Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH DISKUSI TOPIK

“ASUHAN KEBIDANAN PADA KASUS NEOPLASMA SISTEM REPRODUKSI


KANKER SERVIX, MIOMA UTERI, MOLAHIDATIDOSA DAN
CHORIOCARSINOMA”

Disusun Oleh

Dosen Pembibimbing : Lusiana El Shinta B,SST.,M.Keb

Nama : Radilla Syafitri (1710332007)

Nurul Aminah (1710331001)

Reflina Susanti (1710333017)

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker serviks adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher
rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim
dengan vagina. Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker
merupakan problem kesehatan yang sangat serius karena jumlah
penderitanya meningkat sekitar 20% per tahun. Kanker payudara
merupakan jenis kanker kedua di Indonesia yang menyerang kaum
wanita setelah kanker serviks (mulut rahim). Dengan kata lain, kanker
serviks adalah urutan pertama terbanyak yang menyerang kaum
wanita di Indonesia. (Azamris, 2006).
Di seluruh dunia, kasus kanker serviks ini sudah dialami oleh 1,4
juta wanita. Data yang didapat dari Badan Kesehatan Dunia (WHO)
diketahui terdapat 493.243 jiwa per-tahun penderita kanker serviks
baru dengan angka kematian sebanyak 273.505 jiwa per-tahun. (Emilia,
2010). Sampai saat ini kanker serviks masih merupakan masalah
kesehatan perempuan di Indonesia sehubungan dengan angka
kejadian dan angka kematian akibat kanker serviks yang tinggi.
Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang
lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya,
keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi dan derajat
pendidikan ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.
(Rasjidi, 2007).

Di Vietnam kanker serviks merupakan penyebab kematian


perempuan yang pertama, sedangkan di Indonesia dan Filipina, kanker
serviks menduduki urutan ke dua penyebab kematian pada wanita,
sementara di Thailand dan Malaysia, kanker serviks menduduki
penyebab kematian perempuan yang ketiga. Di Indonesia sendiri,
diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks terjadi setiap tahunnya,
sedangkan angka kematiannya diperkirakan 7.500 kasus per tahun.
Setiap harinya diperkirakan terjadi 41 kasus baru kanker serviks dan
20 perempuan meninggal dunia karena penyakit tersebut. Pada tahun
2009, kasus baru kanker serviks berjumlah 2.429 atau sekitar 25,91%
dari seluruh kanker yang ditemukan di Indonesia. Dengan angka
kejadian ini, kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker
payudara pada wanita usia subur 15 – 44 tahun. (Wijaya, 2010).

1.2 RumusanMasalah
Bagaimana konsep dan asuhan kebidanan pada kanker serviks,
mioma uteri, molahidatidosa dan choriocarsinoma?

1.3 Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan kebidanan pada
kanker serviks, mioma uteri, molahidatidosa dan choriocarsinoma?
BAB II
TINJAUAN TEORI

1.Kanker Serviks

1. Pengertian
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher
rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim
yang menempel pada puncak vagina
(Diananda, Rama, 2009 ).
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan
merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan
gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada
jaringan serviks. Kanker serviks biasanya menyerang wanita
berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel
kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju
kedalam rahim (Sarjadi, 2001).
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli penulis
dapat menyimpulkan bahwa kanker serviks adalah pertumbuhan sel
yang abnormal yang terdapat pada organ reproduksi wanita yaitu
serviks atau bagian terendah dari rahim yang menempel pada
puncak vagina.
2. Epidemiologi
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks
adalah 454.000 kasus1. Data ini didapatkan dari registrasi kanker
berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal
dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden
dari kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun
1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks,
dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup
di negara sedang berkembang.2
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki
urutan ke7 secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke
urutan ke-6 di negara kurang berkembang) dan urutan ke-8 sebagai
penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama
dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks
menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10
pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia
kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak
berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens
sebesar 12,7%.
Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama
pada manusia di seluruh dunia. Data American Cancer Society
(2008) menunjukkan bahwa sebesar 1.437.180 kasus baru yang
didiagnosis pada tahun 2008 dan hampir setengah dari kasus
tersebut berujung pada kematian. Setiap tahunnya, sebanyak
500.000 kasus baru ca serviks ditemukan dengan jumlah kematian
lebih dari 250.000 (Rasjidi, 2009). Di Indonesia sendiri, ca serviks
merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi pada wanita yaitu
sebesar 0,80/00 (kemenkes RI, 2015).
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah
wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per
100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker
serviks.Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup
dari penderitanya dan keluarganya serta juga akan sangat
mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh pemerintah.
Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks,
terutama dalam bidang pencegahan dan deteksi dini sangat
diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat.

3. Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal
danmembelah secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus
membelah, maka akan terbentuk suatu masa jaringan yang disebut
tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas, jika tumor tersebut
ganas maka keadaannya disebut kanker serviks.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak
diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang
berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks yaitu :
a. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma
Akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian
yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18.
1) Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan
virus papiloma.
2) Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi
karsinoma pada kondiloma akuminata.
3) Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian
kanker dilandasi oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic
infeksi HPV ditemukan angka kejadian kanker serviks yang
meningkat.
4) DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel
Serviks )
b. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik
56kali lebih tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung
bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun
lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
Wanita yang merokok memiliki risiko 4–13 kali lebih besar
untuk mengalami ca serviks daripada wanita yang tidak
merokok. Hal ini dikarenakan nikotin dalam rokok
mempermudah semua selaput lendir termasuk sel mukosa
dalam rahim untuk menjadi terangsang. Rangsangan yang
berlebihan ini akan memicu kanker. Namun tidak diketahui
dengan pasti berapa jumlah nikotin yang mampu menyebabkan
ca serviks
c. Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu
lebih dari lima tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali.
WHO melaporkan resiko relative pada pemakaian kontrasepsi
oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya
pemakaian.
Penggunaan kontrasepsi oral selama lebih dari empat tahun
akan meningkatkan risiko ca serviks sebesar 1,5–2,5 kali.
Namun, efek dari penggunaan kontrasepsi oral terhadap ca
serviks masih kontroversial karena ada beberapa penelitian
yang gagal menemukan peningkatan risiko pada perempuan
pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral. Penelitian
Wahyuningsih (2014), menemukan bahwa wanita yang
menggunakan pil KB selama ≥4 tahun memiliki risiko 42 kali
untuk mengalami kejadian lesi prakanker serviks dibandingkan
wanita yang menggunakan pil KB
d. Wanita yang sering melahirkan
Semakin sering seorang wanita melahirkan, maka semakin
besar risiko untuk terkena ca serviks karena semakin banyak
lesi yang terdapat pada organ reproduksi dan memudahkan HPV
masuk ke dalam rahim.
e. Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes
pap smear secara rutin dan pendidikan yang rendah ( Dr imam
Rasjidi, 2010 ).

4. Patofisiologi
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker
sehingga menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan
kemudian sel - sel yang mengalami mutasi dapat berkembang
menjadi sel displasia. Apabila sel karsinoma telah mendesak pada
jaringan syaraf akan timbul masalah keperawatan nyeri. Pada
stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu kerja sistem
urinaria menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang
menimbulkan masalah keperawatan resiko penyebaran infeksi.
Keputihan yang berkelebihan dan berbau busuk biasanya menjadi
keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien dan dapat
diambil masalah keperawatan gangguan pola seksual. Gejala dari
kanker serviks stadium lanjut diantaranya anemia hipovolemikyang
menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga timbul masalah
keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami
beberapa efek samping antara lain mual, muntah, sulit menelan,
bagi saluran pencernaan terjadi diare gastritis, sulit membuka
mulut, sariawan, penurunan nafsu makan ( biasa terdapat pada
terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut menimbulkan
masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit
merah dan kering sehingga akan timbul masalah keperawatan
resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak
buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan
sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury pun akan
muncul.
Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher
rahim ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya.
Kecemasan tersebut bisa dikarenakan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan
mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu
dihubungkan dengan kematian (Price, syivia Anderson, 2005).

5. Manifestasi Klinik
Manifetasi klinik yang kemungkinan terjadi pada pasien dengan
kanker serviks adalah:
a. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan
nekrosis jaringan.
b. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80%
).
c. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
d. Perdarahan spontan saat defekasi.
e. Perdarahan diantara haid.
f. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
g. Anemia akibat pendarahan berulang.
h. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.
(Dr RamaDiananda, 2009 ).
6. PenatalaksanaanMedis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi
sedangkan stadium lanjut hanya dengan pengobatan dan
penyinaran. Tolak ukur keberhasilan pengobatan yang biasa
digunakan adalah angka harapan hidup 5 tahun. Harapan hidup 5
tahun sangat tergantung dari stadium atau derajatnya beberapa
peneliti menyebutkan bahwa angka harapan hidup untuk kanker
leher rahim akan menurun dengan stadium yang lebih lanjut. Pada
penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan sitistatika dalam
ginekologi.
Penggolongan obat sitostatika antara lain :
1) Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan
semua sel pada siklus termasuk obat - obatan non spesifik.
2) Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu
darimana proliferasi termasuk obat fase spesifik.
3) Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh
proliferasi sel lebih besar, termasuk obat - obatan siklus
spesifik.
7. Stadium Karsinoma Serviks
Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri mengenai
tingkat dan kriteria kanker serviks adalah:
a. Tahap O : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel,
tidak terdapat bukti invasi.
b. Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks.
Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus
uteri.
c. Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah
rusak dan sel tumor sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm,
sel tumor tidak terdapat pada pembuluh limfa atau pembuluh
darah.
d. Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang
histologik menunjukkan invasi serviks uteri.
e. Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks
hingga mengenai vagina (bukan sepertiga bagian bawah ) atau
area para servikal pada salah satu sisi atau kedua sisi.
f. Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium
masih bebas dari infiltrate tumor.
g. Tahap IIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetapi
belum sampai pada dinding panggul.
h. Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau
telah meluas kesalah satu atau kedua dinding panggul.
Penyakitnodus limfe yang teraba tidak merata pada dinding
panggul. Urogram IV menunjukkan salah satu atau kedua ureter
tersumbat oleh tumor.
i. Tahap IIIa : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal
vagina, sedang ke parametrium tidak dipersoalkan.
j. Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul,
tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan
dinding panggul ( frozen pelvic ) atau proses pada tingkatan
klinik I dan II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
k. Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau kandang kemih (dibuktikan
secara histologik ) atau telah terjadi metastasis keluar panggul
atau ketempat - tempat yang jauh.
l. Tahap IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah
menginfiltrasi mukosa rektrum dan atau kandung kemih.
m. Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.
( Dr Imam Rasjidi, 2010 ).

8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemerksaan yang dapat dilakukan pada pasien yang teridentifikasi
menderita kanker serviks adalah:
a. Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes
PAP ) sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini,
tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan baik.
Sitologi adalah cara Skrining sel - sel serviks yang tampak sehat
dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat
didiagnosis secara histologik.
b. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan
kolposkopi, suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah
mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya
didalamnya ( pembesaran 6 - 40 kali ). Kalau pemeriksaan
sitologi menilai perubahan morfologi sel - sel yang mengalami
eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan
vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan
perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
c. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat )
terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat
seluruhnya atau hanya terlihat sebagian kelainan didalam
kanalis serviskalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan
diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat
dan alat biopsy harus tajam sehingga harus diawetkan dalam
larutan formalin 10%.
d. Konisasi
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (
konus ), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk
tujuan diagnostik, tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan
kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan
pemeriksaan kolposkopi.
Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat
dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan
pewarnaan dengan larutan lugol ( yodium 5g, kalium yodida 10 g,
air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar daerah dengan tes positif
( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ). Konikasi
diagnostik dilakukan pada keadaan -keadaan sebagai berikut :
1) Proses dicurigai berada di endoserviks.
2) Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan
kolposkopi.
3) Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen
biopsy.
4) Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.
( Prof. R Sulaiman , 2005 ).
2.Mioma Uteri
2.1 Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus
dan jaringan ikat yang menumpangnya.
(Prawirohardjo,S. Ilmu Kandungan. 1999: 338)
Mioma uteri sering juga disebut Fibroid walaupun asalnya dari
jaringan otot, dapat bersifat tunggal atau ganda, dan mencapai ukuran
besar.
(Buku Ginekologi FK Universitas Padjakaran Bandung: 154)

2.2 Etiologi
Etiologi belum jelas tetapi asalnya disangka dari sel-sel otot yang
belum matang. Disangka bahwa estrogen mempunyai peran penting,
tetapi dengan teori ini sukar diterangkan apa sebabnya, pada seorang
wanita estrogen dapat menyebabkan mioma, sedang pada wanita lain
tidak. Padahal seperti yang kita ketahui estrogen dihasilkan oleh semua
wanita, juga pada beberapa wanita mioma dapat terjadi ovulasi yang
menghasilkan progesterone yang sifatnya antiestrogenetic. Percobaan
penyuntikan estrogen dapat menimbulkan mioma uteri, tetapi sifatnya
agak berbeda dengan mioma biasa.

2.3 Gejala klinis


1. Tumor/Massa di perut bagian bawah.
2. Perdarahn abnormal.
3. Rasa nyeri.
4. Gejala dan penekanan pada kandung kencing akan menyebabkan
poliuri, pada urethra menyebabkan retensio urine, dll.
5. Gejala sekunder :
- Anemia.
- Lemah.
- Pusing-pusing.
- Sesak napas.
- Fibroid Heart, sejenis degenerasi Myocard yang dulu disangka
berhubungan dengan adanya myoma uteri.
- Erythrocytosis pada myoma yang besar.

2.4 Macam-macam Mioma Uteri


1. Mioma Submucosa
Tumbuhnya tepat dibawah endometrium, paling sering menyebabkan
perdarahan yang banyak, sehingga memerlukan Hysterektomi
walaupun ukurannya kecil. Adanya mioma submucosum dapat
dirasakan sebagai suatu “ Curet Bump” (benjolan waktu kuret).
Kemungkinan terjadi degenerasi, juga lebih besar pada jenis ini. Sering
mempunyai tangkai yang panjang sehingga menonjolmelalui servik
atau vagina, disebut juga sebagai mioma submucosa bertangkai yang
dapat menimbulkan “ Myomgeburt “ ( dilahirkan melalui servik), sering
mengalami nekrose atau ulcerasi.
2. Mioma Intramular
Terletak pada miometrium, kalau besar atau multiple dapat
menyebabkan pembesaran uterus dan berbenjol-benjol.
3. Mioma Subserosum
Letaknya dibawah tunica serosa, kadang-kadang vena yang ada di
permukaan pecah dan menyebabkan perdarahan intraabdominal.
Kadang-kadang mioma subserosum timbul diantara dua ligamentum
latum, merupakan mioma intraligamenter yang dapat menekan ureter
dan A. Illiaca. Ada kalanya tumor ini mendapat vascularisasi yang lebih
banyak dari omentum sehingga lambat laun terlepas dari uterus,
disebut sebagai parasitic Myoma. Mioma subserosum yang bertangkai
dapat mengalami torsi.

2.5 Diagnosis
Seringkali penderita mengeluh akan rasa berat dan adanya
benjolan pada perut bagian bawah. Pemeriksaan bimanual akan
mengungkapkan tumor pada uterus, yang umumnya terletak di garis
tengah ataupun agak ke samping, seringkali teraba terbenjol-benjol.
Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang barhubungan dengan
uterus.
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas,
yang ditegakkan dengan pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma
submucosum kadang-kadang dapat teraba dengan jari yang masuk
kedalam kanalis servikali, dan terasa benjolan pada kavum uteri.
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di
bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan.
Mioma submukosum dibedakan dengan suatu adenomiosis,
khoriokarsinoma, karsinoma korposis uteri atau suatu sarcoma uteri. USG
abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan
klinis.

2.6 Komplikasi
1. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarcoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan
histology uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan
uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul
gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan
demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-
lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan
suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga
peritoneum.

2.7 Pengobatan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55%
dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam
bentuk apapun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak
meninbulkan gangguan atau keluhan.
Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uteri dengan
GnRH agonist (GnRHa). Pemberian GnRHa (Buseriline Acetat) selama 16
minggu pada mioma uteri menghasilkan deganerasi hialin di miometrium
hingga uterus dalam keseluruhan nya menjadi kecil.

1. Pengobatan operatif
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada
mioma submukosum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat
vagina. Pengambilan sarang mioma subserisum dapay mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini
dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
terjadi kehamilan adalah 30-50%.
Perlu disadari bahwa 25-35% dari penderita tersebut akan masih
memerlukan histerektomi. Histerektomi adalah pengangkatan uterus,
yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat
dilaksanakan per abdominan atau per vaginam, yang akhir-akhir ini
jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan
tidak ada perlekatan dengan daerah sekitarnya. Adanya prolapsus uteri
akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total
umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya
karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan
apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus
keseluruhannya.

2. Radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga
penderita mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya
dikerjakan kalau terdapat kontra indikasi untuk tindakan operatif. Akhir-
akhir ini kontra indikasi tersebut semakin berkurang. Radioterapi
hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.
3. Molahidatidosa dan choriocarsinoma

2.1 Definisi Molahidatidosa

Mola hidatidosa merupakan penyakit trofoblas gestational yang


ditandai dengan abnormalitas vili korialis yang mengalami
degenerasi hidropik sehingga terlihat seperti buah anggur yang
bergerombol. Pada mola hidatidosa terdapat proliferasi sel trofoblas yang
berlebihan dan adanya edema stroma vilus. Secara makroskopis mola
hidatidosa terlihat seperti gelembung- gelembung, transparan, dan berisi
cairan jernih yang ukurannya bervariasi.

2.2 Diagnosis dari Molahidatidosa

2.2.1. Anamnesis

Pasien dengan mola hidatidosa biasanya mengalami keluhan sebagai


berikut:

1) Perdarahan pervaginam

2) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan namun
tidak selalu

3) Hipertiroidisme

4) Hiperemesis gravidarum

5) Preeklampsia

6) Perdarahan baik sedikit maupun banyak yang berwarana merah


kecoklatan

7) Amenorea dengan durasi berbeda-beda diikuti perdarahan ireguler.

2.2.2. Gambaran Klinis

1. Perdarahan Pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda klinik yang sering terjadi baik
pada mola komplet maupun mola parsial. Perdarahan terjadi pada
minggu ke 6 – 16 kehamilan atau pada trimester pertama yaitu 80-90 %
kasus pada mola komplet dan 75 % pada mola parsial. Hal tersebut
disebabkan oleh jaringan mola yang terlepas dari sel decidua dan
merusak pembuluh darah maternal sehingga terjadi pembesaran uterus
karena terlalu banyak darah sehingga darah keluar melalui vagina.

2. Pembesaran Uterus Melebihi Usia Kehamilan

Pembesaran uterus yang melebihi usia kehamilan terjadi 38 –51 % pada


kasus mola komplet dan 8 – 11% oada kasus mola inkomplet. Hal
ini disebabkan oleh jaringan trofoblas yang berkembang berlebihan
yang berkaitan dengan tingginya kadar hCG dan terdapat retensi darah.

3. Peningkatan Kadar β-hCG

Peningkatan kadar hCG pada mola komplet lebih tinggi daripada mola
parsial yaitu terdapat kenaikan signifikan mencapai >

100.000 IU/L.

4. Preeklampsia

Preeklampsia dapat terjadi pada kehamilan trimester pertama dan awal


trimester kedua atau sebelum usia kehamilan mencapai 24 minggu.
Preeklampsia biasanya berkembang pada pasien dengan kenaikan kadar
hCG dan adanya pembesaran uterus. Hal tersebut ditemukan pada 27 %
pasien dengan mola komplet an 4 % pasien dengan mola inkomplet.8,9

5. Hiperemesis Gravidarum

Hiperemesis gravidarum berkaitan dengan kenaikan kadar hCG dan


pembesaran uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan mual dan
muntah yang berat Hal ini terjadi pada 4 % pasien dengan mola hidatidosa
pada usia kehamilan minggu ke – 5- 9 dan 23 % pada pasien yang
didiagnosis setelah 10 minggu kehamilan.

6. Hipertiroidisme

Tanda dan gejala hipetiroidisme muncul karena stimulasi kelenjar tiroid


oleh kenaikan kadar hCG atau dari thyroid stimulating substanceyang
diproduksi oleh sel trofoblas yang tumbuh berlebihan (12). Hipertiroidisme
dapat ditemukan pada 2-7 % pasien mola hidatidosa. Diagnosis dapat
ditegakan dengan ditemukannya kadar serum T3 dan T4yang meningkat.

7. Kista Teka Lutein Ovarium

Kista teka lutein merupakan respon dari peningkatan kadar hCG diatas
100.000 IU/ml. Ditemukan pada 25-35 % pasien mola hidatidosa dan
terdapat pula pembesaran kista teka lutein bilateral pada 15 % pasien.

8.Emboli Trofoblas

Sindrom distress pernapasan akut dapat terjadi pada 2 % pasien. Hal


ini disebabkan oleh masuknya vili ke dalam aliran vena yang menuju paru
atau merupakan komplikasi kardiovaskuler dari badai tiroid, preeclampsia,
anemia, dan penggantian cairan secara massif. 8,9

9. Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC)

Pada pasien mola hidatidosa, tromboplastin yang terdapat pada jaringan


plasenta dilepaskan ke dalam sirkulasi maternal sehingga terjadi DIC dan
gangguan pembekuan darah.

2.3 Factor Resiko dari Molahidatidosa

2.3.1. Usia Ibu


Wanita yang berisiko tinggi untuk mengalami mola hidatidosa adalah
wanita dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. Wanita
dengan usia 35 tahun sampai 40 tahun risikonya meningkat menjadi 2 kali
lipat, sedangkan pada wanita usia 40 tahun

risiko meningkat sebesar 7 kali lipat dibandingkan wanita yang hamil pada
usia lebih muda. Hal ini dikarenakan kualitas sel telur sudah mengalami
penurunan.

2.3.2. Status Gizi

Status gizi berkaitan dengan tinggi badan, berat badan, dan BMI ibu
sebelum hamil dan saat hamil. Faktor gizi yang berkaitan dengan kejadian
mola hidatidosa adalah kekurangan vitamin A dan kekurangan protein.

Vitamin A berfungsi untuk mengatur proliferasi dan apoptosis sel, sehingga


ketika terjadi kekurangan vitamin A akan menyebabkan proliferasi sel
berlebihan termasuk pada sel trofoblas. Sedangkan protein digunakan
untuk zat pembangun yaitu untuk pertumbuhan dan perkembangan janin
selama kehamilan. Jika ibu kekurangan protein

maka dapat menyebabkan BBLR.

2.3.3. Riwayat Obstetri

Riwayat obsteteri meliputi riwayat keguguran lebih dari 2 kali, riwayat mola
hidatidosa sebelumnya meningkatkan risiko 10 kali lipat lebih besar, dan
paritas ibu. Semakin tinggi paritasnya maka kehamilan semakin
berisiko yaitu dapat terjadi trauma kehamilan atau adanya penyimpangan
transmisi genetik.

2.3.4. Etnis

Pada suatu studi epidemiologi, ada yang menyatakan bahwa wanita Filipina,
Asia Tenggara dan Meksiko cenderung lebih sering menderita mola
hidatidosa daripada wanita kulit putih Amerika.23

2.3.5. Genetik

Faktor genetik yang berkaitan dengan kejadian mola hidatidosa adalah


daerah kromosom yang menjadi bakal calon yaitu kromosom

19q13 dan terbanyak pada kromosom 11p dominan terekspresi dari alel
maternal. Alel tersebut merupakan familial dan diturunkan autosomal
resesif.

2.3.6. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan berkaitan dengan keadaan sosial ekonomi. Pada


keadaan sosial ekonomi yang rendah menyebabkan kebutuhan gizi ibu
hamil tidak terpenuhi dengan baik, padahal pada keadaan hamil ibu
memerlukan zat gizi yang lebih banyak untuk pertumbuhan dan
perkembangan janin.

2.3.7. Gaya Hidup

Gaya hidup seperti merokok dan alkoholisme dapat meningkatkan angka


kejadian mola hidatidosa.23

2.3.8. Usia Kehamilan

Makin tinggi usia kehamilan maka kehamilan akan semakin berisiko.

2.3.9. Kadar Hb

Perdarahan per vaginam merupakan gejala utama dari mola hidatidosa.


Perdarahan bisa berupa bercak-bercak yang sedikit atau perdarahan
yang sekaligus banyak. Hal tersebut bila berlangsung terus menerus akan
menyebabkan kadar Hb turun sehingga terjadi anemia bahkan syok hingga
kematian.
2.3.10. Kadar β-hCG

Peningkatan kadar β-hCG berhubungan dengan proliferasi sel trofoblas


plasenta yang berlebihan. Sel trofoblas terdiri dari sitotrofoblas,
sinsitiotrofoblas, dan trofoblas intermediet.Sinsitiotrofoblas menginvasi
stroma endometrium ditambah dengan implantasi sel blastokis yaitu sel
yang menghasilkan β-hCG. Jika proliferasi sel trofoblas menjadi
berlebihan, maka semakin banyak β-hCG yang dihasilkan sehingga
menyebabkan kadar β-hCG meningkat.

2.3.11. Kontrasepsi Oral

Pemakaian kontrasepsi oral yang berkaitan dengan durasinya dan disertai


dengan riwayat keguguran meningkatkan risiko angka kejadian mola
hidatidosa sebesar 2 kali lipat.

2.3.12. Infeksi

Infeksi mikroorganisme termasuk virus dapat mengenai ibu hamil. Ibu


hamil dapat terkena infeksi tergantung pada virulensi mikroorganisme,
jumlah mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh, dan sistem
pertahanan tubuh ibu itu sendiri.

2.4 Definisi dari Chorio Carsinoma

Choriocarcinoma adalah sebuah tumor ganas yang timbul dari sel-sl


trofoblas dalam rahim. Dimana termasuk dalam penyakit trofoblastik
gestasional (PTG) yang dapat bermetastase ke jaringan tubuh lain dan
merusaknya. (Sarwono Prawirohardjo,1981)

Choriocarcinoma adalah tumor ganas yang mengalami nekrosis yang


berasal dari jaringan trofoblas setelah terjadi gestasi. ( Perkumpulan Obgyn
Ed.9.1996)

Choriocarcinoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan plasnta


normal dan abnormal terdiri dari proliferasi sitotrofoblas dan
sinsiotrofoblas. (Mc.Donald Cuningham.1990)

2.5 Etiologi dari Chorio Carcinoma

Beberapa hal yang diyakini menjadi penyebab choriocarcinoma natara lain :

A. Mola Hidatidosa (50 % dari kasus)

B. Abortus Spontan ( 20 % dari kasus)

C. Kehamilan Ektopik ( 2 % dari kasus)

D. Kehamilan Normal ( 20-30 % dari kasus)

E. Kelainan Pada ovarium ( Sangat jarang )

2.6 Klasifikasi dari Chorio Carcinoma

Oleh international Union Against Cancer (IUCR) maka penyakit trofoblastik


dibedakan menjadi :

A.Berdasarkan hubungan dengan fertilisasi

1.Gestasional choriocarcinoma (didahului oleh fertilisasi)

2.Non Gestasionl choriocarcinoma ( Tanpa didahului fertilisasi, biasanya


pada kelainan ovarium )

B.Berdasarkan diagnosis klinik

1.Non metastasis choriocarcinoma ( hanya pada uterus )

2.Metastasis (sampai ke luar pelvic)

C. Berdasarkan diagnosis Hystology (villus)

1.Choriocarcinoma villosum ( terdapat villi dan hanya pada pelvic )

2.Choriocarcinomanon villosum ( menyerang alat genital, paru, otak,


hepar,dll)

D.Berdasarkan prognosis metastase

1.Prognosis baik resiko rendah

a.β hCG < 100,000 IU/24 jam urine atau <40,000 ml IU/ml serum

b.lama gejala , 4 bulan

c.Metastase terdapat pada uterus atau paru-paru, pelvic dan vagina

d.Belum pernah di kemoterapi

e.Bukan dari fertilisasi uterus

2.Prognosis jelek resiko tinggi

a.β hCG > 100,000 IU/24 jam urine atau > 40,000 ml IU/ml serum

b.lama gejala 4 bulan

c.Tidak saja metastase di paru dan genitalia melainkan juga pada otah, hati,
saluaran pencernaan

d.Pernah kemoterapi

e.Kehamilan uterus ada sebelumnya.

E.Stadium berdasarkan pencitraan stagging FIgo 1982 yaitu ;

1.Stadium I : Tumor terbatas pada uterus

2.Satadium II : Tumor ke adneksa atau vagina namun terbatas pada struktur


genitalia

3. Stadium III : Tumor bermetastase ke paru, dengan atau tanpa metastase


di genitalia

4.Stadium IV : Bermetastas ke tempat lain : otak, hepar, saluran cerna, dll


2.7 Manifestasi Klinik dari Chorio Carcinoma

A.Perdarahan yang tidak teratur setelah berkhirnya suatu kehamilan dan


dimana terdapat subinvolusi uteri, perdarahan dapat terjadi terus menerus
atau intermiten bahkan massif

B.Pada pemeriksaan ginekologi ditemukan uterus membesar dan lembek,


kista teka lutein, lesi metastase di vagina atau organ lain

C.Kadar β hCG pasca mola naik turun

D.Pada foto thorax dapat terlighat lesi metasase, missal pada paru-paru

E.Pada sediaan gispatology dapat ditemukan villus

F.Perdarahan karena perforasi usus/ lesi metastase dapat menimbulkan


gejala : nyeri perut, batuk berdahak, melena, peninggian tekanan intracranial
berupa sakit kepala, kejang, dan hemiplegia.

2.8 Diagnosa dari Chorio Carcinoma

A.Anamnesa

1.Perdarahan yang terus menerus setelah evakuasi mola atau kehamilan


sebelumnya

2.Bila terjadi perforasi utrus, maka ada keluhan nyeri perut

3.Bila ada lesi metastase maka ditemukan gejala hemaptoe, sakit kepala,
kejang dan hemipelgia

B. Pemeriksan fisik

1.Uterus besar dan irregular

2.Dapat terlihat adanya lesi metastase di vagina atau organ lain

3.Ditemukan kista lutein bilateral yang persisten


C.Pemeriksaan penunjang

1.USG : adanya gambaran Echo difuse thypical

2.Laboratorium : peningkatan kadar β hCG

3.Prosedur diagnosi dimulai dengan pemeriksaan kadar β hCG dan foto


thorax untuk mendeteksi metastase ke paru-paru. Jika fotothoraks normal
maka diagnosis nonmetastase dapat dibuat. Jika ada metastase maka
harus dilakukan pemeriksaan lanjutan ke organ lain.

2.9Prognosa dari Chorio Carcinoma

Makin dini diagnose dibuat dan makin dini pengobatan maka makin baik
prognosanya. Prognosa choriocarcinoma villosum lebih baik dari yang non
villosum. Setelah ada kemoterapi, kasus-kasus PTG resiko rendah 100 %
mungkin bisa sembuh sedangkan untuk resiko tinggi 30-50 %

Prognosa memburuk dapat dijumpai pada :

1. Masa laten yang panjang, sehingga metastase makin meluas

2. β hCG yang selalu tinggi

3. pengobatan yang tidak sempurna

4. adanya metastase ke otak dan hepar

5. daya tahan tubuh penderita yang buruk

6. diagnose lambat dibuat sehingga terapi terlambat diberikan

2.10 Pencegahan dari Chorio Carcinoma

1.Meningkatkan nutrisi selama hamil dan pola hidup sehat diyakini dapat
mencegah choriocarcinoma

2.Memantau secara hati-hati wanita yang pernah mendapat kehamilan


mola agar bisa ditangani lebih dini

3.Memberikan kemoterapi terhadap kasus-kasus kehamilan ektopik untuk


mencegah penyakit trofobals

4.Pada wanita yang telah diketahui PTG resiko tinggi dan jumlah anak telah
cukup sebainya dilakukan histerektomi untuk mencegah prognosis yang
lebih buruk.

2.11 Penanganan dari Chorio Carcinoma

A.Kemoterapi

Indikasinya adalah :

1.Meningginya β hCG setelah evakuasi kehamilan

2.Titer β hCG sangat tinggi setelah evakuasi

3.Meningginya β hCG setelah 6 bulan evakuasi atau menurun tapi lambat

4.Adanya metastase ke paru-paru, vulva, vagina,dll kecuali jika β hCG sedah


rendah

5.Adanya metastase ke organ-organ tubuh lain

6.Adanya perdarahan pervaginam yang hebat atau ada perdarahan


gastrointestinal

7.Sudah didapatkan gambaran histology choriocarcinoma

Dalam kemoterapi, kemoterapi diberikan pada kasus non metastase atau


keganasan resiko rendah. Metotexat atau obat lainnya dapat melawan
tumor ini terutama actinomycyn-D yang diberikan secar kuratif. MTX dapat
member hasil baik jika diberkan peroral, infuse IV maupun injeksi
intramuskuler. Pada beberapa kasu, misalnya dengan metastas ke otak,
maka kemoterapi diberikan bersamaan dengan radioterapi. Pada kasus
resiko tinggi diberiakan kemoterapi kombinasi yaitu EMA-CO ( Etoposide,
MTX, Vincristin dan Siklo Pospamid) atau dapat juga diberikan MAC ( MTX,
Dactinomycyn dan Cytoxan dan Klorambucil)

B.Operasi

Operasi merupakan tindakan utama penanganan dini PTG, walaupun tumor


sudah lama tapi masih terlokalisir di uterus, maka histerktomi sangat baik
dilakukan. Pasien dengan perdarahan terus menerus setelah kehamilan
atau setelah tumor bermetastase ke organ lain maka histerektomi
dilakukan atas indikasi perdarahan hebat atau resisten terhadap kemoterapi.
ASUHAN KEBIDANAN PADA MIOMA UTERI

3.1.PENGKAJIAN DATA

A. Data Subyektif
Tanggal : 09-07-2007 Jam : 11.30 WIB Oleh: Purnawati
1. Identitas
Nama : Ny. L Nama Suami : Tn. H
Umur : 43 Tahun Umur : 45 tahun
Agama : Katholik Agama : Katholik
Suku/Bangsa : Suku/bangsa: Jawa/Indonesia
Jawa/Indonesia Pendidikan : PT
Pendidikan : PT Pekerjaan : PC (Wiraswasta)
Pekerjaan : PC (Wiraswasta) Penghasilan : -
Penghasilan : - Alamat : Tambak Arum
Alamat : Tambak Arum gang XXX RT
gang XXX RT 7/RW 9
7/RW 9 Surabaya
Surabaya
No. Reg : 00.27.24.62
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, dan perdarahan
banyak saat menstruasi.

