Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN CA CERVIX

Oleh :
IDA AYU MADE VERA SUSILADEWI
1102105017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2015

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi Ca Cervix
 Karsinoma Serviks adalah keadaan dimana sel-sel neoplastik terdapat pada lapisan
epitel pada daerah serviks uteri. (Wilson and Price, 2012)
 Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara
epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang
disebut squamo-columnar junction (SCJ). (Wiknjosastro, 2005)
 Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kanker serviks adalah
kerusakan atau kelainan patologik proliferasi abnormal dan neoplastik pada
squamo-columnar junction daerah serviks wanita.

Gambar 1 Kenampakan Ca Cerviks


2. Epidemiologi
Di seluruh dunia,
kanker serviks
adalah kanker
paling sering keempat pada wanita dengan estimasi 530.000 kasus baru pada tahun
2012 dan 7,5% wanita dengan kanker tersebut meninggal. Diperkirakan lebih dari
270.000 kematian wanita dengan kanker serviks meninggal tiap tahunnya, dan lebih
dari 85% penyakit ini terjadi di negara berkembang (WHO, 2015).
Di negara berkembang, telah dibuat program yang memungkinkan tiap wanita
dudeteksi, dengan harapan hal ini menyebabkan banyak lesi pre kanker yang
terinentifikasi pada stadium yang lebih mudah untuk diobati. Pengobatan dini
mencegah 80% kanker serviks di negara tersebut. Pada negara berkembang, akses
yang minim pada screening efektif menyebabkan penyakit ini tidak teridentifikasi
sampai menunjukkan gejala yang berat. Sedangkan, kemungkinan pengobatan pada
stadium akhir penyakit ini tidak terlalu berguna, sehingga jumlah kematian akibat
kanker serviks di negara berkembang sangat tinggi (WHO, 2015).
Di Indonesia penyakit kanker serviks adalah penyakit kanker pada wanita terbanyak
yang terjadi. Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun 2013, prevalensi penyakit
kanker serviks adalah 0,8% dengan kasus tertinggi di Provinsi Kepulauan Riau,
Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi D.I Yogyakarta yaitu sebesar 1,5% (Pusat Data
dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2015)..

3. Etiologi
Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV).
Infeksi HPV merupakan infeksi tersering pada saluran reproduksi. Kebanyakan wanita
dan pria dengan kondisi seksual aktif akan terinfeksi pada beberapa waktu di
kehidupannya dan beberapa mungkin terinfeksi. Terdapat banyak tipe dari HPV, dan
beberapa mungkin tidak mengakibatkan masalah. Infeksi HPV biasanya sembuh tanpa
intervensi yang berarti dalam beberapa bulan setelah paparan, dan kira-kira 90%
sembuh dalam 2 tahun. Proporsi kecil dari infeksi dengan tipe jelas dapat
mengakibatkan kanker. Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan HPV sebagai
penyebab neoplasia servikal. HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan displasia
ringan yang sering regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan dysplasia berat,
yang jarang regresi dan seringkali progresif menjadi karsinoma insitu. Beberapa
penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim disebabkan oleh
tipe 16 dan 18. Yang membedakan antara HPV risiko tinggi dengan HPV risiko
rendah adalah satu asam amino saja. Asam amino tersebut adalah aspartat pada HPV
risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan sedang (WHO, 2015).
Adapun yang menjadi faktor risiko terjadinya kanker serviks:
 Umur
Pada umumnya, risiko untuk mendapatkan kanker serviks bertambah selepas umur
25 tahun. Stadium prakanker serviks dapat ditemukan pada awal usia 20-an.
Kanker serviks juga ditemukan pada wanita antara umur 30-60 tahun dan insiden
terbanyak pada umur 40-50 tahun dan akan menurun drastis sesudah umur 60
tahun. Sedangkan, penderita kanker serviks rata-rata dijumpai pada umur 45 tahun
(Price & Wilson, 2012). Menurut Aziz (2006), umumnya insidens kanker serviks
sangat rendah di bawah umur 20 tahun dan sesudahnya menaik dengan cepat dan
menetap pada usia 50 tahun. Kanker serviks terjadi pada wanita yang berumur
lebih 40 tahun tetapi bukti statistik menunjukkan kanker serviks dapat juga
menyerang wanita antara usia 20- 30 tahun.
 Pernikahan dan aktivitas seksual pada usia muda
Umur pertama kali hubungan seksual merupakan salah satu faktor yang cukup
penting. Makin muda seorang perempuan melakukan hubungan seksual, makin
besar risiko yang harus ditanggung untuk mendapatkan kanker serviks dalam
kehidupan selanjutnya. Risiko kanker serviks akan meningkat pada pernikahan
usia muda atau pertama kali koitus, yaitu pada umur 15-20 tahun atau pada
belasan tahun serta periode laten antara pertama kali koitus sampai terdeteksi
kanker serviks selama 30 tahun (Rasjidi, 2008). Menurut Aziz M.F (2006), pada
wanita yang menikah di bawah usia 16 tahun biasanya 10-12 kali lebih besar
terserang kanker serviks dari pada yang berusia 20 tahun ke atas.
 Riwayat ginekologis
Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker
serviks, hamil di usia muda, jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang
tidak tepat dapat meningkatkan risiko. Kanker serviks sering dihubungkan dengan
kehamilan pertama pada usia muda, jumlah kehamilan yang banyak dan jarak
kehamilan yang pendek. Umur melahirkan pertama kali kurang dari 20 tahun
dianggap mempunyai risiko untuk terjadi kanker serviks (Rasjidi, 2008).
 Jumlah paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan anak.
Kategori partus ini belum ada keseragaman tetapi menurut pakar angka berkisar
antara 3- 5 kali partus. Persalinan pervaginam yang tinggi menyebabkan angka
terjadinya kanker serviks meningkat. (WHO, 2015)
 Kebiasaan berganti pasangan
Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa faktor koitus dengan seringnya berganti
pasangan merupakan faktor yang berpengaruh untuk terjadinya kanker serviks.
Benson menemukan kasus kanker serviks 4 kali lebih banyak pada wanita yang
melakukan prostitusi. Berganti-berganti pasangan dalam hubungan seksual
memperbesar kemungkinan terinfeksi HPV (Ganong & McPhee, 2006).

 Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi oral lebih dari 4 atau 5 tahun dapat meningkatkan risiko
terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat
menyebabkan adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadi
kanker serviks (Belinson, Smith, Myers, Olshan, dan Hartmann, 2012)
 Merokok
Merokok pada wanita selain mengakibatkan penyakit pada paru-paru dan jantung,
kandungan nikotin dalam rokok pun biasanya mengakibatkan kanker serviks.
Nikotin mempermudah selaput untuk dilalui zat karsinogen. Bahan karsinogenik
spesifik dari tembakau dijumpai dalam lendir serviks wanita perokok. Bahan ini
dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV
mencetuskan transformasi maligna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin
banyak dan lama wanita merokok maka semakin tinggi risiko untuk terkena
kanker serviks (Ganong & McPhee, 2006).
 Sosial ekonomi dan diet
Kanker serviks sering ditemukan pada wanita golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin berkaitan dengan diet dan immunitas. Wanita di kelas sosioekonomi
yang paling rendah memiliki faktor risiko 5 kali lebih besar daripada faktor risiko
pada wanita di kelas yang paling tinggi (Corwin, 2009). Pada golongan sosial
ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang dan ini
mempengaruhi imunitas tubuh. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan
antara kanker serviks dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar
memperlihatkan 4 kali lebih mungkin terkena kanker serviks dibanding wanita
pekerja ringan atau di kantor. Kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat
diklasifikasikan ke dalam kelompok sosial ekonomi rendah di mana mungkin
standar kebersihan yang baik tidak dapat dicapai dengan mudah, sanitasi dan
pemeliharaan kesehatan kurang, pendidikan rendah, nikah usia muda, jumlah anak
yang tinggi, pekerjaan dan penghasilan tidak tetap serta faktor diet yang rendah
karotenoid dan asam folat akan mempermudah terjadinya infeksi yang
menyebabkan daya imunitas tubuh menurun sehingga menimbulkan risiko terjadi
kanker serviks (Rasjidi, 2008).

4. Patofisiologi
Sel kanker berasal dari gangguan terhadap DNA atau informasi gen pengontrol
pertumbuhan sel. Tubuh kita memiliki mekanisme otomatis untuk menggurkan sel tua
dan membelah sel aktif untuk meregenerasi. Pada kondisi normal terdapat susunan
informasi dalam DNA dalam inti sel yang mengontrol proses tersebut. Jika jumlah sel
baru yang dibutuhkan telah mencukupi, proses akan berhenti dengan sendirinya. Pada
kasus terjadinya kanker, gangguan terjadi pada pusat informasi (DNA) inti sel yang
berakibat pada pebelahan sel yang tidak terkontrol. Akibatnya sel baru berlebih dan
membentuk jaringan aktif yang menggumpal, inilah yang disebut tumor (Guyton,
2006).
Pada awal munculnya tumor, risiko kanker belum begitu besar, namun akibat
mekanisme tubuh yang tidak mampu menahan, gumpalan tumor dapat berkembang
hingga mengalami proses pembentukan Angiogenesis (pembuluh darah baru) yang
menyuplai darah dan nutrisi kepada sel kanker tumor yang sekarang sudah bisa
disebut sabagai tumor ganas atau kanker. Pada tahap ini, pembuluh darah bisa
berkembang lebih pesat dari pembuluh darah normal dan cenderung “menyerobot”
nutrisi. Tidak heran, jika penderita kanker umumnya mengalami penurunan berat
badan yang drastis. Sel kanker ini pada tahap selanjutnya dapat bermetastasis, yaitu
beberapa selnya mengalir bersama darah dan berhenti serta berkembang di tempat
lain, misalnya paru-paru dan sebagainya (Ganong & McPhee, 2006; Price & Wilson,
2012).
Para ahli telah menyimpulkan penemuan virus penyebab kanker rahim. Virus
ini bernama Human Papilloma Virus (HPV). HPV menyebabkan beberapa sel
mengalami mutasi gen, dan berkembang secara abnormal. Proses perkembangan
tahap pertama ini membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga tahap dimana terbentuk
Angiogenesis (pembuluh darah kanker). Umumnya penderita mengetahui bila dirinya
terserang kanker setelah sel tumor menjadi kanker dan berkembang, bahkan telah
bermetastasis di organ tubuh lainnya (Corwin, 2009).
Tahap pertama ketika sel termutasi oleh pengaruh HPV, sel mengalami
kelainan epitel dan memiliki pola pembelahan yang tidak terkontrol yang disebut
displasia. Dari displasia, sel terus berkembang dan bertambah hingga menjadi
karsinoma in situ (KIS), yaitu tumor yang telah terbentuk namun belum memiliki
jaringan pembuluh darah, dan relatif masih bisa dipisahkan melalui operasi atau
penyinaran, yang sering disebut sebagai tahap pra-kanker. Untuk mencapai tahap KIS
biasanya diperlukan waktu 1-7 tahun (Price & Wilson, 2012).
Dari KIS ini, sel terus berkembang hingga menjadi tumor ganas atau
karsinoma invasi yang telah memiliki jaringan pembuluh darah dan berkemampuan
menyebar ke area sekitarnya atau bahkan berpindah tempat ke organ lainnya. untuk
berproses menjadi karsinoma invasi ini dibutuhkan waktu selama 10-20 tahun. Jadi,
sebenarnya perkembangan kanker rahim membutuhkan waktu panjang, sehingga jika
kita mampu mendeteksi sejak dini, maka risiko yang fatal bisa kita hindari (Price &
Wilson, 2012).
Karsinoma serviks dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum
uterus. Penyebaran kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik
dan ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis hipertensi dan adanya demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh
limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal
dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah
bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka
komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-
paru, kelenjar getah bening mediastinum dansupravesikuler, tulang, hepar, empedu,
pankreas dan otak (Corwin, 2009).

5. Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi dokter untuk merangkum seberapa jauh kanker
telah menyebar. Ada 2 sistem yang digunakan pada umumnya untuk memetakan
stadium kanker serviks, yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional Ginekologi dan
Obstetri) dan sistem TNM Kanker, keduanya sangat mirip. Kedua pemetaan ini
mengelompokkan kanker serviks berdasarkan 3 faktor: ukuran/besar tumor (T),
apakah kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening (N) dan apakah telah
menyebar ke tempat jauh (M).
Klasifikasi Kanker Serviks menurut FIGO 1978
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Tingkat Kriteria
0 Karsinoma In Situ ( KIS), membran basalis utuh
I Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Ia Karsinoma mikro invasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor sudah
stroma tidak lebih dari 3 mm, dan sel tumor tidak tedapat didalam pembuluh limfe
atau pembuluh darah.
Ib Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan
histologi ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia
II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3 bagian atas vagina dan
parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul
II a Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infitrat tumor
II b Penyebaran ke parametrum, uni atau bilateral, tetapi belum sampai dinding panggul
III a Penyebaran sampai ½ bagian distal vagina, sedang parametrium tidak dipersoalkan
asal tidak sampai dinding panggul.
III b Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah infiltrat antara
tumor dengan dinding panggul.
IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mokusa rektum dan
atau vesika urinaria atau telah bermetastasi keluar panggul ketempat yang jauh
IV a Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika urinaria atau sudah keluar dari
pangul kecil, metastasi jauh belum terjadi
IV b Telah terjadi metastasi jauh.
Gambar 2. Gambaran Pertumbuhan Neoplastik dan Metastase Ca Cervix

Klasifikasi pertumbuhan sel


Mikroskopis:
 Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis.Displasia berat
terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tdk dapat dibedakan dengan karsinoma
insitu.

 Stadium karsinoma insitu


Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis
menjadi karsinoma sel skuamosa.Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah
ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
 Stadium karsionoma mikroinvasif
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel
meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma
sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik
dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
 Stadium karsinoma invasive
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan
bentuk sel bervariasi.Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau
anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau
anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
 Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks
- Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan
dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk
pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
- Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif
meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium.
- Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun
lesi berubah bentuk menjadi ulkus.

Makroskopis :
 Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
 Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
 Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
 Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus
dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

Klasifikasi tingkat keganasan menurut sistem TNM :


Tingkat Kriteria
T Tak ditemukan tumor primer
T1S Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ)
T1 Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun adanya perluasan ke korpus uteri)
T1a Pra-klinik adalah karsinoma yang invasive dibuktikan dengan pemeriksaan
histologik
T1b Secara klinis jelas karsinoma yang invasive
T2 Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai dinding
panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum sampai 1/3 bagian
distal
T2a Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium
T2b Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium
T3 Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai dinding
panggul (tak ada celah bebas antara tumor dengan dinding panggul)
Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter karena
NB: infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun pada
penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah (T1 atau
T2)
T4 Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rectum atau kandung kemih atau meluas
sampai di luar panggul. (Ditemukannya edema bullosa tidak cukup bukti untuk
mengklasifikasi sebagai T4)
T4a Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rectum saja dan dibuktikan secara
histologik
T4b Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul
NB: Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukannya sebagai T4
NX Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai pemeriksaan
histologik, jadi: NX + atau NX -.
N0 Tidak ada deformitas kelenjar limfa
N1 Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh cara-cara
diagnostic yang tersedia (misalnya lomfografi, CT-Scan panggul)
N2 Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah bebas
infiltrate di antara masa ini dengan tumor
M0 Tidak ada metastasis berjarak jauh
M1 Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas bifurkasio arteri
iliaka komunis

6. Gejala Klinis
Beberapa gejala klinis yang sering ditemukan pada pasien dengan kanker serviks yaitu
(Aziz, 2006; Price & Wilson, 2012; WHO, 2015):
 Keluhan nyeri
Dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah lumbal. Pada
tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi, sekret dari
vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina serta mukosa vulva.
Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri makin progresif. Gejala
lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan gagal ginjal
dapat terjadi karena obstruksi ureter.
 Keputihan
Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan fluor albus
(keputihan) dimana cairan yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau
busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan
tumor menjadi ulseratif. Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium praklinik
(karsinoma insitu dan mikro invasif) belum dijumpai gejala-gejala yang spesifik
bahkan sering tidak dijumpai gejala. Awalnya, keluar cairan mukus yang encer,
keputihan seperti krem tidak gatal, kemudian menjadi merah muda lalu kecoklatan
dan sangat berbau bahkan sampai dapat tercium oleh seisi rumah penderita. Bau
ini timbul karena ada jaringan nekrosis.
 Perdarahan pasca koitus
Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan
kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%). Pada tahap awal,
terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya timbul gejala
berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan
penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus
serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah
yang keluar berbentuk mukoid. Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam
(vaginal toussea) merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik darah yang
keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair sampai
menggumpal. Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran sel kanker yang
juga merupakan gejala penyakit lanjut.
 Perdarahan pervaginam
Awal stadium invasif, keluhan yang timbul adalah perdarahan di luar siklus haid,
yang dimulai sedikit-sedikit yang makin lama makin banyak atau perdarahan
terjadi di antara 2 masa haid. Perdarahan terjadi akibat terbukanya pembuluh
darah disertai dengan pengeluaran sekret berbau busuk,bila perdarahan berlanjut
lama dan semakin sering akan menyebabkan penderita menjadi sangat anemis dan
dan dapat terjadi shock, dijumpai pada penderita kanker serviks stadium lanjut.
 Inkontinensia urin
Gejala ini sering dijumpai pada stadium lanjut yang merupakan komplikasi akibat
terbentuknya fistula dari kandung kemih ke vagina ataupun fistula dari rektum ke
vagina karena proses lanjutan metastase kanker serviks.

7. Pemeriksaan Diagnostik
 Tes Pap Smear
Wanita bisa mengurangi risiko terserangnya kanker serviks dengan melakukan
Pap Smear secara teratur. Tes Pap adalah suatu tes yang digunakan untuk
mengamati sel-sel leher rahim. Tes Pap dapat menemukan adanya kanker leher
rahim atau sel abnormal (pra-kanker) yang dapat menyebabkan kanker serviks
(Bryant, 2012). Hal yang paling sering terjadi adalah, sel-sel abnormal yang
ditemukan oleh tes Pap bukanlah sel kanker. Sampel sel-sel yang sama dapat
dipakai untuk pengujian infeksi HPV (Puteh, 2008). Test Pap smear dapat
dilakukan bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik,
sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan.

Keterangan:
1) Dokter memasukkan spekulum untuk
menahan dinding vagina tetap terbuka.
2) Cairan/lendir mulut rahim diambil dengan
mengusapkan spatula.
3) Usapan tersebut kemudian dioleskan pada
obyek-glass
4) Sample siap dibawa ke laboratorium patologi
untuk diperiksa.

Gambar 3. Tahap
Pengambila Specimen: Pap Smear Test
Terminologi hasil Pulasan Papanicolau (Pap) dan klasifikasi (Price & Wilson,
2012)
1) Klasifikasi uji pap sistem Bethesida (pemakaian terbaru)
- ASCUS: sel skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara
signifikan. Sel skuamosa adalah sel datar tipis yang membentuk
permukaan serviks.
- LSIL: lesi intraepithelial skuamosa tingkat rendah (perubahan dini dalam
ukuran dan bentuk sel)
- HSIL: lesi epitel skuamosa tingkat tinggi yang berarti bahwa terdapat
perubahan yang lebih jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel-sel
prakanker yang terlihat berbeda dengan sel normal.
2) Perbandingan terminology antara sistem bethesida den neoplasma
intraepithelial servikal (CIN)
- Displasia ringan dapat juga diklasifikasikan sebagai LSIL atau CIN 1
- Displasia sedang dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 2
- Displasia berat dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 3
- Karsinoma in situ dapat juga diklasifikasikan sebagai HSIL atau CIN 3

 Tes IVA
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang dapat
menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA digunakan
untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah mengoleskan larutan asam
asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam asetat menegaskan dan menandai
lesi pra-kanker dengan perubahan warna agak keputihan (acetowhite change).
Hasilnya dapat diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15 menit.Metode IVA
mengandung kelebihan dibanding test Pap smear, karena sangat sederhana (dapat
dilakukan di Puskesmas), hasilnya cukup sensitif dan harganya amat terjangkau
(mulai Rp. 5000).Berbeda dengan test Pap smear, pemeriksaan dengan metode
IVA juga dapat dilakukan kapan saja, termasuk saat menstruasi, saat asuhan nifas
atau paska keguguran. Bila hasilnya bagus, kunjungan ulang untuk tes IVA adalah
setiap 5 tahun.
Gambar 4. Berbagai hasil test IVA

 Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat
yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel skuamosa yang normal akan
berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
 Kolposkopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan
dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk
melakukan biopsy.
Kelemahan; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang
kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.
 Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali
 Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
 Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel
gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan
pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.
8. Kriteria Diagnosis
Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
 Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
 Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan
sel endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi
pemeriksaan sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
 Displasia
Terdapat sel – sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan,
sedang, sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan
biopsi. Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan
berikutnya.
 Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel – sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan
mikroskopik. Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan
harus dilakukan di rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.
9. Terapi/Tindakan Penanganan
Tindakan medis penanganan pada kanker serviks meliputi (Rasjidi, 2008;
Winkjosastro, 2005):
a. Operasi
Ada beberapa jenis operasi untuk pengobatan kanker serviks. Beberapa
pengobatan melibatkan pengangkatan rahim (histerektomi). Beberapa jenis opersi
yang paling umum di lakukan pada pengobatan kanker serviks.
1. Cryosurgery
Sebuah probemetal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan
kedalam vagina dan leher rahim. Cara ini dapat membunuh sel-sel abnormal
dengan cara membekukanya. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker
serviks yang hanya ada di dalam leher rahim (stadium 0), bukan kanker invasif
yang telah menyebar keluar leher rahim.
2. Bedah Laser
Cara ini menggunakan sebuah sinar laser untuk membakar sel-sel atau
menghapus sebagian kecil jaringan sel rahim untuk dipelajari.Pembedahan
laser hanya di gunakan sebagai pengobatan kanker serviks pra-invasif
(stadium 0).
3. Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan di angkat dari leher rahim.
Pemotongan dilakukan menggunakan pisau bedah, laser atau kawat tipis yang
di panaskan oleh listrik. Pendekatan ini dapat digunakan untuk menemukan
atau mengobati kanker serviks tahap awal (stadium 0 atau 1).
4. Histerektomi
- Histerektomi sederhana
Cara kerja metode ini adalah mengankat rahim, tetapi tidak mencangkup
jaringan yang berada didekatnya. Vagina maupun kelenjar getah bening
panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi
dibagian depan perut atau melalui vagina. Setelah dilakukan operasi ini,
seorang wanita tidak bisa hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati
beberapa kanker serviks stadium awal (stadium 1) dan mengobati kanker
stadium prakanker (stadium 0) jika sel-sel kanker ditemukan pada batas
tepi konisasi.
- Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul
Pada operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di
dekatnya, Vagina bagian atas yang berbatasan dengan leher rahim, dan
beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul. Opersi ini
paling sering di lakukan melalui pemotongan bagian depan perut, bukan
dilakukan melalui vagina.
5. Trachlektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachlektomi radikal memungkinkan wanita
muda dengan kanker stadium awal dapat di obati dan masih dapat mempunyai
anak. Metode ini meliputi pengangkatan serviks dan bagian atas Vagina,
kemudian meletakkanya pada jahitan berbentuk kantong yang bertindak
sebagai pembukaan leher rahim didalam rahim. Kelenjar getah bening
didekatnya juga di angkat. Opersi ini bisa dilakukan melalui vagina atau perut.
Setelah operasi ini, beberapa wanita dapat mengalami kehamilan jangka
panjang dan melahirkan bayi yang sehat melalui operasi caecar. Resiko
terjadinya kekambuhan kanker sesudah pengobatn ini cukup rendah.

6. Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan vagina dan perut, pada opersi
jenis ini juga dilakukan pengangkatan kandung kemih, vagina, dubur, dan
sebagian usus besar. Operasi ini dilakukan saat kanker serviks kambuh
kembali setelah pengobatan sebelumnya. Diperlukan waktu enam bulan atau
lebih untuk pulih dari opersi radikal ini. Namun, wanita yang pernah menjalni
opersi ini tetap dapat menjalani kehidupan dengan bahagia dan produktif
b. Radioterapi
Pengobatan kanker serviks, radioterpi ditetapkan dengan melakukan radiasi
eksternal yang diberikan bersama dengan kemoterpi dosis rendah. Untuk jenis
pengobatan radiasi internal, zat radioaktif dimasukkan kedalam silinder didalam
vagina. Kadang-kadang, bahan-bahan radioaktif ini ditempatkan kedalam jarum
tipis yang dimasukkan langsung kadalam tumor.
c. Kemoterapi
Kemoterapi dengan agen tunggal digunakan untuk menangani pasien dengan
metastasis extrapelvis sebagaimana juga digunakan pada tumor rekurren yang
sebelumnya telah ditangani dengan operasi atau radiasi dan bukan merupakan
calonexenterasi. Cisplatin telah menjadi agen yang paling banyak diteliti dan telah
memperlihatkan respon klinis yang paling konsisten.
Walaupun ada beberapa penilitan yang bervariasi, terapi cisplatin agen tunggal
memberikan hasil dengan respon sempurna pada 24% kasus, dengan tambahan
16% dari terapi ini memperlihatkan respon parsial. Ifosfamide, agen alkylating
yang mirip dengan cyclophosphamide, telah memberikan respon total hingga 29%
pada pasien kanker serviks; namun, efektivitas belum dapatdikonfirmasi oleh
semua peneliti. Agen lainnya yang memberikan paling tidak aktivitas parsial
terjadap kanker serviks termasuk carboplatin, doxorubicin hydrochloride,
vinblastine sulfate, vincristine sulfate, 5-fluorouracil, methotrexatesodium,
danhexamethyl melamine.
Kombinasi paling aktif yang digunakan untuk mengatasi kanker serviks semuanya
mengandung cisplatin. Agen tersebut paling sering digunakan bersama bleomycin,
5-fluorouracil, mitomycin C, methotrexate, cyclophosphamide, dan
doxorubicin.Penelitian National Cancer Institute Gynecologic Oncology Group
sedang dikerjakan untuk membandingkan kemampuan dari berbagai kombinasi
kemoterapi. Efek samping kemoterapi tergantung dari obat yang diberikan namun
secara umum dapat menyebabkan diare, lelah, mual, dan rambut rontok. Beberapa
obat kemoterapi dapat mengakibatkan infertilitas dan menopause dini pada wanita
premenopause.
d. Kemoradiasi
Pemakaian kemoradiasi telah diketahui secara luas memberikan harapan hidup
lebih tinggi dibandingkan pemberian radiasi saja pada penanganan kanker serviks.
Kombinasi antara kemoterapi dan terapi radiasi berdasarkan teori dari
pembunuhan sel sinergis ± efek terapeutik dari dua modalitas terapi digunakan
bersamaan lebih besar dibandingkan jika 2 modalitas tersebut digunakan tidak
bersamaan. Bila dikombinasikan dengan radiasi, penggunaan mingguan cisplatin
mengurangi resiko progresi selama 2 tahun sebesar 43% ( harapan hidup 2 tahun =
70%) untuk stadium II B sampai stadium IV A. Pada keadaan ini, cisplatin
sepertinya bekerja sebagai radiosensitizer, dapat menurunkan kemungkinan dari
rekurensi lokal dan lebih mengurangi jumlah kejadian metastasis jauh.
e. Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
- Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid)
- Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol
- Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanyl

Berikut adalah tabel rangkuman penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan pada
pasien dengan kanker serviks sesuai dengan tingkat keganasannya:
Tingkat Penatalaksanaan
Biopsi kerucut
0
Histerektomi transvaginal
Biopsi kerucut
Ia
Histerektomi transvaginal
Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul & evaluasi kelenjar limfe
Ib dan IIa
paraaorta (bila terdapat metastasis dilakukan radioterapi pasca pembedahan)
IIb, III, dan IV Histerektomi transvaginal
Radioterapi
IVa dan IVb Radiasi paliatif
Kemoterapi

10. Komplikasi
 Langsung, yang berhubungan dengan penyakitnya, dapat berupa:
 Obstruksi ileus (penyumbatan usus)
 Vesikovaginal fistel (lubang di antara saluran kencing dan vagina)
 Obstruksi ureter (penyumbatan pada saluran kencing)
 Hidronefrosis (pembengkakan ginjal)
 Infertil
 Gagal ginjal
 Pembentukan fistula
 Anemia
 Infeksi sistemik
 Trombositopenia
 Tidak Langsung, yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan:
 Operasi: perdarahan, infeksi, luka pada saluran kencing, kandung kemih
maupun usus
 Radiasi : berak darah, hematuria (kencing darah), cystitis radiasi (infeksi
saluran kencing karena efek radiasi)
 Kemoterapi : mual muntah, diare, alopesia (kebotakan), BB turun, borok pada
daerah bekas suntikan.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data Subjektif Data Objektif
 Pasien mengeluh nyeri pada panggul  Hasil pemeriksaan
 Pasien mengatakan memiliki riwayat keputihan yang diagnostik menunjukkan
banyak dan berbau, berwarna kecoklatan adanya pertumbuhan sel
 Pasien mengatakan ada menstruasi tidak pada siklus/ haid
abnormal pada dinding
tidak teratur
 Riwayat pasien memiliki anak 3 atau lebih serviks
 Riwayat pasien berganti pasangan  Pasien terlihat meringis
 Riwayat berhubungan seksual dan persalinan pertama kali  Tampak perdarahan dari
 Pasien mengatakan adanya perdarahan setelah vagina
berhubungan seksual  Bau yang menyengat dari
 Pasien mengatakan adanya gangguan pada buang air kecil keputihan atau perdarahan
yang dialami pasien

2. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1) Nyeri kronis berhubungan dengan nekrosis jaringan akibat kanker serviks.
2) PK Perdarahan
3) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infiltrasi kanker pada traktus
urinarius.
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan produksi energy tidak sesuai dengan
kebutuhan
5) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan sirkulasi
oksigen
6) Ketidakseimbangan Nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
pemecahan penyimpanan protein dan lemak tubuh
7) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neurmuskuler
DAFTAR PUSTAKA

Aziz. 2009. Asuhan Keperawatan pada Gangguan Reproduksi. Jakarta: Salemba Medika
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (2013) Riset kesehatan dasar. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI.
Corwin, E. J. (2009). Handbook of pathophysiology. Edisi 3. Diterjemahkan oleh Nike Budhi
Subekti. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A.C., Hall, J.E. (2006) Buku ajar fisologi kedokteran. Edisi 11. Diterjemahkan oleh
Irawati dkk. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
McPhee, S.J., Ganong, W.F. (2006). Pathophysiology of disease: An introduction to clinical
medicine 5th edition. United States: McGraw-Hill Companies, Inc.
Price, S. A., Wilson L.M. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit, Edisi
6, Volume 2. Jakarta : EGC
PUSAT Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2015. Stop Kanker. Diakses melalui
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-kanker.pdf
pada tanggal 1 November 2015
Rasjidi, I., 2008. Manual Prakanker Serviks, Ed. 1. Jakarta : Sagung Seto.
Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
World Health Organization. 2015. Human Pappiloma Virus (HPV) and Cervical Cancer.
Diakses melalui: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs380/en/ pada tanggal 1
November 2015
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. PK : Perdarahan Setelah diberikan asuhan keperawatan Mandiri:NIC: Bleeding Precaution
selama ...x24 jam, perawat dapat 1. Kaji pasien untuk menemukan bukti-bukti 1. Untuk mengetahui adanya tanda-tanda
meminimalkan komplikasi yang terjadi perdarahan atau hemoragi perdarahan.
2. Kaji kadar Hb klien.
dengan kriteria hasil: 2. Penurunan kadar hemoglobin menandakan
3. Lindungi pasien terhadap cedera dan
 Nilai Ht dan Hb berada dalam batas suplay oksigen ke jaringan inadekuat yang
terjatuh
normal
4. Instruksikan pasien untuk membatasi dapat menyebabkan keletihan.
 Klien tidak mengalami episode 3. Mengurangi resiko terjadinya cedera.
aktivitas, jika diperlukan.
perdarahan 4. Mencegah terjadinya cedera akibat kelelahan.
5. Anjurkan klien mengkonsumsi makanan
 Tanda-tanda vital berada dalam batas 5. Vitamin B12 dan zat besi dibutuhkan dalam
yang mengandung banyak zat besi dan
normal (TD: 100-120 / 60-80 mmHg pembentukan sel darah merah dan hemoglobin.
Nadi: 60 – 100 x/menit vitamin B12 dan kurangi mengonsumsi
Kandungan teh bisa mengikat fe yang
RR : 16 – 20 x/mnt teh.
Suhu : 36 - 370C ± 0,50C terkandung dalam tubuh sehingga
meningkatkan risiko anemia
Kolaborasi :
6. Pemberian tranfusi diberikan untuk
6. Kolaborasi pemberian transfusi darah
meresusitasi volume cairan dan jika terjadi
sesuai indikasi
perdarahan yang hebat
2. Nyeri kronis Setelah diberikan asuhan keperawatan NIC : Pain Management
1. Dengan mengetahui karakteristik nyeri pasien,
berhubungan dengan selama ... x 24 jam diharapkan nyeri 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
maka diharapkan dapat ditentukan secara tepat
ketunadayaan fisik pasien dapat terkontrol, dengan kriteria komprehensif termasuk lokasi,
terapi yang akan diberikan.
kronis (ca serviks) hasil: karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
2. Mengetahui reaksi nonverbal yang disebabkan
NOC : Pain Control
ditandai dengan dan faktor presipitasi
 Pasien mengetahui panjang nyeri oleh nyeri yang dirasakan klien.
keluhan nyeri 2. Observasi reaksi nonverbal dari 3. Untuk meningkatkan rasa nyaman yang dapat
yang dirasakan (skala 5)
 Pasien menggunakan analgetik untuk ketidaknyamanan mengurangi tingkat nyeri pasien.
4. Mengurangi faktor presipitasi dapat mengurangi
mengurangi nyeri (skala 5) 3. Kontrol lingkungan yang dapat
 Pasien mengatakan nyeri sudah intensitas nyeri yang dirasakan pasien.
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
5. Memandirikan pasien dalam mengontrol rasa
terkontrol dengan teknik non pencahayaan dan kebisingan
farmakologis (skala 5) 4. Kurangi faktor presipitasi nyeri nyerinya melalui teknik kontrol nyeri
NOC : Pain Level
5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: nonfarmakologi.
 TD normal : 100-120 / 60-80 mmHg
 RR normal : 16 – 20 x/menit napas dalam, relaksasi, distraksi.
1. Mencegah terjadinya respon alergi.
HR normal : 60 -100x /menit 2. Memberikan obat analgesic yang sesuai dengan
NIC : Analgesic Administration scala nyeri pasien
1. Lakukan pengecekan terhadap riwayat 3. Untuk mengetahui adanya respon abnormal dari
alergi. pemberian analgesik.
2. Pilih analgesic yang sesuai. 4. Untuk mengetahui keefektifan dari pemberian
3. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
analgesik.
setelah diberikan analgesic dengan satu
kali dosis atau tanda yang tidak biasa
dicatat perawat
4. Evaluasi keefektian dari analgesic
3. Gangguan eliminasi Setelah diberikan asuhan keperawatan …x Urinary elimination management :
urine berhubungan 24 jam diharapkan klien melaporkan tidak 1. Monitor eliminasi urine meliputi frekuensi, 1. Untuk mengetahui volume, konsistensi,
konsistensi, volume dan warna urine frekuensi dan warna urine dalam keadaa
dengan infiltrasi terdapat gangguan pada eliminasi urinnya
2. Monitor tanda dan gejala retensi urine normal.
kanker pada traktus dengan criteria hasil :
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala terjadiya
Urinary Elemination 3. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
urinarius ditandai
1. Pola eliminasi normal mencapai skala 4 retensi urin.
dengan disuria dan gejala infeksi saluran kemih 3. Agar pasien dan keluarga mengetahui gejala
(mildly compromised)
inkonteninsia urin. 4. Catat waktu terakhrir eliminasi urine infeksi saluran kemih, sehingga ketika terjadi
2. Karakteristik urine dalam rentang normal
5. Instruksikan klien dan keluarga untuk tanda awal dari infeksi, pasien maupun keluarga
mencapai skala 5 (not compromised)
mencatat output urine dapat menginformasikannya ke perawat.
3. Empty blader completely mencapai skala
6. Ajarkan pasien untuk minum 8 gelas air 4. Untuk mengkaji apakah cairan masuk dan
4 (mildly compromised)
sehari. cairan keluar seimbang.
4. Tidak ada nyeri saat miksi mencapai 5. Untuk mengkaji apakah cairan masuk dan
skala 4 (mild) cairan keluar seimbang.
Urinary Retention Care 6. Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien.
5. Tidak mengalami retensi urine mecapai 7. Lakukan pengkajian terhadap urin output, 7. Untuk mengetahui apak terjadi masalah pada
skala 4 (mild) pola eliminasi urine, dan masalah pada eliminasi urin.
Kidney fuction eliminasi urin 8. Membantu pengosongan kandung kemih pasien.
6. Intake dan outpun cairan seimbang 9. Membantu dalam pengosongan kandung kemih
8. Stimulasi pengosongan kadung kemih
mencapai skala 5 (not compremised) pasien.
dengan kompres dingin pada abdomen,
10. Untuk mengetahui derajat distensi kandung
Tidak terjadi hematuria mencapai skala 4
stroking the inner thigh atau dengan air
kemih.
(mild)
mengalir 11. Menjaga agar kebersihan diri pasien tetap
9. Lakukan katerisasi urine, jika diperlukan terjaga.
12. Menjaga daerah perinium tetap kering sehingga
10. Monitor derajat distensi kandung kemih
mencegah terjadinya infeksi saluran kemih.
dengan palpasi dan perkusi
Perineal Care
1. Bantu klien melakukan personal hygiene
2. Jaga perineum tetap kering
.

Anda mungkin juga menyukai