Anda di halaman 1dari 14

Telah disetujui/diterima Pembimbing

Hari/Tanggal :
Tanda tangan :

ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA


PROGRAM PROFESI NERS

Asuhan Keperawatan pada “Ny.RS” dengan kanker serviks


Di Ruang Onkologi Kebidanan
Rumah Sakit Mohammad Hosein Palembang/SLB/Puskesmas

LAPORAN PENDAHULUAN

Oleh :
Muhammad Ibrahim
04064881618037

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
A. Latar Belakang
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina). Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun. 90% dari
kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal
dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju ke dalam rahim.
Karsinoma serviks biasanya timbul pada zona transisional yang terletak antara epitel sel
skuamosa dan epitel sel kolumnar. Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab
kematian terbanyak akibat penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya
penyakit ini dapat dicegah bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan
diperbaiki. Diperkirakan setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh
dunia dan umumnya terjadi di negara berkembang. Penyakit ini berawal dari infeksi virus
yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks (Geovani, 2011).
Kanker leher rahim (Ca Cervix) merupakan penyakit kanker kedua terbanyak yang
dialami oleh wanita di seluruh dunia. Menurut International Agency for Research on
Cancer (IARC), 85% dari kasus kanker di dunia, yang berjumlah sekitar 493.000 dengan
273.000 kematian, terjadi di Negara-negara berkembang, dan Indonesia merupakan
mempunyai jumlah pengidap kanker serviks kedua terbesar setelah Cina.
Di seluruh dunia, di perkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker serviks baru dan
250.000 kematian setiap tahunnya yang kurang lebih 80% terjadi di negara sedang
berkembang. Di Indonesia, insidens kanker serviks di perkirakan kurang lebih 40.000
kasus pertahun dan masih merupakan kanker wanita yang tersering. Dari jumlah itu, 50%
kematian terjadi di negara - negara berkembang. Hal itu terjadi karena pasien datang
dalam stadium lanjut. Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher
rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker yang di derita kaum wanita. Saat
ini di Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap
tahunnya. Kanker serviks yang sudah masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan
kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70% kasus yang datang
ke rumah sakit di temukan dalam keadaan stadium lanjut. Selama kurun waktu 5 tahun,
usia penderita antara 30 - 60 tahun, terbanyak antara 45 - 50 tahun. Periode laten dari fase
prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9% dari wanita
berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat di diagnosis,
sedangkan 53% dari kanker insitu terdapat pada wanita di bawah usia 35 tahun.

B. Definisi Kanker Serviks


Kanker serviks adalah karsinoma pada leher rahim dan menempati urutan pertama di
dunia. (Sjamjuhidayat, 2005). Kanker serviks adalah keganasan nomor tiga paling sering
dari alat kandungan dan menempati urutan ke delapan dari keganasan pada perempuan di
Amerika (Yatim, 2005)
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai
akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan
normal di sekitarnya (FKUI, 2011)
Kanker serviks adalah keadaan di mana sel-sel neoplastik terdapat pada seluruh
lapisan epitel serviks uteri.(Price dan Wilson, 1995)
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa kanker serviks
adalah kanker leher rahim yang paling ganas dari beberapa kanker pada wanita yang lain.

C. Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi kanker servik idiopatik atau belum diketahui pasti. Ada beberapa faktor
resiko dan faktor predisposisi yang menonjol yaitu :
1. Perilaku seksual
Banyak faktor yang disebut - sebut mempengaruhi terjadinya kanker serviks. Pada
berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa golongan wanita yang mulai
melakukan hubungan seksual pada usia < 20 tahun atau mempunyai pasangan seksual
yang berganti-ganti lebih berisiko untuk menderita kanker serviks. Faktor risiko lain
yang penting adalah hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS) dan
dari sumber itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada isterinya. Data
epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap kemungkinan adanya
hubungan antara kanker serviks dengan agen yang dapat menimbulkan infeksi.
Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya korelasi antara kejadian kanker serviks
dengan kanker penis di wilayah tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor
pada wanita monogami yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak
wanita lain menimbulkan konsep “Pria Berisiko Tinggi” sebagai vektor dari agen yang
dapat menimbulkan infeksi. Banyak penyebab yang dapat menimbulkan kanker
serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya digolongkan ke dalam penyakit akibat hubungan
seksual (PHS). Penyakit kelamin dan keganasan serviks keduanya saling berkaitan
secara bebas, dan diduga terdapat korelasi non-kausal antara beberapa penyakit akibat
hubungan seksual dengan kanker serviks.
2. Kontrasepsi
Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral yang
dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat meningkatkan risiko
relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif pada pemakaian kontrasepsi oral
sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.
3. Merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai
rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic aromatic
hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada
getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-
bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat
menjadi kokarsinogen infeksi virus.
4. Nutrisi
Antioksidan dapat melindungi DNA atau RNA terhadap pengaruh buruk radikal
bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Banyak sayur dan buah
mengandung bahan-bahan antioksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya
advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa
penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta
karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks. Vitamin E,
vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan yang kuat. Vitamin E
banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian dan kacang -
kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.
5. Paritas (Jumlah Kelahiran)
Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan jarak
persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang perempuan
yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk terkena
penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan
berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya
dampak dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus
(HPV) sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.
6. Usia >35 tahun
Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua
usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim.
Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari
meningkatnya dan bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta
makin melemahnya sistem kekebalan tubuh akibat usia.
7. Usia terlalu muda
Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk melakukan
hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10 - 12 kali lebih besar
daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun. Hubungan seks idealnya
dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang. Ukuran kematangan bukan
hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum. Kematangan juga bergantung pada
sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya
sel - sel mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang
wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila dilakukan di
bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosa pada
serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks belum matang. Artinya, masih
rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap menerima rangsangan dari luar
termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa
berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan
tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang
mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa
berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia
di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak lagi terlalu rentan terhadap perubahan.
8. Hygiene yang buruk
Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh daerah genital,
virus ini akan berpindah dan dapat menginfeksi daerah serviks atau leher rahim Anda.
Cara penularan lain adalah di closet pada WC umum yang sudah terkontaminasi virus
ini. Seorang penderita kanker ini mungkin menggunakan closet, virus HPV yang
terdapat pada penderita berpindah ke closet.(Sarwono.2006)

D. Patofisiologi
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar junction
(SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks yaitu
epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau kolumnar
pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia, aktivitas seksual dan
paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri eksternum, sedangkan pada
wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam kanalis serviks, Oleh karena itu pada
wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor
luar berupa mutagen yang akan displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas
seksual tinggi, SCJ terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh
prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks, epitel
kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari cadangan epitel
kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa disebut proses
metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah. Aktivitas metaplasia yang
tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses metaplasia ini maka secara
morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru yang menjadi tempat
pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua
SCJ ini disebut daerah transformasi.
E. Pathway
F. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala stadium awal Ca Serviks jarang terdeteksi. Pada tahap lanjut, tanda
dan gejalanya lebih jelas terlihat, diantaranya adalah:
1. Perdarahan spontan
2. Hematuria
3. Nyeri pada pinggang bagian bawah
4. Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita
5. Amenorhea
6. Lemah
7. Hipermenorhea (Mardjikoen, 1999)

G. Komplikasi
1. Fistula uretra
2. Disfungsi kandung kemih
3. Anemia trombositopenis
4. Mual,muntah, anoreksia
5. Infeksi pelvis
6. Sistitis dan kulit kering
7. Fistula rektovaginal. (Mardjikoen, 1999)

H. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan
 Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun
melalui LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan
pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa
kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear
setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita
tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi.
Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif.
Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya sehingga
manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif
adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah
suatu tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks
(total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA
sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau
bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65
tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti penyakit
jantung, ginjal dan hepar (Tapan, 2005).
 Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan
parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV
sebaiknya diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya
yaitu tujuan pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan
sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar
getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan
jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai III B.
Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat
paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif
untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada
radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal
yaitu sinar berasal dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di
rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari atau minggu selama 5-
6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu zat radioaktif terdapat di
dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan
selama 1 - 3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini
bisa diulang beberapa kali selama 1 - 2 minggu. Efek samping dari terapi
penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum
dan ovarium berhenti berfungsi (Gale & Charette, 2000).
 Kemoterapi
Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui
infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk
membunuh sel kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan
kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa
kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh
dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya
diberikan untuk mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam
periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar
luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah
digunakan untuk penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal
belum memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan
pada kasus kanker serviks antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin
Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lain –lain (Prayetni, 1997).
2. Pencegahan
 Screening
Screening untuk memeriksa perubahan-perubahan leher rahim sebelum adanya
gejala-gejala adalah sangat penting. Screening dapat membantu dokter mencari sel-
sel abnormal sebelum kanker berkembang. Mencari dan merawat sel-sel abnormal
dapat mencegah kebanyakan kanker serviks. Screening juga dapat membantu
mendeteksi kanker secara dini, sehingga perawatan akan menjadi lebih efektif.
Beberapa hal lain yang dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker
serviks antara lain :
 Vaksin HPV
Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan skrining dapat
memberikan manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV
dapat berguna dan cost-effective untuk mengurangi kejadian kanker serviks dan
kondisi pra- kanker, khususnya pada kasus yang ringan. Vaksin HPV yang terdiri
dari 2 jenis dapat melindungi tubuh dalam melawan kanker yang disebabkan oleh
HPV (tipe 16 dan 18). Salah satu vaksin dapat membantu menangkal timbulnya
kutil di daerah genital yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan 18.
 Penggunaan kondom
Penggunaan kondom bila berhubungan seks dapat mencegah penularan
penyakit infeksi menular seperti gonorrhe, clamidia, dan HIV/AIDS.
 Sirkumsisi pada pria
Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan
penurunan risiko infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan
riwayat multiple sexual partners, terjadi penurunan risiko kanker serviks pada
pasangan wanita mereka yang sekarang.
 Tidak merokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai
rokok atau sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclicaromatic
hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin
pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung
bahan-bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga
dapat menjadi ko-karsinogen infeksi virus.
 Nutrisi
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan anti-oksidan dan berkhasiat
mencegah kanker misalnya alpukat, brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang,
bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat (folic acid),
vitamin C, vitamin E, beta karoten atau retinol dihubungkan dengan peningkatan
risiko kanker serviks. Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat
antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi DNA/RNA terhadap
pengaruh buruk radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan
kimia. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung, biji-bijian
dan kacang kacangan). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-
buahan (Tapan, 2005).

I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Menjaga nutrisi supaya tetap adekuat selama menjalani terapi biasanya akan
kehilangan nafsu makan.
2. Melakukan aktifitas fisik. Di sarankan aktifitas sedang yang menyenangkan tetapi
tidak menyebabkan kelelahan.
3. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup.
4. Hindarkan klien dari asap rokok.
5. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi obat secara teratur dan terkontrol.
6. Bersihkan area genitalia klien secara teratur dengan teknik anti sectic
7. Berikan lingkungan yang baik dan bersih.(Haffner LJ. 2008)

J. Manajemen Diet
Gangguan gizi yang dapat timbul pada pasien penyakit kanker disebabkan
kurangnya asupan makanan, tindakan medk, efek psikologik, dan pengaruh keganasan
sel kanker. Gejala kanker dalam keadaan berat dinamakan cachexia yang
manifestasinya secara klinis adalah anoreksia, penurunan berat badan, gangguan
refleks, lemah, anemia, kurang energi protein, dan keadaan deplesi secara keseluruhan
(Almatsier, 2004).
Menurut Almatsier (2004) beberapa faktor penyebab gangguan gizi yang dapat
timbul pada penyakit kanker adalah sebagai berikut :
1. Kurang nafsu makan yang disebabkan oleh faktor psikologik dan lost response
terhadap kanker berupa cepat kenyang atau perubahan pada indra pengecap (lidah).
2. Gangguan asupan makanan dan gangguan gizi karena: gangguan pada saluran
cerna, dapat berupa kesulitan mengunyah, menelan, dan penyumbatan, gangguan
absorpsi zat gizi, kehilangan cairan dan elektrolit karena muntah - muntah dan
diare.
3. Perubahan metabolism protein, karbohidrat, dan lemak.
4. Peningkatan pengeluaran energi.

