Anda di halaman 1dari 25

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.Definisi
Serviks merupakan bagian dari organ reproduksi internal wanita tepatnya sepertiga bagian
bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan terletak diantara rahim (uterus) dengan
vagina (Kemenkes RI, 2015). Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada
daerah batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis
serviksalis yang disebut squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, 2008).
Kanker serviks merupakan kanker yang disebabkan oleh infeksi virus HPV tipe
16 dan 18. (CDC, 2013). Jadi kesimpulannya, kanker serviks adalah pertumbuhan
abnormal pada sel serviks yang bersifat ganas, yang menyerang bagian squamosa
columnar junction (SCJ) serviks yang terletak diantara uterus dengan vagina pada organ
reproduksi wanita yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipa 16 dan 18.

Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan


pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk menyerang
jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat yang jauh
(metastasis) (Wuto, 2008 dalam Padila, 2012).
Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim, merupakan salah satu
penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto, 2006 dalam Padila,
2012).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997 dalam Padila, 2012).

Menurut Langhorne, Fulton, dan Otto (2011), serviks atau leher rahim adalah
sepertiga lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks memanjang hingga ke
bawah ke bagian atas vagina. Serviks mengelilingi pembukaan disebut lubang serviks,
rahim berbentuk silinder jaringan yang menghubungkan vaginadan uterus. Serviks terbuat
dari tulang rawan yang ditutupi oleh jaringan halus, lembap, dan tebalnya sekitar 1 inci.
Ada dua bagian utama dari serviks, yaitu ektoserviks dan endiserviks.
Bagaian serviks yang dapat dilihat dari luar selama pemeriksaan ginekologi di kenal
sebagai ektoserviks. Pembuka dipusat ektoserviks, dikenal sebagai os eksternal, membuka
untuk memisahkan bagian antara uterys dan vagina. Endoserviks atau kanal endoserviks,
adala sebuah terowongan melalui serviks, dari os eksternal ke dalam uterus.
Selama masa praremaja, endoserviks terletak dibagian serviks (Langhorne, Fulton,
dan Otto, 2011). Pembatasan tumpang tindih antara endosrviks dan ektoserviks di sebut
zona transformasi. Serviks menghasilkan lendir serviks yang konsistensi atau
kekentalannya berubah selama siklus menstruasi untuk mencgah atau mempromosikan
kehamilan.
Zona transformasi dari waktu ke waktu menjadi lebuh rapuh, sel-sel epitel kolumnar
digantikan dengan sel-sel epitel skuamosa. Daerah ini sangat rentan terhadap perubahan
prakanker (displasia) karena tingkat turnover yang tinggi dan tingkat pematangan sel
rendah (Rahayu, 2015)
Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim merupakan keganasan
yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi ketika sel pada serviks mengalami
pertumbuhan yang tidak normal serta menginvasi jaringan atau organ – organ lain
disekitar serviks maupun yang jauh (Arisusilo, 2012).

1. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan salah satu kanker penyebab kematian tertinggi pada wanita di
dunia. Kanker serviks menduduki peringkat ketiga dari 10 jenis kanker paling banyak
pada wanita setelah kanker payudara dan kolorektum (ICO, 2016). Menurut data
GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diperkirakan kejadian kasus baru kanker serviks di
dunia mencapai 572.624 kasus dengan jumlah kematian mencapai 265.627 jiwa. Pada
tahun 2016 di Amerika Serikat tercatat sebanyak 12.990 wanita terdiagnosa kanker
serviks dengan angka kematian mencapai 4.217 jiwa. Sementara itu, data tahun 2017
mencatat terdapat 12.820 kasus baru dengan angka kematian mencapai 4.210 jiwa (
American Cancer Society, 2017).
Kejadian kanker serviks di negara berkembang dan berpenghasilan menengah kebawah
menempati urutan kedua kanker paling banyak pada wanita dan urutan ketiga penyebab
kematian pada wanita (Catarino, et al, 2015).
Berdasarkan Information Centre of HPV and Cancer (ICO, 2016) jumlah kejadian kanker
serviks di negara berkembang mencapai 444.456 kasus baru dan sebanyak 230.180
kematian tiap tahunnya. Prevalensi kematian akibat kanker serviks di negara berkembang
mencapai hampir 87% kasus (IARC, 2012).
Berdasarkan estimasi Data Riskesdas 2013 kanker serviks menempati urutan pertama
penyakit kanker paling banyak pada wanita Indonesia dengan jumlah 98.692 kasus
disusul oleh kanker payudara pada urutan kedua sebanyak 61.682 kasus (Kemenkes RI,
2015). Jumlah wanita di Indonesia yang terdiagnosa kanker serviks mencapai 20.928
dengan angka kematian mencapai 9.498 jiwa setiap tahunnya (ICO, 2016).

2. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi pada leher rahim yang disebabkan oleh
virus HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui hubungan seksual (Petignat, 2007
dalam Swari, 2014). Infeksi dapat terjadi setelah terjadinya lesi squamosa intraephitelial.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 10 – 30% wanita pada usia 30 tahun keatas yang
telah aktif secara seksual pernah terinfeksi HPV. Presentasi tersebut akan lebih meningkat
apabila wanita tersebut memiliki banyak pasangan seksual. Pada umumnya sebagian
besar infeksi HPV terjadi tanpa gejala dan bersifat menetap (Kumar, 2007)Ada beberapa
faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain adalah

1. Usia
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda (dibawah 20
tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita melakukan hubungan seksual
maka semakin tinggi risiko mengalami kanker serviks. Hasil penelitian Sadewa
(2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90% pasien yang terdiagnosa kanker serviks
menikah pada usia ≤ 20 tahun.
2. Paritas
Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang sering partus atau
melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko seseorang mengalami kanker
serviks. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Reis, et al (2011) menunjukkan bahwa
wanita dengan jumlah paritas >3 berisiko mengalami kanker serviks lebih tinggi
9,127 kali dibandingkan dengan wanita dengan paritas ≤3.
3. Merokok
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar dibandingkan
dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lendir
serviks wanita perokok mengandung nikotin dan zat tersebut menyebabkan penurunan
daya tahan serviks selain merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2009).
3. Pasangan Seksual Lebih Dari Satu
Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering berganti-ganti pasangan seks
dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin. Risiko mengalami kanker serviks
pada wanita yang sering berganti-ganti pasangan seks akan meningkat 10 kali lipat
(American Cancer Society, 2017).
4. Penggunaan Kontrasepsi Oral Jangka Panjang
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun) seperti
konsumsi pil KB dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1-2 kali terutama pada
wanita yang positif terinfeksi HPV (American Cancer Society, 2017).
5. Personal Hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang kurang dapat
meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian Indrawati dan Fitriyani
(2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang baik berisiko mengalami kanker
serviks 19,386 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang memiliki personal
hygiene yang baik.
6. Diet
Seseorang yang melakukan diet ketat dengan konsumsi vitamin A, C dan E yang
rendah dapat mengurangi tingkat kekebalan tubuh yang berakibat mudahnya
seseorang terinfeksi (Arisusilo, 2012). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
defisiensi asam folat, zat besi, dan beta karoten dapat meningkatkan risiko kanker
serviks (Sukaca, 2009).
7. Gangguan system kekebalan tubuh
Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas tubuh) seperti
pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat perkembangan sel kanker
dari non-invasif menjadi invasif (American Cancer Society, 2017)
8. Riwayat Kanker Serviks Pada Keluarga
Seorang wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker serviks,
berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar dibandingkan dengan orang
normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut disebabkan berkurangnya kemampuan
untuk melawan infeksi HPV (American Cancer Society, 2017)
9. Status Ekonomi
Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu memperoleh pelayanan
kesehatan yang baik seperti pap smear atau melakukan vaksinasi HPV. Hal ini
menyebabkan mereka tidak dapat melakukan skrining atau deteksi dini kanker serviks
maupun tidak mampu melakukan penatalaksanaan pre-kanker (American Cancer
Society, 2017).

4. Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik umumnya adalah
HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV dapat meningkat pada wanita
yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada umumnya, infeksi virus ini akan
menghilang dengan sendirinya, namun apabila infeksi bersifat persisten akan
menyebabkan integrasi genom dari virus ke dalam genom sel serviks. Akibatnya
pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap
perubahan maturasi dan diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut
dengan mutasi sel (Nurwijaya, 2010).
Terjadinya mutasi sel inilah berkembang menjadi kanker serviks. Proses perkembangan
kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan -
lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel
yang meningkat misalnya akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri
dan gangguan keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan
tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks
dengan adanya proses keganasan.
Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat
berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks,
parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma
serviks dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus. Penyebaran kanker
ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik dan ada tidaknya invasi ke
pembuluh darah, anemis hipertensi dan adanya demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila pembuluh limfe
terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening pada servikal dan
parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah bening
hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada
aorta. Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah
bening mediastinum dan supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak
(Prayetni, 1997). (WOC terlampir)

5. Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh kanker
telah menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya untuk memetakan
stadium kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional Ginekologi dan
Obstetri). Berdasarkan Federation of International Gynecology and Obsetrics (FIGO)
tahun 2009 stadium klinis karsinoma
Stadium Deskripsi
1 2
Stadium Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih dangkal, hanya
0 tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium Kanker telah tumbuh dalam serviks.
I
IA Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik. Kedalamannya 5 mm
dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1 Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm
IB Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih besar dari lesi
stadium IA
IB 1 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran tidak lebih dari 4
cm
IB 2 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran lebih besar dari 4
cm
Stadium Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak sampai pada dinding
II pelvis atau 1/3 bawah vagina
IIA Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi parametrial
IIA 1 Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3 bagian atas vagina
IIA 2 Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak sampai masuk dinding
pelvis.
IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks, namun belum
sampai ke dinding panggul
Stadium Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai 1/3 bawah dinding
III vagina dana tau menyebabkan hidronefrosis atau penurunan fungsi ginjal
III A Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa ekstensi ke dinding
pelvis
IIIB Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi uropati.
Stadium Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis, kandung kemih, atau
IV rectum.
IVA Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih dan rectum
IVB Metastase ke organ yang lebih jauh.
Klasifikasi Ca Serviks berdasarkan Tingkat Keparahannya

1. Stage 0: Ca. Pre invasive


2. Stage 1: Ca. Terdapat pada serviks
3. Stage Ia: disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara hispatologi
4. Stage Ib: semua kasus lainnya dari stage I
5. Stage II: sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah
mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal
6. Stage III: sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina
7. Stage IIIb : sudah mengenai organ-organ lain (Padila, 2012)

6. Manifestasi Klinis
Pada fase prakanker (tahap displasia), sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas.
Namun, kadang bisa ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :
a. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari vagina ini
makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
b. Perdarahan setelah senggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut menjadi
perdarahan yang abnormal.
c. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan dan berbau busuk.
d. Bisa terjadi hematuria karena infiltrasi kanker pada traktus urinarius.
e. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.
f. Kelemahan pada ekstremitas bawah.
g. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul.
Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi infiltrasi kanker
pada serabut saraf lumbosakral.
h. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki,
timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum),
terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat
metastasis jauh.

7. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai
vagina

b. Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh

8. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun laboratorium.
Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa menit) dan tidak
menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan bila tidak dalam keadaan
haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik, sebaiknya tidak berhubungan intim minimal
3 hari sebelum pemeriksaan. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker
leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher rahim yang
abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan pada leher rahim
dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan mikroskop.Pap smear
hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan
hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa
kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang dapat
menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA digunakan
untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah mengoleskan larutan asam asetat
(asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-
kanker dengan perubahan warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat
diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15 menit.

c. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi 50
mm. Servikografi dapat digunakan sebagai metode yang baik untuk skrining massal,
lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka kombinasi
servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.
c. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x dapat
digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau pemeriksaan
kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna putih dengan
pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan
negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
d. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif dalam
kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino Embryonic
Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah >
5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan
normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi pada usia
kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui pemeriksaan darah dan urine.
e. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih besar untuk
penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
f. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari
tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
g. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium, sel yang
sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang abnormal warnanya
menjadi putih atau kuning.
h. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang
terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-
sel tubuh.