3. Riwayat Kebidanan
- Riwayat Menstruasi
* Siklus : 28 Hari
* Lama : 7 Hari
* Warna : Merah
* Dysmenorhea : Ya (saat menstruasi)
* Flour Albus : Tidak
* Menarche : 13 tahun

* HPHT : Ibu mengatakan lupa


- Riwayat persalinan yang lalu

Suam Kehamilan Persalinan Anak Nifas KB


i ke Ke UK Jns Penol Tmpt Penyu BB PB Sex H/M penyu ASI
l
I 1 9 bln Spt Bidan Klinik - 3050 52 L H - 2 thn Pil dan suntik
B  4 thn
I 2 9 bln Spt Bidan Klinik - 3200 51 P H - 2 thn KB steril sejak
B 12 thn yang
lalu (1994)

4. Perilaku Kesehatan
a. Riwayat yang pernah atau sedang di derita
Sejak tanggal 4-6-2007 pasien mengeluh nyeri perut terus-terusan
seperti diremas, terutama di perut bagian kanan. Penderita
mengeluh perdarahan lebih banyak dari biasanya  > 5 softek,
merah, menggumpal, kadang-kadang merah segar. Nyeri perut
dirasakan  2 tahun yang lalu.
b. Riwayat penyakit keluarga / keturunan
Ibu mengatakan bahwa suami dan keluarga tidak mempunyai
penyakit keturunan, seperti: ASMA, DM, dll.
c. Perilaku Kesehatan
Ibu mengatakan tidak minum jamu, alcohol, maupun merokok, dll.
5. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
Ibu mengatakan makan 3x sehari dengan porsi sedang terdiri dari nasi,
sayur dan lauk, dan buah minum 7-8 gelas sehari.
b. Eliminasi
Ibu mengatakan BAB ± 1x/2 hari , warna kuning tengguli,
konsistensi lunak, dan BAK ± 3x sehari, warna kuning jernih,
memancar.
d. Istirahat tidur
Ibu mengatakan tidur malam ± 8 jam dan tidur siang ± 2 jam.
e. Aktivitas
Ibu mengatakan biasa mengerjakan pekerjaan rumah seperti
menyapu, mengepel, mencuci, dll.
f.Pola seksual
Ibu mengatakan melakukan hubungan seksual dengan suami 2x/
minggu.

g.Pola kebersihan diri


Ibu mengatakan mandi 2x/hari, ganti Celana dalam

B. DATA OBYEKTIF
A. Pemeriksaan Umum
- Kesadaran : composmentis
- KU : baik
- TB / BB : 167 cm / 53 kg
B. TTV :
Tensi : 130/80 mmHg RR : 22x/menit
Suhu : 36,5 °C Nadi : 80x/menit
C. Pemeriksaan Fisik

1. Rambut : Bersih, tidak rontok.

2. Muka : Tidak sembab, tidak pucat.


3. Mata : Conjungtiva tidak anemis, sklera tidak icterus.
4. Hidung : Tidak ada polip
5. Telinga : Bersih, tidak ada serumen
6. Mulut : Tidak ada stomatitis, tidak caries
7. Leher : Simetris
8. Dada : Bnetuk simetris
9. Payudara :
- Bentuk : Simetris
- Areola : Pigmentasi
- Putting susu : Menonjol
- Keluaran : Tidak ada
- Striae : Tidak ada
8. Perut : Ada pembesaran dan ada nyeri tekan
9. Vulva :
- Warna : Merah muda
- Luka parut : Tidak ada
- Keluaran : Tidak ada
- Varices : (-)
- Oedema : (-)
10. Anus : Tidak ada hemoroid, tidak ada varices.
11. Ekstremitas :
Odema : -/-
Varices : -/-
D. Pemeriksaan Penunjang
- Hb:9,3 gr %
- Leukosit : 5300 gr/dl
2.2ANALISA/DIAGNOSA MASALAH
Ibu dengan Mioma Uteri
3.3 DIAGNOSA POTENSIAL
Tidak ada

3.4 TINDAKAN SEGERA


Kolaborsi dengan dokter untuk tindakan operasi

INTERVENSI

Tanggal/Ja Diagnosa Intervensi Rasional


m
09-07-2008 Ibu dengan  Tujuan :
11.30 WIB Mioma Uteri Diharapkan setelah
dilakukan askeb ini,
operasi akan berjalan
dengan lancer.
 Kriteria hasil :
Mioma dapat
diangkat.
1. Lakukan pendekatan 1. Dengan dilakukan
terapeutik pendekatan
terapeutik
diharapkan ibu dapat
diajak bekerjasama
dengan petugas.
2. Persiapan alat, yaitu : 2.Agar tindakan operasi
- Alat-alat yang akan berjalan dengan
digunakan untuk lancar dan tercapai
tindakan operasi. apa yang diinginkan
- Persiapan penolong klien.
3. Kolaborasi dengan 3. Agar tindakan operasi
dokter anestesi berjalan dengan
lancar dan tercapai
apa yang diinginkan
klien.
4. Kolaborasi dengan 4. Agar tercapai apa
dokter untuk tindakan yang diinginkan klien.
operasi.
5. Pindahkan klien 5. Agar tercapai
ke ruang ICU kebutuhan dan
keinginan klien.

