Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

KANKER SERVIKS

2.1.1

Pengertian
Kanker Serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim

sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997). Ca Serviks adalah keadaan
dimana sel-sel neoplastik terdapat pada seluruh lapisan epitel pada daerah serviks uteri.
(Wilson and Price, 1995: 1137). Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal
pada daerah batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks
kanalis serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ). (Wiknjosastro, 2005).
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kanker serviks adalah
kerusakan atau kelainan patologik proliferasi abnormal dan neoplastik pada squamocolumnar junction daerah serviks wanita.
2.1.2

Epidemiologi
Menurut WHO pada tahun 2010, kanker menyumbang 7,9% kematian di dunia, dan

secara global memproyeksikan peningkatan sebanyak 45% pada tahun 2030. Sedangkan
di Indonesia, menurut Riskesdas tahun 2007, kanker (tumor ganas) berada di posisi
ketiga prevalensi terbanyak penyakit tidak menular. Sementara, kanker sebagai penyebab
kematian berada di urutan ketujuh (urutan pertama adalah stroke). Berdasarkan Rikerdas
ini, perempuan lebih banyak mengidap kanker daripada laki-laki dan usia di atas 75
tahun memiliki prevalensi paling sering terkena kanker. Di Indonesia, data menunjukkan
bahwa kanker payudara adalah kanker pembunuh pertama, dimana sebanyak 26 dari
10.000 wanita mengidap kanker ini. Sementara sebanyak 85% prevalensi kanker serviks
berada di negara berkembang, seperti Indonesia.
Beberapa peneliti berpikir bahwa kanker serviks non-invasif (yang hanya terjadi di
leher rahim ketika ditemukan) adalah sekitar 4 kali lebih umum daripada jenis kanker
serviks yang invasif. Ketika ditemukan dan diobati secara dini, kanker serviks seringkali
dapat disembuhkan.
Kanker serviks cenderung terjadi pada wanita paruh baya. Kebanyakan kasus
ditemukan pada wanita yang dibawah 50 tahun. Kasus jarang terjadi pada wanita muda
(usia 20 tahunan). Banyak wanita tidak tahu bahwa ketika menjadi tua, mereka masih
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

beresiko terkena kanker serviks. Itulah sebabnya penting bagi wanita lebih tua untuk
tetap menjalani tes Pap Smear secara teratur.
Setiap hari di Indonesia ada 40 orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal
karena kanker serviks. Kanker serviks merupakan penyakit yang telah diketahui
penyebabnya dan telah diketahui perjalanan penyakitnya, ditambah juga sudah ada
metode deteksi dini kanker serviks dan adanya pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya
angka kejadian dan kematian akibat kanker serviks dapat diturun. Banyaknya kasus
kanker serviks di Indonesia disebabkan pengetahuan tentang kanker serviks yang kurang
sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah.
2.1.3

Etiologi
Penyebab utama kanker leher rahim adalah infeksi Human Papilloma Virus (HPV).

Beberapa penelitian mengemukakan bahwa lebih dari 90% kanker leher rahim
disebabkan oleh tipe 16 dan 18.Yang membedakan antara HPV risiko tinggi dengan HPV
risiko rendah adalah satu asam amino saja. Asam amino tersebut adalah aspartat pada
HPV risiko tinggi dan glisin pada HPV risiko rendah dan sedang (Gastout et al, 1996).
Dari kedua tipe ini HPV 16 sendiri menyebabkan lebih dari 50% kanker leher rahim.
Seseorang yang sudah terkena infeksi HPV 16 memiliki resiko kemungkinan terkena
kanker leher rahim sebesar 5%. Dinyatakan pula bahwa tidak terdapat perbedaan
probabilitas terjadinya kanker serviks pada infeksi HPV-16 dan infeksi HPV-18 baik
secara sendiri-sendiri maupun bersamaan (Bosch et al, 2002). Akan tetapi sifat
onkogenik HPV-18 lebih tinggi daripada HPV-16 yang dibuktikan pada sel kultur dimana
transformasi HPV-18 adalah 5 kali lebih besar dibandingkan dengan HPV-16.
Faktor risiko adalah faktor yang mempermudah timbulnya penyakit kanker serviks.
Adapun yang menjadi faktor risiko terjadinya kanker serviks:
a. Umur
Pada umumnya, risiko untuk mendapatkan kanker serviks bertambah selepas umur 25
tahun. Stadium prakanker serviks dapat ditemukan pada awal usia 20-an. Kanker
serviks juga ditemukan pada wanita antara umur 30-60 tahun dan insiden terbanyak
pada umur 40-50 tahun dan akan menurun drastis sesudah umur 60 tahun. Sedangkan,
penderita kanker serviks rata-rata dijumpai pada umur 45 tahun. Menurut Aziz M.F.
(2006), umumnya insidens kanker serviks sangat rendah di bawah umur 20 tahun dan
sesudahnya menaik dengan cepat dan menetap pada usia 50 tahun. Menurut Riono
(1990), kanker serviks terjadi pada wanita yang berumur lebih 40 tahun tetapi bukti
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

statistik menunjukkan kanker serviks dapat juga menyerang wanita antara usia 20- 30
tahun.
b. Pernikahan dan aktivitas seksual pada usia muda
Umur pertama kali hubungan seksual merupakan salah satu faktor yang cukup
penting. Makin muda seorang perempuan melakukan hubungan seksual, makin besar
risiko yang harus ditanggung untuk mendapatkan kanker serviks dalam kehidupan
selanjutnya (Rasjidi I, 2008). Risiko kanker serviks akan meningkat pada pernikahan
usia muda atau pertama kali koitus, yaitu pada umur 15-20 tahun atau pada belasan
tahun serta period laten antara pertama kali koitus sampai terdeteksi kanker serviks
selama 30 tahun.Menurut Aziz M.F (2006), wanita di bawah usia 16 tahun menikah
biasanya 10-12 kali lebih besar terserang kanker serviks dari pada yang berusia 20
tahun ke atas.
c. Riwayat ginekologis
Walaupun usia menarke atau menopause tidak mempengaruhi risiko kanker serviks,
hamil di usia muda, jumlah kehamilan atau manajemen persalinan yang tidak tepat
dapat meningkatkan risiko.Kanker serviks sering diasosiasikan dengan kehamilan
pertama pada usia muda, jumlah kehamilan yang banyak dan jarak kehamilan yang
pendek (Rasjidi I., 2008). Umur melahirkan pertama kali kurang dari 20 tahun
dianggap mempunyai risiko untuk terjadi kanker serviks.
d. Jumlah paritas
Kanker serviks sering dijumpai pada wanita yang sering melahirkan anak. Kategori
partus ini belum ada keseragaman tetapi menurut pakar angka berkisar antara 3- 5 kali
partus. Persalinan pervaginam yang tinggi menyebabkan angka terjadinya kanker
serviks meningkat. (Harahap, 1997)
e. Kebiasaan berganti pasangan
Penelitian menunjukkan bahwa faktor koitus dengan seringnya berganti pasangan
merupakan faktor yang berpengaruh untuk terjadinya kanker serviks. Benson
menemukan kasus kanker serviks 4 kali lebih banyak pada wanita yang melakukan
prostitusi. Berganti-berganti pasangan dalam hubungan seksual memperbesar
kemungkinan terinfeksi HPV (Indriyani D, 1991).
f. Agen Infeksius
Terdapat sejumlah bukti yang menunjukkan HPV sebagai penyebab neoplasia
servikal. HPV tipe 6 dan 11 berhubungan erat dengan displasia ringan yang sering
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