9. Kriteria Diagnosis
Interpretasi sitologi yang dapat menunjang diagnosis kanker serviks :
a. Hasil pemeriksaan negatif
Tidak ditemukan sel ganas. Ulangi pemeriksaan sitologi dalam 1 tahun lagi.
b. Inkonklusif
Sediaan tidak memuaskan. Bisa disebabkan fiksasi tidak baik. Tidak ditemukan sel
endoserviks, gambaran sel radang yang padat menutupi sel. Ulangi pemeriksaan
sitologi setelah dilakukan pengobatan radang dan sebagainya.
c. Displasia
Terdapat sel - sel diskariotik pada pemeriksaan mikroskopik. Derajat ringan, sedang,
sampai karsinoma in situ. Diperlukan konfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi.
Dilakukan penangan lebih lanjut dan harus diamati minimal 6 bulan berikutnya.
d. Hasil pemeriksaan positif
Terdapat sel - sel ganas pada lapisan epitel serviks melalui pengamatan mikroskopik.
Harus dilakukan biopsi untuk memperkuat diagnosis. Penanganan harus dilakukan di
rumah sakit rujukan dengan seorang ahli onkologi.
10. Menurut Mansjoer (2007)di bawah ini adalah klasifikasi penatalaksanaan medis secara
umum berdasarkan stadium kanker serviks :

Setadium Penatalaksanaan
0 Biopsi kerucut,Histrektomi transvaginal
Ia Biopi kerucut,Histrektomi transvaginal
Histrektomi radikal dengan limfadenektomi
Ib,Iia panggul dan evaluasi kelenjar limfe
parasorta (bila terdapat metastasis dilakukan
radiotrapi pasca pembedahan
Iib , III , IV Histrektomi transvaginal

a. Penanganan Nonbedah Kanker Serviks


Apabila kanker termasuk lesi intra-epitel skuamosa tingkat rendah (LGSIL) atau lesi
intra-epitel skuamosa tingkat tinggi (LGSIT) ditemukan melalui kolposkopi dan
biopsy, pengangkatan nonbedah konservatif memungkinkan untuk dilakukan
(Smeltzer dan Bare, 2002).
1) Krioterapi
Pembekuan dengan oksida nitrat.
2) Terapi laser
Sebuah sinar laser digunakan untuk membakar sel-sel atau menghapus sebagian
kecil dari jaringan sel rahim untuk dipelajari. Pembedahan laser hanya digunakan
sebagai pengobatan untuk kanker serviks pra-invasif (stadium 0).
b. Pembedahan untuk Kanker Serviks
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), apabila pasien mempunyai kanker serviks
invaasif, radiasi atau histerektomi radikal atau keduanya dapat dpilih. Bedah
radikal disarankan ketika pasien tidak dapat menahan efek radiasi atau
mempunyai kanker yang resisten terhadap radiasi. Prosedur bedah yang mungkin
dilakukan sebagai berikut:
1) Histerektomi
Histerektomi sederhana: Rahim diangkat, tetapi tidak mencakup jaringan
yang berada di dekatnya. Baik vagina maupun kelenjar getah bening panggul
tidak diangkat. Rahim dapat diangkat dengan cara operasi di bagian depan
perut (perut) atau melalui vagina. Setelah operasi ini, seorang wanita tidak
bisa menjadi hamil. Histerektomi digunakan untuk mengobati beberapa
kanker serviks stadium awal (I). Hal ini juga digunakan untuk stadium pra-
kanker serviks (o), jika sel-sel kanker ditemukan pada batas tepi konisasi.

2) Histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul: pada operasi
ini, dokter bedah akan mengangkat seluruh rahim, jaringan di dekatnya,
bagian atas vagina yang berbatasan dengan leher rahim, dan beberapa
kelenjar getah bening yang berada di daerah panggul. Operasi ini paling
sering dilakukan melalui pemotongan melalui bagian depan perut dan kurang
sering melalui vagina.
Setelah operasi ini, seorang wanita tidak bisa menjadi hamil. Sebuah
histerektomi radikal dan diseksi kelenjar getah bening panggul adalah
pengobatan yang umum digunakan untuk kanker serviks stadium I, dan lebih
jarang digunakan pada beberapa kasus stadium II, terutama pada wanita
muda. Ekstenterasi Panggul
Pengangkatan organ-organ pelvis, termasuk nodus limfe kandung kemih dan
rectum serta konstruksi conduit diversional, kolostomi dan vagina.
3) Cryosurgery
Sebuah probe metal yang didinginkan dengan nitrogen cair dimasukkan ke
dalam vagina dan pada leher rahim. Ini membunuh sel-sel abnormal dengan
cara membekukan mereka. Cryosurgery digunakan untuk mengobati kanker
serviks yang hanya ada di dalam leher rahim (stadium 0), tapi bukan kanker
invasif yang telah menyebar ke luar leher rahim.
4) Konisasi
Sepotong jaringan berbentuk kerucut akan diangkat dari leher rahim. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan pisau bedah atau laser tau menggunakan
kawat tipis yang dipanaskan oleh listrik. Pendekatan ini dapat digunakan
untuk menemukan atau mengobati kanker serviks tahap awal (0 atau I).
Hal ini jarang digunakan sebagai satu-satunya pengobatan kecuali untuk
wanita dengan kanker serviks stadium dini yang mungkin ingin memiliki
anak. Setelah biopsi, jaringan (berbentuk kerucut) diangkat untuk diperiksa di
bawah mikroskop. Jika batas tepi dari kerucut itu mengandung kanker atau
pra-sel kanker, pengobatan lebih lanjut akan diperlukan untuk memastikan
bahwa seluruh sel-sel kankernya telah diangkat.
5) Trachelektomi
Sebuah prosedur yang disebut trachelectomy radikal memungkinkan wanita
muda tertentu dengan kanker stadium awal untuk dapat diobati dan masih
dapat mempunyai anak. Metode ini melibatkan pengangkatan serviks dan
bagian atas vagina dan meletakkannya pada jahitan berbentuk seperti kantong
yang
bertindak sebagai pembukaan leher rahim di dalam rahim. Kelenjar getah
bening di dekatnya juga diangkat. Operasi ini dilakukan baik melalui vagina
ataupun perut. Setelah operasi ini, beberapa wanita dapat memiliki kehamilan
jangka panjang dan melahirkan bayi yang sehat melalui operasi caesar.
Risiko kanker kambuh kembali sesudah pendekatan ini cukup rendah.
c. Radioterapi untuk Kanker Serviks
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi (seperti sinar-X)
untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan tumornya. Sebelum
radioterapi dilakukan, biasanya pasien akan menjalani pemeriksaan darah untuk
mengetahui apakah menderita anemia. Penderita kanker serviks yang mengalami
perdarahan pada umumnya menderita anemia. Untuk itu, transfusi darah mungkin
diperlukan sebelum radioterapi dijalankan. Pada kanker serviks stadium awal,
biasanya dokter akan memberikan radioterapi (external maupun internal). Kadang
radioterapi juga diberikan sesudah pembedahan. Akhir-akhir ini, dokter seringkali
melakukan kombinasi terapi (radioterapi dan kemoterapi) untuk mengobati kanker
serviks yang berada antara stadium IB hingga IVA.
Radioterapi eksternal berarti sinar X diarahkan ke tubuh (area panggul) melalui
sebuah mesin besar. Sedangkan radioterapi internal berarti suatu bahan radioaktif
ditanam ke dalam rahim/leher rahim selama beberapa waktu untuk membunuh sel-
sel kankernya. Salah satu metode radioterapi internal yang sering digunakan
adalah brachytherapy. Pengobatan yang ini cukup sukses untuk mengatasi
keganasan di organ kewanitaan. Baik radium dan cesium telah digunakan sebagai
sumber radioaktif untuk memberikan radiasi internal.
Selain itu terdapat pengobatan dengan HDR (high dose rate) brachytherapy yang
diberikan hanya dalam hitungan menit. Untuk mencegah komplikasi potensial dari
HDR brachytherapy, maka biasanya HDR brachytherapy diberikan dalam beberapa
insersi. Untuk

pasien kanker serviks, standar perawatannya adalah 5 insersi. Waktu dimana


aplikator berada di saluran kewanitaan (vagina, leher rahim dan/atau rahim) untuk
setiap insersi adalah sekitar 2,5 jam. Keuntungan HDR brachytherapy adalah
antara lain: pasien cukup rawat jalan, ekonomis, dosis radiasi bisa disesuaikan,
tidak ada kemungkinan bergesernya aplikator.
d. Kemoterapi untuk Kanker Serviks
Kemoterapi adalah penggunaan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker.
Biasanya obat-obatan diberikan melalui infuse ke pembuluh darah atau melalui
mulut. Setelah obat masuk ke aliran darah, mereka menyebar ke seluruh tubuh.
Kadang-kadang beberapa obat diberikan dalam satu waktu.
e. Manajemen Nyeri Kanker
Berdasarkan kekuatan obat anti nyeri kanker, dikenal 3 tingkatan obat, yaitu :
1) Nyeri ringan (VAS 1-4) : obat yang dianjurkan antara lain Asetaminofen,
OAINS (Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid).
2) Nyeri sedang (VAS 5-6) : obat kelompok pertama ditambah kelompok opioid
ringan seperti kodein dan tramadol.
3) Nyeri berat (VAS 7-10) : obat yang dianjurkan adalah kelompok opioid kuat
seperti morfin dan fentanil.