3.6IMPLEMENTASI
TGL/JAM IMPLEMENTASI
09-007-2008 1. Melakukan pendekatan terapeutik.
11.35 WIB 2. Persiapan alat, yaitu :
- Alat-alat yang akan digunakan untuk tindakan
operasi.
- Persiapan penolong.
3. kolaborasi dengan dokter anestesi.
4. kolaborasi dengan dokter untuk tindakan operasi.
- Klien di desinfektan dengan betadine dan pasang
catheter
dower.
- Dilakukan insisi sepanjang 10 cm.
- Insisi di perdalam sampai peritoneum.
- Peritoneum dibuka, tampak uterus, dilakukan
eksplorasi
tampak uterus yang membesar, mioma sebesar
kehamilan
16 minggu, adneksa kanan dan kiri normal, terdapat
kista di
ovarium sebelah kiri.
- Dilakukan THA-BSO (Total Abdomen Hysterectomy
Bilateral Salpingo Ovarectomy)
5. Pindahkan klien ke ruang ICU.

3.7EVALUASI

TGL/JAM EVALUASI
09-07-2008 S : Ibu mengatakan tidask ada keluhan.
14.55 WIB O : KU : Baik
TTV : - Tensi : 130/80 mmHg - RR : 24 x/ menit
- Nadi : 84 x/ menit - Suhu : 36°C
A : Ibu post Op Mioma Uteri hari ke- 0
P : - Ibu tidak boleh duduk, hanya boleh miring kiri dan kanan.
- Memberikan He tentang: nutrisi pasca operasi, puasa.
- Observasi TTV, dan Perdarahan setiap 4-6 jam.
- Diantarkan ke tuang ICU.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Kanker serviks,Mioma Uteri, Molahidatidosa dan


Choriocarsinoma merupakan masalah kesehatan dunia pada
masalalu, masa sekarang dan tidak mustahil juga akan menjadi
masalah dimasa akan datang.Kanker serviks menduduki urutan
tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10 pada negara maju
atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia kanker serviks
menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak berdasar data
dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens sebesar 12,7%.
Masalah ini dapat diatasi dengan pengobatan pada stadium
awal dilakukan operasi sedangkan stadium lanjut hanya dengan
pengobatan dan penyinaran.

B. Saran

Diharapkan mahasiswa kebidanan dapat mengerti konsep Ca


serviks, Mioma Uteri, Molahidatidosa dan chorioamnionitis s dapat 
melaksanakan asuhan kebidanansesuai dengan prosedur yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Azamris, 2006, Analisis Faktor Risiko pada Pasien Kanker Payudara di


Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang, Cermin Kedokteran, 152, 53.

Diananda, Rama. (2009).Panduan Lengkap Mengenal Kanker. Yogyakarta


:Mirza Medika Pustaka

Dianti, Nessia Rachma,dkk. 2016. Perbandingan Risiko Ca Serviks


Berdasarkan Personal Hygiene Pada Wanita Usia Subur Di Yayasan
Kanker Wisnuwardhana Surabaya. 4(1). 83-91

Emilia, O, dkk. 2010. Bebas Ancaman Kanker Serviks (Fakta, Pencegahan,


dan Penanganan Dini terhadap Serangan Kanker Serviks).
Yogyakarta: Media Pressindo

European Society Gyncology Oncology (ESGO), Algorithms for


management of cervical cancer, 2011

Pedoman Pelayanan Medik Kanker Ginekologi, Kanker Serviks, ed-2,2011,


hal 19-28

Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Ed.6. Jakarta: EGC;2005

Prawirohardjo, Sarwono.; Ilmu Kebidanan.; Edisi Keempat, Penerbit Tridasa


Printer; Jakarta 2012.

Prawirohardjo, Sarwono.; Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal.; Edisi Pertama Cetakan Ketiga, PT. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta 2009.

RasjidiImam. (2010). Kanker Serviks Dalam Buku Epidemiologi Kanker


Pada Wanita, Jakarta, Sagung Seto, Hal 165-166.

Sastrawinata Sulaiman. 2005. Obstetri Patologi. Jakarta : Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Wijaya, D. 2010. Pembunuh Ganas Itu Bernama Kanker Serviks.


Yogyakarta: Sinar Kejora.

Prawirohardjo S dkk. 2014. IlmuKebidanan, EdisiKetiga. Yayasan Bina


PustakaSarwonoPrawirohardjo: Jakarta

Mochtar R. 1999. SinopsisObstetri, EdisiKedua. EGC: Jakarta

Prawirohardjo S. 2002. BukuPanduanPelayananKesehatan Maternal dan


Neonatal. Yayasan Bina Pustaka: Jakarta

Current Obstetric and Ginecology Diagnosis and Treatment, 8th ed,


Appleton and Lange, Norwalk, 1994

Manuaba, Chandranita,dkk. 2007. PengantarKuliahObstetri, edisi I.

Jakarta: EGC. Prawirohardjo, Sarwono.2009. IlmuKandungan, EdisiKetiga.

Jakarta : PT. Bina PustakaSarwonoPrawirohardjo. Prawirohardjo,


Sarwono.2010. IlmuKebidanan, EdisiKeempat.

Jakarta : PT. Bina PustakaSarwonoPrawirohardjo.. Fadlun, dkk. 2011.

AsuhanKebidananPatologis. Jakarta : SalembaMedika. Mochtar. R.


PenyakitTrofoblas. SinopsisObstetriJilid I. Edisi2. Jakarta : EGC. 1998. Hal.
238-243.

Wiknjosostro, Hanifa s, ilmukebidanan, yayasanbina  pustakaedisi 3.,


Jakarta: 2002

PatologiObstreti, FakultasKedokteranUniversitasPadjajaran,
percetakanelstar offset, Bandung ; 1984

WiknjosostroHanifa. Ilmukandunganedisikedua, yayasan Bina


PustakaSarwonoPrawiroharjo, Jakarta 2007

Anda mungkin juga menyukai