regresi. HPV tipe 16 dan 18 dihubungkan dengan dysplasia berat, yang jarang regresi
dan seringkali progresif menjadi karsinoma insitu (Aziz, M.F.,2002). Walaupun semua
virus herpes simpleks tipe 2 belum didemonstrasikan pada sel tumor, teknik
hibridisasi insitu telah menunjukkan terdapat HSV RNA spesifik pada sampel
jaringan wanita dengan displasia serviks. Infeksi Trikomonas, sifilis, dan gonokokus
ditemukan berhubungan dengan kanker serviks.
g. Kontrasepsi
Pemakaian kontrasepsi oral lebih dari 4 atau 5 tahun dapat meningkatkan risiko
terkena kanker serviks 1,5-2,5 kali. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kontrasepsi oral menyebabkan wanita sensitif terhadap HPV yang dapat menyebabkan
adanya peradangan pada genitalia sehingga berisiko untuk terjadi kanker serviks
(Belinson S.,Smith J.S.,Myers E.,Olshan A, dan Hartmann K., 2002)
h. Merokok
Merokok pada wanita selain mengakibatkan penyakit pada paru-paru dan jantung,
kandungan nikotin dalam rokok pun biasanya mengakibatkan kanker serviks. Nikotin
mempermudah selaput untuk dilalui zat karsinogen. Bahan karsinogenik spesifik dari
tembakau dijumpai dalam lendir serviks wanita perokok. Bahan ini dapat merusak
DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi
maligna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin banyak dan lama wanita
merokok maka semakin tinggi risiko untuk terkena kanker serviks (Indriyani
D.,1991).
i. Sosial ekonomi dan diet
Kanker serviks sering ditemukan pada wanita golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin berkaitan dengan diet dan immunitas. Wanita di kelas sosioekonomi yang
paling rendah memiliki faktor risiko 5 kali lebih besar daripada faktor risiko pada
wanita di kelas yang paling tinggi (Rasjidi I., 2008). Pada golongan sosial ekonomi
rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang dan ini mempengaruhi
imunitas tubuh. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kanker serviks
dengan pekerjaan, dimana wanita pekerja kasar memperlihatkan 4 kali lebih mungkin
terkena kanker serviks dibanding wanita pekerja ringan atau di kantor (Indriyani
D.,1991). Kebanyakan dari kelompok yang pertama ini dapat diklasifikasikan ke
dalam kelompok sosial ekonomi rendah di mana mungkin standar kebersihan yang
baik tidak dapat dicapai dengan mudah, sanitasi dan pemeliharaan kesehatan kurang,
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

pendidikan rendah, nikah usia muda, jumlah anak yang tinggi, pekerjaan dan
penghasilan tidak tetap serta faktor diet yang rendah karotenoid dan asam folat akan
mempermudah terjadinya infeksi yang menyebabkan daya imunitas tubuh menurun
sehingga menimbulkan risiko terjadi kanker serviks.
2.1.4

Patofisiologi
Sel kanker berasal dari gangguan terhadap DNA atau informasi gen pengontrol

pertumbuhan sel. Tubuh kita memiliki mekanisme otomatis untuk menggugurkan sel tua
dan membelah sel aktif untuk meregenerasi. Pada kondisi normal terdapat susunan
informasi di DNA dalam inti sel yang mengontrol proses tersebut. Jika jumlah sel baru
yang dibutuhkan telah mencukupi, proses akan berhenti dengan sendirinya. Pada kasus
terjadinya kanker, gangguan melanda pusat informasi (DNA) inti sel yang berakibat pada
pebelahan sel yang tidak terkontrol. Akibatnya sel baru berlebih dan membentuk jaringan
aktif yang menggumpal, inilah yang disebut tumor.
Pada awal munculnya tumor ini, risiko kanker belum begitu besar, namun akibat
mekanisme tubuh yang tidak mampu menahan, gumpalan tumor dapat berkembang
hingga mengalami proses pembentukan Angiogenesis (pembuluh darah baru) yang
menyuplai darah dan nutrisi kepada sel kanker tumor yang sekarang sudah bisa disebut
sabagai tumor ganas atau kanker. Pada tahap ini, pembuluh darah bisa berkembang lebih
pesat dari pembuluh darah normal dan cenderung menyerobot nutrisi. Tidak heran, jika
penderita kanker umumnya mengalami penurunan berat badan yang drastis. Sel kanker
ini pada tahap selanjutnya dapat bermetastasis, yaitu beberapa selnya mengalir bersama
darah dan berhenti serta berkembang di tempat lain, misalnya paru-paru dan sebagainya.
Para ahli telah menyimpulkan penemuan virus penyebab kanker rahim. Virus ini
bernama Human Papilloma Virus (HPV). HPV menyebabkan beberapa sel mengalami
mutasi gen, dan berkembang secara abnormal. Proses perkembangan tahap pertama ini
membutuhkan waktu bertahun-tahun hingga tahap dimana terbentuk Angiogenesis
(pembuluh darah kanker). Umumnya penderita mengetahui bila dirinya terserang kanker
setelah sel tumor menjadi kanker dan berkembang, bahkan telah bermetastasis di organ
tubuh lainnya.
Tahap pertama ketika sel termutasi oleh pengaruh HPV, sel mengalami kelainan
epitel dan memiliki pola pembelahan yang tidak terkontrol. Tahap ini disebut displasia.
Dari displasia, sel terus berkembang dan bertambah hingga menjadi karsinoma in situ
(KIS), yaitu tumor yang telah terbentuk namun belum memiliki jaringan pembuluh
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

darah, dan relatif masih bisa dipisahkan melalui operasi atau penyinaran. Tahap ini
disebut tahap pra-kanker. Untuk mencapai tahap KIS biasanya diperlukan waktu 1-7
tahun.
Dari KIS ini, sel terus berkembang hingga menjadi tumor ganas atau karsinoma
invasi yang telah memiliki jaringan pembuluh darah dan berkemampuan menyebar ke
area sekitarnya atau bahkan berpindah tempat ke organ lainnya. untuk berproses menjadi
karsinoma invasi ini dibutuhkan waktu selama 10-20 tahun. Jadi, sebenarnya
perkembangan kanker rahim membutuhkan waktu panjang, sehingga jika kita mampu
mendeteksi sejak dini, maka risiko yang fatal bisa kita hindari.
Kanker serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel,
perubahan neoplastik, berkembang menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau lebih.
Secara histopatologi lesi pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium
displasia (ringan, sedang dan berat) menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif.
Meskipun kanker invasif berkembang melalui perubahan intraepitel, tidak semua
perubaha n ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan mengalami regresi secara
spontan sebanyak 35%. Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka
regresi yang tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS)
berkisar antara 1 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu
menjadi invasif 3 20 tahun (TIM FKUI, 1992).
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan - lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul
bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau
kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka
waktu 7 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di
serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke
kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada ser viks, parametria dan
akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma serviks dapat
meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker ditentukan
oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke pembuluh
darah, anemis hipertensi dan adanya demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh
limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah
bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis
dan pada aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru,
kelenjar getah bening mediastinum dansupravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas
dan otak (Prayetni, 1997).
2.1.5

Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh

kanker telah menyebar. Ada 2 sistem yang digunakan pada umumnya untuk memetakan
stadium kanker serviks, yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional Ginekologi dan
Obstetri) dan sistem TNM Kanker, keduanya sangat mirip. Kedua pemetaan ini
mengelompokkan kanker serviks berdasarkan 3 faktor: ukuran/besar tumor (T), apakah
kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening (N) dan apakah telah menyebar ke
tempat jauh (M).
Klasifikasi Kanker Serviks menurut FIGO 1978
(sumber : Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1)
Tingkat
0
I
Ia

Kriteria
Karsinoma In Situ ( KIS), membran basalis utuh
Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus uteri
Karsinoma mikro invasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor sudah
stroma tidak > 3 mm, dan sel tumor tidak tedapat didalam pembuluh limfe atau

Ib

pembuluh darah.
Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan

II

histologi ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia


Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3 bagian atas vagina dan

II a
II b

parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul


Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infitrat tumor
Penyebaran ke parametrum, uni atau bilateral, tetapi belum sampai dinding

III a

panggul
Penyebaran sampai bagian distal vagina, sedang parametrium tidak dipersoalkan

III b

asal tidak sampai dinding panggul.


Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah infiltrat antara

IV

tumor dengan dinding panggul.


Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mokusa rektum

IV a

dan atau vesika urinaria atau telah bermetastasi keluar panggul ketempat yang jauh
Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika urinaria atau sudah keluar
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

1
0

IV b

dari pangul kecil, metastasi jauh belum terjadi


Telah terjadi metastasi jauh.

Gambar 1. Stadium Kanker Serviks

Dalam sistem American Joint Committee on Cancer (AJCC), stadium menggunakan


angka Romawi 0 s/d IV (0-4). Secara umum, angka yang lebih rendah menunjukkan
semakin kecil kemungkinan kanker telah menyebar. Angka yang lebih tinggi, seperti
stadium IV (4) menunjukkan kanker yang lebih serius.
a. Stadium 0 (Carsinoma in Situ)
Sel-sel kanker serviks hanya ditemukan di lapisan terdalam leher rahim
b. Stadium I
Kanker ditemukan pada leher rahim saja.
c. Stadium II
Kanker telah menyebar di luar leher rahim tetapi tidak ke dinding panggul atau
sepertiga bagian bawah vagina.
d. Stadium III
Kanker serviks telah menyebar ke sepertiga bagian bawah vagina, mungkin telah
menyebar ke dinding panggul, dan/atau telah menyebabkan ginjal tidak berfungsi
e. Stadium IV
Kanker serviks telah menyebar ke kandung kemih, rektum, atau bagian lain dari
tubuh (paru-paru, tulang, liver, dll).
Keadaan Mikroskopis
a. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat
terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tdk dapat dibedakan dengan karsinoma
insitu
b. Stadium karsinoma insitu

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

1
1

Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis
menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah
ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks
c. Stadium karsionoma mikroinvasif
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel
meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma
sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik
dan hanya ditemukan pada skrining kanker
d. Stadium karsinoma invasive
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan
bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau
anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau
anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
e. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks
1) Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan
dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk
2)

pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan


Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif

3)

meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium


Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun
lesi berubah bentuk menjadi ulkus

Pembagian tingkat keganasan menurut sistem TNM :


Tingkat
Kriteria
T
Tak ditemukan tumor primer
T1S
Karsinoma pra-invasif, ialah KIS (Karsinoma In Situ)
T1
Karsinoma terbatas pada serviks, (walaupun adanya perluasan ke korpus
T1a

uteri)
Pra-klinik adalah karsinoma yang invasive dibuktikan dengan pemeriksaan

T1b
T2

histologik
Secara klinis jelas karsinoma yang invasive
Karsinoma telah meluas sampai di luar serviks, tetapi belum sampai
dinding panggul, atau karsinoma telah menjalar ke vagina, tetapi belum

T2a
T2b

sampai 1/3 bagian distal


Karsinoma belum menginfiltrasi parametrium
Karsinoma telah menginfiltrasi parametrium
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

1
2

T3

Karsinoma telah melibatkan 1/3 bagian distal vagina atau telah mencapai
dinding panggul (tak ada celah

NB:

bebas antara tumor dengan dinding

panggul)
Adanya hidronefrosis atau gangguan faal ginjal akibat stenosis ureter
karena infiltrasi tumor, menyebabkan kasus dianggap sebagai T3 meskipun
pada penemuan lain kasus itu seharusnya masuk kategori yang lebih rendah

T4

(T1 atau T2)


Karsinoma telah menginfiltrasi mukosa rectum atau kandung kemih atau
meluas sampai di luar panggul. (Ditemukannya edema bullosa tidak cukup

T4a

bukti untuk mengklasifikasi sebagai T4)


Karsinoma melibatkan kandung kemih atau rectum saja dan dibuktikan

T4b

secara histologik
Karsinoma telah meluas sampai di luar panggul

NB:
NX

Pembesaran uterus saja belum ada alasan untuk memasukannya sebagai T4


Bila tidak memungkinkan untuk menilai kelenjar limfa regional. Tanda -/+
ditambahkan untuk tambahan ada/tidak adanya informasi mengenai

N0
N1

pemeriksaan histologik, jadi: NX + atau NX -.


Tidak ada deformitas kelenjar limfa
Kelenjar limfa regional berubah bentuk sebagaimana ditunjukkan oleh

N2

cara-cara diagnostic yang tersedia (misalnya lomfografi, CT-Scan panggul)


Teraba massa yang padat dan melekat pada dinding panggul dengan celah

M0
M1

bebas infiltrate di antara masa ini dengan tumor


Tidak ada metastasis berjarak jauh
Terdapat metastasis berjarak jauh, termasuk kelenjar limfa di atas
bifurkasio arteri iliaka komunis

2.1.6

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang muncul yaitu:

a. Keluhan nyeri : Dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah
lumbal. Pada tahap lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi,
sekret dari vagina berwarna kuning, berbau dan terjadinya iritasi vagina serta mukosa
vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering terjadi dan nyeri makin progresif.
Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan gagal
ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter.
b. Keputihan : Menurut Dalimartha (2004), gejala kanker serviks pada kondisi prakanker ditandai dengan Fluor albus (keputihan) merupakan gejala yang sering
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

1
3

ditemukan getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat
infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi
ulseratif. Pada permulaan penyakit yaitu pada stadium praklinik (karsinoma insitu dan
mikro invasif) belum dijumpai gejala-gejala yang spesifik bahkan sering tidak
dijumpai gejala. Awalnya, keluar cairan mukus yang encer, keputihan seperti krem
tidak gatal,kemudian menjadi merah muda lalu kecoklatan dan sangat berbau bahkan
sampai dapat tercium oleh seisi rumah penderita. Bau ini timbul karena ada jaringan
nekrosis (Aziz,M.F.,Saifuddin,A.B., 2006).
c. Perdarahan pasca koitus: perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama
(disebut sebagai perdarahan kontak) merupakan gejala karsinoma serviks (75 -80%).
Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada gejala-gejala khusus. Biasanya
timbul gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea, hipermenorhea, dan
penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post koitus serta
latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar
berbentuk mukoid. Menurut Baird (1991) tidak ada tanda-tanda khusus yang terjadi
pada klien kanker serviks. Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam (vaginal
toussea) merupakan gejala yang sering terjadi. Karakteristik darah yang keluar
berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair sampai menggumpal.
Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran sel kanker yang juga merupakan
gejala penyakit lanjut.
d. Perdarahan pervaginam: Awal stadium invasif, keluhan yang timbul adalah
perdarahan di luar siklus haid, yang dimulai sedikit-sedikit yang makin lama makin
banyak atau perdarahan terjadi di antara 2 masa haid.Perdarahan terjadi akibat
terbukanya pembuluh darah disertai dengan pengeluaran sekret berbau busuk,bila
perdarahan berlanjut lama dan semakin sering akan menyebabkan penderita menjadi
sangat anemis dan dan dapat terjadi shock, dijumpai pada penderita kanker serviks
stadium lanjut (Aziz,M.F. dan Saifuddin,A.B., 2006)..
e. Inkontinensia urin: Gejala ini sering dijumpai pada stadium lanjut yang merupakan
komplikasi akibat terbentuknya fistula dari kandung kemih ke vagina ataupun fistula
dari rektum ke vagina karena proses lanjutan metastase kanker serviks (Thomas, R.,
2002)
2.1.7

Penatalaksanaan
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

1
4

Penatalaksanaan pada pasien dengan kanker serviks dapat dilakukan dengan beberapa
tindakan yaitu:
a. Operasi
Ada beberapa jenis operasi untuk pengobatan kanker serviks.Beberapa pengobatan
melibatkan pengangkatan rahim (histerektomi).Daftar ini mencangkup beberapa jenis
opersi yang paling umum di lakukan pada pengobatan kanker serviks.
1) Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan kedalam
Vagina dan leher rahim. Cara ini dapat membunuh sel-sel abnormal dengan cara
membekukanya. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker serviks yang
hanya ada di dalam leher rahim (stadium 0), bukan kanker invasif yang telah
menyebar keluar leher rahim.
2) Bedah Laser
Cara ini menggunakan sebuah sinar laser untuk membakar sel-sel atau menghapus
sebagian kecil jaringan sel rahim untuk dipelajari.Pembedahan laser hanya di
gunakan sebagai pengobatan kanker serviks pra-invasif (stadium 0).
3) Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan di angkat dari leher rahim. Pemotongan
dilakukan menggunakan pisau bedah, laser atau kawat tipis yang di panaskan oleh
listrik. Pendekatan ini dapat digunakan untuk menemukan atau mengobati kanker
serviks tahap awal(stadium 0 atau 1).
4) Histerektomi
a) Histerektomi sederhana
Cara kerja metode ini adalah mengankat rahim, tetapi tidak mencangkup
jaringan yang berada didekatnya.Vagina maupun kelenjar getah bening
panggul tidak diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi dibagian
depan perut atau melalui vagina.Setelah dilakukan operasi ini, seorang wanita
tidak bisa hamil.Histerektomi digunakan untuk mengobati beberapa kanker
serviks stadium awal (stadium 1) dan mengobati kanker stadium prakanker
(stadium 0) jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi konisasi.
b) Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul
Pada operasi ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di
dekatnya, Vagina bagian atas yang berbatasan dengan leher rahim, dan
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

1
5

beberapa kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul. Opersi ini
paling sering di lakukan melalui pemotongan bagian depan perut, bukan
dilakukan melalui vagina.
5) Trachlektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachlektomi radikal memungkinkan wanita muda
dengan kanker stadium awal dapat di obati dan masih dapat mempunyai
anak.Metode ini meliputi pengangkatan serviks dan bagian atas Vagina, kemudian
meletkkanya pada jahitan berbentuk kantong yang bertindak sebagai pembukaan
leher rahim didalam rahim.Kelenjar getah bening didekatnya juga di
angkat.Opersi ini bisa dilakukan melalui vagina atau perut.Setelah operasi ini,
beberapa wanita dapat mengalami kehamilan jangka panjang dan melahirkan bayi
yang sehat melalui operasi caecar.Resiko terjadinya kekambuhan kanker sesudah
pengobatn ini cukup rendah.
6) Ekstenterasi Panggul
Selain mengambil semua organ dan jaringan vagina dan perut, pada opersi jenis
ini juga dilakukan pengangkatan kandung kemih, vagina, dubur, dan sebagian
usus besar.Operasi ini dilakukan saat kanker serviks kambuh kembali setelah
pengobatan sebelumnya.Diperlukan waktu enam bualan atau lebih untuk pulih
dari opersi radikal ini. Namun, wanita yang pernah menjalni opersi ini tetap dapat
menjalani kehidupan dengan bahagia dan produktif
7) Radioterapi
Pengobatan kanker serviks, radioterpi ditetapkan dengan melakukan radiasi
eksternal yang diberikan bersama dengan kemoterpi dosis rendah. Untuk jenis
pengobatan radiasi internal, zat radioaktif dimasukkan kedalam silinder didalam
vagina.Kadang-kadang, bahan-bahan radioaktif ini ditempatkan kedalam jarum
tipis yang dimasukkan langsung kadalam tumor.
8) Kemoterapi
Kemoterapi dengan agen tunggal digunakan untuk menangani pasiendengan
metastasis extrapelvis sebagaimana juga digunakan pada tumor rekurren
yangsebelum telah ditangani dengan operasi atau radiasi dan bukan merupakan
calonexenterasi.Cisplatin telah menjadi agen yang paling banyak diteliti dan
telahmemperlihatkan respon klinis yang paling konsisten. Walaupun ada beberapa
penilitanyang bervariasi, terapi cisplatin agen tunggal memberikan hasil dengan
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

1
6

respon sempurna pada 24% kasus, dengan tambahan 16% dari terapi ini
memperlihatkan respon parsial.Ifosfamide, agen alkylating yang mirip dengan
cyclophosphamide, telah memberikanrespon total hingga 29% pada pasien kanker
serviks; namun, efektivitas belum dapatdikonfirmasi oleh semua peneliti. Agen
lainnya yang memberikan paling tidak aktivitas parsial terjadap kanker serviks
termasuk carboplatin, doxorubicin hydrochloride,vinblastine sulfate, vincristine
sulfate, 5-fluorouracil, methotrexatesodium, danhexamethyl melamine.Kombinasi
paling

aktif

yang

digunakan

untuk

mengatasi

kanker

serviks

semuanyamengandung cisplatin. Agen tersebut paling sering digunakan bersama


bleomycin, 5-fluorouracil, mitomycin C, methotrexate, cyclophosphamide, dan
doxorubicin.Penelitian National Cancer Institute Gynecologic Oncology Group
sedang dikerjakan untuk membandingkan kemampuan dari berbagai kombinasi
kemoterapi. Efek samping kemoterapi tergantung dari obat yang diberikan namun
secara umum dapat menyebabkan diare, lelah, mual, dan rambut rontok. Beberapa
obat kemoterapi dapat mengakibatkan infertilitas dan menopause dini pada wanita
premenopause.
9) Kemoradiasi
Pemakaian kemoradiasi telah diketahui secara luas memberikan harapanhidup
lebih tinggi dibandingkan pemberian radiasi saja pada penanganan kanker
serviks.Kombinasi antara kemoterapi dan terapi radiasi berdasarkan teori dari
pembunuhan selsinergis efek terapeutik dari dua modalitas terapi digunakan
bersamaan lebih besar dibandingkan jika 2 modalitas tersebut digunakan tidak
bersamaan. Bila dikombinasikandengan radiasi, penggunaan mingguan cisplatin
mengurangi resiko progresi selama 2tahun sebesar 43% ( harapan hidup 2 tahun =
70%) untuk stadium II B sampai stadiumIV A. Pada keadaan ini, cisplatin
sepertinya bekerja sebagai radiosensitizer, dapatmenurunkan kemungkinan dari
rekurensi lokal dan lebih mengurangi jumlah kejadianmetastasis jauh.
(sumber : Sjaifoellah, 1996)
2.2 KECEMASAN
2.2.1

Pengertian Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu respon emosional seperti ketakutan, tekanan, dan

rasa kegelisahan, untuk mengantisipasi suatu bahaya, dimana sumber dari kecemasan

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

1
7

tersebut tidak diketahui atau tidak dikenali. Kecemasan dianggap patologis ketika
mengganggu kelangsungan hidup, keinginan untuk berprestasi dan mencapai tujuan, atau
kepuasan, atau menjadi alasan sebagai ketidaknyamanan emosional (Shahrokh & Hales,
2003 dalam Tonwsend, 2008). Ansietas atau kecemasan merupakan suatu keadaan yang
berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya, kondisi ini dialami secara
subjektif dan dikumunikasikan dalam hubungan interpersonal, dan tidak memiliki objek
yang spesifik dan dianggap sebagai objek yang berbahaya dan diperlukan untuk bertahan
hidup (Stuart & Sundeen, 2005).
Kecemasan atau ansietas merupakan perasaan takut yang tidak jelas dan tidak
didukung oleh situasi. Ketika rasa cemas ada, individu akan merasa tidak nyaman, takut,
atau memiliki firasat akan ditimpa bahaya, sedangkan individu tersebut tidak mengetahui
kenapa perasaan tersebut muncul, dan stimulus penyebab kecemasan tersebut tidak
teridentifikasi dengan jelas (Comer, 1992 dalam Videbeck, 2008).
Definisi kecemasan dapat disimpulkan sebagai suatu respon emosional individu
seperti timbulnya rasa gelisah, tidak nyaman, perasaan akan terjadinya bahaya, tanpa
mengetahui objek atau sumber penyebab timbulnya respon tersebut.
2.2.2