11. Komplikasi
a. Langsung
Yang berhubungan dengan penyakitnya, dapat berupa:
1) Obstruksi ileus (penyumbatan usus)
2) Vesikovaginal fistel (lubang di antara saluran kencing dan vagina)
3) Obstruksi ureter (penyumbatan pada saluran kencing)
4) Hidronefrosis (pembengkakan ginjal)
5) Infertil
6) Gagal ginjal
7) Pembentukan fistula
8) Anemia
9 ) Infeksi sistemik
10 ) rombositopenia
b. Tidak Langsung
Yang berhubungan dengan tindakan dan pengobatan:
1) Operasi: perdarahan, infeksi, luka pada saluran kencing, kandung kemih maupun
usus
2) Radiasi : berak darah, hematuria (kencing darah), cystitis radiasi (infeksi saluran
kencing karena efek radiasi)
3) Kemoterapi : mual muntah, diare, alopesia (kebotakan), BB turun, borok pada
daerah bekas suntikan.

12. Pencegahan
Kanker stadium dini (karsinoma in situ) sangat susah dideteksi karena belum
menimbulkan gejala yang khas dan spesifik, kematian pada kasus kanker serviks terjadi
karena sebagian besar penderita yang berobat sudah berada dalam stadium lanjut. Cara
terbaik yang bisa dilakukan untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining yang
dinamakan Pap Smear dan skrining ini sangat efektif. Ada beberapa protokol skrining
yang bisa ditetapkan bersama - sama sebagai salah satu upaya deteksi dini terhadap
perkembangan kanker serviks, beberapa di antaranya :
a. Skrining awal
Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual (vaginal
intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun
saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak
dari lesi prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari
hubungan seksual yang akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan
pertama dan biasanya sangat jarang pada wanita di bawah usia 19 tahun.
b. Pemeriksaan DNA HPV
Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA
HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%.
Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun
karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada
usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini
meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Sehingga,
deteksi DNA HPV yang positif yang ditemukan kemudian lebih dianggap sebagai
HPV yang persisten. Apabila ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua
maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
c. Skrining dengan Thinrep/Liquid-Base Method
Disarankan untuk wanita di bawah 30 tahun yang berisiko dan dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan setiap 1 - 3 tahun.Skrining dihentikan bila usia mencapai 70
tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan berturut-turut dengan hasil negatif.

13. Prognosis
Karsinoma serviks yang tidak diobati atau tidak memberikan respon terhadap pengobatan,
95 % mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul gejala. Pasien yang menjalani
histerektomi dan memiliki risiko tinggi terjadinya rekurensi harus terus diawasi karena
lewat deteksi dini, perkembangan kanker seviks dapat diobati dengan radioterapi. Ada
beberapa faktor yang menentukan prognosis dalam angka kejadian kanker serviks, antara
lain : usia penderita, keadaan umum, tingkat klinis keganasan, ciri - ciri histologik sel
kanker, kemampuan tim kesehatan dan sarana pengobatan yang tersedia(Mansjoer, 2005)

Stadium Penyebaran kanker Harapan Hidup 5 Tahun


serviks

0 Karsinoma insitu 100


I Terbatas pada uterus 85
II Menyerang luar uterus
terapi meluas ke 60
dinding pelvis
III Meluas ke didinding
pelvis 33
IV Meluas ke dinding
pelvis dan atau 7
sepertiga
Rektum atau meluas
keluar pelvis
sebenarnya
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
1.1 Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal
pengkajian, dan diagnosa medis.

1.2 Riwayat Kesehatan


1.2.1 Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian. Pasien
dengan kanker serviks biasanya mengeluh gangguan pada menstruasi,
keputihan dan perdarahan pada vagina di luar masa haid, sakit perdarahan
sewaktu melakukan hubungan seks, dan adanya infeksi pada saluran dan
kandung kemih.
1.2.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya ?
1.2.3 Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami
hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita
penyakit infeksi.
1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti
ini atau penyakit menular lain.

1.3 Pola Fungsional Kesehatan Gordon


 Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kemungkinan pasien belum mengetahui penyebab dari keluhan utama yang
dirasakan pasien, belum mengetahui terkait pengobatan dan prosedur pengobatan.
Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene yang kurang baik pada daerah
kewanitaan. Kebiasaan menggunakan bahan pembersih vagina yang mengandung
zat-zat kimia juga dapat mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Masalah yang mungkin muncul: Defisiensi Pengetahuan
 Pola nutrisi dan metabolik
Kaji kebiasan makan, jumlah makanan, tipe dan banyaknya makanan dan
minuman. Faktor-faktor pencernaan seperti nafsu makan, ketidak nyamanan rasa
dan bau, gigi dan bau mukosa mulut,mual atau muntah, pembatasan makanan dan
alergi makanan. Faktor yang berkaitan dengan aktifitas, penyakit, dan stres. Pada
pasien dengan kanker serviks biasanya pasien mengalami penurunan nafsu makan,
ketidaknyamanan bau dan rasa, bau mukosa mulut, mengalami mual dan muntah
akibat efek samping kemoterapi.
Masalah yang mungkin muncul : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
 Pola eliminasi
Kaji kebiasan pola buang air besar dan buang air kecil pasien seperti frekuensi,
jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri. Pada pasien kanker serviks dapat
terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang menekan kandung kemih. Dapat
pula terjadi disuria serta hematuria. Selain itu bisa juga terjadi inkontinensia alvi
akibat dari peningkatan tekanan otot abdominal.
 Pola aktivitas dan latihan
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan skor
kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu orang lain, 3=
dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total). Kaji apakah klien mengalami
sesak napas saat beraktivitas.
 Pola istirahat dan tidur
Kaji kebiasan tidur pasien sehari-hari seperti jumlah waktu tidur, jam tidur dan
bangun. Penggunaan obat-obatan untuk mempermudah tidur, gejala dari
perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi misalnya nyeri.
Kemungkinan pasien dengan kanker serviks mengalami gangguan pada pola
istirahat dan tidur akibat progresivitas dari kanker serviks
 Pola kognitif – perseptual
Kaji gambaran pengindraan khusus : penglihatan, pendengaran, rasa, sentuh, dan
bau. Penggunaan alat bantu seperti kaca mata dan alat bantu dengar. Persepsi akan
kenyamanan atau nyeri dan kemampuan membuat keputusan. Pada pasien dengan
kanker serviks biasanya pasien akan mengalami nyeri yang lama lebih dari 6
bulan.
Masalah yang mungkin muncul : Nyeri kronik
 Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan kanker serviks kadang pasien merasa malu terhadap orang
sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks, akibat dari persepsi yang salah
dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari kanker serviks adalah akibat dari
sering berganti – ganti pasangan seksual.
Masalah yang mungkin muncul: Gangguan citra tubuh
 Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien selama
pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pada pasien kanker serviks
biasanya akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang selalu dirasakan pada saat
melakukan hubungan seksual (dispareuni) serta adanya perdarahan setelah
berhubungan. Serta keluar cairan encer (keputihan) yang berbau busuk dari
vagina.
Masalah yang mungkin muncul : Resiko perdarahan
 Pola manajemen koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana manajemen
koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya setelah sakit.
 Pola peran – hubungan
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau lingkungan
sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola
peran dan hubungannya. Pasien dengan kanker serviks harus mendapatkan
dukungan dari suami serta orang – orang terdekatnya karena itu akan
mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Biasanya koping keluarga akan
melemah ketika dalam anggota keluarganya ada yang menderita penyakit kanker
serviks.
 Pola keyakinan dan nilai
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai yang
diyakini.

1.4 Pemeriksaan Fisik


 Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai
vagina
 Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh

1.5 Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang


a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun
laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa menit) dan
tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat dilakukan bila tidak dalam
keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil terbaik, sebaiknya tidak berhubungan
intim minimal 3 hari sebelum pemeriksaan. Pap smear merupakan salah satu cara
deteksi dini kanker leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan
sel leher rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil cairan
pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan pemeriksaan dengan
mikroskop.Pap smear hanyalah sebatas skrining, bukan diagnosis adanya kanker
serviks. Jika ditemukan hasil pap smear yang abnormal, maka dilakukan
pemeriksaan standar berupa kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain yang dapat
menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA
digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks setelah mengoleskan larutan
asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher rahim. Asam asetat menegaskan dan
menandai lesi pra-kanker dengan perubahan warna agak keputihan (acetowhite
change). Hasilnya dapat diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15 menit.
 Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa ekstensi
50 mm. Servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang baik untuk skrining
massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada seorang spesialis sitologi, maka
kombinasi servikogram dan kolposkopi sangat membantu dalam deteksi kanker
serviks.
 Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan pembesaran 2,5 x
dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan sitologi. Biopsi atau
pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan bila tampak daerah berwarna
putih dengan pulasan asam asetat. Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing
84% dan 87% dan negatif palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.

 Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)


Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara kuantitatif
dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang dapat digunakan
untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker serviks adalah CEA (Carcino
Embryonic Antigen) dan HCG (Human Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA
abnormal adalah > 5 µL/ml, sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml.
HCG dalam keadaan normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai
kadar tertinggi pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui
pemeriksaan darah dan urine.
 Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih besar
untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
 MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari
tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
 Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan yodium, sel
yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat sedangkan sel yang abnormal
warnanya menjadi putih atau kuning.
 Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi pendarahan yang
terjadi pada penderita kanker serviks dengan mengukur kadar hemoglobin,
hematokrit, trombosit dan kecepatan pembekuan darah yang berlangsung dalam
sel-sel tubuh.

PENATALAKSANAAN

a. Irradiasi
1. Dapat dipakai untuk semua stadium
2. Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
3. Tidak menyebabkan kematian seperti operasi
b. Dosis
Penyiaran ditunjukkan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks

c. Komplikasi irradiasi
1. Kerentanan kandungan kencing
2. Diarrhea
3. Perdarahan rectal
4. Fistula vesico atau rectovaginasis
d. Operasi
1. Operasi wentheim dan limfaktomi untuk stadium I dan II
2. Operasi schauta, histerektomi vagina yang radikal
e. Kombinasi Irradiasi dan pembedahan
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya
vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami
kesukaran dansering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran
kesistem limfe dan peredaran darah.
f. Cytostatik
Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5% dari karsinoma
serviks adalah resisten terhadap radioterapi, dianggap resisten bila 8-10 minggu post
terapi keadaan masih tetap sama (Padila, 2012).
g. Vaksinasi
Vaksinasi HPV dapat memiliki implikasi penting bagi peningkatan kesehatan perempuan dan
menurunkan kematian akibat kanker serviks (Rubina Mukhtar, 2015

 KOMPLIKASI

Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis, obstruksi perkemihan,


pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia Anderson Price, 2005).

Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering dipersulit oleh
pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis hampir selalu dikaitkan dengan
keterlibatan dinding panggul luas oleh tumor. Pasien dengan tumor yang sangat canggih
mungkin memiliki heamaturia atau inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang disebabkan
oleh perluasan langsung dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal dari rektum oleh
tumor primer besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina Mukhtar, 2015)

Diaknosa Keperawatan
 Nyeri Kronik berhubungan dengan tumor infiltrasi (kanker serviks) ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal, mengekspresikan nyeri (meringis)
 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake nutrisi
yang tidak adekuat (mual akibat kemoterapi) ditandai dengan penurunan berat badan lebih
dari 20%, penurunan nafsu makan.
 Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (kanker serviks) ditandai dengan
kehilangan bagian tubuh (uterus), mengubah gaya hidup (yang berhubungan dengan
seksualitas)
 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang paparan informasi terkait
penatalaksanaan kanker serviks (kemoterapi) ditandai dengan menyertakan tidak
mengetahui tentang pengobatan kemoterapi dan menunjukkan perilaku yang tidak sesuai
(gelisah) dan tidak mengikuti pengobatan secara akurat.
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta : American Cancer
Society.
American Cancer Society. (2017). What Are The Risk Factor For Cervical Cancer ?.Retrived
from :https://www.cancer.org/cancer/cervical-cancer/causes-risks-prevention/risk-
factors.html

3.Mukhtar, Rubina., et al. 2015. Prevalence of Cervical Cancer in Developing Country:


Pakistan. US: Global Journal.
8. Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai