Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


KANKER OVARIUM

OLEH
KADEK FIRA PARWATI
1002105017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2013
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Definisi/Pengertian
 Kanker ovarium disebut sebagai “the silent lady killer” karena sulit diketahui
gejalanya sejak awal. Sebagian besar kasus kanker ovarium terdiagnosis dalam
stadium yang sudah lanjut. Kebanyakan kanker ovarium ini berawal dari kista.
(Colombo N,Parma G, et al. Role of conservative surgeri in ovarian cancer 2005)
 Kanker ovarium merupakan kumpulan tumor dengan histiogenesis yang
beranekaragam, dapat berasal dari ketiga dermoblast (ektodermal, entodermal,
mesodermal) dengan sifat-sifat histologis maupun biologis yang beraneka
ragam. Oleh karena itu histiogenesis maupun klasifikasinya masih sering menjadi
perdebatan. Kira-kira 60% terdapat pada usia perimenopausal, 30% dalam masa
reproduksi, dan 10% pada usia jauh lebih muda. Tumor ini dapat
jinak (benigna), tidak jelas jinak tapi juga tidak pasti ganas (borderline
malignancy atau carcinoma of low malignant potential) dan yang jelas
ganas (malignant).
 Kanker ovarium sebenarnya merupakan sekelompok tumor yang berbeda yang
timbul dari beragam jenis jaringan yang terkandung dalam ovarium . Jenis yang
paling umum kanker ovarium muncul dari epitel sel (lapisan luar sel) dari
permukaan ovarium. Kasus lainnya adalah jenis yang jarang terjadi dari kanker
ovarium yaitu kanker yang berkembang dari sel – sel pembentuk telur kuman atau
dari jaringan pendukung (stroma) dari organ jinak (non-kanker) tumor dan kista
juga ditemukan di ovarium dan jauh lebih umum daripada kanker ovarium.
 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kanker indung telur atau kita
sebut dengan kanker ovarium, adalah kanker yang berasal dari sel-sel ovarium
atau indung telur. dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme
normalnya sehingga mengalami pertumbuhan tidak normal, cepat dan tidak
terkendali.

2. Epidemiologi
kanker ovarium menempati urutan ketiga sebagai keganasan terbanyak di saluran
genital wanita. Kanker ovarium sulit dideteksi pada stadium awal sehingga sering
ditemukan pada stadium lanjut. Hal ini pula yang menyebabkan angka kematian pada
kanker ovarium menjadi tinggi, yaitu hamper setengah dari angka kematian kanker
saluran kelamin wanita.
Kanker ovarium sebagian besar terjadi pada wanita usia 40-65 tahun dan jarang pada
wanita usia dibawah 40 tahun. Angka kejadian meningkat seiring dengan semakin
bertambahnya usia seorang wanita, dari 15 sampai 16 kasus per 100.000 pada usia 40
sampai 44 tahun meningkat menjadi 57 kasus per 100.000 pada usia 70 sampai 74
tahun. Usia rata-rata saat diagnosis adalah 63 tahun dan sebesar 48% penderita
berusia diatas 65 tahun.
Berdasarkan laporan Global Cancer Society tahun 2002 terdapat 204.000 kasus
kanker ovarium atau sekitar 4% dari seluruh kanker pada wanita. Angka mortalitasnya
mencapai 125.000 (4,2% dari total kematian akibat kanker pada wanita). Insidennya
paling tinggi pada Negara maju dengan angka 9/100.000, kecuali Jepang
(6,4/100.000). Data dari American Cancer Society pada tahun 2004 diperkirakan
terdapat 22.430 kasus baru kanker ovarium (3%) di Amerika Serikat dengan perkiraan
mortalitas sebesar 15.280 (6%). Kanker ovarium paling sering dijumpai pada wanita
yang berusia lebih dari 60 tahun (sekitar 50% dari pasien berusia lebih dari 65 tahun),
walaupun kanker ini dapat terjadi pada wanita yang lebih muda yang dengan riwayat
penyakit keluarganya.
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2002 menyebutkan bahwa kanker ovarium di
Indonesia menempati urutan keempat terbanyak kasus bary dengan angka kejadian
15/100.000 setelah kanker payudara, korpus uteri, dan kolorektal. Sedangkan tahun
2005 kanker ovarium menempati urutan kelima penyebab kematian akibat kanker
pada wnaita di Indonesia.

3. Etiologi
Menurut Hidayat (2009) Ovarium terletak di kedalaman rongga pelvis. Bila timbul
kanker, biasanya tanpa gejala pada awalnya sehingga sulit ditemukan, membuat
diagnosis tertunda. Ketika lesi berkembang dan timbul gejala, sering kali sudah bukan
stadium dini. Maka terdapat 60-70% pasien kanker ovarium saat didiagnosis sudah
terdapat metastasis di luar ovarium. Penyebab kanker ovarium hingga kini belum
jelas, tapi faktor lingkungan dan hormonal berperan penting dalam patogenesisnya.
Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium,
diantaranya:
 Teori incessant ovulation
Hipotesis ini pertama kali diajukan oleh Fathalla pada tahun 1971 dan kemudian
dilanjutkan oleh peneliti lainnya, mengatakan bahwa trauma berulang selama
ovulasi mengakibatkan panjanan epithelial permukaan ovarium terhadap
abnormalitas genetic dan factor risiko lainnya. Dalam hal ini, usia menstruasi dini,
menopause pada usia lanjut, dan nulipara, semuanya merupakan hal yang
menekan ovulasi, seperti kehamilan dan menyusui telah dilaporkan menurunkan
risiko terjadinya kanker ovarium.
Ovulasi dan bertambahnya usia menyebabkan terperangkapnya fragmen epitel
permukaan ovarium pada cleft (invaginasi permukaan) dan badan inklusi pada
korteks ovarium. Beberapa penelitian telah membuktikan hubungan langsung
frekuensi metaplasia dan neoplasma konversi pada daerah invaginasi dan badan
inklusi. Hal ini memungkinkan karena pajanan berlebihan terhadap hormone atau
lingkungan stromal kaya factor pertumbuhan. Maka epithelial permukaan ovarium
yang terjebak di korteks ovarium dapat dianggap sebagai proses neoplastik tempat
berkembangnya kanker epithelia ovarium. Akan tetapi, bagaimana sel epitel
permukaan atau ksita berkembang manjadi ganas belum diketahui sepenuhnya.
Ness dan Cottreau melalui penelitiannya mengungkapkan, inflamasi di lingkungan
ovarium, seperti kerusakan sel, pajanan oksidatif, dan peningkatan sitokin dan
prostaglandin, daripada terperangkapnya epithelial permukaan ovarium pada
stroma. Kehilangan berulang membrane basal selama ovulasi, telah di
implikasikan sebagai kejadian awal dari kanker ovarium.
 Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan peningkatan insiden kanker ovarium pada individu dengan
penyakit inflamasi pelvis. Teori ini menduga karsinogen dapat berkontak dengan
ovarium setelah melewati saluran genital. Walaupun adanya proteksi oleh ligasi
tuba da histerektomi mendukung teori ini, tapi peranan signifikan factor
reproduksi lainnya tidak dijelaskan oleh teori ini.
 Teori gonadotropin
Teori ini juga dapat dikemukakan sebagai dasar timbulnya kanker ovarium,
karena kadar gonadotropin yang tinggi, berkaitan dengan lonjakan yang terjadi
selama proses ovulasi dan hilangnya gonadal negative feedback pada menopause
dan kegagalan ovarium premature, dapat memegang peranan penting dalam
perkembangan dan progresi kanker ovarium.
Cramer dan Welch, lebih lanjut menerangkan hubungan antara gonadotropin dan
estrogen. Sekresi gonadotropin dalam jumlah banyak, mengakibatkan peningkatan
stimulasi estrogen epithelial permukaan ovarium, yang bertanggung jawab
terhadap peningkatan risiko kanker ovarium.

4. Faktor Risiko Kanker Ovarium


a. Usia
Risiko kanker ovarium meningkat seiring denga bertambahnya umur. Kanker
ovarium dapat menyerang pada umur yang lebih muda dibandingkan dengan jenis
kanker lain, biasanya mengenai wanita berumur sekitar 20-30 tahun, tapi 80%
lebih diagnosis pada wanita yang berumur lebih dari 45 tahun.
Kanker ovarium dapat terjadi pada semua golongan umur, bahkan balita dan anak-
anak, tetapi jumlah temuan kasus baru paling besar terjadi pada rentang umur 60-
74 tahun. Risiko tumor ovarium untuk menjadi keganasan juga meningkat seiring
bertambahnya usia, dengan risiko 13% pada wanita premenopause dan 45% pada
wanita postmenopause.
b. Kehamilan
Kehamilan adalah factor risiko yang penting. Wanita yang sudah pernah hamil
mempunyai risiko terkena kanker ovarium sekitar 50% lebih rendah dibandingkan
dengan wanita nulipara. Wanita yang sudah pernah beberapa kali hamil memiliki
risiko yang lebih rendah lagi.
c. Penggunaan obat kontrasepsi oral
Penelitian dari CD (Centre for Disease Control) menunjukkan bahwa penggunaan
obat kontrasepsi oral akan mengurangi risiko terkena kanker ovarium sebesar 40%
pada wanita usia 20 sampai 54 tahun, dengan risiko relative 0,6. Penelitian lain
melaporkan bahwa pemakaian pil kontrasepsi selama 1 tahun menurunkan risiko
sampai 50%. Hormone yang berperan dalam penurunan risiko ini adalah
progesterone. Pemberian pil yang mengandung estrogen saja pada wanita
pascamenopause akan meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium. Sedangkan
pemberian kombinasi progesterone dan estrogen atau progesterone saja akan
menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium.
d. Ligasi tuba
Pengikatan tuba menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko
relative 0,3. Mekanisme terjadinya efek protektif ini diduga dengan terputusnya
akses talk atau karsinogen lain ke ovarium.
e. Terapi hormone pengganti pada masa menopause
Pemakaian terapi hormone pengganti pada masa menopause dengan estrogen
selama 10 tahun meningkatkan risiko relative menjadi 2,2. Pemakaian selama 20
tahun atau lebih meningkatkan risiko relative menjadi 3,2. Pemakaian terapi ini
disertai dengan pemberian progestin masih meningkatkan risiko relative menjadi
1,5.
f. Obat-obatan yang meningkatkan kesuburan
Obat-obatan yang meningkatkan fertilitas (seperti klomifen sitrat), yang diberikan
secara oral, dan obat-obatan gonadotropin yang diberikan dengan suntikan (seperti
Folicle Stimulating Hormone atau kombinasi FSH dengan Luteinizing Hormone
akan menginduksi terjadinya ovulasi tunggal atau multiple. Hal ini akan
meningkatkan risiko terjadinya karsinoma ovarium. Pada pemakaian klomifen
sitrat lebih dari 12 siklus, risiko relative terjadinya karsinoma ovarium smenjadi
11 kali.
g. Riwayat keluarga
Riwayat adanya keluarga yang menderita kanker ovarium meningkatkan risiko
terjadinya kanker serupa pada anggota keluarga yang lain. Risiko kanker ovarium
adalah 1,6% pada keseluruhan populasi. Risiko meningkat menjadi 4 sampai 5%
apabila anggota keluarga derajat I (ibu atau saudara kandung) terkena kanker
ovarium. Risiko meningkat menjadi 7%, bila ada 2 anggota keluarga yang
menderita kanker ovarium. Riwayat adanya kanker kolon dan kanker payudara
juga meningkat risiko terjadinya kanker ovarium.
h. Factor genetik
Kanker ovarium berhubungan dengan mutasi gen BRCA 1 dan 2. Kedua gen ini
dapat mengalami mutasi pada kanker payudara. Kanker ovarium juga
berhubungan dengan kanker kolorektal nonpoliposis herediter yang disebabkan
oleh mutasi pada gen pengatur perbaikan DNA. Sekitar 30 sampai 40% penderita
kanker ovarium menunjukkan adanya gangguan genetic.

5. Patofisiologi
6. Klasifikasi
7. Stadium
8. Tanda Dan Gejala
Adanya massa di dalam rongga pelvis merupakan tanda yang penting dari Ca
ovarium. Pada wanita yang berusia di atas 40 tahun, adanya massa dengan diameter >
5 cm diperlukan perhatian khusus, karena 95% dari ca ovarium mempunyai diameter
tumor > 5 cm. Namun jika ditemukan massa kistik soliter yang berukuran antara 5–7
cm pada wanita usia reproduksi, kemungkinan merupakan suatu kista fungsional yang
dapat mengalami regresi spontan dalam 4–6 minggu kemudian.
Gejala-gejala umum kanker ovarium sebagai berikut:
1. Perut terasa penuh, tidak nyaman.
2. Hilangan nafsu makan atau penurunan berat badan.
3. Kaki membengkak.
4. Susah buang air besar.
5. Sering merasakan nyeri pada perut.
6. Sakit kepala dan mudah merasa lelah.
7. Sering muntah dan buang air besar.
8. Kembung terus-menerus.
9. Diare.
10. Perdarahan vagina yang tidak normal.
11. Nyeri saat berhubungan seks
Pada stadium awal ca ovarium ini tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik
Umumnya lebih dari 60% penderita didiagnosis setelah berada pada stadium
lanjut. Pada stadium lanjut biasanya dijumpai gejala-gejala penekanan pada
rongga abdomen berupa rasa mual, muntah, hilang nafsu makan, dan gangguan
motilitas usus.
Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :
 haid tidak teratur
 ketegangan menstrual yang terus meningkat
 menoragia
 nyeri tekan pada payudara
 menopause dini
 rasa tidak nyaman pada abdomen
 dispepsia
 tekanan pada pelvis
 sering berkemih
 flatulenes
 rasa begah setelah makan makanan kecil
 lingkar abdomen yang terus meningkat
Gejala kanker ovarium tidak spesifik dan lebih mirip gejala-gejala umum seperti
gejala gangguan pencernaan atau kandung kemih. Seorang wanita dengan kanker
ovarium dapat didiagnosis dengan cara membandingkan dengan kondisi lain sebelum
akhirnya memahami dia menderita kanker.
Kunci utama untuk memahami kanker ovarium adalah tanda-tanda dan gejala yang
terus memburuk. Gejala tersebut meliputi gangguan pencernaan, yang cenderung
untuk datang dan hilang atau terjadi dalam situasi tertentu atau setelah makan
makanan tertentu. Kanker ovarium, biasanya fluktuatif, konstan, dan secara bertahap
memburuk. Studi terbaru menunjukkan bahwa wanita dengan kanker ovarium lebih
mungkin dibandingkan perempuan lain untuk secara konsisten mengalami gejala
berikut:
 Gejala awalnya berupa rasa tidak enak yang samar-samar di perut bagian bawah
 Tekanan pada perut, merasa kenyang, bengkak atau kembung
 Urinary urgensi
 Rasa tidak nyaman atau sakit panggul
 Mual
 Sembelit
 Sering buang air kecil
 Kehilangan nafsu makan atau cepat merasa kenyang
 Peningkatan ketebalan perut atau pakaian ketat pas di pinggang Anda
 Sakit saat hubungan seksual (dispareunia)
 Kekurangan energy
 Punggung sakit
 Perubahan menstruasi
 Panggul terasa berat
 Perdarahan pervaginam
Ovarium yang membesar pada wanita pasca menopause bisa merupakan pertanda
awal dari kanker ovarium. Di dalam perut terkumpul cairan dan perut membesar
akibat ovarium yang membesar ataupun karena penimbunan cairan. Pada saat ini
penderita mungkin akan merasakan nyeri panggul, anemia dan berat badannya
menurun. Kadang kanker ovarium melepaskan hormon yang menyebabkan
pertumbuhan berlebih pada lapisan rahim, pembesaran payudara atau peningkatan
pertumbuhan rambut.

9. Diagnostik
Melihat topografi ovarium hampir tak memungkinkan kita melakukan dteksi dini
tumor ganas ovarium karena letaknya sangat tersembunyi. Diagnosis didasarkan atas
3 gejala/tanda yang biasanya muncul dalam perjalanan penyakitnya yang sudah agak
lanjut :
a. Gejala desakan yang dihubungkan dengan pertumbuhyan primer dan infiltrasi ke
jaringan sekitar
b. Gejala diseminasi/penyebaran yang diakibatkan oleh implantasi peritoneal dan
bermanifestasi adanya ascites,
c. Gejala hormonal yang bermanifestasi sebagai defeminasi, maskulinisasi atau
hiperestrogenisme; intensitas gejala ini sangat bervariasi dengan type
histologik tumor dan usia penderita.
Pemeriksaan ginekologik dan palpasi abdominal akan mendapatkan tumor atau masa,
di dalam panggul dengan bermacam-macam konsistensi mulai dan yang kistik
sampai yang solid (padat). Kondisi yang sebenarnya dari tumor jarang dapat
ditegakkan hanya dengan pemeriksaan klinik. Pemakian USG (Ultra Sono Graphy)
dan CTscan (Computerised Axial Tomography scanning) dapat memberi informasi
yang berharga mengenai ukuran tumor dan perluasanya sebelum pembedahan.
Laparotomi eksploratif disertai biopsy potong beku (frozen section) masih tetap
merupakan prosedur diagnostik paling berguna untuk mendapat gambaran
sebenarnya mengenai tumor dan perluasannya serta menentukan strategi penanganan
selanjutnya.

10. Therapy/tindakan penanganan


Jika kanker belum menyebar ke luar ovarium, hanya dilakukan pengangkatan ovarium
yang terkena dan mungkin dengan tuba falopinya. Jika kanker telah menyebar ke luar
ovarium, maka dilakukan pengangkatan kedua ovarium dan rahim, serta kelenjar
getah bening dan struktur di sekitarnya.
a. Pembedahan
Laparotomo eksploratif, selain digunakan sebagai sarana untuk menentukan
stadium, pembedahan juga digunakan sebagai terapi primer bagi wanita dengan
tumor ovarium pada ambang keganasan maupun yang telah mengalami
keganasan. Pada pasien dengan usia yang lebih muda, dengan tumor-tumor
borderline yang cenderung menjadi ganas, terapi konservatif berupa ooforektomi
bilateral dilakukan sebagai terapi defenitif.
Histerektomi abdominal total dan salpingo-ooforektomi bilateral merupakan
pembedahan reseksi yang dilakukan pada tumor-tumor sisa yang berukuran besar.
Reseksi kandung kemih, kolon, atau omentum juga dilakukan. Prosedur
pembedahan lebih lanjut didasarkan atas evaluasi mengenai risiko yang mungkin
terjadi sebagai akibat dari tindakan reseksi yang lebih jauh dan keuntungan yang
didapat dalam kemungkinan harapan hidup dan kualitas hidup pasien.
b. Terapi Radiasi
Teleterapis pelvis dan abdomen serta penetesan isotop radioaktif pada rongga
peritoneal digunakan pada wanita dengan kanker ovarium tahap awal (stadium I
dan II). Isotop radioaktif (P32) digunakan sebagai terapi residual kanker pada
rongga peritoneum. Pasien yang memiliki residu penyakit yang terbatas, kurang
dari 2cm merupakan kandidat utama terapi P32 ini.
c. Kemoterapi
Penggunaan melphalan, 5-FU, thiotepa, dan siklofosfamid secara sistematik
menunjukkan aktivitas yang baik. Altretamine, sisplatin, karboplatin,
doksorubisin, ifosfamid, dan etoposid juga menunjukkan hasil yang bervariasi dari
27% sampai 78%. Secara keseluruhan, kombinasi terapi sistematik dengan taksol,
sisplatin, dan siklofosfamid meningkatkan respon terapi, angka kesembuhan dan/
atau kemungkinan hidup.
d. Terapi Lainnya
Studi dengan menggunakan terapi hormonal, megace, tamoksifen, dan leuprolid
asetat menunjukkan kemajuan. Respon biologis dari terapi dengan interferon,
interleukin-2, antibody monoclonal dan lymphokine-activated killer cells telah
digunakan dalam pengobatan kanker ovarium dengan hasil yang beragam.

11. Prognosis
Prognosis meningkat jika penyakit didiagnosis pada tahap dini dan diterapi dengan
cepat. Oleh karena kanker ovarium biasanya tidak menunjukkan gejala, hanya 23%
pasien yang terdiagnosis pada saat tumor masih terlokalisisr. Pasien yang didiagnosis
pada tahap metastase jauh, memiliki angka harapan hidup kecil.

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang
akurat dan sistematis akan membantu pemantauan status kesehatan dan pola
pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan pasien serta merumuskan diagnosa
keperawatan
Identitas
 Pasien
 Nama :
 Umur :
 Jenis kelamin :
 Pendidikan :
 Pekerjaan :
 Status perkawinan :
 Agama :
 Suku :
 Alamat :
 Tanggal masuk :
 Tanggal pengkajian :
 Sumber Informasi :
 Diagnosa masuk :
a) Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan/gangguan dalam mobilisasi, meliputi :
a. Alasan masuk rumah sakit
b. Keluhan utama
c. Kronologis keluhan
2) Riwayat kesehatan masa lalu
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan
kebutuhan mobilisasi, misalnya adanya riwayat penyakit sistem
neurologis, riwayat pemakaian obat, seperti sedative, hipnotik, depresan
sistem saraf pusat
a. Riwayat imunisasi
b. Riwayat alergi
c. Riwayat kecelakaan
d. Riwayat di rawat di RS
3) Riwayat kesehatan keluarga
4) Riwayat psiko-sosio-spiritual
Pengkajian pola gordon
1. Persepsi kesehatan
Pengetahuan klien tentang kesehatannya, termasuk riwayat keluarga dan
riwayat kesehatan, hal yang dilakukan saat pasien sakit, obat yang biasa
digunakan,
2. Pola nutrisi metabolik
Sering makan dan minum apa, pola makan, nafsu makan pasien terganggu
atau tidak, adanya pusing mual dan muntah, mukosa kering atau tidak, ada
riwayat alergi makanan atau tidak
3. Pola eliminasi BAB dan BAK
Pola eliminasi BAB dan BAK terganggu atau tidak, ada atau tidak
konstipasi atau diare, ada atau tidak gangguan pada pola BAK, termasuk
frekuensi, lamanya, berapa kali dan juga karakteristik dari BAB dan BAK,
pernah menggunakan obat pelancar BAB atau BAK
4. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas sehari-hari terganggu atau tidak, latihan sehari-hari terganggu
atau tidak, termasuk kegiatan bekerja, kegiatan dirumah, ADL terganggu
atau tidak, kegiatan yang biasa dilakukan terganggu atau tidak
5. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur pasien terganggu atau tidak, kenyamanan tidur dan istirahat
terganggu atau tidak, bagaimana posisi klien untuk menjaga kenyamanan
dalam tidur, pernah menggunakan obat tidur atau tidak,
6. Pola kognitif dan perceptual
Ada masalah dengan alat indera atau tidak , menggunakan alat bantu
dengar dan kacamata atau tidak, persepsi klien tentang nyerinya
7. Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi klien tentang dirinya, apakah klien mengenali dirinya sendiri,
mengenali orang sekitarnya atau tidak, penilaian klien tentang harga
dirinya
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Ada atau tidak gangguan dalam sosialisasi terhadap keluarga maupun
masyarakat, apakah pasien merasa terganggu karena tidak dapat berperan
sebagaimana mestinya, klien dekat dengan siapa
9. Pola seksualitas dan reproduksi
Ada masalah seksual atau tidak, ada atau tidak gangguan dalam
pemenuhan kebutuhan seksualitas dan reproduksi
10. Pola koping terhadap stress
Pola koping dari pasien bagaimana terhadap stress, apa yang biasa pasien
lakukan bila sedang stress, penyebab klien stress beberapa hari ini,
11. Nilai dan kepercayaan
Bagaimana nilai kepercayaan dari pasien, apakah masih percaya dengan
kepercayaannnya dan pola ibadahnya terganggu atau tidak

Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
Abdomen diinspeksi terhadap kesimetrisan dan konsistensi. Kulit diinspeksi terhadap
warna, pola venosa dan ketebalan atau edema. Eritema (kemerahan) dapat
menunjukkan inflamasi lokal jinak atau invasi limfatik superfisial oleh neoplasma.
Pola venosa yang menonjol dapat menandakan peningkatan suplai darah yang
dibutuhkan oleh tumor. Edema kulit dapat terjadi akibat neoplasma menyekat
drainase limfatik sehingga kulit nampak orange-peel yang merupakan tanda klasik
dari kanker ovarium tingkat lanjut.
 Palpasi
Kedua tangan bebas untuk melakukan palpasi pada daerah abdomen. Normalnya
indung telur tidak terpalpasi jika organ tersebut tidak membesar. Ukuran, lokasi,
mobilitas, konsistensi dan nyeri tekan pada daerah abdomen (ovarium). Melakukan
palpasi pada perut untuk memeriksa tumor atau penumpukan abnormal cairan (asites).
Sebuah sampel cairan dapat diambil untuk mencari sel-sel kanker ovarium.

Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan panggul. Selama pemeriksaan panggul, dokter dengan hati-hati
memeriksa bagian luar alat kelamin terkena (vulva), dan kemudian memasukkan dua
jari dari satu tangan ke dalam vagina dan sekaligus menekan sisi lain di perut untuk
merasakan rahim dan ovarium. Selain itu, juga menyisipkan sebuah alat yang disebut
spekulum ke dalam vagina. Spekulum vagina terbuka sehingga dokter secara visual
dapat memeriksa vagina dan leher rahim untuk kelainan.
 Tes darah: Dokter Anda mungkin agar tes darah. Lab mungkin memeriksa
tingkat zat, termasuk CA-125. CA-125 adalah zat yang ditemukan pada permukaan
sel kanker ovarium dan pada beberapa jaringan normal. Tingkat CA-125 yang tinggi
bisa menjadi tanda kanker atau kondisi lain. CA-125 tes tidak digunakan sendiri untuk
mendiagnosa kanker ovarium. Tes ini disetujui oleh Administrasi Makanan dan Obat
untuk pemantauan respon wanita untuk pengobatan kanker ovarium dan untuk
mendeteksi kembali setelah pengobatan.
 Ultrasound: Perangkat USG menggunakan gelombang suara yang orang tidak
dapat mendengar. Perangkat bertujuan gelombang suara pada organ-organ di dalam
panggul. Gelombang memantul dari organ. Sebuah komputer menciptakan gambar
dari gema. Gambar dapat menunjukkan tumor ovarium. Untuk tampilan yang lebih
baik dari indung telur, perangkat mungkin akan dimasukkan ke dalam vagina (USG
transvaginal).
 Biopsi: Biopsi adalah pengangkatan dari jaringan atau cairan untuk mencari
sel-sel kanker. Berdasarkan hasil tes darah dan USG, dokter mungkin menyarankan
operasi (laparotomi) untuk menghilangkan jaringan dan cairan dari panggul dan perut.
Pembedahan biasanya diperlukan untuk mendiagnosis kanker ovarium. Untuk
mempelajari lebih lanjut tentang operasi, lihat "Pengobatan" bagian.

2. Diagnosa Keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Price, Silvya Adreson. 2005. Patofisiologi Konsep klinis Proses-proses Penyakit Volume 1
Edisi 6. Jakarta:ECG
Suddarth,Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah volume 2 Edisi 8 .
Jakarta:ECG
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta : EGC.
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. 2004. Nursing Interventions Classification :
Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Moorhead, Sue et al. 2008. Nursing Outcomes Classification : Fourth Edition. United States
of America : Mosby
Engram, Barbara. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medical Bedah, Vol.3. Jakarta :
EGC.
Farrer, Helen. (2001). Maternity Care, Edisi II. Jakarta: EGC.
Long Barbara. C (1996). Keperawatan Medical Bedah, Edisi II, USA. The CV Mousby
Company.
Capenito, LJ.(2001). Buku Saku Keperawatan, Edisi VIII. Penerjemah Monica Ester, SKp.
Jakarta : EGC.
Crowin, Elizabeth. J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Erik, T. 2005. Kanker, Antioksidan dan Terapi Komplementer. Jakarta : Gramedia
Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai