Anda di halaman 1dari 15

Laporan Pendahuluan : Kanker

Serviks
LAPORAN PENDAHULUAN KANKER SERVIKS

A. Latar Belakang
Kanker Leher Rahim (Kanker Serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di dalam
leher rahim atau serviks (bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak
vagina). Kanker serviks biasanya menyerang wanita berusia 35 - 55 tahun. 90%
dari kanker serviks berasal dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10%
sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang
menuju ke dalam rahim. Karsinoma serviks biasanya timbul pada zona
transisional yang terletak antara epitel sel skuamosa dan epitel sel kolumnar.
Hingga saat ini kanker serviks merupakan penyebab kematian terbanyak akibat
penyakit kanker di negara berkembang. Sesungguhnya penyakit ini dapat dicegah
bila program skrining sitologi dan pelayanan kesehatan diperbaiki. Diperkirakan
setiap tahun dijumpai sekitar 500.000 penderita baru di seluruh dunia dan
umumnya terjadi di negara berkembang. Penyakit ini berawal dari infeksi virus
yang merangsang perubahan perilaku sel epitel serviks (Geovani, 2011).

Kanker leher rahim (Ca Cervix) merupakan penyakit kanker kedua terbanyak
yang dialami oleh wanita di seluruh dunia. Menurut International Agency for
Research on Cancer (IARC), 85% dari kasus kanker di dunia, yang berjumlah
sekitar 493.000 dengan 273.000 kematian, terjadi di Negara-negara berkembang,
dan Indonesia merupakan mempunyai jumlah pengidap kanker serviks kedua
terbesar setelah Cina.

Di seluruh dunia, di perkirakan terjadi sekitar 500.000 kanker serviks baru dan
250.000 kematian setiap tahunnya yang kurang lebih 80% terjadi di negara sedang
berkembang. Di Indonesia, insidens kanker serviks di perkirakan kurang lebih
40.000 kasus pertahun dan masih merupakan kanker wanita yang tersering. Dari
jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara - negara berkembang. Hal itu terjadi
karena pasien datang dalam stadium lanjut. Menurut data Departemen Kesehatan
RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan pertama daftar kanker
yang di derita kaum wanita. Saat ini di Indonesia ada sekitar 100 kasus per 100
ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya. Kanker serviks yang sudah
masuk ke stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu
relatif cepat. Selain itu, lebih dari 70% kasus yang datang ke rumah sakit di
temukan dalam keadaan stadium lanjut. Selama kurun waktu 5 tahun, usia
penderita antara 30 - 60 tahun, terbanyak antara 45 - 50 tahun. Periode laten dari
fase prainvasif untuk menjadi invasif memakan waktu sekitar 10 tahun. Hanya 9%
dari wanita berusia <35 tahun menunjukkan kanker serviks yang invasif pada saat
di diagnosis, sedangkan 53% dari kanker insitu terdapat pada wanita di bawah
usia 35 tahun.
B. Definisi Kanker Serviks
Kanker serviks adalah karsinoma pada leher rahim dan menempati urutan pertama
di dunia. (Sjamjuhidayat, 2005). Kanker serviks adalah keganasan nomor tiga
paling sering dari alat kandungan dan menempati urutan ke delapan dari
keganasan pada perempuan di Amerika (Yatim, 2005)

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan
merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 2011)

Kanker serviks adalah keadaan di mana sel-sel neoplastik terdapat pada seluruh
lapisan epitel serviks uteri.(Price dan Wilson, 1995)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan bahwa kanker serviks


adalah kanker leher rahim yang paling ganas dari beberapa kanker pada wanita
yang lain.

