Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

CA OVARIUM DI RUANGAN EDELWEIS


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PROF. W.Z JOHANNES KUPANG

OLEH
Putri Triyani Piga

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS CITRA BANGSA KUPANG
2024
1. KONSEP TEORI CA OVARIUM
a. Pengertian
Kanker ovarium merupakan penyakit yang banyak menyerang wanita. Dalam
bentuk kanker ini, sel-sel tertentu di ovarium menjadi abnormal dan berkembang
biak secara tidak terkendali hingga membentuk tumor. Ovarium adalah organ
reproduksi wanita tempat sel telur diproduksi (Harsono, 2020).
Kanker ovarium merupakan salah satu penyakit yang ditimbulkan karna
tumbuhnya sel-sel jaringan tubuh yang abnormal pada ovarium (Serimbing, et
al.,2018).

b. Epidemologi
Pada tahun 2020, terdapat sekitar 21.750 kasus kanker ovarium baru, yang
merupakan 1,2% dari seluruh kasus kanker. Perkiraan jumlah kematian terkait
penyakit ini adalah 13.940 orang. Tingkat kelangsungan hidup relatif 5 tahun
diperkirakan sebesar 48,6%. Sekitar 15,7% kasus kanker ovarium didiagnosis pada
stadium lokal, dan sekitar 58% pada stadium metastase, dimana angka
kelangsungan hidup 5 tahun turun menjadi 30,2% dibandingkan 92,6% jika
terdeteksi pada tahap awal penyebaran lokal. Tingkat kejadian rata-rata per 100.000,
disesuaikan usia dengan populasi standar AS tahun 2000 adalah 11,1 pada tahun
2012-2016. Insiden tertinggi terjadi pada orang kulit putih non-Hispanik (11,6 per
100.000), diikuti oleh Indian Amerika dan penduduk asli Alaska (10,3 per 100.000),
Hispanik (10,1 per 00.000), kulit hitam non-Hispanik, serta penduduk Kepulauan
Asia dan Pasifik. Sembilan puluh persen kanker ovarium bersifat epitel, dengan
subtipe serosa yang paling umum. Tingkat kasus kanker ovarium baru berdasarkan
usia berada pada tren menurun berdasarkan model analisis statistik (Arora et al.,
2023).
c. Etiologi
Ada berbagai faktor risiko yang terkait dengan kanker ovarium. Penyakit ini
sebagian besar menyerang wanita pascamenopause, dimana bertambahnya usia
dikaitkan dengan peningkatan insiden, stadium lanjut penyakit ini, dan tingkat
kelangsungan hidup yang dilaporkan lebih rendah. Paritas mempunyai peran
protektif menurut beberapa studi kasus-kontrol dengan usia yang lebih tinggi saat
melahirkan dikaitkan dengan penurunan risiko kanker ovarium. Faktor risiko terkuat
kanker ovarium adalah riwayat keluarga yang positif mengidap kanker payudara
atau ovarium, sedangkan riwayat pribadi mengidap kanker payudara juga
meningkatkan risiko tersebut. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan risiko
merokok, terutama risiko tumor epitel musinosa.
Menurut Serimbing et al, 2018 penyebab terjadinya kanker ovarium sebagai
berikut:
1. Faktor gen keluarga : riwayat penyakit keluarga, yang menyebabkan besar kasus
kanker ovarium.
2. Faktor usia menstruasi dini lebih banyak pada usia menstruasi dini ≥ 11 tahun
dibandingkan usia menstruasi dini < 11 tahun, sebagian besar hasil
menunjukkan tidak ada kanker ovarium.
3. Penggunaan kontrasepsi hormonal pada penelitian ini tidak lebih banyak
menggunakan kontrasepsi hormonal dibandingkan dengan yang menggunakan
kontrasepsi hormonal, sehingga mayoritas menderita kanker ovarium.
4. Faktor merokok pada penelitian ini lebih banyak perokok terkena kanker
ovarium.

d. Patofisiologi
Penyebab pasti Ca Ovarium belum ketahui, ada faktor yang mungkin dapat
mempengaruhi perkembangan kanker ovarium. Reproduksi (jumlah kelahiran dan
kehamilan, laktasi dan usia saat menopause), obat kesuburan, dan terapi pengganti
hormon), gangguan ginekologi, radang panggul dan sindrom ovarium polikistik,
lingkungan, dan faktor genetik (Purwoko, 2018). Ada banyak teori untuk
menjelaskan penyebab kanker ovarium, antara lain hipotesis ovulasi terus menerus,
teori yang menjelaskan asal mula kerusakan lapisan permukaan pada ovarium yang
digunakan untuk menyembuhkan luka pada saat terjadinya siklus menstruasi wanita
Jika dalam proses penyembuhan pada lapisan permukaan tubuh terganggu, maka hal
tersebut dapat memicu munculnya sel neoplastik (Nababan et al., 2021). Hipotesis
androgen memainkan peran penting dalam perkembangan kanker ovarium.
Berdasarkan hasil penelitian, lapisan permukaan pada ovarium mengandung
reseptor androgen. Dalam percobaan laboratorium menghasilkan bahwasannya
androgen dapat merangsang pertumbuhan lapisan permukaan pada ovarium normal
dan sel kanker pada ovarium (Ferawati, 2022). Meskipun saat menggunakan
kontrasepsi oral tidak meningkatkan risiko ca ovarium, namun kemungkinan
terjadinya ca ovarium dapat dicegah. Terapi pengganti estrogen pascamenopause
selama setidaknya 10 tahun, dikaitkan dengan adanya kenaikan korban yang
meninggal karna menderita Ca ovarium. Gen yang menekan tumor seperti BRCA1
dan BRCA-2 telah terbukti memainkan peran penting dalam perkembangan tumor
di banyak keluarga. Pewaris Ca ovarium autosomal dominan dengan mutasi
penetran telah dibuktikan dalam keluarga dengan Ca ovarium. Jika seorang wanita
menderita kanker pada ovarium sebelumnya, maka dia memiliki peluang 50%
kemungkinan terkena kanker ovarium. Tumor ganas kemudian dapat menyebar ke
seluruh struktur apapun di perut. Limfosit yang diarahkan ke ovarium juga termasuk
salah satu saluran tempat sel-sel ganas menyebar. Semua kelenjar panggul dan perut
juga dapat terlibat. Difusi awal kanker ke dalam ovarium melalui jalur intra-
abdomen dan limfatik, terjadi tanpa menimbulkan gejala atau tanda-tanda yang
mungkin tidak dirasakan secara keseluruhan (Laili Fauzia, 2020). Gejala yang
kemungkinan dialami oleh penderita Ca ovarium adalah rasa berat pada pelvis,
polyuria, dysuria, mual, merasa cepat kenyang, bahkan sembelit. Gejala lain yang
mungkin muncul seperti kelelahan, gangguan pencernaan, sakit punggung,
menstruasi yang tidak teratur, terasa sakit saat berhubungan intim dan juga perut
membesar (Harsono, 2020).

