Disusun Oleh
2020
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 RumusanMasalah
Bagaimana konsep dan asuhan kebidanan pada kanker serviks,
mioma uteri, molahidatidosa dan choriocarsinoma?
1.3 Tujuan
Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dan asuhan kebidanan pada
kanker serviks, mioma uteri, molahidatidosa dan choriocarsinoma?
BAB II
TINJAUAN TEORI
1.Kanker Serviks
1. Pengertian
Kanker serviks adalah tumor ganas yang tumbuh didalam leher
rahim atau serviks yang terdapat pada bagian terendah dari rahim
yang menempel pada puncak vagina
(Diananda, Rama, 2009 ).
Kanker serviks merupakan gangguan pertumbuhan seluler dan
merupakan kelompok penyakit yang dimanifestasikan dengan
gagalnya untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada
jaringan serviks. Kanker serviks biasanya menyerang wanita
berusia 35 - 55 tahun, 90% dari kanker serviks berasal dari sel
kelenjar penghasil lendir pada saluran servikal yang menuju
kedalam rahim (Sarjadi, 2001).
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli penulis
dapat menyimpulkan bahwa kanker serviks adalah pertumbuhan sel
yang abnormal yang terdapat pada organ reproduksi wanita yaitu
serviks atau bagian terendah dari rahim yang menempel pada
puncak vagina.
2. Epidemiologi
Pada tahun 2010 estimasi jumlah insiden kanker serviks
adalah 454.000 kasus1. Data ini didapatkan dari registrasi kanker
berdasarkan populasi, registrasi data vital, dan data otopsi verbal
dari 187 negara dari tahun 1980 sampai 2010. Per tahun insiden
dari kanker serviks meningkat 3.1% dari 378.000 kasus pada tahun
1980. Ditemukan sekitar 200.000 kematian terkait kanker serviks,
dan 46.000 diantaranya adalah wanita usia 15-49 tahun yang hidup
di negara sedang berkembang.2
Berdasarkan GLOBOCAN 2012 kanker serviks menduduki
urutan ke7 secara global dalam segi angka kejadian (urutan ke
urutan ke-6 di negara kurang berkembang) dan urutan ke-8 sebagai
penyebab kematian (menyumbangkan 3,2% mortalitas, sama
dengan angka mortalitas akibat leukemia). Kanker serviks
menduduki urutan tertinggi di negara berkembang, dan urutan ke 10
pada negara maju atau urutan ke 5 secara global. Di Indonesia
kanker serviks menduduki urutan kedua dari 10 kanker terbanyak
berdasar data dari Patologi Anatomi tahun 2010 dengan insidens
sebesar 12,7%.
Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama
pada manusia di seluruh dunia. Data American Cancer Society
(2008) menunjukkan bahwa sebesar 1.437.180 kasus baru yang
didiagnosis pada tahun 2008 dan hampir setengah dari kasus
tersebut berujung pada kematian. Setiap tahunnya, sebanyak
500.000 kasus baru ca serviks ditemukan dengan jumlah kematian
lebih dari 250.000 (Rasjidi, 2009). Di Indonesia sendiri, ca serviks
merupakan penyakit dengan prevalensi tertinggi pada wanita yaitu
sebesar 0,80/00 (kemenkes RI, 2015).
Menurut perkiraan Departemen Kesehatan RI saat ini, jumlah
wanita penderita baru kanker serviks berkisar 90-100 kasus per
100.000 penduduk dan setiap tahun terjadi 40 ribu kasus kanker
serviks.Kejadian kanker serviks akan sangat mempengaruhi hidup
dari penderitanya dan keluarganya serta juga akan sangat
mempengaruhi sektor pembiayaan kesehatan oleh pemerintah.
Oleh sebab itu peningkatan upaya penanganan kanker serviks,
terutama dalam bidang pencegahan dan deteksi dini sangat
diperlukan oleh setiap pihak yang terlibat.
3. Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal
danmembelah secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus
membelah, maka akan terbentuk suatu masa jaringan yang disebut
tumor yang bisa bersifat jinak atau ganas, jika tumor tersebut
ganas maka keadaannya disebut kanker serviks.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak
diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang
berpengaruh terhadap terjadinya kanker serviks yaitu :
a. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma
Akuminata) yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian
yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18.
1) Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan
virus papiloma.
2) Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi
karsinoma pada kondiloma akuminata.
3) Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian
kanker dilandasi oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic
infeksi HPV ditemukan angka kejadian kanker serviks yang
meningkat.
4) DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel
Serviks )
b. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik
56kali lebih tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung
bahan tersebut pada serviks adalah menurunkan status imun
lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.
Wanita yang merokok memiliki risiko 4–13 kali lebih besar
untuk mengalami ca serviks daripada wanita yang tidak
merokok. Hal ini dikarenakan nikotin dalam rokok
mempermudah semua selaput lendir termasuk sel mukosa
dalam rahim untuk menjadi terangsang. Rangsangan yang
berlebihan ini akan memicu kanker. Namun tidak diketahui
dengan pasti berapa jumlah nikotin yang mampu menyebabkan
ca serviks
c. Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu
lebih dari lima tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali.
WHO melaporkan resiko relative pada pemakaian kontrasepsi
oral sebesar 1,19 kali dan meningkat sesuai dengan lamanya
pemakaian.
Penggunaan kontrasepsi oral selama lebih dari empat tahun
akan meningkatkan risiko ca serviks sebesar 1,5–2,5 kali.
Namun, efek dari penggunaan kontrasepsi oral terhadap ca
serviks masih kontroversial karena ada beberapa penelitian
yang gagal menemukan peningkatan risiko pada perempuan
pengguna atau mantan pengguna kontrasepsi oral. Penelitian
Wahyuningsih (2014), menemukan bahwa wanita yang
menggunakan pil KB selama ≥4 tahun memiliki risiko 42 kali
untuk mengalami kejadian lesi prakanker serviks dibandingkan
wanita yang menggunakan pil KB
d. Wanita yang sering melahirkan
Semakin sering seorang wanita melahirkan, maka semakin
besar risiko untuk terkena ca serviks karena semakin banyak
lesi yang terdapat pada organ reproduksi dan memudahkan HPV
masuk ke dalam rahim.
e. Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes
pap smear secara rutin dan pendidikan yang rendah ( Dr imam
Rasjidi, 2010 ).
4. Patofisiologi
Dari beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kanker
sehingga menimbulkan gejala atau semacam keluhan dan
kemudian sel - sel yang mengalami mutasi dapat berkembang
menjadi sel displasia. Apabila sel karsinoma telah mendesak pada
jaringan syaraf akan timbul masalah keperawatan nyeri. Pada
stadium tertentu sel karsinoma dapat mengganggu kerja sistem
urinaria menyebabkan hidroureter atau hidronefrosis yang
menimbulkan masalah keperawatan resiko penyebaran infeksi.
Keputihan yang berkelebihan dan berbau busuk biasanya menjadi
keluhan juga, karena mengganggu pola seksual pasien dan dapat
diambil masalah keperawatan gangguan pola seksual. Gejala dari
kanker serviks stadium lanjut diantaranya anemia hipovolemikyang
menyebabkan kelemahan dan kelelahan sehingga timbul masalah
keperawatan gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Pada pengobatan kanker leher rahim sendiri akan mengalami
beberapa efek samping antara lain mual, muntah, sulit menelan,
bagi saluran pencernaan terjadi diare gastritis, sulit membuka
mulut, sariawan, penurunan nafsu makan ( biasa terdapat pada
terapi eksternal radiasi ). Efek samping tersebut menimbulkan
masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit
merah dan kering sehingga akan timbul masalah keperawatan
resiko tinggi kerusakan integritas kulit. Semua tadi akan berdampak
buruk bagi tubuh yang menyebabkan kelemahan atau kelemahan
sehingga daya tahan tubuh berkurang dan resiko injury pun akan
muncul.
Tidak sedikit pula pasien dengan diagnosa positif kanker leher
rahim ini merasa cemas akan penyakit yang dideritanya.
Kecemasan tersebut bisa dikarenakan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan
mitos dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu
dihubungkan dengan kematian (Price, syivia Anderson, 2005).
5. Manifestasi Klinik
Manifetasi klinik yang kemungkinan terjadi pada pasien dengan
kanker serviks adalah:
a. Keputihan yang makin lama makin berbau akibat infeksi dan
nekrosis jaringan.
b. Perdarahan yang dialami segera setelah senggama ( 75% - 80%
).
c. Perdarahan yang terjadi diluar senggama.
d. Perdarahan spontan saat defekasi.
e. Perdarahan diantara haid.
f. Rasa berat dibawah dan rasa kering divagina.
g. Anemia akibat pendarahan berulang.
h. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut syaraf.
(Dr RamaDiananda, 2009 ).
6. PenatalaksanaanMedis
Pengobatan pada stadium awal, dapat dilakukan operasi
sedangkan stadium lanjut hanya dengan pengobatan dan
penyinaran. Tolak ukur keberhasilan pengobatan yang biasa
digunakan adalah angka harapan hidup 5 tahun. Harapan hidup 5
tahun sangat tergantung dari stadium atau derajatnya beberapa
peneliti menyebutkan bahwa angka harapan hidup untuk kanker
leher rahim akan menurun dengan stadium yang lebih lanjut. Pada
penderita kanker leher rahim ini juga mendapatkan sitistatika dalam
ginekologi.
Penggolongan obat sitostatika antara lain :
1) Golongan yang terdiri atas obat - obatan yang mematikan
semua sel pada siklus termasuk obat - obatan non spesifik.
2) Golongan obat - obatan yang memastikan pada fase tertentu
darimana proliferasi termasuk obat fase spesifik.
3) Golongan obat yang merusak sel akan tetapi pengaruh
proliferasi sel lebih besar, termasuk obat - obatan siklus
spesifik.
7. Stadium Karsinoma Serviks
Klasifikasi internasional tentang karsinoma serviks uteri mengenai
tingkat dan kriteria kanker serviks adalah:
a. Tahap O : Kanker insitu, kanker terbatas pada lapisan epitel,
tidak terdapat bukti invasi.
b. Tahap I : Karsinoma yang benar - benar berada dalam serviks.
Proses terbatas pada serviks walaupun ada perluasan ke korpus
uteri.
c. Tahap Ia : Karsinoma mikroinvasif, bila membran basalis sudah
rusak dan sel tumor sudah memasuki stoma lebih dari 1 mm,
sel tumor tidak terdapat pada pembuluh limfa atau pembuluh
darah.
d. Tahap Ib : Secara klinis sudah diduga adanya tumor yang
histologik menunjukkan invasi serviks uteri.
e. Tahap II : Kanker vagina, lesi telah menyebar diluar serviks
hingga mengenai vagina (bukan sepertiga bagian bawah ) atau
area para servikal pada salah satu sisi atau kedua sisi.
f. Tahap IIa : Penyebarah hanya perluasan vagina, parametrium
masih bebas dari infiltrate tumor.
g. Tahap IIb : Penyebaran keparametrium, uni atau bilateral tetapi
belum sampai pada dinding panggul.
h. Tahap III : Kanker mengenai sepertiga bagian bawah vagina atau
telah meluas kesalah satu atau kedua dinding panggul.
Penyakitnodus limfe yang teraba tidak merata pada dinding
panggul. Urogram IV menunjukkan salah satu atau kedua ureter
tersumbat oleh tumor.
i. Tahap IIIa : Penyebaran sampai pada sepertiga bagian distal
vagina, sedang ke parametrium tidak dipersoalkan.
j. Tahap IIIb : Penyebaran sudah sampai pada dinding panggul,
tidak ditemukan daerah bebas infiltrasi antara tumor dengan
dinding panggul ( frozen pelvic ) atau proses pada tingkatan
klinik I dan II, tetapi sudah ada gangguan faal ginjal.
k. Tahap IV : Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan
melibatkan mukosa rektum dan atau kandang kemih (dibuktikan
secara histologik ) atau telah terjadi metastasis keluar panggul
atau ketempat - tempat yang jauh.
l. Tahap IVa : Proses sudah keluar dari panggul kecil, atau sudah
menginfiltrasi mukosa rektrum dan atau kandung kemih.
m. Tahap IVb : Telah terjadi penyebaran jauh.
( Dr Imam Rasjidi, 2010 ).
8. Pemeriksaan Diagnostik
Pemerksaan yang dapat dilakukan pada pasien yang teridentifikasi
menderita kanker serviks adalah:
a. Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes
PAP ) sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini,
tingkat ketelitiannya melebihi 90% bila dilakukan dengan baik.
Sitologi adalah cara Skrining sel - sel serviks yang tampak sehat
dan tanpa gejala untuk kemudian diseleksi. Kanker hanya dapat
didiagnosis secara histologik.
b. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan
kolposkopi, suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah
mikroskop bertenaga rendah dengan sumber cahaya
didalamnya ( pembesaran 6 - 40 kali ). Kalau pemeriksaan
sitologi menilai perubahan morfologi sel - sel yang mengalami
eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan
vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan
perubahan metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
c. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat )
terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat
seluruhnya atau hanya terlihat sebagian kelainan didalam
kanalis serviskalis tidak dapat dinilai, maka contoh jaringan
diambil secara konisasi. Biopsi harus dilakukan dengan tepat
dan alat biopsy harus tajam sehingga harus diawetkan dalam
larutan formalin 10%.
d. Konisasi
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (
konus ), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk
tujuan diagnostik, tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan
kuretase. Batas jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan
pemeriksaan kolposkopi.
Jika karena suatu hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat
dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini digunakan
pewarnaan dengan larutan lugol ( yodium 5g, kalium yodida 10 g,
air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar daerah dengan tes positif
( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ). Konikasi
diagnostik dilakukan pada keadaan -keadaan sebagai berikut :
1) Proses dicurigai berada di endoserviks.
2) Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan
kolposkopi.
3) Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen
biopsy.
4) Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.
( Prof. R Sulaiman , 2005 ).
2.Mioma Uteri
2.1 Pengertian
Mioma uteri adalah neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus
dan jaringan ikat yang menumpangnya.
(Prawirohardjo,S. Ilmu Kandungan. 1999: 338)
Mioma uteri sering juga disebut Fibroid walaupun asalnya dari
jaringan otot, dapat bersifat tunggal atau ganda, dan mencapai ukuran
besar.
(Buku Ginekologi FK Universitas Padjakaran Bandung: 154)
2.2 Etiologi
Etiologi belum jelas tetapi asalnya disangka dari sel-sel otot yang
belum matang. Disangka bahwa estrogen mempunyai peran penting,
tetapi dengan teori ini sukar diterangkan apa sebabnya, pada seorang
wanita estrogen dapat menyebabkan mioma, sedang pada wanita lain
tidak. Padahal seperti yang kita ketahui estrogen dihasilkan oleh semua
wanita, juga pada beberapa wanita mioma dapat terjadi ovulasi yang
menghasilkan progesterone yang sifatnya antiestrogenetic. Percobaan
penyuntikan estrogen dapat menimbulkan mioma uteri, tetapi sifatnya
agak berbeda dengan mioma biasa.
2.5 Diagnosis
Seringkali penderita mengeluh akan rasa berat dan adanya
benjolan pada perut bagian bawah. Pemeriksaan bimanual akan
mengungkapkan tumor pada uterus, yang umumnya terletak di garis
tengah ataupun agak ke samping, seringkali teraba terbenjol-benjol.
Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang barhubungan dengan
uterus.
Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas,
yang ditegakkan dengan pemeriksaan dengan uterus sonde. Mioma
submucosum kadang-kadang dapat teraba dengan jari yang masuk
kedalam kanalis servikali, dan terasa benjolan pada kavum uteri.
Diagnosis banding yang perlu kita pikirkan tumor abdomen di
bagian bawah atau panggul ialah mioma subserosum dan kehamilan.
Mioma submukosum dibedakan dengan suatu adenomiosis,
khoriokarsinoma, karsinoma korposis uteri atau suatu sarcoma uteri. USG
abdominal dan transvaginal dapat membantu dan menegakkan dugaan
klinis.
2.6 Komplikasi
1. Degenerasi ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6%
dari seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarcoma
uterus. Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan
histology uterus yang telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan
uterus apabila mioma uteri cepat membesar dan apabila terjadi
pembesaran sarang mioma dalam menopause.
2. Torsi (putaran tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul
gangguan sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan
demikian terjadilah sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-
lahan, gangguan akut tidak terjadi. Hal ini hendaknya dibedakan dengan
suatu keadaan dimana terdapat banyak sarang mioma dalam rongga
peritoneum.
2.7 Pengobatan
Tidak semua mioma uteri memerlukan pengobatan bedah, 55%
dari semua mioma uteri tidak membutuhkan suatu pengobatan dalam
bentuk apapun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan tidak
meninbulkan gangguan atau keluhan.
Dalam dekade terakhir ada usaha mengobati mioma uteri dengan
GnRH agonist (GnRHa). Pemberian GnRHa (Buseriline Acetat) selama 16
minggu pada mioma uteri menghasilkan deganerasi hialin di miometrium
hingga uterus dalam keseluruhan nya menjadi kecil.
1. Pengobatan operatif
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa
pengangkatan uterus. Tindakan ini dapat dikerjakan misalnya pada
mioma submukosum pada myom geburt dengan cara ekstirpasi lewat
vagina. Pengambilan sarang mioma subserisum dapay mudah
dilaksanakan apabila tumor bertangkai. Apabila miomektomi ini
dikerjakan karena keinginan memperoleh anak, maka kemungkinan
terjadi kehamilan adalah 30-50%.
Perlu disadari bahwa 25-35% dari penderita tersebut akan masih
memerlukan histerektomi. Histerektomi adalah pengangkatan uterus,
yang umumnya merupakan tindakan terpilih. Histerektomi dapat
dilaksanakan per abdominan atau per vaginam, yang akhir-akhir ini
jarang dilakukan karena uterus harus lebih kecil dari telur angsa dan
tidak ada perlekatan dengan daerah sekitarnya. Adanya prolapsus uteri
akan mempermudah prosedur pembedahan. Histerektomi total
umumnya dilakukan dengan alasan mencegah akan timbulnya
karsinoma servisis uteri. Histerektomi supravaginal hanya dilakukan
apabila terdapat kesukaran teknis dalam mengangkat uterus
keseluruhannya.
2. Radioterapi
Tindakan ini bertujuan agar ovarium tidak berfungsi lagi sehingga
penderita mengalami menopause. Radioterapi ini umumnya hanya
dikerjakan kalau terdapat kontra indikasi untuk tindakan operatif. Akhir-
akhir ini kontra indikasi tersebut semakin berkurang. Radioterapi
hendaknya hanya dikerjakan apabila tidak ada keganasan pada uterus.
3. Molahidatidosa dan choriocarsinoma
2.2.1. Anamnesis
1) Perdarahan pervaginam
2) Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan namun
tidak selalu
3) Hipertiroidisme
4) Hiperemesis gravidarum
5) Preeklampsia
1. Perdarahan Pervaginam
Perdarahan pervaginam merupakan tanda klinik yang sering terjadi baik
pada mola komplet maupun mola parsial. Perdarahan terjadi pada
minggu ke 6 – 16 kehamilan atau pada trimester pertama yaitu 80-90 %
kasus pada mola komplet dan 75 % pada mola parsial. Hal tersebut
disebabkan oleh jaringan mola yang terlepas dari sel decidua dan
merusak pembuluh darah maternal sehingga terjadi pembesaran uterus
karena terlalu banyak darah sehingga darah keluar melalui vagina.
Peningkatan kadar hCG pada mola komplet lebih tinggi daripada mola
parsial yaitu terdapat kenaikan signifikan mencapai >
100.000 IU/L.
4. Preeklampsia
5. Hiperemesis Gravidarum
6. Hipertiroidisme
Kista teka lutein merupakan respon dari peningkatan kadar hCG diatas
100.000 IU/ml. Ditemukan pada 25-35 % pasien mola hidatidosa dan
terdapat pula pembesaran kista teka lutein bilateral pada 15 % pasien.
8.Emboli Trofoblas
risiko meningkat sebesar 7 kali lipat dibandingkan wanita yang hamil pada
usia lebih muda. Hal ini dikarenakan kualitas sel telur sudah mengalami
penurunan.
Status gizi berkaitan dengan tinggi badan, berat badan, dan BMI ibu
sebelum hamil dan saat hamil. Faktor gizi yang berkaitan dengan kejadian
mola hidatidosa adalah kekurangan vitamin A dan kekurangan protein.
Riwayat obsteteri meliputi riwayat keguguran lebih dari 2 kali, riwayat mola
hidatidosa sebelumnya meningkatkan risiko 10 kali lipat lebih besar, dan
paritas ibu. Semakin tinggi paritasnya maka kehamilan semakin
berisiko yaitu dapat terjadi trauma kehamilan atau adanya penyimpangan
transmisi genetik.
2.3.4. Etnis
Pada suatu studi epidemiologi, ada yang menyatakan bahwa wanita Filipina,
Asia Tenggara dan Meksiko cenderung lebih sering menderita mola
hidatidosa daripada wanita kulit putih Amerika.23
2.3.5. Genetik
19q13 dan terbanyak pada kromosom 11p dominan terekspresi dari alel
maternal. Alel tersebut merupakan familial dan diturunkan autosomal
resesif.
2.3.9. Kadar Hb
2.3.12. Infeksi
a.β hCG < 100,000 IU/24 jam urine atau <40,000 ml IU/ml serum
a.β hCG > 100,000 IU/24 jam urine atau > 40,000 ml IU/ml serum
c.Tidak saja metastase di paru dan genitalia melainkan juga pada otah, hati,
saluaran pencernaan
d.Pernah kemoterapi
D.Pada foto thorax dapat terlighat lesi metasase, missal pada paru-paru
A.Anamnesa
3.Bila ada lesi metastase maka ditemukan gejala hemaptoe, sakit kepala,
kejang dan hemipelgia
B. Pemeriksan fisik
Makin dini diagnose dibuat dan makin dini pengobatan maka makin baik
prognosanya. Prognosa choriocarcinoma villosum lebih baik dari yang non
villosum. Setelah ada kemoterapi, kasus-kasus PTG resiko rendah 100 %
mungkin bisa sembuh sedangkan untuk resiko tinggi 30-50 %
1.Meningkatkan nutrisi selama hamil dan pola hidup sehat diyakini dapat
mencegah choriocarcinoma
4.Pada wanita yang telah diketahui PTG resiko tinggi dan jumlah anak telah
cukup sebainya dilakukan histerektomi untuk mencegah prognosis yang
lebih buruk.
A.Kemoterapi
Indikasinya adalah :
B.Operasi
3.1.PENGKAJIAN DATA
A. Data Subyektif
Tanggal : 09-07-2007 Jam : 11.30 WIB Oleh: Purnawati
1. Identitas
Nama : Ny. L Nama Suami : Tn. H
Umur : 43 Tahun Umur : 45 tahun
Agama : Katholik Agama : Katholik
Suku/Bangsa : Suku/bangsa: Jawa/Indonesia
Jawa/Indonesia Pendidikan : PT
Pendidikan : PT Pekerjaan : PC (Wiraswasta)
Pekerjaan : PC (Wiraswasta) Penghasilan : -
Penghasilan : - Alamat : Tambak Arum
Alamat : Tambak Arum gang XXX RT
gang XXX RT 7/RW 9
7/RW 9 Surabaya
Surabaya
No. Reg : 00.27.24.62
2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, dan perdarahan
banyak saat menstruasi.
3. Riwayat Kebidanan
- Riwayat Menstruasi
* Siklus : 28 Hari
* Lama : 7 Hari
* Warna : Merah
* Dysmenorhea : Ya (saat menstruasi)
* Flour Albus : Tidak
* Menarche : 13 tahun
4. Perilaku Kesehatan
a. Riwayat yang pernah atau sedang di derita
Sejak tanggal 4-6-2007 pasien mengeluh nyeri perut terus-terusan
seperti diremas, terutama di perut bagian kanan. Penderita
mengeluh perdarahan lebih banyak dari biasanya > 5 softek,
merah, menggumpal, kadang-kadang merah segar. Nyeri perut
dirasakan 2 tahun yang lalu.
b. Riwayat penyakit keluarga / keturunan
Ibu mengatakan bahwa suami dan keluarga tidak mempunyai
penyakit keturunan, seperti: ASMA, DM, dll.
c. Perilaku Kesehatan
Ibu mengatakan tidak minum jamu, alcohol, maupun merokok, dll.
5. Pola kebiasaan sehari-hari
a. Nutrisi
Ibu mengatakan makan 3x sehari dengan porsi sedang terdiri dari nasi,
sayur dan lauk, dan buah minum 7-8 gelas sehari.
b. Eliminasi
Ibu mengatakan BAB ± 1x/2 hari , warna kuning tengguli,
konsistensi lunak, dan BAK ± 3x sehari, warna kuning jernih,
memancar.
d. Istirahat tidur
Ibu mengatakan tidur malam ± 8 jam dan tidur siang ± 2 jam.
e. Aktivitas
Ibu mengatakan biasa mengerjakan pekerjaan rumah seperti
menyapu, mengepel, mencuci, dll.
f.Pola seksual
Ibu mengatakan melakukan hubungan seksual dengan suami 2x/
minggu.
B. DATA OBYEKTIF
A. Pemeriksaan Umum
- Kesadaran : composmentis
- KU : baik
- TB / BB : 167 cm / 53 kg
B. TTV :
Tensi : 130/80 mmHg RR : 22x/menit
Suhu : 36,5 °C Nadi : 80x/menit
C. Pemeriksaan Fisik
INTERVENSI
3.6IMPLEMENTASI
TGL/JAM IMPLEMENTASI
09-007-2008 1. Melakukan pendekatan terapeutik.
11.35 WIB 2. Persiapan alat, yaitu :
- Alat-alat yang akan digunakan untuk tindakan
operasi.
- Persiapan penolong.
3. kolaborasi dengan dokter anestesi.
4. kolaborasi dengan dokter untuk tindakan operasi.
- Klien di desinfektan dengan betadine dan pasang
catheter
dower.
- Dilakukan insisi sepanjang 10 cm.
- Insisi di perdalam sampai peritoneum.
- Peritoneum dibuka, tampak uterus, dilakukan
eksplorasi
tampak uterus yang membesar, mioma sebesar
kehamilan
16 minggu, adneksa kanan dan kiri normal, terdapat
kista di
ovarium sebelah kiri.
- Dilakukan THA-BSO (Total Abdomen Hysterectomy
Bilateral Salpingo Ovarectomy)
5. Pindahkan klien ke ruang ICU.
3.7EVALUASI
TGL/JAM EVALUASI
09-07-2008 S : Ibu mengatakan tidask ada keluhan.
14.55 WIB O : KU : Baik
TTV : - Tensi : 130/80 mmHg - RR : 24 x/ menit
- Nadi : 84 x/ menit - Suhu : 36°C
A : Ibu post Op Mioma Uteri hari ke- 0
P : - Ibu tidak boleh duduk, hanya boleh miring kiri dan kanan.
- Memberikan He tentang: nutrisi pasca operasi, puasa.
- Observasi TTV, dan Perdarahan setiap 4-6 jam.
- Diantarkan ke tuang ICU.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
PatologiObstreti, FakultasKedokteranUniversitasPadjajaran,
percetakanelstar offset, Bandung ; 1984