun tanda dan gejala yang ditimbulkan pada pasien dengan kanker ovarium adalah
sebagai berikut :
a. Haid tidak teratur
b. Darah menstruasi yang banyak (menoragia) dengan nyeri tekan pada payudara
c. Menopause dini
d. Dispepsia
e. Tekanan pada pelvis
f. Sering berkemih dan disuria
g. Perubahan fungsi gastrointestinal, seperti rasa penuh, mual, tidak enak pada perut,
cepat kenyang dan konstipasi.
h. Pada beberapa perempuan dapat terjadi perdarahan abnormal vagina sekunder akibat
hyperplasia endometrium bila tumor menghasilkan estrogen. (Smeltzer, 2001;1570)
7. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada
rongga pelvis. Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu membedakan
tumor adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum dianut bahwa tumor jinak
cenderung kistik dengan permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor
ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi dan sering bilateral.
Massa yang besar memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih mencerminkan tumor jinak
atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan nodul pada cul-de-sac merupakan petunjuk
adanya keganasan.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien kanker ovarium yaitu :
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik pelvic
b. Radiologi : USG Transvaginal, CT scan, MRI
c. Tes darah khusus : CA-125 (Penanda kanker ovarium epitelial), LDH, HCG, dan AFP
(penanda tumor sel germinal)
d. Laparoskopi
e. Laparotomi
f. Pemeriksaan untuk mengetahui perluasan kanker ovarium
g. Pielografi intravena (ginjal, ureter, dan vesika urinaria), sistoskopi dan sigmoidoskopi.
h. Foto rontgen dada dan tulang
i. Scan KGB (Kelenjar Getah Bening)
j. Scan traktus urinarius

9. Diagnosis / Kriteria Diagnosis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan adanya riwayat, pemeriksaan fisik ginekologi, serta
pemeriksaan penunjang
a. Riwayat
Kanker ovarium pada stadium dini tidak memberikan keluhan. Keluhan yang timbul
berhubungan dengan peningkatan massa tumor, penyebaran tumor pada permukaan
serosa dari kolon dan asites. Rasa tidak nyaman dan rasa penuh diperut, serta cepat
merasa kenyang sering berhubungan dengan kanker ovarium. Gejala lain yang sering
timbul adalah mudah lelah, perut membuncit, sering kencing dan nafas pendek akibat
efusi pleura dan asites yang masif.
Dalam melakukan anamnesis pada kasus tumor adneksa perlu diperhatikan umur
penderita dan faktor risiko terjadinya kanker ovarium. Pada bayi yang baru lahir dapat
ditemukan adanya kista fungsional yang kecil (kurang dari 1-2 cm) akibat pengaruh
dari hormon ibu. Kista ini mestinya menghilang setelah bayi berumur beberapa bulan.
Apabila menetap akan terjadi peningkatan insiden tumor sel germinal ovarium dengan
jenis yang tersering adalah kista dermoid dan disgerminoma. Dengan meningkatnya
usia kemungkinan keganasan akan meningkat pula. Secara umum akan terjadi
peningkatan risiko keganasan mencapai 13% pada premenopause dan 45% setelah
menopause. Keganasan yang terjadi bisa bersifat primer dan bisa berupa metastasis
dari uterus, payudara, dan traktus gastrointestinal.
b. Pemeriksaan fisik ginekologi
Dengan melakukan pemeriksaan bimanual akan membantu dalam memperkirakan
ukuran, lokasi, konsistensi dan mobilitas dari massa tumor. Pada pemeriksaan
rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan bagian posterior, ligamentum
sakrouterina, parametrium, kavum Dauglas dan rektum. Adanya nodul di payudara
perlu mendapat perhatian, mengingat tidak jarang ovarium merupakan tempat
metastasis dari karsinoma payudara.
Hasil yang sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada rongga pelvis.
Tidak ada petunjuk pasti pada pemeriksaan fisik yang mampu membedakan tumor
adneksa adalah jinak atau ganas, namun secara umum dianut bahwa tumor jinak
cenderung kistik dengan permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan.
Sedangkan tumor ganas akan memberikan gambaran massa yang padat, noduler,
terfiksasi dan sering bilateral. Massa yang besar yang memenuhi rongga abdomen dan
pelvis lebih mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya asites
dan nodul pada cul-de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan.
c. Pemeriksaan penunjang
Ultrasonografi merupakan pemeriksaan penunjang utama dalam menegakkan
diagnosis suatu tumor adneksa ganas atau jinak. Pada keganasan akan memberikan
gambaran dengan septa internal, padat, berpapil, dan dapat ditemukan adanya asites .
Walaupun ada pemeriksaan yang lebih canggih seperti CT scan, MRI (magnetic
resonance imaging), dan positron tomografi akan memberikan gambaran yang lebih
mengesankan, namun pada penelitian tidak menunjukan tingkat sensitifitas dan
spesifisitas yang lebih baik dari ultrasonografi. Serum CA 125 saat ini merupakan
petanda tumor yang paling sering digunakan dalam penapisan kanker ovarium jenis
epitel, walaupun sering disertai keterbatasan. Perhatian telah pula diarahkan pada
adanya petanda tumor untuk jenis sel germinal, antara lain alpha-fetoprotein (AFP),
lactic acid dehidrogenase (LDH), human placental lactogen (hPL), plasental-like
alkaline phosphatase (PLAP) dan human chorionic gonadotrophin(hCG).

10. Kemungkinan komplikasi


a. Torsi
b. Rupture kista
c. Perdarahan
d. Keganasan

11. Penatalaksanaan
Adapun tindakan yang dilakukan pada penanganan kanker ovarium antara lain:
(Smeltzer, 2001;1570)
a. Intervensi bedah untuk kanker ovarium adalah histerektomi abdominal total
dengan pengangkatan tuba falopii dan ovarium serta omentum (salpingo-
oofarektomi bilateral dan omentektomi) adalah prosedur standar unruk penyakit
tahap dini
b. Terapi radiasi dan implantasi fosfor 32 (32P) interperitoneal, isotop radioaktif,
dapat dilakukan setelah pembedahan
c. Kemoterapi dengan preparat tunggal atau multiple tetapi biasanya termasuk
sisplantin, sikofosfamid, atau karboplatin juga digunakan
d. Paklitaksel (Taxol) merupakan preparat yang berasal dari pohon cemara pasifik,
bekerja dengan menyebabkan mikrotubulus di dalam sel-sel untuk berkumpul dan
mencegah pemecahan struktur yang mirip benang ini. Secara umum, sel-sel tidak
dapat berfungsi ketika mereka terlilit dengan mikrotubulus dan mereka tidak
dapat membelah diri. Karena medikasi ini sering menyebabkan leucopenia, pasien
juga harus minum G-CSF (factor granulosit koloni stimulating)
e. Pengambilan cairan asites dengan parasintesis tidak dianjurkan pada penderita
dengan asites yang disertai massa pelvis, karena dapat menyebabkan pecahnya
dinding kista akibat bagian yang diduga asites ternyata kista yang memenuhi
rongga perut. Pengeluaran cairan asites hanya dibenarkan apabila penderita
mengeluh sesak akibat desakan pada diafragma.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu pemantauan status kesehatan dan pola pertahanan pasien,
mengidentifikasi kekuatan pasien serta merumuskan diagnosa keperawatan (Mocthar, 2006)
a. Dasar data pengkajian
a. Aktivitas/istirahat
1) Gejala : Kelemahan dan atau keletihan, perubahan pola istirahat dan jam
kebiasaan tidur pada malam hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi
tidur misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam, keterbatasan partisipasi
dalam hobi, latihan. Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinoma
lingkungan, tingkat stres tinggi.
2) Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja, perubahan TD
3) Integritas ego
Gejala: Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara
mengatasi stres (misal merokok, minum alkohol, menunda mencari
pengobatan, keyakinan religius/spiritual). Masalah tentang perubahan dalam
penampilan misal alopesia, lesi cacat, pembedahan. Menyangkal diagnosis,
perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, rasa bersalah,
kehilangan kontrol, depresi.
Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah
4) Eliminasi
Gejala: Perubahan pada pola defekasi misal darah pada feces, nyeri pada
defekasi. Perubahan eliminasi urinarius misal nyeri atau rasa terbakar pada saat
berkemih sering berkemih.
Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
5) Makanan/cairan
Gejala : Kebiasaan diet buruk (misal rendah serat, tinggi lemak, aditif, bahan
pengawet), anoreksia, mual/muntah, intoleransi makanan.
Tanda : Perubahan pada kelembaban/turgor kulit, edema.
6) Neurosensori
Gejala : Pusing
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala : Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi misal ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit)
8) Keamanan
Gejala : Pemajanan pada kimia toksik, karsinoma, pemajanan matahari
lama/berlebihan.
Tanda : Demam, ruam kulit, ulserasi.
9) Pernapasan
Gejala : Merokok (tembakau, hidup dengan seseorang yang merokok),
pemajanan asbes.
10) Seksualitas
Gejala: Masalah seksual misal dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat
kepuasan nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun, multigravida, pasangan