Tujuan Diet : untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan cara
(Almatsier, 2004) :
1. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit serta daya
terima pasien.
2. Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara berlebihan.
3. Mengurangi rasa mual, muntah, dan diare.
4. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan pasien dan
keluarganya.

Syarat Diit Penyakit Kanker serviks adalah (Almatsier, 2004):


1. Energi tinggi, sesuai dengan kebutuhan.
2. Protein tinggi, yaitu 10 - 15% dari kebutuhan energy total.
3. Lemak cukup, yaitu 20 - 30% dari kebutuhan energy total.
4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total.
5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal. Terutama vitamin A, B
kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen.
6. Rendah iodium bila sedang menjalani medikasi radioaktif internal.
7. Bila imunitas menurun (leukosit < 10 ul) atau pasien akan menjalani kemoterapi
agresif, pasien harus mendapat makanan yang steril.
8. Porsi makan kecil dan sering diberikan.

Jenis Diit dan Indikasi Pemberian:


Jenis diet untuk pasien penyakit kanker ini sangat tergantung pada keadaan pasien,
perkembangan penyakit, dan kemampuan untuk menerima makanannya. Oleh sebab itu, diet
hendaknya disusun secara individual. Jenis makanan atau diet yang diberikan hendaknya
memperhatikan nafsu makan, perubahan indra kecap, rasa cepat kenyang, mual, penurunan
berat badan, dan akibat pengobatan. Sesuai dengan keadaan pasien, makanan dapat diberikan
secara oral, enteral, maupun paraenteral. Makanan dapat diberikan dalam bentuk Makanan
Padat, Makanan Cair, atau kombinasi. Untuk Makanan Padat dapat berbentuk Makanan Biasa,
Makanan Lunak, atau Makanan Lumat (Almatsier, 2004).

Pedoman Untuk Mengatasi Masalah Makan:


1. Bila pasien menderita anoreksia
 Dianjurkan makan makanan yang disukai atau dapat diterima walaupun tidak
lapar.
 Hindari minum sebelum makan.
 Tekankan bahwa makan adalah bagian penting dalam program pengobatan.
 Olahraga sesuai dengan kemampuan penderita.
2. Bila ada perubahan pengecapan
 Makanan atau minuman diberikan dengan suhu kamar atau dingin.
 Tambahkan bumbu makanan yang sesuai untuk menambah rasa.
 Minuman diberikan dalam bentuk segar seperti sari buah atau jus.
3. Bila ada kesulitan mengunyah atau menelan
 Minum dengan menggunakan sedotan.
 Makanan atau minuman diberikan dnegan suhu kamar atau dingin.
 Bentuk makanan disring atau cair.
 Hindari makanan terlalu asam atau asin.
4. Bila mulut kering
 Makanan atau minuman diberikan dengan suhu dingin.
 Bentuk makanan cair.
 Kunyah permen karet atau hard candy.
5. Bila mual dan muntah
 Beri makanan kering.
 Hindari makanan yang berbau merangsang & berlemak tinggi.
 Makan dan minum perlahan-lahan.
 Hindari makanan atau minuman terlalu manis.
 Batasi cairan pada saat makan.
 Tidak tiduran setelah makan.

A. Pengkajian Keperawatan 
1. Demografi
 Umur
Terjadi pada usia 45-50 tahun tetapi dapat juga terjadi pada usia 18 tahun.
 Lingkungan
Sosial ekonomi rendah dan personal higine kurang.
 Kebiasaan
Seseorang yang sering ganti-ganti pasangan.
2. Riwayat Kesehatan
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang sebelumnya mengalami kanker.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang berlebihan dan apakah
mengeluarkan cairan putih dari vagina ( keputihan ).
 Riwayat Penyakit Dahulu.
Wanita dengan kehamilan dini, pemberian estrogen, atau steroid lainnya dapat
menimbulkan berkembangnya masalah fungsional genital pada keturunannya.
3. Pola kesehatan Fungsional
 Pola Persepsi
Personal hygine yang kurang pada daerah genitalia.
 Pola Nutrisi dan Metabolik
Anoreksia, BB menurun.
 Pola Aktivitas dan Latihan
Klien mengalami kelelahan.
 Pola Istirahat dan Tidur
Ada gangguan tidur.
 Persepsi diri dan Konsep diri
Harga diri rendah.
 Pola reproduksi dan Seksual
Nyeri dan perdarahan saat koitus.
4. Pengkajian Fisik
 Rambut
 Conjungtiva
Anemis
 Wajah.
Pucat
 Abdomen
Distensi abdomen
 Vagina
Keputihan berbau, warna merah, perdarahan merah tua, berbau dan kental
 Serviks
Ada nodul
5. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium
HB menurun, Leukosit meningkat, Trombosit meningkat
 Patologi Anatomi
Untuk memeriksa keganasan
 Pemeriksaan Diagnostik
Pap smear, kalposkopi, biopsy kerucut, MRI atau CT-Scan abdomen ataupun pelvis.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pre op & pre Radiasi
 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infiltrasi ke saraf.
 Harga Diri Rendah berhubungan dengan adanya jaringan mati dan busuk,
keputihan yang berbau busuk dari vagina
2. Post operasi dan post Radiasi
 Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan jaringan terbuka akibat luka
pembedahan.
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi.

C. Rencana Keperawatan 
1. Pre op & pre Radiasi
 Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infiltrasi ke saraf
Tujuan : melaporkan nyeri berkurang
Kriteria Hasil : klien tidak gelisah dan ekspresi wajah tidak gelisah.
Intervensi :
 Kaji skala nyeri & intensitas nyeri
 Awasi dan pantau tanda-tanda vital
 Ajarkan klien relaksasi dalam dan masase pada daerah sekitar nyeri.
 Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang

Harga Diri Rendah berhubungan dengan adanya jaringan mati dan busuk, keputihan
yang berbau busuk dari vagina.
Tujuan : Harga diri meningkat
Kriteria Hasil : Klien mengatasi masalahnya dengan positif
Intervensi :
 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.
 Kaji kemampuan klien yang bersifat positif.
 Libatkan keluarga untuk memotifasi klien
 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia
Tujuan : Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya
komplikasi perdarahan.
Intervensi :
 Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit dan Hb serta jumlah trombosit.
 Berikan cairan secara cepat.
 Pantau dan atur kecepatan infus.
 Kolaborasi dalam pemberian infus

2. Post operasi dan post Radiasi


Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan jaringan terbuka akibat luka pembedahan.
Tujuan : Infeksi dapat di cegah
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi pada daerah luka.
Intervensi :
 Monitor tanda-tanda infeksi pada daerah luka
 Jaga kebersihan lokasi
 Rawat luka dengan tehnik aseptic dan anti septic
 Anjurkan klien untuk mobilisasi fisik secara aktif
 Kolaborasi dengan medis untuk memberikan antibiotik

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.


Tujuan : agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria hasil : nafsu makan meningkat dan pasien tidak lemah dan pucat
Intervensi :
 Jelaskan nutrisi untuk penyembuhan pasien
 Anjurkan porsi makan dengan porsi kecil tapi sering
 Anjurkan pasien untuk mengurangi minum disela-sela makan.
 Temani dan Bantu pasien makan

Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi.


Tujuan : agar intregitas kulit dapat di pertahankan
Kriteria Hasil : kulit tampak utuh dan bersih
Intervensi :
 Jaga kebersihan kulit
 Pertahankan hidrasi adekuat
 Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker
 Jelaskan pada pasien untuk menghindari menggaruk.
DAFTAR PUSTAKA
Betz, C.L, & Sowden, L.A.(2004). Mosby’s Pediatric Nursing Reference. Diterjemahkan oleh
Melliya, E. Edt Yudha, E.K. (2004). Buku Saku Keperawatan Pediatrik (Ed. 5).
Jakarta: EGC

Brunner & Suddart. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, Volume 2.
Jakarta: Egc

Donna, L. Wong. Dkk.(2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatric. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif. Dkk. (2000) Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke 3 Jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapsis FK UI.

Price, S.a., & Wilson, L. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:
EGC

Anda mungkin juga menyukai