e. Manifestasi Klinis
Gejala mungkin termasuk berat panggul, poliuria, rasa sakit dan nyeri saat buang air
kecil, serta perubahan pada system pencernaan seperti kembung, mual, sakit perut,
cepat kenyang, dan sembelit. Beberapa wanita juga mungkin mengalami perdarahan
vagina abnormal. Gejala penyakit perut yang berlebihan bisa muncul secara tiba-
tiba jika tumor berdarah, ovarium pecah atau terpuntir. Gejala lain yang mungkin
muncul seperti kelelahan, gangguan pencernaan, sakit punggung, menstruasi yang
tidak teratur, terasa sakit saat berhubungan intim dan juga perut membesar
(Harsono, 2020).

f. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi yaitu :
- Asites Kanker ovarium dapat menyebar secara langsung ke area perut dan
panggul yang saling berdekatan, sel kanker akan berkembang biak dengan cepat
melalui cairan peritoneal ke dalam rongga perut dan panggul. Cairan yang
berlebihan pada abdomen inilah yang menyebabkan terjadinya asites. b. Efusi
pleura Penumpukan cairan tidak normal yang mengandung sel-sel ganas ini,
kemudian akan mengalir dari perut melalui kelenjar getah bening dan masuk ke
dalam pleura hingga menyebabkan terjadinya penumpukan cairan yang
berlebihan (Laili Fauzia, 2020).
- Komplikasi lain yang mungkin terjadi pada kanker ovarium adalah cedera usus,
cedera ureter, cedera vesika yang biasanya disebabkan karena pemasangan
kateter dalam waktu yang lama. Selain itu, komplikasi yang muncul setelah
dilakukan operasi adalah sepsis, ileus paralitik, dan terjadinya infeksi pada luka
operasi (Purwoto et al., 2022).
g. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan laboratorium
- Tes asam deoksiribonukleat (DNA) dilakukan untuk mendeteksi atau
mendiagnosis apakah seseorang mengalami penyakit tertentu karena adanya
penyakit keturunan atau karena faktor lain.
- Penanda tumor digunakan sebagai salah satu tes awal untuk menemukan
adanya pertumbuhan kanker atau tumor.
 Pemeriksaan radiologi
- USG perut digunakan untuk memeriksa organ tubuh bagian dalam perut,
sehingga akan terdeteksi apakah terdapat adanya kelainan atau penyakit.
- Pemeriksaan CT scan juga dapat dilakukan untuk memberikan informasi
mengenai seberapa besar atau lebar kanker, dan juga dimana letak pastinya
(Laili Fauzia, 2020)