seks multipel, aktivasi seksual dini, herpes genital.
11) Interaksi social
Gejala : Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung, riwayat perkawinan
(berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan atau bantuan), masalah
tentang fungsi atau tanggung jawab peran.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umun pasien, kesadaran, tekanan darah,
respirasi, berat badan
1) Mata : Meliputi pemeriksaan kelopak mata, gerakan mata, konjungtiva,
sclera, pupil, akomodasi.
2) Hidung : meliputi pemeriksaan reaksi alergi, sinus, dan lain-lain
3) Mulut dan tenggorokan : kaji adanya mual, kesulitan menelan
4) Dada dan aksila : kaji adanya pembesaran mammae
5) Pernafasan : kaji jalan nafas, suara nafas, kaji adanya penggunaan otot
bantu pernafasan
6) Sirkulasi jantung : kaji kecepatan denyut apical, irama, kelainan bunyi
jantung, sakit dada
7) Abdomen : kaji adanya asites
8) Genitourinaria : kaji adanya massa pada rongga pelvis
9) Ekstremitas : kaji turgor kulit
c. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah : Hb dan leukosit menurun, trombosit meningkat,
ureum dan kreatinin meningkat.
2) Pemeriksaan urine : Ureum dan kreatinin meningkat.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri kronis berhubungan dengan nekrosis jaringan pada ovarium akibat penyakit
kanker ovarium
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan
fungsi gastrointestinal
c. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penekanan pada vesika urinaria
d. Gangguang eliminasi BAB : konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan informasi mengenai
penyakit (kanker ovarium)
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
g. Risiko perdarahan berhubungan dengan hyperplasia endometrium
h. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis (metastase sel kanker ke bagian
tubuh yang lain)
3. Rencana Tindakan Keperawatan
No Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
.
Dx
1 Setelah diberikan asuhan a. Lakukan pengkajian nyeri a. Membantu
keperawatan selama secara komprehensif catat membedakan penyebab
(…x24) jam diharapkan keluhan, lokasi nyeri, nyeri dan memberikan
nyeri pasien berkurang atau frekuensi, durasi, dan informasi tentang
terkontrol dengan Kriteria intensitas (skala 0-10) dan kemajuan atau
Hasil : tindakan penghilangan nyeri perbaikan penyakit,
a. Pasien mengatakan skala yang dilakukan] terjadinya komplikasi
nyeri yang dialaminya dan keefektifan
menurun intervensi.
b. Pasien melaporkan nyerib. Pantau tanda - tanda vital b. Peningkatan nyeri akan
yang sudah terkontrol mempengaruhi
maksimal dengan pengaruh perubahan pada tanda -
atau efek samping minimal tanda vital
c. TTV pasien dalam batas
normal, meliputi : c. Dorong penggunaan c. Memungkinkan pasien
 Nadi normal (60 - 100 x / keterampilan manajemen untuk berpartisipasi
menit) nyeri seperti teknik relaksasi secara aktif untuk
 Pernapasan normal (12 - dan teknik distraksi, mengontrol rasa nyeri
20 x / menit) misalnya dengan yang dialami, serta
 Tekanan darah normal mendengarkan musik, dapat meningkatkan
(110 - 130 mmHg / 70 - 90 membaca buku, dan koping pasien
mmHg) sentuhan terapeutik.
 Suhu : (360-37,50C) d. Berikan posisi yang nyaman
d. Memberikan rasa
d. Ekspresi wajah pasien sesuai kebutuhan pasien nyaman pada pasien,
tidak meringis meningkatkan relaksasi,
e. Pasien tampak tenang dan membantu pasien
(tidak gelisah) untuk memfokuskan
f. Pasien dapat melakukan kembali perhatiannya.
teknik relaksasi dan
distraksi dengan tepat e. Dorong pengungkapan e. Dapat mengurangi
sesuai indikasi untuk perasaan pasien ansietas dan rasa takut,
mengontrol nyeri sehingga mengurangi
persepsi pasien akan
intensitas rasa sakit.