C. Etiologi dan Faktor Resiko


Etiologi kanker servik idiopatik atau belum diketahui pasti. Ada beberapa faktor
resiko dan faktor predisposisi yang menonjol yaitu :

1. Perilaku seksual

Banyak faktor yang disebut - sebut mempengaruhi terjadinya kanker


serviks. Pada berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
golongan wanita yang mulai melakukan hubungan seksual pada usia < 20
tahun atau mempunyai pasangan seksual yang berganti-ganti lebih berisiko
untuk menderita kanker serviks. Faktor risiko lain yang penting adalah
hubungan seksual suami dengan wanita tuna susila (WTS) dan dari sumber
itu membawa penyebab kanker (karsinogen) kepada isterinya. Data
epidemiologi yang tersusun sampai akhir abad 20, menyingkap
kemungkinan adanya hubungan antara kanker serviks dengan agen yang
dapat menimbulkan infeksi. Keterlibatan peranan pria terlihat dari adanya
korelasi antara kejadian kanker serviks dengan kanker penis di wilayah
tertentu. Lebih jauh meningkatnya kejadian tumor pada wanita monogami
yang suaminya sering berhubungan seksual dengan banyak wanita lain
menimbulkan konsep Pria Berisiko Tinggi sebagai vektor dari agen
yang dapat menimbulkan infeksi. Banyak penyebab yang dapat
menimbulkan kanker serviks, tetapi penyakit ini sebaiknya digolongkan ke
dalam penyakit akibat hubungan seksual (PHS). Penyakit kelamin dan
keganasan serviks keduanya saling berkaitan secara bebas, dan diduga
terdapat korelasi non-kausal antara beberapa penyakit akibat hubungan
seksual dengan kanker serviks.
2. Kontrasepsi

Kondom dan diafragma dapat memberikan perlindungan. Kontrasepsi oral


yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari 5 tahun dapat
meningkatkan risiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan risiko relatif pada
pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan
lamanya pemakaian.

3. Merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap


sebagai rokok/sigaret atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclic
aromatic hydrocarbon heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok
konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan di
dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks adalah
menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen
infeksi virus.

4. Nutrisi

Antioksidan dapat melindungi DNA atau RNA terhadap pengaruh buruk


radikal bebas yang terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia.
Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan antioksidan dan
berkhasiat mencegah kanker misalnya advokat, brokoli, kol, wortel, jeruk,
anggur, bawang, bayam, tomat. Dari beberapa penelitian ternyata
defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, beta
karoten/retinol dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.
Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat antioksidan
yang kuat. Vitamin E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai,
jagung, biji-bijian dan kacang - kacangan). Vitamin C banyak terdapat
dalam sayur-sayuran dan buah-buahan.

5. Paritas (Jumlah Kelahiran)

Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi dengan
jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada,
seorang perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk
golongan risiko tinggi untuk terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan
seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan berdampak pada seringnya
terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak dari luka
tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV)
sebagai penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.

6. Usia >35 tahun


Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim.
Semakin tua usia seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya
kanker laher rahim. Meningkatnya risiko kanker leher rahim pada usia
lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan bertambah lamanya
waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya sistem
kekebalan tubuh akibat usia.

7. Usia terlalu muda

Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda untuk


melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10 -
12 kali lebih besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun.
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar
matang. Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi
atau belum. Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang
terdapat di selaput kulit bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel - sel
mukosa baru matang setelah wanita berusia 20 tahun ke atas. Jadi, seorang
wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling rawan bila
dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan
sel-sel mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa pada serviks
belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak
siap menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa
sperma. Karena masih rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi
kanker. Sifat sel kanker selalu berubah setiap saat yaitu mati dan tumbuh
lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel
yang mati, sehingga perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini
akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker. Lain halnya bila hubungan
seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak
lagi terlalu rentan terhadap perubahan.

8. Hygiene yang buruk

Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh daerah
genital, virus ini akan berpindah dan dapat menginfeksi daerah serviks
atau leher rahim Anda. Cara penularan lain adalah di closet pada WC
umum yang sudah terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker ini
mungkin menggunakan closet, virus HPV yang terdapat pada penderita
berpindah ke closet.(Sarwono.2006)

D. Patofisiologi
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar junction
(SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel ektoserviks
yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel kuboid atau
kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia,
aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri
eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar
ostium uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan
displasia dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ
terletak di ostium eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks,
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari
cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel
skuamosa disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang
rendah. Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas.
Akibat proses metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ
asli dan SCJ baru yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru
dengan epitel kolumnar. Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah
transformasi.

Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam
nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah
sehingga menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut
dapat berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang
disebut displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat
dan karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif.
Tingkat displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
(Sjamsuhidajat,1997)

>>> Baca juga mengenai Pathway Keperawatan : Kanker Serviks

E. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala stadium awal Ca Serviks jarang terdeteksi. Pada tahap lanjut,
tanda dan gejalanya lebih jelas terlihat, diantaranya adalah:

1. Perdarahan spontan
2. Hematuria
3. Nyeri pada pinggang bagian bawah
4. Keluar keputihan atau cairan encer dari kelamin wanita
5. Amenorhea
6. Lemah
7. Hipermenorhea (Mardjikoen, 1999)

F. Komplikasi
1. Fistula uretra
2. Disfungsi kandung kemih
3. Anemia trombositopenis
4. Mual,muntah, anoreksia
5. Infeksi pelvis
6. Sistitis dan kulit kering
7. Fistula rektovaginal. (Mardjikoen, 1999)

G. Penatalaksanaan Medis

1. Pengobatan
o Pembedahan

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks


paling luar), seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan
bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical
excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut,
penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali
kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap
smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap
6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi,
dianjurkan untuk menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan
salah satu terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif
adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya
sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan.
Sedangkan tindakan paliatif adalah tindakan yang berarti
memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu
tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan
serviks (total) ataupun salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan
pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO). Umur
pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum
baik, dapat juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun.
Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti
penyakit jantung, ginjal dan hepar (Tapan, 2005).

o Terapi penyinaran (radioterapi)

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks


serta mematikan parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker
serviks stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.
Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan
pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah
mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap
mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di
sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada
stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga
panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan
secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk
mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah
panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk
merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada
dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari
sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah
sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari atau minggu
selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal
yaitu zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan
langsung ke dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1 - 3 hari
dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit. Pengobatan ini
bisa diulang beberapa kali selama 1 - 2 minggu. Efek samping dari
terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan
kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi (Gale
& Charette, 2000).

o Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat


melalui infus, tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi
digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada
jenis kanker dan fasenya saat didiagnosis. Beberapa kanker
mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat
sembuh dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain,
pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker
yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa
kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam
periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika
kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan
sebagai paliatif untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik.
Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk penyakit
metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum
memberikan keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang
digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP
(Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble
Bleomycin) dan lain lain (Prayetni, 1997).

2. Pencegahan
o Screening
Screening untuk memeriksa perubahan-perubahan leher rahim
sebelum adanya gejala-gejala adalah sangat penting. Screening
dapat membantu dokter mencari sel-sel abnormal sebelum kanker
berkembang. Mencari dan merawat sel-sel abnormal dapat
mencegah kebanyakan kanker serviks. Screening juga dapat
membantu mendeteksi kanker secara dini, sehingga perawatan
akan menjadi lebih efektif. Beberapa hal lain yang dapat dilakukan
dalam usaha pencegahan terjadinya kanker serviks antara lain :

Vaksin HPV

Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV


dan skrining dapat memberikan manfaat yang besar dalam
pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV dapat berguna dan
cost-effective untuk mengurangi kejadian kanker serviks
dan kondisi pra- kanker, khususnya pada kasus yang ringan.
Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis dapat melindungi
tubuh dalam melawan kanker yang disebabkan oleh HPV
(tipe 16 dan 18). Salah satu vaksin dapat membantu
menangkal timbulnya kutil di daerah genital yang
diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan 18.

Penggunaan kondom

Penggunaan kondom bila berhubungan seks dapat


mencegah penularan penyakit infeksi menular seperti
gonorrhe, clamidia, dan HIV/AIDS.