Tanda dan Gejala Kecemasan


Tanda dan gejala kecemasan menurut Stuart & Sundeen (2005) dibagi menjadi

respon fisiologis, perilaku, kognitif, dan afektif.


a. Respon fisiologis
1) Kardiovaskular
Pada sistem ini individu dapat mengalami palpitasi jantung berdebar, tekanan darah
meninggi dan mengalami respon parasimpatis diantaranya adalah rasa mau pingsan,
pingsan, tekanan darah menurun, dan denyut nadi menurun.
2) Respirasi
Perubahan pada sistem pernapasan pada individu yang mengalami ansietas atau
kecemasan adalah napas cepat, napas pendek, tekanan pada dada, napas dangkal,
pembengkakan pada tenggorok, sensasi tercekik, terengah-engah.
3) Neuromuskular
Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, rigiditas,
gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, kaki goyah, gerakan yang janggal.
4) Gastrointestinal
Kehilangan napsu makan, menolak makan, respon parasimpatis antara lain rasa tidak
nyaman pada abdomen, mula, rasa terbakar pada jantung, dan diare.
5) Traktus Urinarius
Sering berkemih dan tidak dapat menahan kencing.
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

1
8

6) Kulit
Pada kulit wajah terdapat kemerahan, berkeringat lokal atau setempat (pada telapak
tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat, dan berkeringat seluruh
tubuh.
b. Respon perilaku
Respon perilaku pada individu yang mengalami kecemasan antara lain adalah
gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup, bicara cepat, kurang koordinasi, cenderung
mendapat cedera, menarik diri dan hubungan interpersonal, menghindar, hiperventilasi
c. Respon Kognitif
Respon kognitif pada kecemasan adalah dapat mengalami perhatian yang terganggu,
konsentrasi yang buruk, pelupa, salah dalam memberikan penilaian, preokupasi,
hambatan berpikir, bidang persepsi menurun, kreativitas menurun, bingung, sangat
waspada, kesadaean diri meningkat, kehilangan objektivitas, takut kehilangan kontrol,
takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian.
d. Respon Afektif
Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, alarm, teror, dan
gelisah.
2.2.3

Dampak kecemasan
Diagnosis kecemasan pada pasien dengan perawatan paliatif dapat didukung

dengan adanya beberapa respon somatik sebagai akibat dari kecemasan itu sendiri.
Respon somatik dari kecemasan diantaranya adalah nyeri yang memburuk dan tidak
dapat dijelaskan, insomnia, kehilangan nafsu makan, atau peningkatan mual dan muntah.
Respon nonsomatik (kognitif atau psikologik) dari kecemasan yang dapat timbul pada
pasien dengan perawatan paliatif adalah keraguan dan ketidakmampuan untuk membuat
keputusan, konsentrasi yang buruk, pikiran yang tidak menyenangkan tentang kanker,
ketakutan akan kematian, dan ketergantungan pada orang lain (Quill & Miller, 2014).
Kuebler, Heidrich, & Esper (2007) masalah-masalah yang dapat ditimbulkan
akibat adanya kecemasan meliputi masalah fisik, masalah medis ataupun masalah yang
berpengaruh terhadap psikososial, emosional dan spiritual dari individu. Dampak
kecemasan tersebut dijelaskan sebagai berikut :
a. Dampak kecemasan pada fisik:
1) Setiap gejala yang tidak bisa dihilangkan seperti rasa nyeri atau dipsnea.
2) Proses yang mendasari (hipoksia dan sepsis)
3) Reaksi obat yang merugikan seperti akatsia (haloperidol), psikosis (kortikosteroid),
atau toksisitas (meperidin)
4) Obat-obatan atau zat withdrawal (alkohol, antikonvulsan, benzodiazepine, nikotin,
dan opioid.
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

1
9

5) Delirium yang aktual atau yang mungin terjadi.


b. Masalah medis yang dikaitkan dengan kecemasan yaitu:
1) Kardiovaskular: angina, aritmia, penyakir valvular, gagal jantung kongestif, infraksi
miokardial.
2) Keseimbangan cairan dan elektrolit: dehidrasi, hiponatremi, hiperkalemia,
hiperkalsemia, atau hipokalemia.
3) Endokrin: hipotiroid, hipertiroid,

Cushings syndrome,

penyakit

Addison,

hiperparatiroid, abnormalitas kadar glukosa.


4) Pernapasan: hipoksia, pneumothoraks, emboli paru, penyakit paru obstruksi kronis
(PPOK), dipsnea, asma, sleep apnea, pneumonia.
5) Neurologi: ensepalopati, vertigo, delirium, serebrovaskular, multiple sclerosis,
transient ischemic attacks, hematoma.
6) Hematologi/ malignansi: beberapa metastasi ke otak, anemia, pheochromocytoma.
7) Nutrisional: Anemia, defisiensi folat, defisiensi vitamin B12.
8) Obat dan efek samping pengobatan: contohnya , bronkodilator, phenothiazines
stimulant digunakan untuk

menangkal efek sedatif samping opioid: kafein,

methylphenidate (Ritalin), amfetamin,


9) Beberapa proses infeksi contohnya pneumonia dan infeksi pada saluran kemih.
c. Dampak kecemasan pada psikososial, emosional, dan spiritual:
1) Reaksi normal pada situasi yang mengancam
2) Indikasi adanya gangguan kecemasan (Anxiety Disorder).
3) Ekspresi eksistensial pada duka cita spiritual.
(Kuebler, Heidrich, & Esper, 2007).
2.2.4

Terapi untuk Mengatasi Kecemasan


Menurut Hawari (2008), manajemen untuk mengurangi kecemasan dapat

dilakukan dengan:
a) Terapi Psikofarmaka
Obat-obatan yang digunakan adalah obat anticemas (anxiolityc) dan obat antidepresi
(antidepreant). Obat-obatan tersebut adalah Diazepam, Clobazam, Bromazepam,
Lorazepam, Buspirone HCL, Methprobamate, Alprazolam, Chlordiazepoxide HCL,
Oxazolam, Hidroxyne HCL, Kava-kava rhizome adalah jenis obat anticemas. Obatobatan anti depresi diantaranya adalah Clomipramine HCl, Imipramine, Amitriptyline,
Doxepin, Maprotiline, Mianserin, Amoxapine, Molobemide, Fluvoxamine maleate,
opipramol diHCl, fluoxetine HCl, Tranzodone,, Sentraline HCl (SSRI), Citalopram,
Mirtazapine, dan Tianeptine.
b) Terapi Somatik
Terapi ini diberikan pada orang yang mengalami kecemasan dengan gejala somatic
(fisik) seperti keluhan pada sistem pencernaan, kardiovaskuler, pernapasan,

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

2
0

urogenital, otot, dan tulang. Terapi somatik berupa pemberian obat-obatan untuk
mengurangi gejala somatic yang timbul pada pasien.
c) Psikoterapi
Psikoterapi dalah terapi penunjang yang digunakan untuk mengatasi kecemasan selain
diberikan farmakoterapi, dan terapi somatik. Psikoterapi diantaranya adalah terapi
suportif, terapi re-edukatif, re-kostruktif, kognitif, psikodinamik, perilaku, dan
keluarga. Tujuan dari terapi psikoterapi adalah untuk memperkuat struktur
kepribadian, kepercayaan diri, ketahanan, dan kekebalan baik fisik maupun mental
serta kemampuan beradaptasi dan menyelesaikan stressor pada diri seseorang.
d) Terapi Psikoreligius
Terapi psikoreligius erat hubunganya dengan kekebalan dan daya dalam menghadapai
berbagai problem kehidupan yang merupakan strsor psikososial. Terapi psikoreligius
sudah banyak diteliti, dan hasilnya menunjukkan bahwa komponen agama menduduki
tempat yang penting di dalam manajemen kecemasan.
e) Terapi Psikososial
Terapi psikososial bertujuan untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar
individu dapat kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik di
rumah, di sekolah/kampus, di tempat kerja, maupun di lingkungan pergaulan
sosialnya. Terapi ini tergantung dari jenis stesor psikososial yang dihadapi seseorang.
f) Konseling
Terapi-terapi yang digunakan dalam manajemen kecemasan khususnya psikoterapi
dilakukan melalui konseling. Konselor memberikan konseling bukan hanya pada
individu tetapi juga pada keluarga, kawan dekat, suami/istri, dan anak atau anggota
keluarga lain. Konseling ini dilakukan secara terprogram baik dalam tahapan-tahapan
konsultasi, maupun frekuensi dari konsultasi yang dimaksud.
Menurut Medifocus (2011), terapi komplementer yang dapat digunakan untuk
memanagenemen kondisi pada pasien dengan penyakit-penyakit kronis seperti
kecemasan, nyeri kronis, gangguan tidur dan stress. Terapi-terapi tersebut adalah Mindbody terapi yang sangat populer digunakan terapi tersebut meliputi meditasi, hipnotis,
guided imagery, dan terapi relaksasi. Jenis meditasi yang diketahui ada dua yaitu
concentration meditation dan mindfulness meditation.
a. Consentration Meditation adalah meditasi yang berfokus pada satu objek misalkan
mantra, yaitu sebuah kata yang diulang dalam waktu tertentu. Contohnya adalah
meditasi transcendental dan relaxation response.

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

2
1

b.

Mindfulness Meditation adalah konsentrasi bukan hanya pada satu objek atau mantra
saja, fokus dari tipe meditasi ini adalah berbagai aspek pengalaman manusia seperti
sensasi fisik.

2.3

TERAPI NYANYIAN (CHANTING) MANTRA OM

2.3.1

Pengertian Terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om


Mantra adalah suatu suara, suku kata, kata, atau kelompok kata yang terdiri kata-

kata yang mempertimbangkan kekuatan atau kemampuan untuk menciptakan transformasi.


Dalam bahasa sansekerta, mantra terdiri atas akar kata man yang berarti berpikir dan
akhiran tra menunjukkan peralatan atau instrument, jadi dapat diartikan mantra adalah
instrument dari pikiran (Macdonell, 192,dalam Whitney, 2003, dalam Gelfo, 2013 ).
Mantra umumnya dinyanyikan dan kadang diucapkan dalam acara ritual seperti pemujaan,
berdoa untuk penghormatan kepada Tuhan, dan untuk mengurangi rasa ego diri dan
meningkatnya perasaan terhubung dengan Tuhan selama kehidupan (Gelfo, 2013).
Kata mantra dalam bahasa sansekerta diartikan sebagai sesuatu yang
membebaskan pikiran. Sebuah mantra adalah nyanyian dari kata atau suara yang
digunakan, bukan hanya mengacu pada artinya tapi pada kualitas bunyi atau suara yang
mengalunkan atau menyanyikannya (Weiss,2008). Banyak orang yang baru dalam
menjalani meditasi mempunyai pemikiran tentang apa itu suara dengungan yang dibuat
pada saat orang-orang bermeditasi. Beberapa praktisioner meditasi mengucapkan Om
atau Aum. Om adalah ucapan yang menjadi suara dari semua suara yang berasal dari
satu sumber, kumpulan dari suara di seluruh alam semesta (Nijar, 2014).
Nyanyian (Chanting) om adalah suatu jalan yang digunakan untuk mencapai
ketenangan sejati yang didapatkan dari mengucapakan atau menyanyikan mantra OM.
Chanting om membangkitkan kembali jiwa manusia untuk sadar dan mengenali kembali
Tuhan (Ray,2010). Dalam yoga, chanting om dipercaya dapat menghubungkan jiwa pada
alam semesta. Fisika moderen menyatakan bahwa alam semesta terbentuk dari partikelpartikel dan gelombang-gelombang. Suara adalah gelombang yang menciptakan partikel
yang bergetar, sebaliknya goyangan partikel dapat menghasilkan gelombang suara (Brown
& Patricia, 2012).

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

2
2

Chanting om adalah tradisi Hindu dimana menyanyikan kata OM atau AUM.


Kata itu diucapkan dengan membuka lebar mulut untuk menciptakan A (AH) yang
panjang yang muncul dari tenggorokan belakang. Suara tersebut diikuti dengan
meneruskannya melalui pengucapan u (OO dengan bibir yang membulat) sampai
mulut tertutup rapat sambil dan terdengar suara M (Angelo, 2011). Chanting om
adalah suatu cara dimana mantra om dinyanyikan sehingga menghasilkan getaran
yang dirasakan oleh orang yang menyanyikannya. Chanting om menciptakan
gelombang suara dan dipercaya dapat

menyadarkan diri untuk mengenali dan

merasakan Tuhan dan menghubungkan jiwa dengan alam semesta.


2.3.2

Tahapan Terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om


Menurut Brown & Patricia (2012) tahapan dari chanting om ada tujuh tahapan,
suara om biasanya dinyanyikan pada notasi rendah dibandingkan notasi tinggi. Vibrasi
dari notasi yang tinggi cenderung diam pada tenggorokan dan kepala, dimana notasi
yang rendah menghasilkan vibrasi yang lebih baik dan menyentuh tubuh. Tahapan
tersrbut meliputi:

a. Chanting om dapat dilakukan dalam berbagai posisi. Untuk meningkatkan


kemampuan diri dalam merasakan vibrasi, dapat diawalai dengan mengambil posisi
duduk pada kursi.
b. Duduk pada kursi dengan posisi tulang belakang lurus, kaki dalam keadaan nyaman
dan lurus. Menapak pada lantai, tangan istirahat. Tutup mata dan ambil napas pelan
sebanyak dua kali, tarik napas melalui hidung dan keluarkan melalui mulut.
c. Ambil napas dalam secara perlahan, dan ketika napas dihembuskan keluar, nyanyikan
om secara perlahan dengan nada rendah : oooommm
d. Ucapkan kata AUM dalam tiga bagian suara : a.a.a.o..oo..m..mm
e. Tutup mata dan ulangi aom sebanyak tiga kali, menhentikan suara tersebut
setelah dirasakan ada tempat dalam tubuh di mana setiap suara menciptakan vibrasi
paling intens, biarkan mata tertutup setelah pengucapan aom panjang,
perhatikan bagaimana perasaan anda.
Chanting om dilakukan dalam keadaan rileks, damai, dan dalam waktu dan durasi
yang nyaman menurut seseorang, dan disesuaikan dengan gaya hidup. Waktu dan durasi
tidak masalah dalam melakukan chanting om baik itu lima atau 30 menit, hal penting
yang harus diperhatikan adalah tentukan waktu yang diinginkan dan lakukan setiap hari,
dan lakukan sampai waktu yang ditentukan habis (Ray, 2010).

Tahapan dalam

melakukan chanting om menurut Ray (2010), yaitu:


KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

2
3

a. Duduk dengan nyaman, dengan punggung yang tegak dan tangan tangan disatukan,
mata tertutup,
b. Pikirkan menyanyikan kata O-o-oM-m-m, perlahan dan seirama dengan
pernapasan.
c. Jangan berusaha untuk menganggu pernapasan normal
d. Panjang nyanyian tergantung dari lama pernapasan, jika mempunyai pernapasan yang
panjang maka pengucapan dapat panjang, namun jika pernapasan pendek maka
pengucapan juga pendek.
e. Jika dirasaksan sudah cukup mengucapkan dalam pikiran maka, dapat diawali dengan
nyanyian secara perlahan.
f. Awali dengan menarik napas dalam, kemudian ketika menghembuskan perlahan
nyanyikan mantra om.
g. Setelah dirasakan waktu untuk chanting

om cukup maka rasakan sensasi yang

dirasakan setelah melakukan chanting om.


Menurut Angelo (2011) chanting om, dengan cara:
a. Duduk pada posisi meditasi, atau duduk pada kursi dengan kaki disilangkan pada
lantai, dengan tangan yang diistirahatkan, punggung dan leher lurus dan buat posisi
senyaman mungkin
b. Ambil tiga kali napas dalam, tubuh rileks saat menarik dan menghembuskan napas.
c. Pada napas dalam selanjutnya, nyanyikan kata OM. Perhatikan seluruh suara dari
awal hingga akhir terdengar.
d. Bernapas dalam lagi dan ucapkan kata om sepanjang menghembuskan napas, dan
lakukan dengan keadaan yang nyaman.
Lakukan selama lima menit, jika dirasakan kurang, maka dapat dilakukan selama
sepuluh menit.
e. Kemudian nyanyikan mantra Om, perhatikan seolah-olah nyanyian om tersebut dapat
mengentuh samapai ke kening.
f. Fokuskan perhatian pada seluruh suara dari awal samapai akhir.
g. Lakukan selama lima menit dan rasakan kenyamanannya. Kemudian buka mata
perlahan, gerakkan jari-jari, dan gosokkan tangan bersamaan.

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

2
4

2.3.3

Manfaat Terapi Nyanyian (Chanting) Mantra Om


Chanting Om menyembuhkan di semua tingkatan, baik itu fisik, emosional,

mental, dan spiritual. Chanting om mempunyai efek untuk penyembuhan dan


memurnikan tubuh, pikiran, dan membangkitkan semangat (Ray, 2010). Chanting om
mengoreksi ketidakseimbangan emosi dan fungsi otak yang penting (Brown & Gerbarg,
2012). Suara mempunyai efek menyembuhkan, karena suara memproduksi vibrasi.
Vibrasi ini membawa energi yang dimunculkan dari sumber yang menghasilkan energy
tersebut (Nijar, 2014).
Chanting om telah dijadikan acuan untuk relaksasi, seperti meditasi untuk
mengurangi respon kecemasan dengan mengaktifkan struksur yang terlibat dalam respon
relaksasi seprti cingulate cortex, dorsolateral, prefrontal, partial cortices, hippocampus
dan temporal lobe. Chanting om menenangkan emosi, dan membantu dalam mengambil
keputusan. Chanting om mempunyai efek positif yang besar pada tubuh dan jiwa.
Dengan melakukan Chanting om akan membantu dalam menghilangkan kesulitan, dan
menghilangkan agitasi, dan kecemasan (Rhoutman & Ruhela, 2014).
2.4 KEMOTERAPI
2.4.1

Definisi Kemoterapi
Kemoterapi adalah pengobatan dari suatu penyakit atau kondisi penyakit

dengan bahan-bahan kimia yang dapat menyerang penyebab dari kondisi penyakit
tersebut. Kemoterapi umumnya digunakan untuk menggambarkan pengobatan kanker
dengan obat-obat antikanker. Smeltzer, et al. (2008) mengatakan bahwa kemoterapi
membunuh sel-sel kanker pada tumor dan juga dapat membunuh sel-sel kanker yang
telah lepas dari sel kanker induk atau telah bermetastase melalui darah dan limpe ke
bagian tubuh yang lain.
2.4.2

Jenis-Jenis Kemoterapi
Jenis-jenis Kemoterapi Jenis-jenis kemoterapi berdasarkan asal obat, struktur

kimia dan mekanisme kerjanya menurut Desen (2008) adalah alkilator, antibiotik,
antimetabolit, inhibitor metabolit mikrotubuli, inhibitor topoisomerase, golongan hormon
dan golongan target molekular.
a. Alkilator

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

2
5

Obat alkilator adalah obat yang dapat membentuk ikatan dengan asam nukleat, protein
dan banyak molekul dengan berat molekul rendah .Obat golongan ini memiliki gugus
alkilator yang aktif, dalam kondisi fisiologis dapat membentuk gugus elektrofilik dari
ion positif karbon, untuk menyerang lokus kaya elektron dari makromolekul biologis.
Akibatnya dengan berbagai gugus nukleofilik termasuk gugus yang secara biologis
penting seperti gugus fosfat, amino, tiol, imidazol dan lain-lain akan membentuk
ikatan kovalen. Efek sitotoksik zat alkilator terutama melalui pembentukan ikatan
silang secara langsung dengan N7 radikal basa guanin atau N3 adenin dari molekul
Deoxyribose Nucleat Acid (DNA) atau pembentukan ikatan silang antara molekul
DNA dan protein sehingga struktur sel rusak dan sel mati.
b. Antimetabolit
Obat golongan ini adalah kelompok senyawa dengan berat molekul rendah yang
mempunyai efek antineoplasma karena struktur dan fungsinya mirip dengan metabolit
yang secara alami terlibat dalam sintesis asam nukleat (Abdulmuthalib, 2006). Obat
golongan ini terutama mengganggu metabolisme asam nukleat dengan mempengaruhi
sintesis DNA, RNA dan makromolekul protein. Metotreksat (MTX) menghambat
enzim dihidrofolat reduktase sehingga produksi tetrahidrofolat terhambat, akhirnya
menghambat sintesis DNA. Merkaptopurin (6MP) dan Tioguanin (6TG) dapat
memutus perubahan hipoxantin menjadi asam adenilat hingga menghambat sintesis
asam nukleat.
c. Antibiotik
Obat dari golongan antibiotik seperti Aktinomisin D (Act-D), Daunorubycin,
Adriamycin (ADR), Epirubicin, Pirarubicin (THP), Idarubisin, Mitoksantron dan obat
lain membunuh sel kanker dengan cara menyusup masuk ke pasangan basa di dekat
rantai ganda DNA, menimbulkan terpisahnya kedua rantai DNA, mengusik transkripsi
DNA dan produksi mRNA. Sementara obat golongan Bleomisin secara langsung
menimbulkan fragmentasi rantai tunggal DNA, Mitomisin (MMC) dan DNA
membentuk ikatan silang, keduanya berefek sama seperti alkilator.
d. Inhibitor Metabolit Mikrotubuli
Alkaloid dari tumbuhan jenis Vinca, seperti vinblastin (VLB), Vinkristin (VCR),
Vindesin (VDS) maupun Navelbin terutama berikatan dengan protein mikrotubul inti
sel tumor, menghambat sintesis dan polimerisasi mikrotubul sehingga mitosis berhenti
pada metapase dan replikasi sel terganggu. Obat antitumor baru seperti Taksol dan
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

2
6

Taksoter dapat memacu dimerisasi mikrotubul dan menghambat depolimerisasinya


sehingga langkah kunci pembentukan spindel pada mitosis terhambat. Efeknya
kebalikan dari Vincristin tetapi hasil akhirnya sama, yaitu mitosis sel tumor terhenti.
e. Inhibitor Topoisomerase
Alkaloid dari Camptotheca acuminate, Irinotekan dan Tapotekan dapat membunuh sel
kankert terutama dengan cara menghambat topoisomerase I, menghambat pertautan
kembali rantai ganda setelah saling berpisah waktu replikasi DNA, sehingga rantai
ganda DNA terputus. Sementara Podofilotoksin seperti etoposid (VP-16) dan
Teniposid (VM-26) membunuh sel kanker dengan cara berefek menghambat enzim
topoisomerase II, juga menghambat replikasi dan sintesis DNA.
f. Golongan Hormon
Hormon seperti estrogen, progesteron, testosteron dan lain-lain dapat berikatan
dengan reseptor yang sesuai di intrasel sehingga dapat memacu pertumbuhan tumor
tertentu yang bergantung pada hormon seperti karsinoma payudara dan karsinoma
prostat. Penyekat reseptor termasuk antiestrogen seperti Tamoksifen, Toremifen dan
lain-lain dan antiandrogen seperti Flutamid masing-masing dapat berikatan secara
kompetitif dengan reseptor yang sesuai dalam sel tumor, sehingga dapat digunakan
untuk terapi karsinoma payudara dan karsinoma prostat.
g. Golongan Target Molekular
Belakangan ini telah dikembangkan obat yang tertuju target molekul yang menjadi
kunci dalam proses timbul dan berkembangnya kanker misalnya enzim tirosin kinase
(TK), farnesil transferase (FT), matriks metalloproteinase (MMP) dan lain-lain pada
antigen yang berhubungan dengan diferensiasi membran sel, serta faktor pertumbuhan
epidermal dan reseptornya, faktor pertumbuhan endotel vaskular dan reseptornya.
Obat ini memiliki efek spesifik dan tidak menimbulkan depresi sumsum tulang dan
gangguan gastrointestinal yang menonjol.
2.4.3

Efek Samping Kemoterapi


Obat sitotoksik menyerang sel-sel kanker yang sifatnya cepat membelah. Namun,

terkadang obat ini juga memiliki efek pada sel-sel tubuh normal yang juga mempunyai
sifat cepat membelah seperti rambut, mukosa, sumsum tulang, kulit dan sperma. Obat ini
juga dapat bersifat toksik pada beberapa organ seperti jantung, hati, ginjal dan sistem
saraf. Perry & Yarbo (1984) dalam Burke, et al. (1996) membagi efek samping
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

2
7

kemoterapi berdasarkan waktu terjadinya gejala, yaitu immediate onset, early onset,
delayed onset dan late onset.
Immediate onset adalah efek yang terjadi dalam waktu kurang 24 jam setelah
pemberian

kemoterapi.

Beberapa

diantaranya

adalah

mual-muntah,

plebitis,

hiperurisemia, gagal ginjal, anafilaksis dan bercak kemerahan pada kulit. Early onset
adalah efek yang terjadi pada satu hari sampai satu minggu pemberian kemoterapi.
Beberapa diantaranya adalah leukopenia, trombositopenia, alopesia, stomatitis, diare dan
megaloblastosis. Delayed onset adalah efek yang terjadi dalam satu minggu sampai satu
bulan pemberian kemoterapi. Beberapa diantaranya adalah anemia, aspermia, kerusakan
hepatosellular, hiperpigmentasi dan fibrosis pulmonal. Sedangkan late onset adalah efek
yang terjadi dalam waktu satu bulan sampai satu tahun. Beberapa diantaranya adalah
sterilitas, hipogonadisme, menopause prematur dan keganasan sekunder (Burke, et al.,
1996).
Sementara Desen (2008) membagi efek toksik dari kemoterapi ke dalam dua
kategori, efek toksik jangka pendek dan efek toksik jangka panjang. Efek toksik jangka
pendek diantaranya depresi sumsum tulang, reaksi gastrointestinal, gangguan fungsi hati,
gangguan fungsi ginjal, kardiotoksisitas, pulmotoksisitas, neurotoksisitas, reaksi alergi
dan lain-lain. Sementara efek toksik jangka panjang adalah karsinogenesitas dan
infertilitas.
a. Depresi Sumsum Tulang
Depresi sumsum tulang merupakan hambatan terbesar kemoterapi. Kebanyakan obat
antitumor kecuali hormon, Bleomisin, L-asparaginase semuanya menimbulkan
leukopenia, trombositopenia dan anemia dengan derajat yang bervariasi. Beberapa
diantara golongan obat nitrosurea (BCNU, CCNU dan MeCCNU) dan prokarbazin
dapat menimbulkan depresi sumsum tulang tertunda selama 6 sampai 8 minggu.
Depresi sumsum tulang yang parah dapat menyebabkan timbulnya infeksi, septikemia
dan perdarahan visera.
b. Reaksi Gastrointestinal
Obat antitumor sering menimbulkan mual dan muntah pada pasien dengan derajat
yang bervariasi. Beberapa diantaranya dosis tinggi DDP, DTIC, HN2, Ara-C, CTX dan
BCNU menimbulkan mual muntah hebat. Obat golongan 5FU, MTX, Bleomisin dan
Adriamisin dapat menimbulkan ulserasi mukosa mulut sehingga selama terapi harus
meningkatkan kebersihan dan higiene mulut. Obat sejenis 5FU dan CPT 11 kadang kala
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

2
8

menimbulkan diare serius serta gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang
terjadi harus dikoreksi dengan segera.
c. Gangguan Fungsi Hati
Obat golongan MTX, 5FU, 6MP, DTIC, VP16, asparaginase dapat menimbulkan
rudapaksa hati. Peninggian bilurubin mempengaruhi ekskresi obat golongan
antrasiklin seperti adriamisin dan golongan vinka alkaloid. Obat kemoterapi juga
dapat menyebabkan infeksi virus laten hepatitis memburuk secara tiba-tiba,
menimbulkan nekrosis hati akut atau subakut (hepatitis berat).
d. Gangguan Fungsi Ginjal
Dosis tinggi Cyclophospamid dan Iphosphamid dapat menimbulkan sistitis
hemoragik. Dosis tinggi MTX yang diekskresi lewat urin dapat menyumbat duktuli
renalis hingga timbul oliguria dan uremia. Cisplatin secara langsung merusak
parenkim ginjal, sehingga pemakaian dosis tinggi memerlukan hidrasi dan diuresis.
Tumor masif yang peka kemoterapi seperti leukemia, limfoma, nefroblastoma anak
jika diberikan kemoterapi akan menyebabkan sel tumor akan lisis mati dalam jumlah
yang besar, sehingga timbul asam urat dalam jumlah yang besar dan dalam waktu
yang singkat akan menimbulkan nefropati asam urat.
e. Kardiotoksisitas
Adriamycin dan Daunoruicin dapat menimbulkan efek kardiotoksik, terutama efek
kardiotoksik kumulatif. Dosis total adriamycin harus dikendalikan kurang dari 500
mg/m2 bila dipakai tunggal dan kurang dari 450 mg/m2 bila dalam kemoterapi
kombinasi. Pada pasien dengan elektrokardiogram (EKG) abnormal atau insufisiensi
jantung, perlu pemantauan jantung selama terapi. Obat golongan Epirubisin,
Pirarubisin, Mitoksantron memiliki kardiotoksisitas yang lebih ringan. Penggunaan
obat-obat tersebut sedapat mungkin tidak bersamaan dengan radioterapi daerah
prekordial.
f. Pulmotoksisitas
Penggunaan jangka panjang Bleomisin dan Busulfan (Myleran) dapat menimbulkan
fibrosis kronis paru, secara klinis harus mengendalikan dosis totalnya. Obat baru dari
golongan dengan target molekular Iressa dapat menimbulkan pneumonitis interstisial,
sebagian fatal jadi harus diwaspadai.

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

2
9

g. Neurotoksisitas
Obat golongan Vincristin, Cisplatin, Oksaliplatin dapat menimbulkan perineuritis.
Dosis tunggal Vincristin ( 2mg/m2) dan dosis total Oksaliplatin (800 mg/m 2) harus
ditaati benar. Untuk mengurangi neurotoksisitas Oksaliplatin dapat dilakukan dengan
menghindari minum air dingin dan mencuci tangan dengan air dingin sewaktu terapi.
h. Reaksi Alergi
Obat golongan Bleomisin, Asparaginase, Taksol dan Taksore dapat menimbulkan
reaksi alergi seperti menggigil, demam, syok anafilaktik dan udem.
i. Karsinogenesitas
Penggunaan beberapa obat antitumor seperti HN2, Prokarbazin, Melfalan setelah
beberapa bulan atau tahun dapat meningkatkan peluang terjadinya tumor primer
kedua.
j. Infertilitas
Umumnya obat antikanker dapat menekan fungsi spermatozoa dan ovarium hingga
timbul penurunan fertilitas.

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH-KELOMPOK III

3
0

Anda mungkin juga menyukai