h. Penatalaksanaan
Penatalaksaan medis pada pasien dengan kanker ovarium sebagai berikut (Nasution,
2021):
- Bedah Debulking
Pengobatan kanker ovarium secara konvensional mencakup kombinasi
kemoterapi dan pembedahan. Pada tahap awal karsinoma ovarium epitel invasif,
dilakukan salpingo-ooforektomi unilateral sambil mempertahankan rahim dan
ovarium kontralateral, dengan penentuan stadium bedah komprehensif di mana
lesi menunjukkan kemungkinan rendah untuk berkembang menjadi
keganasan. Namun, untuk kanker ovarium stadium lanjut, operasi debulking
yang terdiri dari histerektomi/salpingo-ooforektomi bilateral (BSO) telah
menunjukkan hasil yang lebih baik. Sangat penting untuk menentukan apakah
operasi debulking akan bermanfaat bagi pasien dengan terlebih dahulu
melakukan operasi laparoskopi eksplorasi. Adanya beban tumor yang besar atau
sisa dapat menghalangi perfusi ke daerah yang terkena dampak sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan dan meningkatkan kemungkinan kerusakan
sel lebih lanjut dengan resistensi kemoterapi multi-obat. [9] Operasi
laparoskopi diketahui kurang invasif dengan waktu pemulihan yang lebih
singkat dibandingkan dengan operasi debulking. Pasien dengan kanker ovarium
harus menjalani evaluasi risiko genetik dan tes germline, somatik (BRCA 1/2)
jika sebelumnya tidak diuji, karena tes ini memandu terapi pemeliharaan
- Bedah Debulking Primer versus Kemoterapi Neoadjuvan
Seorang ahli onkologi ginekologi awalnya mengevaluasi pasien yang diduga
menderita kanker ovarium stadium IIIC atau IV stadium lanjut untuk
menentukan apakah mereka merupakan kandidat pembedahan yang sesuai atau
tidak. Kemoterapi neoadjuvan direkomendasikan untuk mengurangi beban
tumor bagi pasien yang dianggap sebagai kandidat pembedahan yang buruk dan
memiliki kemungkinan sitoreduksi optimal yang rendah. Menurut Society of
Gynecologic Oncology (SGO) dan American Society of Clinical Oncology
(ASCO), pedoman praktik klinis menyatakan bahwa wanita dengan profil bedah
yang baik dapat menerima kemoterapi neoadjuvan atau menjalani operasi
sitoreduksi. Namun jika pasien mempunyai kemungkinan tinggi untuk mencapai
sitoreduksi kurang dari 1 cm dengan morbiditas yang dapat diterima,
pembedahan sitoreduksi primer sebaiknya dipilih. Sebelum memberikan
kemoterapi neoadjuvan, pasien harus memiliki diagnosis histologis kanker
ovarium invasif yang dikonfirmasi dengan biopsi, lebih disukai daripada
spesimen yang diperoleh dari aspirasi parasentesis jarum halus.
- Bedah Sitoreduktif Maksimal
Salah satu faktor penentu independen yang paling kuat terhadap peningkatan
kelangsungan hidup rata-rata di antara pasien dengan karsinoma ovarium
stadium III atau IV adalah mencapai sitoreduksi maksimal. Oleh karena itu,
terlepas dari urutan pembedahan, sebelum atau sesudah kemoterapi neoadjuvan,
sitoreduksi yang optimal sangat disarankan untuk mencapai idealnya tidak ada
sisa penyakit. Sebuah meta-analisis terhadap 6885 pasien dengan kanker
ovarium stadium III dan IV menunjukkan peningkatan rata-rata kelangsungan
hidup secara keseluruhan sebesar 5,5% dengan peningkatan sitoreduksi
maksimal sebesar 10% dalam salah satu penelitian. Ketika kelangsungan hidup
aktuaria diperkirakan dengan membandingkan kohort dengan sitoreduksi
maksimal kurang dari atau sama dengan 25% dan sitoreduksi maksimal lebih
dari 75%, terdapat peningkatan rata-rata waktu kelangsungan hidup rata-rata
tertimbang sebesar 50%. Namun, intensitas dosis platinum tidak memiliki
hubungan yang signifikan secara statistik terhadap waktu kelangsungan hidup
median log. Jika operasi sitoreduksi interval dilakukan setelah kemoterapi
neoadjuvan, biasanya dilakukan setelah empat siklus atau kurang untuk
memastikan intervensi bedah dini dalam perjalanan penyakit. Namun, jika
pasien telah menerima bevacizumab sebagai bagian dari rejimen kemoterapi
neoadjuvan awal, harus ada jeda setidaknya 20 hari sebelum intervensi bedah
karena risiko sangat terganggunya penyembuhan pasca operasi.
- Kemoterapi Primer dan Terapi Neoadjuvan
Kanker ovarium stadium awal: Kemoterapi adjuvan pada wanita dengan kanker
ovarium stadium awal telah dipelajari secara ekstensif dan berdasarkan
bukti. Keputusan klinis akhir harus bersifat individual untuk setiap
pasien. Berdasarkan empat uji coba kontrol acak (ACTION 2003; Bolis 1995;
ICON1 2003; trope 2000) yang mempelajari kemoterapi berbasis platinum,
wanita dengan kanker ovarium epitel stadium awal menunjukkan kelangsungan
hidup keseluruhan (OS) yang lebih baik (HR 0,71; 95% CI 0,53 hingga 0,93)
dan kelangsungan hidup bebas perkembangan (PFS) (HR 0,67; 95% CI 0,53
hingga 0,84) dengan kemoterapi adjuvan dibandingkan mereka yang tidak
menerimanya. Namun, salah satu uji coba tersebut, ICON1 2003, menunjukkan
bukti serupa pada pasien berisiko tinggi yang menjalani kemoterapi adjuvan,
namun tidak pada pasien lain. Berdasarkan data yang dikumpulkan dalam meta-
analisis, yang mencakup semua pasien (total 772) di ICON1 2003 dan dua
pertiga pasien di ACTION 2003, bukti manfaat keseluruhan pada wanita
penderita kanker ovarium stadium awal diamati setelah sub-analisis. pementasan
yang optimal. Pada kanker ovarium epitel stadium IA atau 1B atau karsinoma
endometrioid tingkat 1, mengingat tingkat kelangsungan hidup yang baik,
pengobatan bedah saja dianjurkan dibandingkan kemoterapi adjuvan dengan
observasi ketat. Percobaan prospektif acak fase III lainnya telah
dilakukan. Pasien secara acak ditugaskan untuk menjalani kemoterapi adjuvan
berbasis platinum atau observasi yang diikuti dengan pembedahan, dengan titik
akhir berupa kelangsungan hidup secara keseluruhan dan kelangsungan hidup
bebas kekambuhan (RFS). Hal ini memberikan bukti bahwa kemoterapi
meningkatkan kelangsungan hidup secara keseluruhan dan bebas kekambuhan
pada pasien dengan stadium yang tidak optimal (pasien dengan sisa
penyakit); namun, temuan ini tidak diamati pada pasien dengan stadium optimal
(pasien dengan kemungkinan sisa penyakit yang kecil). Hal ini menunjukkan
bahwa kemoterapi adjuvan pada kanker ovarium stadium awal mempengaruhi
mikro-metastasis yang tidak diketahui pada saat penentuan stadium
pembedahan. Sebuah meta-analisis dari semua uji klinis acak yang mempelajari
wanita kanker ovarium epitel stadium I-II dibandingkan dengan kemoterapi
adjuvan dengan observasi tidak menunjukkan manfaat kelangsungan hidup
keseluruhan dari kemoterapi adjuvan (rasio bahaya 0,91, 0,51 hingga
1,61). Secara keseluruhan, bukti yang ada mendukung penggunaan kemoterapi
adjuvan pada pasien dengan kanker ovarium stadium awal dengan gambaran
risiko tinggi seperti penyakit stadium IC dan stadium II serta sel jernih atau
histologi tingkat tinggi. Meskipun rejimen yang optimal masih belum jelas,
sebagian besar dokter menggunakan carboplatin dengan paclitaxel untuk
mengekstrapolasi bukti mereka pada kanker ovarium stadium lanjut.
Kanker ovarium stadium lanjut: Pendekatan standar dalam merawat pasien
kanker ovarium stadium lanjut menggunakan platinum dan taxane. Pilihan
kemoterapi intravena (IV) dan intraperitoneal (IP) bergantung pada debulking
tumor yang optimal. Uji coba fase III, GOG111, menunjukkan peningkatan
kelangsungan hidup secara keseluruhan pada pasien dengan kombinasi cisplatin
dan paclitaxel bila dibandingkan dengan kelompok yang menerima kombinasi
cisplatin dan siklofosfamid. Agen kemoterapi lini pertama untuk kanker
ovarium epitel adalah cisplatin atau carboplatin berbasis platinum bersama
dengan agen keluarga taxane, paclitaxel atau docetaxel. Ada banyak penelitian
yang menyimpulkan bahwa carboplatin sama efektifnya dengan cisplatin dan
dapat ditoleransi dengan lebih baik. Selain itu, kemoterapi padat dosis mingguan
dengan kombinasi karboplatin dan paclitaxel belum menunjukkan manfaat
tambahan apa pun pada PFS dibandingkan kemoterapi standar tiga minggu atau
agen ketiga tambahan atau periode siklus kemoterapi yang lebih lama. Agen
kemoterapi diberikan secara IV atau IP atau kombinasi keduanya. Pada pasien
kanker ovarium usia lanjut, kemoterapi IP carboplatin dapat ditoleransi dengan
baik. Terdapat empat uji coba penting, yaitu GOG 104, GOG 114, GOG 172,
dan GOG 252, yang menunjukkan peningkatan manfaat kelangsungan hidup
dari kemoterapi intraperitoneal atau intravena, dengan bukti kuat yang
mendukung hal tersebut, namun secara klinis, penggunaannya tidak
konsisten. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh peningkatan frekuensi
toksisitas, terutama neutropenia, trombositopenia, neurotoksisitas, dan gejala
gastrointestinal yang merugikan yang mempengaruhi kualitas hidup pasien yang
diobati dengan kemoterapi intraperitoneal serta karena penambahan
bevacizumab yang dipelajari di GOG 252 tidak menunjukkan keunggulan IV/IP
dibandingkan IV dengan bevacizumab.
- Kemoterapi pada Lansia
Pasien lanjut usia berusia di atas 70 tahun atau lebih dengan penyakit penyerta
yang menderita kanker ovarium stadium III-IV dipelajari dalam uji coba kontrol
acak, yang menunjukkan hasil kelangsungan hidup yang lebih buruk dengan
monoterapi karboplatin dibandingkan karboplatin-paclitaxel tiga
mingguan/mingguan. Namun ketika terapi kombinasi digunakan, rejimen padat
dosis yang dimodifikasi dari karboplatin mingguan ditambah paclitaxel telah
terbukti lebih dapat ditoleransi dengan profil toksisitas yang lebih rendah
dibandingkan dosis konvensional (jadwal tiga minggu). Namun, hal ini tidak
memperpanjang kelangsungan hidup bebas perkembangan penyakit, seperti
yang ditunjukkan dalam uji coba fase III MIT07, yang juga dapat digunakan
untuk pasien lanjut usia dengan penyakit penyerta. Pasien lanjut usia yang
lemah ditemukan mengalami penurunan neutropenia tingkat tinggi, neutropenia
demam, trombositopenia, dan neuropati. Percobaan prospektif yang sedang
berlangsung terhadap wanita lanjut usia yang berusia sama atau lebih dari 70
tahun dengan kombinasi rejimen kemoterapi yang berbeda akan membantu kita
memprediksi toleransi kemoterapi. Namun, hasil awal menunjukkan bahwa
pasien dengan skor aktivitas instrumental awal yang lebih tinggi dalam
kehidupan sehari-hari lebih mungkin untuk menyelesaikan empat siklus
kemoterapi dan lebih kecil kemungkinannya untuk mengalami toksisitas tingkat
tinggi.
- Terapi Pemeliharaan
Terapi pemeliharaan dikonseptualisasikan untuk memastikan pembunuhan yang
efektif terhadap sisa sel yang membelah secara perlahan dengan memperlambat
pergantian sel sehingga populasi sel kanker yang tidak aktif tidak berkembang
hingga cukup bertumbuh untuk dapat dideteksi melalui peningkatan biomarker
atau bukti klinis dari penyakit yang berulang. Beberapa uji coba secara acak
telah dilakukan untuk membandingkan terapi pemeliharaan versus observasi.
Agen berbasis platinum: Uji coba fase III, GOG 178, mengacak pasien untuk
menjalani terapi pemeliharaan dengan paclitaxel selama 12 bulan versus 3 bulan
setelah respons klinis lengkap dengan terapi platinum/paclitaxel pada pasien
dengan kanker ovarium stadium III-IV. Setelah analisis interval akrual 50%,
peningkatan PFS terlihat mendukung kelompok terapi yang
diperpanjang. Namun, penelitian tersebut ditutup lebih awal. Sebuah studi
lanjutan kemudian menunjukkan tidak ada manfaat kelangsungan hidup secara
keseluruhan dibandingkan dengan monoterapi pemeliharaan yang sama selama
22 bulan versus 14 bulan. Percobaan lain, GOG 175, menunjukkan tidak ada
perbedaan yang signifikan dalam kelangsungan hidup 5 tahun atau interval
bebas kekambuhan (RFI) di mana pasien kanker ovarium tahap awal yang
berisiko tinggi diacak untuk menerima paclitaxel observasional versus paclitaxel
mingguan 40 mg/m²x 24 minggu setelahnya. penyelesaian 6 siklus carboplatin
dan paclitaxel selama 3 siklus. Percobaan tiga kelompok fase III setelah
kemoterapi standar, GOG 0212, membandingkan observasi tanpa terapi segera
dengan paclitaxel atau paclitaxel poliglutamat selama 12 bulan tetapi
menunjukkan hasil yang mengecewakan. Sebagai kesimpulan, hasil percobaan
pemeliharaan dan kemoterapi mengecewakan.
Inhibitor anti-angiogenik: Pazopanib, inhibitor multikinase oral dari reseptor
faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGFR) -1/2/3, faktor pertumbuhan
turunan trombosit (PDGFR) alfa/beta dan c-kit, juga telah dipelajari sebagai
terapi pemeliharaan dalam penelitian terhadap 940 pasien pasien kanker
ovarium stadium II-IV. Pasien-pasien ini memiliki respons klinis lengkap
terhadap lima siklus kemoterapi platinum-taxane dan secara acak menerima
pazopanib versus plasebo selama 24 bulan yang menunjukkan peningkatan rata-
rata pada PFS pada kelompok pazopanib; tidak ada manfaat yang terlihat dalam
data kelangsungan hidup secara keseluruhan. Operator BRCA1/2 tercatat
memiliki manfaat tambahan yang signifikan. Bevacizumab adalah antibodi
monoklonal manusiawi terhadap faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF)
yang telah dipelajari dalam kombinasi dengan kemoterapi diikuti oleh
bevacizumab, agen tunggal, terapi pemeliharaan dalam dua uji coba penting
(ICON7 dan GOG0218) pada pasien dengan penyakit stadium lanjut. kanker
ovarium. Studi menunjukkan peningkatan PFS pada kelompok pemeliharaan
bevacizumab jika dibandingkan dengan pengawasan saja. FDA akhirnya
menyetujuinya. Bevacizumab juga dikaitkan dengan efek samping yang serius
seperti perdarahan, trombosis, hipertensi, proteinuria, perforasi usus. [23] Dalam
analisis subset uji coba ICON 7, pasien dengan penyakit sisa bervolume besar
setelah operasi sitoreduktif primer atau penyakit stadium IV yang termasuk
dalam kategori risiko tinggi menunjukkan median manfaat kelangsungan hidup
keseluruhan yang lebih besar. Analisis sekunder GOG0128 menunjukkan
peningkatan kelangsungan hidup secara keseluruhan pada subkelompok pasien
asites tertentu, yang berisiko tinggi mengalami kekambuhan dan kematian
akibat penyakit stadium IV. Terapi yang ditargetkan ini harus bersifat individual
pada pasien. Namun, hal ini menunjukkan manfaat yang signifikan pada PFS
ketika digunakan sebagai terapi bersamaan diikuti dengan terapi pemeliharaan
agen tunggal tetapi tanpa manfaat klinis yang jelas dalam kelangsungan hidup
secara keseluruhan.
- Imunoterapi
Baru-baru ini menunjukkan manfaat yang signifikan pada tumor ganas
padat. Namun, data yang dipublikasikan sejauh ini tidak menunjukkan manfaat
apa pun pada pasien kanker ovarium. Data kontroversial yang dihasilkan
mengalihkan fokus pada strategi kombinasi yang melibatkan penghambat pos
pemeriksaan kekebalan dengan PARP, kemoterapi, agen anti-angiogenik, dan
banyak lagi. Kombinasi terapi tersebut menunjukkan aktivitas antitumor yang
lebih signifikan dibandingkan berkonsentrasi pada satu jalur. Data yang
menjanjikan ini berasal dari uji coba tahap awal, dan hasil selanjutnya dari uji
coba fase II dan III yang sedang berlangsung masih ditunggu.
- Vaksin
Vaksin saat ini sedang dipelajari untuk kanker ovarium, yang dasarnya terletak
pada pengaktifan sel kekebalan untuk menghancurkan sel kanker. Molekul
antigen terkait tumor potensial yang ditargetkan pada kanker ovarium dalam
penelitian vaksin kanker ovarium yang sedang berlangsung adalah CA-125,
protein p53, HER-2, dan banyak lagi. Saat ini sedang berlangsung uji coba
percontohan dan fase I atau II untuk penggunaan vaksin terapeutik pada pasien
kanker ovarium dengan menggunakan teknik baru. Terapi baru lainnya yang
sedang dipelajari dalam uji klinis adalah menggunakan transfer sel T adaptif dan
terapi reseptor antigen chimeric (CAR-T) sebagai bagian dari strategi masa
depan untuk memastikan pengurangan beban kanker dan peningkatan harapan
hidup pada populasi pasien ini.

i. Pencegahan
Pasien harus dijelaskan dan diberi konseling tentang semua pilihan pengobatan yang
tersedia beserta prognosis pada saat diagnosis, tergantung pada tahap
gejalanya. Konseling untuk pengujian genetik juga harus dilakukan, yang terkadang
berdampak pada pengobatan. Keterlibatan tim perawatan paliatif dan konsultan
terkait lainnya harus dilakukan tepat waktu, apa pun stadium kankernya, untuk
memungkinkan perawatan komprehensif, mengantisipasi perjalanan penyakit, dan
memberikan dampak besar pada kualitas hidup pasien. Pasien juga harus dijelaskan
tentang uji klinis yang sedang berlangsung baru-baru ini jika berkaitan dengan
kasus khusus mereka (Arora et al., 2023).
j. Pathway
Faktor genetik faktor gg. Endokrin faktor lingkungan

Gangguan pembelahan DNA gg pengaturan hormone haid zat karsinogen menumpuk di


(BRCA 1) pada ovarium ovarium
gg. siklus ovulasi
Sel-sel berdiferensiasi terjadi pengendapan pd lapisan
Abnormal sel telur gagal berevolusi endotel

Terjadi proses hiperlasia, displasi menghasilkan hormon merusak proses pembelahan


dan aplasia hipofisis abnormal
terjadi proses hiperplasi, displasia
adanya tumor/kista gagalnya pematangan sel telur dan aplasia

sel berdiferensiasi abnormal terjadi pembetukan tumor/kista

tumor/kista gg. Siklus haid/keputihan


abnormal

koping tidak koping prognosis kanker ovarium meyerang sel gg. Pembuahan Disfungsi
efektif maladatif buruk ovum sel telur Seksual

Risiko Infeksi Luka post op tindakan pembedahan


KANKER OVARIUM

Stadium I Stadium II Stadium III

Sel kanker terbatas pd sel kanker menyebar pembesaran sel kanker metastase ke peritoneum
Ovarium di cavum pelvis omentum
Nyeri tekan
gg.siklus menstruasi, nyeri saat kandung kemih sigmoid gg. Vaskularis di rongga
senggama Nyeri kronis abdomen
disuria konstipasi Inkotensia fekal
Disfungsi seksual Nyeri akut asites
urgensi 1 Gg. Pola eliminasi
penekanan di rongga
Gg. rasa nyaman Dispepsia abdomen

Defisit Nutrisi ↓intake makanan mual/muntah

Stadium IV

Liver paru-paru efusi pleura ↓ekspansi paru Pola Napas Tidak efektif

Pembesaran & pengerasan

Nyeri kronis
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan pada pasien dengan kanker ovarium menurut Novitasari,
2022 sebagai berikut :
a) Data umum
1. Identitas
a. Identitas klien Meliputi nama lengkap, usia, jenis kelamin, agama, pendidikan
terakhir, pekerjaan saat ini, asal suku bangsa, tempat tinggal, diagnose medis pasien,
tanggal pengkajian, tanggal waktu masuk.
b. Identitas penanggung jawab : Meliputi nama lengkap penanggung jawab, usia,
jenis kelamin, agama, asal suku bangsa, pendidikan terakhir, pekerjaan saat ini,
tempat tingal, hubungan dengan pasien.
2. Keluhan utama : Meliputi keluhan utama yang dirasakan pasien saat dilakukan
pengkajian, alasan dirawat inap, lamanya keluhan yang dirasakan, waktu timbulnya
keluhan (bertahap atau tibatiba), kemudian upaya apa yang dilakukan untuk
mengatas keluhan yang dirasakan, faktor yang memperberat keluhan tersebut apa
saja.
3. Riwayat Kesehatan lalu Pengkajian ini berupa kemungkinan penyebab terjadinya
kanker ovarium dan petunjuk berapa lama kanker ovarium terjadi. Apakah
sebelumnya pernah dirawat di rumah sakit.
4. Riwayat Kesehatan keluarga : Pengkajian ini dilakukan untuk mendeteksi
kemungkinan adanya Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan proses
kanker ovarium.
5. Riwayat Kesehatan lingkungan Meliputi kebersihan rumah, lingkungan serta
kemungkinan terjadinya bahaya disekitar lingkungan rumah.
Pola Kesehatan fungsional Meliputi 11 pola kesehatan pasien sebelum sakit dan
setelah dirawat yaitu:
1) Pola persepsi dan pemeliharaan : kesehatan menjelaskan tentang mengenai
pemahaman pasien tentang kesehatan dan bagaimana mengelola kesehatannya.
2) Pola nutrisi dan metaboli : bagaimana pola makan, adakah keadaan yang
mempengaruhi pola makan/minum selama sakit, keluhan dalam makan, penurunan
berat badan, dan pola minum.
3) Pola eliminasi : Pola BAB dab BAK, adakah perubahan kebiasaan.
4) Pola aktifitas dan Latihan : Kegiatan yang biasa dilakukan seperti pekerjaan,
olahraga dan adakah keluhan yang dirasakan dalam melakukan aktifitas.
5) Pola istirahat dan tidur : Bagaimana kebiasaan tidur (mis. waktu tidur, lama tidur
dalam sehari), adakah kesulitan tidur (mis. Mudah terbangun, sulit memulai tidur,
insomnia, dll).
6) Pola kognitif-perseptual sensori : Keluhan dalam penglihatan dan pendengaran,
kemampuan kognitif, dan respon terhadap nyeri dengan menggunakan pendekatan
PQRST.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri : Bagaimana harapan pasien setelah menjalani
perawatan, hal apa yang dipikirkan, bagaimana perasaannya saat ini.
8) Pola mekanisme koping : Menjelaskan bagaimana pasien mengatasi suatu
perubahan yang ada, kemampuan pasien untuk menghadapi setress dan system
pendukung.
9) Pola seksual-reproduksi : Pemahaman pasien mengenai fungsi seksual, adakah
gangguan saat melakukan hubungan seksual, riwayat menstruasi, kehamilan, dan
riwayat pemeriksaan ginekologi.
10) Pola peran-berhubungan dengan orang lain : Mengetahui bagaimana hubungan
pasien dengan orang-orang disekitarnya, dan apakah penyakitnya mmpengaruhi
hubungan tersebut.
11) Pola nilai dan kepercayaan : Bagaimana nilai keagamaan atau tingkat
kepercayaan pasien terhadap suatu keyakinan, apakah mengalami kendala selama
menjalani perawatan, dan bagaimana sikap yang dilakukan.
c) Pemeriksaan fisik :
1) Kepala : Bagaimana bentuk, rambut: warna rambut, kebersihan kepala, adakah
rontok pada rambut kepala, ketombe, dll.
2) Mata : Kemampuan dalam melihat, ukuran pupil, bagaimana reaksi mata saat
diberikan cahaya, konjungtiva anemis/tidak, memakai kaca mata atau alat lain untuk
melihat, ada secret atau tidak.
3) Hidung : Kebersihan hidung, adanya secret, adanya nafas cuping hidung,
memakai alat bantu pernafasan.
4) Telinga : Bagaimana bentuk kedua telinga, kemampuan untuk mendengar,
apakah memerlukan bantuan untuk mendengar, apa ada kotoran ditelinga, terjadi
infeksi atau tidak.
5) Mulut dan tenggorokan : Apakah mengalami gangguan untuk berbicara, warna
gigi, bau mulut, nyeri saat menelan atau mengunyah, kesulitan
mengunyah/menelan, adakah benjolan di leher.
6) Dada Jantung : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi Paru-paru : inspeksi, palpasi,
perkusi, auskultasi
7) Abdomen : inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi
8) Genetalia Kebersihan, adanya luka, tanda dan gejala infeksi pada genetalia,
terpasang kateter atau tidak.
9) Ektremitas atas dan bawah
a. Bagaimana kukunya, kulit (warna, kebersihan, turgor, edema, keutuhan)
b. Capillary refill time
c. Kemampuan berfungsi (mobilitas dan keamanan)
d. Terpasang infus (tanda-tanda infeksi)

b. Diagnosa Keperawatan
- Koping tidak efektif
- Disfungsi seksual
- Risiko infeksi
- Nyeri akut
- Nyeri kronis
- Gangguan pola eliminasi
- Inkontinesia fekal
- Gangguan rasa nyaman
- Defisit nutrisi
- Pola napas tidak efektif
c. Intervensi Keperawatan
NO STANDAR DIAGNOSA KEPERAWATAN INDONESI STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI
KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA
INDONESIA
1 Koping tidak efektif setelah dilakukan tindakan dukungan pengambilan keputusan
Penyebab :
keperawatan selama 1 x 24 jam observasi
- Ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengatasi masalah
diharapkan status koping - Identifikasi persepsi mengenai
- Ketidakadekuatan strategi koping
- Ketidakcukupan persiapan untuk menghadari stressor
membaik dengan kriteria hasil masalah saat pembuatan keputusan
Tanda mayor : : sehat
Subjektif : mengungkapkan tidak mampu mengatasi masalah 1. kemampuan memenuhi Terapeutik
Objektif : peran sesuai usia meningkat - fasilitasi mengklarifikasi nilai dan
- Tidak mampu memenuhi peran yang diharapka (sesuai usia)
(5) harapan yang membantu membuat
- Menggunakan mekanisme koping yang tidak sesuai
2. perilaku koping adaptif pilihan
meningkat (5) - diskusi setiap kelebihan dan
3. verbalisasi mengatasi kekurangan setiap solusi
masalah meningkat (5) -fasilitasi melihat situasi secara
4. verbalisasi pengakuan realistis
masalah meningkat (5) -hormati hak pasien untuk menerima
5. perilaku asertif meningkat dan menolak informasi
(5) edukasi
- informasikan alternative solusi
secara jelas
- berikan informasi yang diminta
pasien
2 Disfungsi seksual setelah dilakulan tindakan edukasi seksual
Penyebab :
keperawatan selama 3 x 24 Observasi
- Perubahan fungsi/struktur tubuh (mis. Kehamilan, baru melahirkan, obat-
jam, diharapkan fungsi seksual - identfikasi kesiapan menerima
obatan, pembedahan, anomaly, proses penyakit, trauma, radiasi)
Tanda mayor
membaik, dengan kriteria hasil informasi
Subjektif : : terapeutik
- Mengungkapkan aktivitas seksual berubah - kepuasan hubungan seksual - sediakan materi dan media
- Mengungkapkan eksitasi seksual berubah
meningkat (5) pendidikan
- Mengungkapkan peran seksual berubah
- verbalisasi aktivitas seksual - jadwal pendidikan kesehatan sesuai
- Merasa hubungan seksual tidak memuaskan
- Mengeluh hasrat seksual menurun
berubah kesepakatan
- Mengeluh nyeri saat berhubungan seksual (Dispareunia) -verbalisasi fungsi seksual - berikan kesempatan untuk bertanya
berubah edukasi
- hasrat seksual membaik (5) - jelaskan anatomi fisiologi sistem
reproduksi laki-laki dan perempuan
- jelaskan perkembangan seksualitas
sesuai siklus kehidupan
- jelaskan risiko terkena penyakit
menular seksual
3 Risiko infeksi setelah dilakukan tindakan keperawatan pencegahan infeksi
Faktor risiko : selama 1x24 jam diharapkan tingkat infeksi Observasi
- Efek prosedur invasive
menurun dengan kriteria hasil: - monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
- Penyakit kronis
- demam menurun (5) terapeutik
- Malnutrisi
- Ketidakadekuatan pertahanan tubuh
- bengkak menurun (5) - batasi jumlah pengunjung
primer (Kerusakan integritas kulit) - nyeri menurun (5) - berikan perawatan kulit pada daerah edema
- kadar sel darah putih membaik (5) - cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
- pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
- jelaskan tanda dan gejala infeksi
- anjurkan cara memeriksa luka
- anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
4 Nyeri akut setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri
Penyebab : selama 1 x 24 jam diharapkan tingkat nyeri observasi
- Egen pencederan fisiologis (
menurun dengan kriteria hasil : - identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi , kualitas dan
Inflamasi, iskemia, neoplasma)
- Agen pencederan fisik (prosedur
- frekuensi nadi membaik (5) intensitas nyeri
operasi, trauma, ltihan fisikm - pola napas membaik (5) - identifikasi skala nyeri
berlebihan) -keluhan nyeri menurun (5) - identifikasi respon nyeri non verbal
Tanda mayor - meringis menurun (5) - identifikasi faktor yang memperberat nyeri
Subjektif : mengeluh nyeri
- gelisah menurun (5) terapeutik
Objektif : -kesulitan tidur menurun (5) - berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa
- Tampak meringis
nyeri
- Bersikap protektif menghindari nyeri
- kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- fasilitasi istirahat tidur
- Sulit tidur Edukasi
- jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- jelaskan strategi meredakan nyeri
- ajarkan teknik norfamakologi untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgesik
5 Nyeri kronis setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
Penyebab :
selama 1x24 jam diharapkan tingkat nyeri Observasi
- Penekanan saraf
menurun dengan kriteria hasil : - identifikasi lokasi, karakteristik, frekuensi , kualitas dan
- Infiltrasi tumor
- Kondisi pasca trauma - frekuensi nasi membaik (5) intensitas nyeri
- Kerusakan system saraf - pola napas membaik (5) - identifikasi skala nyeri
- Kondisi musculoskeletal kronis - keluhan nyeri menurun (5) - identifikasi respon nyeri non verbal
- Gangguan fungsi metabolik
- meringis menurun (5) - identifikasi faktor yang memperberat nyeri
Tanda mayor
terapeutik
Subjektif : mengeluh nyeri, merasa
depresi (tertekan)
- monitor efek samping penggunaan analgetik
Objektif : Terapeutik
- Tampak meringis - berikan teknik non farmakologi untuk mengurangi nyeri
- Gelisah - kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Tidak mampu menuntaskan aktivitas
- fasilitasi istirahat dan tidur
6 Gangguan eliminasi urin setelah dilakukan tindakan keperawatan manajemen eliminasi urin
Penyebab :
selama 1x24 jam diharapkan eliminasi urin Observasi
- Penurunan kapasitas kandung kemih
membaik dengan kriteria hasil : - identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontenensia
- Iritasi kandung kemih
- Penurunan kemampuan menyadari
- sensasi berkemih meningkat (5) urin
tanda-tanda gangguan kandung - desakan berkemih menurun(5) - identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau
kemih - distensi kandung kemih menurun (5) inkontenensia urin
- Kelemahan otot pelvis
- disurua menurun (5) - monitor eliminasi urin
Tanda mayor
terapeutik
Subjektif : desakan berkemih (urgensi),
sering buang air kecil, nokturia,
- catat waktu haluaran urin
mengompol - batasi asupan, jika perlu
Objektif : - ambil sampel urin tengah
- Distensi kandung kemih
edukasi
- Berkemih tidak tuntas
- ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
- Volume residu urine meningkat
- ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urin
- anjirkan minum yang cukup
kolaborasi
- kolaborasi pemberian obat duppositoria, jika perlu
7 Gangguan rasa nyaman setelah dilakukan tindakan keperawatn Terapi relaksasi
Penyebab : selama 1x 24 jam diharapkan status observasi
- Gajala penyakit kenyamanan meningkat dengan kriteria - identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
- Efek samping terapi
hasil: konsentrasi, atau gejala lain yang mengganggu konsentrasi
Tanda nayor
- keluhan tidak nyaman menurun (5) - identifikasi teknik relaksasi yang perlu dilakukan
Subjektif : mengeluh tidak nyaman
Objektif : gelisah
- gelisah menurun (5) - periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah dan
- kesulitan tidur menurun (5) suhu sebelum dan sesudah lagihan
- lelah menurun (5) terapeutik
- ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan suhu ruangan yang nyaman,
- gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis lain
8 Defisit nutrisi setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nutrisi
Penyebab :
selama 3 x 24 jam diharapakan status nutrisi Observasi
- ketidakmampuan menelan makanan
meningkat dengan kriteria haail : - identifikasi status nutrisi
- Peningkatan kebutuhan metabolism
- Faktor psikologis (mis. Stress, - porsi makan yang dihabiskan meningkat - identifikasi alergi makanan
keengganan untuk makan) (5) - identifikasi perlunya penggunaan nasogastrik tube
Tanda mayor - berat badan atau IMT meningkat (5) - monitor asupan makanan
Subjektif : -
- frekuensi makan meningkat (5) - monitor BB
Objektif :
- nafsu makan meningkat (5) Terapeutik
- BB menurun min 10% di bawah
rentang ideal
- perasaan kenyang meningkat (5) - lakukan orag hygiene sebelum makan
- sajikan makanan secara menarik
Edukasi
- anjurkan posisi duduk saat makan
- ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan

9 Pola napas tidak efektif setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan respirasi
Penyebab :
selama 1x24 jam diharapakan pola napas Observasi
- Depresi pusat pernapasan
membaik dengan kriteria hasil : - monitor pola napas dan saturasi oksigen
- Hambatan upaya napas
- Penurunan energy - dispnea menurun (5) - monitor frekuensi, irama kedalaman dan upaya napas
- Cedera pada medulla - penggunaan otot bantu napas menurun (5) - monitor adanya sumbatan pada jalan napas
spinalis - frekuensi napas membaik (5) Terapeutik
Tanda mayor
- kedalaman napas membaik (5) - atur interval pemantauan rsporasi sesuai kebutuhan pasien
Subjektif : dispnea
Edukasi
Objektif :
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Fase ekspirasi memanjang
- Pola napas abnormal (takipnea,
bradipnea, hiperventilasi, kussmaul,
cheyne-stokes)

10 Inkontinensia fekal setelah dilakukan tindakan keperawatan Latihan eliminasi fekal


Penyebab :
- Penurunan tonus otot selama 1x24 jam diharapkan kontinensia Observasi
- Kerusakan sususan saraf motorik
fekal membaik dengan kriteria hasil : - monitor peristaltik usus
bawah
- pengontrolan pengeluaran feses membaik Terapeutik
- Gangguan kognitif
- Kehilangan fungsi pengendalian
(5) - anjurkan waktu yang konsisten untuk BAB
sfingter rektum - frekuensi BAB membaik (5) - berikan privasi dan kenyamanan dan posisi yang
Tanda mayor - defekasi membaik (5) meningkatkan proses defekasi
Subjektif : tidak mampu mengontrol - gunakan enema rendah jika pelu
pengeluaran feses, tidak mampu menunda
Edukasi
defekasi
Objektif : feses keluar sedikit-sedikit dan
- anjurkan mengkonsumsi makannan tertentu sesuai
sering program atau hasil konsultasi
- anjurkan asupan cairan yanga adekuat sesuai kebutuhan
- anjurkan olahraga sesuai toleransi
Kolaborasi
- kolaborasi pemberian obat suppositoria, jika perlu
d. Implementasi Keperawatan
Dilakukan berdasarkan intervensi keperawatan
e. Evaluasi Keperawatan
1. Evaluasi formatif : merefleksikan observasi perawat dan analisa terhadap pasien
terhadap respon langsung pada intervensi keperawatan.
2. Evaluasi sumatif : merefleksikan rekapitulasi dan sinopsi observasi dan analisa
mengenai status kesehatan pasien terhadap waktu.
DAFTAR PUSTAKA

Arora T, Mullangi S, Lekkala MR. Kanker ovarium. StatPearls. Pulau Harta Karun (FL):
StatPearls; 2024.https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK567760/

Ferawati, L. (2022). Asuhan Keperawatan Pada Ny.M Dengan Post Laparatomi Atas
Indikasi Ca Ovarium Di Rsi Sultan Agung Semarang.

Harsono, A. B. (2020). Kanker Ovarium : “The Silent Killer.” Indonesian Journal of


Obstetrics & Gynecology Science, 3(1), 1–6.
https://doi.org/10.24198/obgynia.v3n1.192

Momenimovahed, Z., Tiznobaik, A., Taheri, S., & Salehiniya, H. (2022). Ovarian cancer in
the world : epidemiology and risk factors Ovarian cancer in the world :
epidemiology and risk factors. https://doi.org/10.2147/IJWH.S197604

Nababan, E. H. F., Sihotang, J., Sasputra, I. N., & Damanik, E. M. B. (2021). Faktor Risiko
Kanker Ovarium Jenis Epitelial Di RSUD Prof. Dr.W.Z Johannes Kota Kupang
Nusa Tenggara Timur Tahun 2016-2019. Cendana Medical Journal (CMJ), 9(2).
https://doi.org/10.35508/cmj.v9i2.5966

Nasution, H. N. (2021). Kaheksia kanker dan tatalaksana nutrisi pada penderita kanker.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 21(2), 189–196.
https://doi.org/10.24815/jks.v21i2.19165

Novitasari, D., & Yuliana, E. (2022). Asuhan Keperawatan pada Orang Dewasa dengan Ca
Ovarium. Journal of Nursing Education and Practice, 1(3), 102– 61 107.
https://doi.org/10.53801/jnep.v1i3.82

Purwoto, G., Dalimunthe, B. E., Kekalih, A., Aditianingsih, D., Mazni, Y., Wahyudi, I., &
Julianti, K. (2022). Complications of ovarian cancer surgery in Dr. Cipto
Mangunkusumo National Referral Hospital, Jakarta: A crosssectional study. Annals
of Medicine and Surgery, 77, 1–11. https://doi.org/10.1016/j.amsu.2022.103581

Purwoko, M. (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan dengan Tingkat


Pengetahuan Mengenai Kanker Ovarium pada Wanita. Mutiara Medika: Jurnal
Kedokteran Dan Kesehatan, 18(2), 45–48. https://doi.org/10.18196/mm.180214

Sembiring, R. B., Supriati, & Hutasuhut, R. M. (2018). Hubungan Motivasi Siswi Dalam
Melakukan Vulva Hygiene Sebagai Upaya Pencegahan Terjadinya Candidiasis
Genetalia Di Sma Yapim Sei Rotan Tahun 2017. 19(1), 162– 169.
https://umnaw.ac.id/wp-content/uploads/2018/11/MARET2018.pdf#page=140

Anda mungkin juga menyukai