Sirkumsisi pada pria

Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria


berhubungan dengan penurunan risiko infeksi HPV pada
penis dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple
sexual partners, terjadi penurunan risiko kanker serviks
pada pasangan wanita mereka yang sekarang.

Tidak merokok

Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang


dihisap sebagai rokok atau sigaret atau dikunyah. Asap
rokok menghasilkan polycyclicaromatic hydrocarbon
heterocyclic nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi
nikotin pada getah serviks 56 kali lebih tinggi dibandingkan
di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada
serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga
dapat menjadi ko-karsinogen infeksi virus.
Nutrisi

Banyak sayur dan buah mengandung bahan-bahan anti-


oksidan dan berkhasiat mencegah kanker misalnya alpukat,
brokoli, kol, wortel, jeruk, anggur, bawang, bayam, tomat.
Dari beberapa penelitian ternyata defisiensi asam folat
(folic acid), vitamin C, vitamin E, beta karoten atau retinol
dihubungkan dengan peningkatan risiko kanker serviks.
Vitamin E, vitamin C dan beta karoten mempunyai khasiat
antioksidan yang kuat. Antioksidan dapat melindungi
DNA/RNA terhadap pengaruh buruk radikal bebas yang
terbentuk akibat oksidasi karsinogen bahan kimia. Vitamin
E banyak terdapat dalam minyak nabati (kedelai, jagung,
biji-bijian dan kacang kacangan). Vitamin C banyak
terdapat dalam sayur-sayuran dan buah-buahan (Tapan,
2005).

H. Penatalaksanaan Keperawatan

1. Menjaga nutrisi supaya tetap adekuat selama menjalani terapi biasanya


akan kehilangan nafsu makan.
2. Melakukan aktifitas fisik. Di sarankan aktifitas sedang yang
menyenangkan tetapi tidak menyebabkan kelelahan.
3. Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup.
4. Hindarkan klien dari asap rokok.
5. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi obat secara teratur dan terkontrol.
6. Bersihkan area genitalia klien secara teratur dengan teknik anti sectic
7. Berikan lingkungan yang baik dan bersih.(Haffner LJ. 2008)

I. Manajemen Diet
Gangguan gizi yang dapat timbul pada pasien penyakit kanker disebabkan
kurangnya asupan makanan, tindakan medk, efek psikologik, dan pengaruh
keganasan sel kanker. Gejala kanker dalam keadaan berat dinamakan cachexia
yang manifestasinya secara klinis adalah anoreksia, penurunan berat badan,
gangguan refleks, lemah, anemia, kurang energi protein, dan keadaan deplesi
secara keseluruhan (Almatsier, 2004).

Menurut Almatsier (2004) beberapa faktor penyebab gangguan gizi yang dapat
timbul pada penyakit kanker adalah sebagai berikut :

1. Kurang nafsu makan yang disebabkan oleh faktor psikologik dan lost
response terhadap kanker berupa cepat kenyang atau perubahan pada indra
pengecap (lidah).
2. Gangguan asupan makanan dan gangguan gizi karena: gangguan pada
saluran cerna, dapat berupa kesulitan mengunyah, menelan, dan
penyumbatan, gangguan absorpsi zat gizi, kehilangan cairan dan elektrolit
karena muntah - muntah dan diare.
3. Perubahan metabolism protein, karbohidrat, dan lemak.
4. Peningkatan pengeluaran energi.

Tujuan Diet : untuk mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan
cara (Almatsier, 2004) :

1. Memberikan makanan yang seimbang sesuai dengan keadaan penyakit


serta daya terima pasien.
2. Mencegah atau menghambat penurunan berat badan secara berlebihan.
3. Mengurangi rasa mual, muntah, dan diare.
4. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap makanan
pasien dan keluarganya.

Syarat Diit Penyakit Kanker serviks adalah (Almatsier, 2004):

1. Energi tinggi, sesuai dengan kebutuhan.


2. Protein tinggi, yaitu 10 - 15% dari kebutuhan energy total.
3. Lemak cukup, yaitu 20 - 30% dari kebutuhan energy total.
4. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total.
5. Vitamin dan mineral cukup, sesuai kebutuhan normal. Terutama vitamin
A, B kompleks, C dan E. Bila perlu ditambah dalam bentuk suplemen.
6. Rendah iodium bila sedang menjalani medikasi radioaktif internal.
7. Bila imunitas menurun (leukosit < 10 ul) atau pasien akan menjalani
kemoterapi agresif, pasien harus mendapat makanan yang steril.
8. Porsi makan kecil dan sering diberikan.

Jenis Diit dan Indikasi Pemberian:


Jenis diet untuk pasien penyakit kanker ini sangat tergantung pada keadaan
pasien, perkembangan penyakit, dan kemampuan untuk menerima makanannya.
Oleh sebab itu, diet hendaknya disusun secara individual. Jenis makanan atau diet
yang diberikan hendaknya memperhatikan nafsu makan, perubahan indra kecap,
rasa cepat kenyang, mual, penurunan berat badan, dan akibat pengobatan. Sesuai
dengan keadaan pasien, makanan dapat diberikan secara oral, enteral, maupun
paraenteral. Makanan dapat diberikan dalam bentuk Makanan Padat, Makanan
Cair, atau kombinasi. Untuk Makanan Padat dapat berbentuk Makanan Biasa,
Makanan Lunak, atau Makanan Lumat (Almatsier, 2004).

Pedoman Untuk Mengatasi Masalah Makan:


1. Bila pasien menderita anoreksia
o Dianjurkan makan makanan yang disukai atau dapat diterima
walaupun tidak lapar.
o Hindari minum sebelum makan.
o Tekankan bahwa makan adalah bagian penting dalam program
pengobatan.
o Olahraga sesuai dengan kemampuan penderita.
2. Bila ada perubahan pengecapan
o Makanan atau minuman diberikan dengan suhu kamar atau dingin.
o Tambahkan bumbu makanan yang sesuai untuk menambah rasa.
o Minuman diberikan dalam bentuk segar seperti sari buah atau jus.
3. Bila ada kesulitan mengunyah atau menelan
o Minum dengan menggunakan sedotan.
o Makanan atau minuman diberikan dnegan suhu kamar atau dingin.
o Bentuk makanan disring atau cair.
o Hindari makanan terlalu asam atau asin.
4. Bila mulut kering
o Makanan atau minuman diberikan dengan suhu dingin.
o Bentuk makanan cair.
o Kunyah permen karet atau hard candy.
5. Bila mual dan muntah
o Beri makanan kering.
o Hindari makanan yang berbau merangsang & berlemak tinggi.
o Makan dan minum perlahan-lahan.
o Hindari makanan atau minuman terlalu manis.
o Batasi cairan pada saat makan.
o Tidak tiduran setelah makan.

>>> Baca juga mengenai Asuhan Keperawatan : Kanker Serviks

ASUHAN KEPERAWATAN
KANKER SERVIKS

A. Pengkajian Keperawatan

1. Demografi
o Umur

Terjadi pada usia 45-50 tahun tetapi dapat juga terjadi pada usia 18
tahun.

o Lingkungan

Sosial ekonomi rendah dan personal higine kurang.


o Kebiasaan

Seseorang yang sering ganti-ganti pasangan.

2. Riwayat Kesehatan
o Riwayat Kesehatan Keluarga

Adakah anggota keluarga yang sebelumnya mengalami kanker.

o Riwayat Penyakit Sekarang

Apakah klien mengeluh nyeri, perdarahan yang berlebihan dan


apakah mengeluarkan cairan putih dari vagina ( keputihan ).

o Riwayat Penyakit Dahulu.

Wanita dengan kehamilan dini, pemberian estrogen, atau steroid


lainnya dapat menimbulkan berkembangnya masalah fungsional
genital pada keturunannya.

3. Pola kesehatan Fungsional


o Pola Persepsi

Personal hygine yang kurang pada daerah genitalia.

o Pola Nutrisi dan Metabolik

Anoreksia, BB menurun.

o Pola Aktivitas dan Latihan

Klien mengalami kelelahan.

o Pola Istirahat dan Tidur

Ada gangguan tidur.

o Persepsi diri dan Konsep diri

Harga diri rendah.

o Pola reproduksi dan Seksual

Nyeri dan perdarahan saat koitus.

4. Pengkajian Fisik
o Rambut
o Conjungtiva

Anemis

o Wajah.

Pucat

o Abdomen

Distensi abdomen

o Vagina

Keputihan berbau, warna merah, perdarahan merah tua, berbau dan


kental

o Serviks

Ada nodul

5. Pemeriksaan Penunjang
o Laboratorium

HB menurun, Leukosit meningkat, Trombosit meningkat

o Patologi Anatomi

Untuk memeriksa keganasan

o Pemeriksaan Diagnostik

Pap smear, kalposkopi, biopsy kerucut, MRI atau CT-Scan


abdomen ataupun pelvis.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Pre op & pre Radiasi


o Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infiltrasi ke
saraf.
o Harga Diri Rendah berhubungan dengan adanya jaringan mati dan
busuk, keputihan yang berbau busuk dari vagina
2. Post operasi dan post Radiasi
o Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan jaringan terbuka akibat
luka pembedahan.
o Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.
o Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi.

C. Rencana Keperawatan

1. Pre op & pre Radiasi


o Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan infiltrasi ke
saraf

Tujuan : melaporkan nyeri berkurang


Kriteria Hasil : klien tidak gelisah dan ekspresi wajah tidak gelisah.
Intervensi :

Kaji skala nyeri & intensitas nyeri


Awasi dan pantau tanda-tanda vital
Ajarkan klien relaksasi dalam dan masase pada daerah
sekitar nyeri.
Berikan lingkungan yang nyaman dan tenang
o Harga Diri Rendah berhubungan dengan adanya jaringan mati dan
busuk, keputihan yang berbau busuk dari vagina.

Tujuan : Harga diri meningkat


Kriteria Hasil : Klien mengatasi masalahnya dengan positif
Intervensi :

Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.


Kaji kemampuan klien yang bersifat positif.
Libatkan keluarga untuk memotifasi klien
o Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia
trombositopenia

Tujuan : Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan


terhadap terjadinya komplikasi perdarahan.
Intervensi :

Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit dan Hb serta


jumlah trombosit.
Berikan cairan secara cepat.
Pantau dan atur kecepatan infus.
Kolaborasi dalam pemberian infus
2. Post operasi dan post Radiasi
o Resiko tinggi Infeksi berhubungan dengan jaringan terbuka akibat
luka pembedahan.

Tujuan : Infeksi dapat di cegah


Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda infeksi pada daerah luka.
Intervensi :

Monitor tanda-tanda infeksi pada daerah luka


Jaga kebersihan lokasi
Rawat luka dengan tehnik aseptic dan anti septic
Anjurkan klien untuk mobilisasi fisik secara aktif
Kolaborasi dengan medis untuk memberikan antibiotik
o Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia.

Tujuan : agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi


Kriteria hasil : nafsu makan meningkat dan pasien tidak lemah dan
pucat
Intervensi :

Jelaskan nutrisi untuk penyembuhan pasien


Anjurkan porsi makan dengan porsi kecil tapi sering
Anjurkan pasien untuk mengurangi minum disela-sela
makan.
Temani dan Bantu pasien makan
o Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi.

Tujuan : agar intregitas kulit dapat di pertahankan


Kriteria Hasil : kulit tampak utuh dan bersih
Intervensi :

Jaga kebersihan kulit


Pertahankan hidrasi adekuat
Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker
Jelaskan pada pasien untuk menghindari menggaruk.

Anda mungkin juga menyukai