f. Evaluasi upaya f. Tujuan yang ingin


penghilangan nyeri atau dicapai melalui upaya
kontrol pada pasien kontrol adalah kontrol
nyeri yang maksimum
dengan pengaruh atau
efek samping yang
minimum pada pasien.

g. Tingkatkan tirah baring, g. Menurunkan gerakan


bantulah kebutuhan yang dapat
perawatan diri yang penting meningkatkan nyeri

h. Kolaborasi pemberian h. Nyeri adalah


analgetik sesuai indikasi komplikasi tersering
dari kanker, meskipun
respon individual
terhadap nyeri berbeda-
beda. Pemberian
analgetik dapat
mengurangi nyeri yang
dialami pasien
i. Kolaborasi untuk i. Rencana manajemen
pengembangan rencana nyeri yang terorganisasi
manajemen nyeri dengan dapat mengembangkan
pasien, keluarga, dan tim kesempatan pada pasien
kesehatan yang terlibat untuk mengontrol nyeri
yang dialami. Terutama
dengan nyeri kronis,
pasien dan orang
terdekat harus aktif
menjadi partisipan
dalam manajemen nyeri
di rumah.

j. Kolaborasi untuk j. Mungkin diperlukan


pelaksanaan prosedur untuk mengontrol nyeri
tambahan, misalnya berat (kronis) yang
pemblokan pada saraf tidak berespon pada
tindakan lain

2 Setelah diberikan asuhan a. Pantau intake makanan a. Mengidentifikasi


keperawatan selama setiap hari, biarkan kalien kekuatan atau defisiensi
(…x24 ) jam diharapkan menyimpan buku harian nutrisi
klien dapat tentang makanan sesuai
mendemonstrasikan berat indikasi
badan stabil dengan
Kriteria Hasil : b. Identifikasi klien yang b. Mual muntah
a. Berat badan pasien mengalami mual atau psikogenik terjadi
stabil. muntah yang diantisipasi sebelum kemoterapi
b. Pasien bebas dari tanda mulai.
– tanda malnutrisi. c. Ukur tinggi badan (TB), c. Membantu dalam
c. Pengungkapan berat badan (BB), dan identifikasi malnutrisi
pemahaman pengaruh ketebalan lipatan kulit protein-kalori,
individual pada masukan triseps atau dengan khususnya bila BB dan
adekuat antropometrik lainnya. pengukuran
d. Berpartisipasi dalam pastikan jumlah penurunan antropometrik kurang
intervensi spesifik untuk BB saat ini dari normal
merangsang nafsu makan
g. TTV pasien dalam batas d. Dorong klien untuk d. Kebutuhan metabolic
normal, meliputi: makan dengan diet tinggi jaringan ditingkatkan
 Nadi normal : (60 - 100 x / kalori kaya nutrient, dengan
menit) intake cairan yang adekuat.
 Pernapasan normal : ( 12 - Dorong penggunaan
20 x / menit) suplemen dan makan sedikit
 Tekanan darah normal : ( tapi sering.
110 - 130 mmHg / 70 - 90
mmHg) e. Ciptakan suasana makan e. Membantu waktu
0 0
 Suhu : (36 -37,5 C) malam yang menyenangkan, makan lebih
dorong pasien untuk berbagi menyenangkan, yang
makan dengan keluarga atau dapat meningkatkan
teman. masukan.

f. Rujuk pada ahli atau tim f. Memberikan rencana


pendukung nutrisi diet khusus untuk
memenuhi kebutuhan
individu dan
menurunkan masalah
berkenaan dengan
malnutrisi protein atau
kalori dan defensiensi
mikronutrien.

3 Setelah diberikan asuhan a. Catat keluaran urine, a. Penurunan aliran urine


keperawatan selama selidiki penurunan atau tiba-tiba dapat
(…x24) jam diharapkan penghentian aliran urine mengindikasikan
pola eliminasi urine pasien tiba-tiba adanya obstruksi atau
kembali normal (adekuat) disfungsi pada traktus
dengan Kriteria Hasil : urinarius
a. Tidak terjadi hematuria
b. Tidak terjadi inkontinensiab. Kaji pola berkemih b. Identifikasi kerusakan
urine (frekuensi dan jumlahnya). fungsi vesika urinaria
c. Tidak terjadi disuria Bandingkan haluaran urine akibat metastase sel-sel
d. Jumlah output urine dalam dan masukan cairan serta kanker pada bagian
batas normal (± 0,5 - 1 cc / catat berat jenis urine tersebut
kgBB / jam)
c. Observasi dan catat warna c. Penyebaran kanker
urine. Perhatikan ada atau pada traktus urinarius
tidaknya hematuria (salah satunya di vesika
urinaria) dapat
menyebabkan jaringan
di vesika urinaria
mengalami nekrosis
sehingga urine yang
keluar berwarna merah
karena bercampur
dengan darah

d. Observasi adanya bau yangd. Identifikasi tanda -


tidak enak pada urine (bau tanda infeksi pada
abnormal) jaringan traktus
urinarius

e. Dorong peningkatan cairane. Mempertahankan


dan pertahankan pemasukan hidrasi dan aliran urine
akurat baik
f. Awasi tanda vital. Kaji nadif. Indikator
perifer, turgor kulit, keseimbangan cairan
pengisian kapiler, dan dan menunjukkan
membran mukosa tingkat hidrasi

g. Kolaborasi : g. Pemeriksaan diagnostik


Siapkan untuk tes dan penunjang
diagnostik, prosedur misalnya pemeriksaan
penunjang sesuai indikasi retrograd dapat
digunakan untuk
mengevaluasi tingkat
infiltrasi kanker pada
traktus urinarius
sehingga dapat menjadi
dasar untuk intervensi
selanjutnya

h. Kolaborasi : h. Kadar BUN dan


Pantau nilai BUN dan kreatinin yang
kreatinin abnormal dapat menjadi
indikator kegagalan
fungsi ginjal sebagai
akibat komplikasi
metastase sel-sel kanker
pada traktus urinarius
hingga ke organ ginjal.

4 Setelah diberikan asuhan a. Kaji dan dokumenasikan a. Mengetahui sejauh


keperawatan selama frekuensi, warna dan mana dampak dari
(…x24) jam diharapakan konsistensi feses, keluarnya konstipasi itu sendiri
konstipasi pasien menurun flatus, adanya impaksi, ada terhadap pasien.
dengan Kriteria Hasil : tidaknya bisisng usus dan
a. Pola eliminasi dalam distensi abdomen pada ke
rentang yang diharapkan empat kuadran abdomen.
b. Feses lunak dan berbentuk
c. Mengeluarkan feses tanpab. Identifikasi factor yang b. Dapat mempermudah
bantuan dapat menyebabkan pengobatan dan
konstipasi. penatalaksanaan yang
tepat.

c. Berikan privasi dan c. Dapat meningkatkan


keamanan untuk pasien rasa nyaman untuk
selama eliminasi defekasi. pasien.

d. Anjurkan pasien untuk d. Mengurangi rasa nyeri


meminta obat nyeri sebelum pada pasien.
defekasi untuk
memfasilitasi pengeluaran
feses tanpa nyeri.

e. Lakukan penyuluhan untuke. Memberikan gambaran


pasien dan keluarga. kepada pasien dan
keluarga mengenai
konstipasi dan apa dan
tidak yang boleh
dilakukan.

f. Kolaborasi dengan ahli gizif. Mengurangi konstipasi


untuk meningkatkan serat berkelanjutan melalui
dan cairan dalam diet makanan yang dicerna.

5 Setelah dilakukan asuhan a. Kaji pengetahuan pasien a. Mengetahui seberapa


keperawatan selama tentang penyakit yang tingkat pengetahuan
(…x24) jam diharapkan dialaminya pasien tentang
pengetahuan pasien penyakitnya
bertambah dengan Kriteria
Hasil: b. Berikan penkes pada pasienb. Meningkatkan
a. Pasien mengerti tentang tentang penyakit yang pengetahuan pasien
penyakit yang dialaminya dialaminya (pengertian, tentang penyakitnya
b. Pasien dapat berpartisipasi tanda dan gejala, penyebab, sehingga pasien
selama proses perawatan penatalaksanaan) kooperatif dalam setiap
dan pengobatan tindakan yang diberikan

c. Berikan dukungan pada c. Meningkatkan


pasien semangat pasien
sehingga pasien tidak
takut dengan
penyakitnya

d. Libatkan keluarga dalam d. Membangkitkan


setiap tindakan yang akan semangat pasien
dilakukan pada pasien sehingga keluarga dan
pasien bisa saling
mensupport

6 Setelah dilakukan asuhan a. Kaji tingkat ansietas a. Mengetahui tingkat


keperawatan selama ansietas pasien untuk
(...x24) jam diharapkan menentukan intervensi
kecemasan pasien yang tepat
berkurang dengan Kriteria
Hasil: b. Gali penyebab ansietas b. Membantu pasien
a. Pasien tampak lebih rileks pasien mengurangi ansietas
b. Pasien mampu
menunjukkan mekanisme c. Libatkan keluarga dalam c. Membangkitkan
koping yang efektif setiap tindakan yang akan semangat pasien
dilakukan pada pasien sehingga keluarga dan
pasien bisa saling
mensupport

d. Gali intervensi yang e. Menurunkan ansietas


menurunkan ansietas pasien
(musik, latihan relaksasi)

7 Setelah dilakukan asuhan a. Kaji tanda-tanda vital a. Mengetahui adanya


keperawatan selama tanda-tanda syok
(…x24) jam diharapkan
pasien tidak mengalami b. Monitor tanda-tanda b. Mengetahui adanya
perdarahan dengan Kriteria perdarahan perdarahan sehingga
Hasil : lebih dini dapat dicegah
a. Tanda-tanda vital dalam
batas normal = (TD : 110-c. Anjurkan pasien untuk tirah
c. Menghindari adanya
130/70-90 mmHg, N : 60- baring perdarahan
100 x/menit, S : 36o-37,5º
C, RR: 12-20 x/menit) d. Kolaborasi pemberian d. Mencegah perdarahan
b. Perdarahan tidak ada antikoagulan

8 Setelah dilakukan asuhan a. Kaji tanda-tanda vital a. Mengetahui adanya


keperawatan selama tanda-tanda syok
(…x24) jam diharapkan
pasien tidak mengalami b. Monitor tanda-tanda infeksib. Mengetahui adanya
infeksi dengan Kriteria tanda-tanda infeksi
Hasil: sehingga lebih dini
a. Tanda-tanda vital dalam dapat dicegah
batas normal
 TD : 110-130/70-90 c. Lakukan prosedur cuci c. Menghindari adanya
mmHg tangan yang benar sebelum infeksi
 N : 60-100 x/menit ke pasien

 S : 36o-37,5º C
 RR: 12-20 x/menit d. Pertahankan tindakan d. Tindakan aseptik yang

b. Tidak terdapat tanda-tanda aseptik setiap akan dilakukan pada pasien

infeksi (kalor, tumor, melakukan tindakan untuk mencegah infeksi

rubor, fungsiolaesa) perawatan ke pasien

c. Hasil lab terutama WBC


dalam batas normal (WBCe. Kolaborasi pemberian e. Mencegah infeksi

= 4,9-10,9) antibiotik

f. Kolaborasi pemeriksaan f. Mengetahui adanya


darah lengkap (WBC) infeksi atau tidak
g. Dorong dan pertahankan g. Memenuhi kebutuhan
masukan kalori dan protein kalori tubuh pasien
dalam diet sehingga membantu
meningkatkan daya
tahan tubuh

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilakukan berdasarkan rencana tindakan yang dibuat
5. Evaluasi Keperawatan
No. Evaluasi
Dx
1 a. Pasien mengatakan skala nyeri yang dialaminya menurun
b. Pasien melaporkan nyeri yang sudah terkontrol maksimal dengan pengaruh
atau efek samping minimal
c. TTV pasien dalam batas normal
d. Ekspresi wajah pasien tidak meringis
e. Pasien tampak tenang (tidak gelisah)
f. Pasien dapat melakukan teknik relaksasi dan distraksi dengan tepat sesuai
indikasi untuk mengontrol nyeri

2 a. Berat badan pasien stabil.


b. Pasien bebas dari tanda – tanda malnutrisi.
c. Pengungkapan pemahaman pengaruh individual pada masukan adekuat
d. Berpartisipasi dalam intervensi spesifik untuk merangsang nafsu makan
e. TTV pasien dalam batas normal

3 a. Tidak terjadi hematuria


b. Tidak terjadi inkontinensia urine
c. Tidak terjadi disuria
d. Jumlah output urine dalam batas normal (± 0,5 - 1 cc / kgBB / jam)

4 a. Pola eliminasi dalam rentang yang diharapkan


b. Feses lunak dan berbentuk
c. Mengeluarkan feses tanpa bantuan
5 a. Pasien mengerti tentang penyakit yang dialaminya
b. Pasien dapat berpartisipasi selama proses perawatan dan pengobatan

6 a. Pasien tampak lebih rileks


b. Pasien mampu menunjukkan mekanisme koping yang efektif

7 a. Tanda-tanda vital dalam batas normal


b. Perdarahan tidak ada

8 a. Tanda-tanda vital dalam batas normal


b. Tidak terdapat tanda-tanda infeksi (kalor, tumor, rubor, fungsiolaesa)
c. Hasil lab terutama WBC dalam batas normal (WBC = 4,9-10,9)
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kanker ovarium adalah salah satu kanker ginekologi yang paling sering dan penyebab
kematian kelima akibat kanker pada perempuan. (Price, 2005;1297). Faktor penyebab dari
kanker ovarium Faktor lingkungan, Faktor endokrin, Faktor genetic. Kanker ovarium memiliki 5
stadium yaitu : (Smeltzer, 2001;1570)
1. Stadium I : Pertumbuhan kanker terbatas pada ovarium
2. Stadium II : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan
perluasan pelvis
3. Stadium III : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua ovarium dengan
metastasis diluar pelvis atau nodus inguinal atau retroperitoneal positif
4. Stadium IV : Pertumbuhan mencakup satu atau kedua sisi ovarium
dengan metastasis jauh
Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1
dari 70 wanita menderita kanker ovarium. Kanker Ovarium adalah tumor ganas pada ovarium
(indung telur). Kanker ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun
dan 1 dari 70 wanita menderita kanker ovarium. Faktor resiko tejadinya kanker ovarium yaitu
obat kesuburan, pernah menderita kanker payudara, riwayat keluarga yang menderita kanker
payudara dan/atau kanker ovarium, riwayat keluarga yang menderita kanker kolon, paru-paru,
prostat dan rahim.

B. SARAN
Saran bagi para wanita menyadari tanda – tanda kemungkinan terjadinya kanker ovarium
sangat diperlukan, karena lebih baik mencegah dari pada mengobati. Tanda-tanda kanker
ovarium yaitu meliputi, perut kembung, nyeri pada panggul atau perut, kesulitan makan atau
cepat merasa kenyang, gangguan kemih dan bertambahnya ukuran perut. Jika wanita mengalami
beberapa gejala penting di atas setiap hari selama dua sampai tiga minggu, dianjurkan untuk
segera melakukan konsultasi dengan dokter. Dan selain itu, diet kaya buah dan sayuran,
berolahraga secara teratur, menjaga berat tubuh normal dan mengelola stres adalah salah satu
solusi dalam membantu mengurangi risiko kanker ovarium.
DAFTAR PUSTAKA

Donges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta

Guyton, Hall. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta : EGC

Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC

Manuaba, I Gede Bagus. 2004. Kapita Selekta Kedokteran dan KB. Jakarta : EGC

NANDA. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 - 2006 Definisi dan Klasifikasi. Jakarta :
Prima Medika

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC

Prawiroharjo, Sarwono. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta : YBPSP

Price. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta : EGC

Smeltzer. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 3. Jakarta : EGC

TIM FK UNPADJ.2001. Ginekologi. Bandung : FK UNPADJ

Wilkinson M. Judith, dkk. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Diagnosis NANDA, Intervensi NIC,
Kriteria Hasil NOC Edisi 9. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai