Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Ny.

J DENGAN
KANKER SERVIKS DI RUANG RAJAWALI 4A RSUP
DR. KARIADI SEMARANG

Disusun Oleh

NAMA : Dyah Ayu Fidayanti

NIM : 2208022

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS KARYA HUSADA SEMARANG
2022/2023
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Kanker serviks atau yang biasa dikenal dengan kanker leher rahim merupakan
keganasan yang berasal dari sel serviks. Kanker serviks terjadi ketika sel pada
serviks mengalami pertumbuhan yang tidak normal serta menginvasi jaringan
atau organ – organ lain disekitar serviks maupun yang jauh (Arisusilo, 2012).
Serviks merupakan bagian dari organ reproduksi internal wanita tepatnya
sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan terletak
diantara rahim (uterus) dengan vagina (Kemenkes RI, 2015). Kanker serviks
adalah pertumbuhan sel-sel abnormal pada daerah batas antara epitel yang
melapisi ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviksalis yang disebut
squamo-columnar junction (SCJ) (Wiknjosastro, 2008). Kanker serviks
merupakan kanker yang disebabkan oleh infeksi virus HPV tipe 16 dan 18.
(CDC, 2013).
Jadi kesimpulannya, kanker serviks adalah pertumbuhan abnormal pada sel
serviks yang bersifat ganas, yang menyerang bagian squamosa columnar
junction (SCJ) serviks yang terletak diantara uterus dengan vagina pada organ
reproduksi wanita yang disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) tipa
16 dan 18.

2. Epidemiologi
Kanker serviks merupakan salah satu kanker penyebab kematian tertinggi pada
wanita di dunia. Kanker serviks menduduki peringkat ketiga dari 10 jenis
kanker paling banyak pada wanita setelah kanker payudara dan kolorektum
(ICO, 2016). Menurut data GLOBOCAN (IARC) tahun 2012 diperkirakan
kejadian kasus baru kanker serviks di dunia mencapai 572.624 kasus dengan
jumlah kematian mencapai 265.627 jiwa. Pada tahun 2016 di Amerika Serikat
tercatat sebanyak 12.990 wanita terdiagnosa kanker serviks dengan angka
kematian mencapai 4.217 jiwa. Sementara itu, data tahun 2017 mencatat
terdapat 12.820 kasus baru dengan angka kematian mencapai 4.210 jiwa (
American Cancer Society, 2017).
Kejadian kanker serviks di negara berkembang dan berpenghasilan menengah
kebawah menempati urutan kedua kanker paling banyak pada wanita dan urutan
ketiga penyebab kematian pada wanita (Catarino, et al, 2015). Berdasarkan
Information Centre of HPV and Cancer (ICO, 2016) jumlah kejadian kanker
serviks di negara berkembang mencapai 444.456 kasus baru dan sebanyak
230.180 kematian tiap tahunnya. Prevalensi kematian akibat kanker serviks di
negara berkembang mencapai hampir 87% kasus (IARC, 2012).
Berdasarkan estimasi Data Riskesdas 2013 kanker serviks menempati urutan
pertama penyakit kanker paling banyak pada wanita Indonesia dengan jumlah
98.692 kasus disusul oleh kanker payudara pada urutan kedua sebanyak 61.682
kasus (Kemenkes RI, 2015). Jumlah wanita di Indonesia yang terdiagnosa
kanker serviks mencapai 20.928 dengan angka kematian mencapai 9.498 jiwa
setiap tahunnya (ICO, 2016).

3. Etiologi
Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi pada leher rahim yang
disebabkan oleh virus HPV tipe onkogenik yang ditularkan melalui hubungan
seksual (Petignat, 2007 dalam Swari, 2014). Infeksi dapat terjadi setelah
terjadinya lesi squamosa intraephitelial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
10 – 30% wanita pada usia 30 tahun keatas yang telah aktif secara seksual
pernah terinfeksi HPV. Presentasi tersebut akan lebih meningkat apabila wanita
tersebut memiliki banyak pasangan seksual. Pada umumnya sebagian besar
infeksi HPV terjadi tanpa gejala dan bersifat menetap (Kumar, 2007) Ada
beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks,
antara lain adalah
1. Usia
Usia pertama kali melakukan hubungan seksual yang masih relatif muda
(dibawah 20 tahun) dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin muda seorang wanita
melakukan hubungan seksual maka semakin tinggi risiko mengalami kanker
serviks. Hasil penelitian Sadewa (2014) menunjukkan bahwa sebanyak 90%
pasien yang terdiagnosa kanker serviks menikah pada usia ≤ 20 tahun.
2. Paritas
Kejadian kanker serviks juga sering ditemukan pada wanita yang sering
partus atau melahirkan. Semakin sering partus semakin besar risiko
seseorang mengalami kanker serviks. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Reis, et al (2011) menunjukkan bahwa wanita dengan jumlah paritas >3
berisiko mengalami kanker serviks lebih tinggi 9,127 kali dibandingkan
dengan wanita dengan paritas ≤3.
3. Merokok
Wanita yang merokok berisiko terkena kanker serviks 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada lendir serviks wanita perokok mengandung
nikotin dan zat tersebut menyebabkan penurunan daya tahan serviks selain
merupakan ko-karsinogen infeksi virus (Rasjidi, 2009).
4. Pasangan Seksual Lebih Dari Satu
Wanita yang memiliki perilaku seksual dengan sering berganti-ganti
pasangan seks dapat meningkatkan penularan penyakit kelamin. Risiko
mengalami kanker serviks pada wanita yang sering berganti-ganti pasangan
seks akan meningkat 10 kali lipat (American Cancer Society, 2017).
5. Penggunaan Kontrasepsi Oral Jangka Panjang
Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka panjang (lebih dari 5 tahun)
seperti konsumsi pil KB dapat meningkatkan risiko kanker serviks 1-2 kali
terutama pada wanita yang positif terinfeksi HPV (American Cancer
Society, 2017).
6. Personal Hygiene
Personal hygiene terutama perawatan kebersihan alat kelamin yang kurang
dapat meningkatkan risiko kejadian kanker serviks. Hasil penelitian
Indrawati dan Fitriyani (2012) menunjukkan personal hygiene yang kurang
baik berisiko mengalami kanker serviks 19,386 kali lebih tinggi
dibandingkan dengan wanita yang memiliki personal hygiene yang baik.
7. Diet
Seseorang yang melakukan diet ketat dengan konsumsi vitamin A, C dan E
yang rendah dapat mengurangi tingkat kekebalan tubuh yang berakibat
mudahnya seseorang terinfeksi (Arisusilo, 2012). Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa defisiensi asam folat, zat besi, dan beta karoten dapat
meningkatkan risiko kanker serviks (Sukaca, 2009).
8. Gangguan system kekebalan tubuh
Wanita yang mengalami immunocompromised (penurunan imunitas tubuh)
seperti pasien transplantasi ginjal dan AIDS dapat mempercepat
perkembangan sel kanker dari non-invasif menjadi invasif (American
Cancer Society, 2017)
9. Riwayat Kanker Serviks Pada Keluarga
Seorang wanita yang memiliki saudara kandung atau ibu dengan kanker
serviks, berisiko mengalami kanker serviks 2–3 kali lebih besar
dibandingkan dengan orang normal. Hasil penelitian menduga hal tersebut
disebabkan berkurangnya kemampuan untuk melawan infeksi HPV
(American Cancer Society, 2017)
10. Status Ekonomi
Wanita dengan status ekonomi yang rendah tidak mampu memperoleh
pelayanan kesehatan yang baik seperti pap smear atau melakukan vaksinasi
HPV. Hal ini menyebabkan mereka tidak dapat melakukan skrining atau
deteksi dini kanker serviks maupun tidak mampu melakukan
penatalaksanaan pre-kanker (American Cancer Society, 2017).
4. Patofisiologi
Terjadinya kanker serviks disebabkan oleh infeksi HPV yang onkogenik
umumnya adalah HPV tipe 16 dan 18 (Dethan, 2015). Risiko terinfeksi HPV
dapat meningkat pada wanita yang telah melakukan aktivitas seksual. Pada
umumnya, infeksi virus ini akan menghilang dengan sendirinya, namun apabila
infeksi bersifat persisten akan menyebabkan integrasi genom dari virus ke
dalam genom sel serviks. Akibatnya pertumbuhan sel dan ekspresi onkoprotein
E6 atau E7 yang bertanggung jawab terhadap perubahan maturasi dan
diferensiasi dari epitel serviks menjadi tidak normal atau disebut dengan mutasi
sel (Nurwijaya, 2010). Terjadinya mutasi sel inilah berkembang menjadi kanker
serviks. Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali
adanya perubahan displasia yang perlahan - lahan menjadi progresif. Displasia
ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan
keseimbangan hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan
tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma
serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat
menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke
kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria
dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau vesika urinaria. Karsinoma
serviks dapat meluas ke arah segmen bawah uterus dan kavum uterus.
Penyebaran kanker ditentukan oleh stadium dan ukuran tumor, jenis histologik
dan ada tidaknya invasi ke pembuluh darah, anemis hipertensi dan adanya
demam.
Penyebaran dapat pula melalui metastase limpatik dan hematogen. Bila
pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah
bening pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka
eksterna dan kelenjar getah bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke
kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada aorta. Secara hematogen, tempat
penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening mediastinum dan
supravesikuler, tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak (Prayetni, 1997).
(WOC terlampir)
5. Pathway
6. Klasifikasi
Stadium kanker adalah cara bagi paramedis untuk merangkum seberapa jauh
kanker telah menyebar. Salah satu cara yang digunakan pada umumnya untuk
memetakan stadium kanker serviks yaitu sistem FIGO (Federasi Internasional
Ginekologi dan Obstetri). Berdasarkan Federation of International Gynecology
and Obsetrics (FIGO) tahun 2009 stadium klinis karsinoma serviks terbagi atas:

Stadium Deskripsi
1 2
Stadium Karsinoma insitu, karsinoma intra-ephitelial. Tumor masih
0 dangkal, hanya tumbuh di lapisan sel serviks
Stadium Kanker telah tumbuh dalam serviks.
I
IA Kanker invasive ditemukan hanya secara mikroskopik.
Kedalamannya 5 mm dan besarnya kurang dari 7 mm
IA 1 Invasi stromal sedalam <3 mm dan lebar <7 mm
IA 2 Invasi ke stroma sedalam 3-5 mm dengan lebar <7 mm
IB Lesi klinis masih pada serviks atau lesi mikroskopik lebih besar
dari lesi stadium IA
IB 1 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran tidak
lebih dari 4 cm
IB 2 Kanker serviks dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran lebih
besar dari 4 cm
Stadium Kanker telah menginvasi melewati serviks namun tidak sampai
II pada dinding pelvis atau 1/3 bawah vagina
IIA Kanker meluas sampai 2/3 atas vagina, tanpa invasi parametrial
IIA 1 Tumor yang terlihat secara klinis <4 cm. Meluas hingga 2/3
bagian atas vagina
IIA 2 Tumor yang terlihat secara klinis >4 cm namun tidak sampai
masuk dinding pelvis.
IIB Kanker telah menyebar ke jaringan sekitar vagina dan serviks,
namun belum sampai ke dinding panggul
Stadium Kanker meluas sampai ke dinding pelvis dan/atau mencapai 1/3
III bawah dinding vagina dana tau menyebabkan hidronefrosis atau
penurunan fungsi ginjal
III A Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina namun tanpa ekstensi ke
dinding pelvis
IIIB Meluas sampai dinding pelvis atau menyebabkan obstruksi
uropati.
Stadium Pada stadium ini, kanker telah menyebar ke pelvis, kandung
IV kemih, atau rectum.
IVA Kanker telah menyebar ke organ terdekat, seperti kandung kemih
dan rectum
IVB Metastase ke organ yang lebih jauh.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah
sakit, tanggal pengkajian, dan diagnosa medis.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan yang paling dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
Pasien dengan kanker serviks biasanya mengeluh gangguan pada
menstruasi, keputihan dan perdarahan pada vagina di luar masa haid,
sakit perdarahan sewaktu melakukan hubungan seks, dan adanya
infeksi pada saluran dan kandung kemih.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan yang ada pada
keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk
menanggulanginya ?
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah
pasien pernah menderita penyakit infeksi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit seperti ini atau penyakit menular lain.

3. Pola Fungsional Kesehatan Gordon


a. Pemeliharaan dan persepsi kesehatan.
Kemungkinan pasien belum mengetahui penyebab dari keluhan utama
yang dirasakan pasien, belum mengetahui terkait pengobatan dan
prosedur pengobatan. Kanker serviks dapat diakibatkan oleh higiene
yang kurang baik pada daerah kewanitaan. Kebiasaan menggunakan
bahan pembersih vagina yang mengandung zat-zat kimia juga dapat
mempengaruhi terjadinya kanker serviks.
Masalah yang mungkin muncul: Defisiensi Pengetahuan
b. Pola nutrisi dan metabolik
Kaji kebiasan makan, jumlah makanan, tipe dan banyaknya makanan
dan minuman. Faktor-faktor pencernaan seperti nafsu makan, ketidak
nyamanan rasa dan bau, gigi dan bau mukosa mulut,mual atau muntah,
pembatasan makanan dan alergi makanan. Faktor yang berkaitan
dengan aktifitas, penyakit, dan stres. Pada pasien dengan kanker serviks
biasanya pasien mengalami penurunan nafsu makan, ketidaknyamanan
bau dan rasa, bau mukosa mulut, mengalami mual dan muntah akibat
efek samping kemoterapi.
Masalah yang mungkin muncul : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh.
c. Pola eliminasi
Kaji kebiasan pola buang air besar dan buang air kecil pasien seperti
frekuensi, jumlah, warna, bau, konsistensi dan nyeri. Pada pasien kanker
serviks dapat terjadi inkontinensia urine akibat dari uterus yang
menekan kandung kemih. Dapat pula terjadi disuria serta hematuria.
Selain itu bisa juga terjadi inkontinensia alvi akibat dari peningkatan
tekanan otot abdominal.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kaji apakah penyakit mempengaruhi pola aktivitas dan latihan. Dengan
skor kemampuan perawatan diri (0= mandiri, 1= alat bantu, 2= dibantu
orang lain, 3= dibantu orang lain dan alat, 4= tergantung total). Kaji
apakah klien mengalami sesak napas saat beraktivitas.
e. Pola istirahat dan tidur
Kaji kebiasan tidur pasien sehari-hari seperti jumlah waktu tidur, jam
tidur dan bangun. Penggunaan obat-obatan untuk mempermudah tidur,
gejala dari perubahan pola tidur, faktor-faktor yang mempengaruhi
misalnya nyeri. Kemungkinan pasien dengan kanker serviks mengalami
gangguan pada pola istirahat dan tidur akibat progresivitas dari kanker
serviks
f. Pola kognitif – perseptual
Kaji gambaran pengindraan khusus : penglihatan, pendengaran, rasa,
sentuh, dan bau. Penggunaan alat bantu seperti kaca mata dan alat bantu
dengar. Persepsi akan kenyamanan atau nyeri dan kemampuan membuat
keputusan. Pada pasien dengan kanker serviks biasanya pasien akan
mengalami nyeri yang lama lebih dari 6 bulan.
Masalah yang mungkin muncul : Nyeri kronik
g. Pola persepsi dan konsep diri
Pada pasien dengan kanker serviks kadang pasien merasa malu terhadap
orang sekitar karena mempunyai penyakit kanker serviks, akibat dari
persepsi yang salah dari masyarakat. Dimana salah satu etiologi dari
kanker serviks adalah akibat dari sering berganti – ganti pasangan
seksual.
Masalah yang mungkin muncul: Gangguan citra tubuh
h. Pola seksualitas dan reproduksi
Kaji apakah terdapat perubahan pola seksulitas dan reproduksi pasien
selama pasien menderita penyakit ini. Pada pola seksualitas pada pasien
kanker serviks biasanya akan terganggu akibat dari rasa nyeri yang
selalu dirasakan pada saat melakukan hubungan seksual (dispareuni)
serta adanya perdarahan setelah berhubungan. Serta keluar cairan encer
(keputihan) yang berbau busuk dari vagina.
Masalah yang mungkin muncul : Resiko perdarahan
i. Pola manajemen koping stress
Kaji bagaimana pasien mengatasi masalah-masalahnya. Bagaimana
manajemen koping pasien. Apakah pasien dapat menerima kondisinya
setelah sakit.
j. Pola peran – hubungan
Bagaimana pola peran hubungan pasien dengan keluarga atau
lingkungan sekitarnya. Apakah penyakit ini dapat mempengaruhi pola
peran dan hubungannya. Pasien dengan kanker serviks harus
mendapatkan dukungan dari suami serta orang – orang terdekatnya
karena itu akan mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Biasanya
koping keluarga akan melemah ketika dalam anggota keluarganya ada
yang menderita penyakit kanker serviks.
k. Pola keyakinan dan nilai
Kaji apakah penyakit pasien mempengaruhi pola keyakinan dan nilai
yang diyakini.

4. Pemeriksaan Fisik
l. Inspeksi
1) Perdarahan vagina
2) Keputihan berwarna putih atau purulen yang berbau dan tidak gatal
3) Adanya bau busuk yang khas
4) Raut wajah pucat
5) Ekspresi wajah meringis dan posisi tubuh menahan nyeri
6) Tanda-tanda anemia
7) Hematuri
8) Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau
sudah sampai vagina
m. Palpasi
1) Nyeri tekan pada abdomen
2) Serviks dapat teraba membesar, ireguler, teraba lunak
3) Nyeri punggung bawah
4) Obstruksi ureter, periksa hidronefrosis dengan tes balotemen
5) Palpasi fundus arteri
6) Perubahan denyut nadi
7) Perubahan tekanan darah
8) Peningkatan suhu tubuh

5. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang
a. Pap Smear
Test Pap smear dapat dilakukan di RS, klinik dokter kandungan ataupun
laboratorium. Prosedurnya cepat (hanya memerlukan waktu beberapa
menit) dan tidak menimbulkan rasa sakit. Test Pap smear dapat
dilakukan bila tidak dalam keadaan haid ataupun hamil. Untuk hasil
terbaik, sebaiknya tidak berhubungan intim minimal 3 hari sebelum
pemeriksaan. Pap smear merupakan salah satu cara deteksi dini kanker
leher rahim. Test ini mendeteksi adanya perubahan-perubahan sel leher
rahim yang abnormal, yaitu suatu pemeriksaan dengan mengambil
cairan pada leher rahim dengan spatula kemudian dilakukan
pemeriksaan dengan mikroskop. Pap smear hanyalah sebatas skrining,
bukan diagnosis adanya kanker serviks. Jika ditemukan hasil pap smear
yang abnormal, maka dilakukan pemeriksaan standar berupa kolposkopi
b. IVA (Inspeksi Visual Asam Asetat)
Untuk deteksi dini kanker serviks, selain test Pap Smear, metoda lain
yang dapat menjadi pilihan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam
Asetat). IVA digunakan untuk mendeteksi abnormalitas sel serviks
setelah mengoleskan larutan asam asetat (asam cuka3-5%) pada leher
rahim. Asam asetat menegaskan dan menandai lesi pra-kanker dengan
perubahan warna agak keputihan (acetowhite change). Hasilnya dapat
diketahui saat itu juga atau dalam waktu 15 menit.
n. Servikografi
Servikografi terdiri dari kamera 35 mm dengan lensa 100 mm dan lensa
ekstensi 50 mm. Servikografi dapat di-gunakan sebagai metoda yang
baik untuk skrining massal, lebih-lebih di daerah di mana tidak ada
seorang spesialis sitologi, maka kombinasi servikogram dan kolposkopi
sangat membantu dalam deteksi kanker serviks.
o. Gineskopi
Gineskopi menggunakan teleskop monokuler, ringan dengan
pembesaran 2,5 x dapat digunakan untuk meningkatkan skrining dengan
sitologi. Biopsi atau pemeriksaan kolposkopi dapat segera disarankan
bila tampak daerah berwarna putih dengan pulasan asam asetat.
Sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 84% dan 87% dan negatif
palsu sebanyak 12,6% dan positif palsu 16%.
p. Pemeriksaan Penanda Tumor (PT)
Penanda tumor adalah suatu suatu substansi yang dapat diukur secara
kuantitatif dalam kondisi prakanker maupun kanker. Salah satu PT yang
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya perkembangan kanker
serviks adalah CEA (Carcino Embryonic Antigen) dan HCG (Human
Chorionic Gonadotropin). Kadar CEA abnormal adalah > 5 µL/ml,
sedangkan kadar HCG abnormal adalah > 5ηg/ml. HCG dalam keadaan
normal disekresikan oleh jaringan plasenta dan mencapai kadar tertinggi
pada usia kehamilan 60 hari. Kedua PT ini dapat dideteksi melalui
pemeriksaan darah dan urine.
q. Biopsy Kerucut
Biopsy Kerucut adalah mengambil tonjolan jaringan serviks yang lebih
besar untuk penelitian apakah ada atau tidak kanker invasive.
r. MRI /CT scan abdomen atau pelvis
MRI/CT scan abdomen atau pelvis digunakan untuk menilai penyebaran
lokal dari tumor dan atau terkenanya nodus limfa regional.
s. Tes Schiller
Tes Schiller dilakukan dengan cara serviks diolesi dengan larutan
yodium, sel yang sehat warnanya akan berubah menjadi coklat
sedangkan sel yang abnormal warnanya menjadi putih atau kuning.
t. Pemeriksaan darah lengkap
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi tingkat komplikasi
pendarahan yang terjadi pada penderita kanker serviks dengan
mengukur kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit dan kecepatan
pembekuan darah yang berlangsung dalam sel-sel tubuh.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri Akut berhubungan dengan tumor infiltrasi (kanker serviks)
D0077
b. Resiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual dan muntah
D0032
c. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan (D0142)
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO.DP KRITERIA HASIL SLKI INTERVENSI SIKI
I Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x7 jam Manajemen Nyeri (I.08238)

diharapkan tingkat nyeri dapat Observasi


menurun (L.08066).
 Identifikasi lokasi, karakteristik,
Kriteria Hasil : durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri menurun
 Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun  Idenfitikasi respon nyeri non
verbal
3. Gelisah menurun
 Identifikasi faktor yang
4. Kesulitan tidur menurun memperberat dan memperingan
nyeri
 Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
 Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
 Identifikasi pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
 Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik

 Berikan Teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi nyeri (mis:
TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedback, terapi
pijat, aromaterapi, Teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
 Jelaskan strategi meredakan
nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgesik secara tepat
 Ajarkan Teknik farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian analgetik,


jika perlu
II Status nutrisi membaik diberi
kode L.03030 Manajemen Nutrisi (I.03119)
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 7 jam, Observasi
maka status nutrisi membaik,
dengan kriteria hasil:  Identifikasi status nutrisi

1. Porsi makan yang  Identifikasi alergi dan intoleransi


dihabiskan meningkat makanan
2. Verbalisasi keinginan untuk  Identifikasi makanan yang
meningkatkan nutrisi disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan
jenis nutrien
 Identifikasi perlunya
penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium
Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum


makan, jika perlu
 Fasilitasi menentukan pedoman
diet (mis: piramida makanan)
 Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika
perlu
 Hentikan pemberian makan
melalui selang nasogastik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi

 Ajarkan posisi duduk, jika


mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi


sebelum makan (mis: Pereda
nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
III
Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 3 x 7 jam, Reduksi Ansietas (I.09314)
maka tingkat ansietas menurun,
dengan kriteria hasil: Observasi

 Identifikasi saat tingkat ansietas


Tingkat ansietas menurun
L.09093 berubah (mis: kondisi, waktu,
stresor)
1. Verbalisasi kebingungan  Identifikasi kemampuan
menurun mengambil keputusan
2. Perilaku gelisah menurun  Monitor tanda-tanda ansietas
3. Perilaku tegang menurun (verbal dan nonverbal)
4. Konsentrasi membaik Terapeutik

 Ciptakan suasana terapeutik


untuk menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat
ansietas
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Tempatkan barang pribadi yang
memberikan kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu kecemasan
 Diskusikan perencanaan realistis
tentang peristiwa yang akan
datang
Edukasi

 Jelaskan prosedur, termasuk


sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap
Bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
 Latih Teknik relaksasi
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat


antiansietas, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. (2017). Cancer Facts & Figures 2017. Atlanta :
American Cancer Society.
American Cancer Society. (2017). What Are The Risk Factor For Cervical Cancer
?. Retrived from : https://www.cancer.org/cancer/cervical-cancer/causes-
risks-prevention/risk-factors.html
Aranda. S, et al. (2011). Impact of a novel nurse-led prechemotherapy education
intervention (ChemoEd) on patient distress, symptom burden, and treatment-
related information and support needs: results from a randomised, controlled
trial. (Hal 1-10)
Arisusilo, C. (2012). Kanker Leher Rahim (Cancer Cervix) Sebagai Pembunuh
Wanita Terbanyak Di Negara Berkembang. Sainstis. Volume 1, Nomor 1.
Barry j.Beaty and William C.Marquardt. (1996). The Biology of Disease Vector.
University Press of Colorado.
Bell Kay, & Harrold k. (2012). Benefits of attending nurse-led pre-chemotherapy
group sessions. Vol 12 (1). Cancer Nursing practice. Page 27-31
Centers for Diseases Control and Prevention (CDC). (2013). Cervical Cancer
Statistic. Retrived from : https://www.cdc.gov/cancer/cervical/statistics/ .
Cullati S, Charvet Berard AI, Perrieger TV. (2009). Cancer Screening in a Middle
Aged General Population: Factor Associated with Practices and Attitudes.
BMC Publik Health
Desen, Wan. (2008). Onkologi Klinis. Edisi 2. Jakarta: FKUI
Dochterman, Joanne M. & Bulecheck, Gloria N. (2004). Nursing Interventions
Classification : Fourth Edition. United States of America : Mosby.
Female Cancer Program Foundation. (2009). Indonesia: Mutual Enthusiasm About
Working Together. Available form: URL:
http://www.femalecancerprogram.org/FCP/whoareourpartners/Indonesia/def
ault
Fitri Fauziah & Julianty Widuri. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa.
Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).
Garcia. (2007). Cervical Cancer. Available form:
URL:http//emedecine.medscape.com/article/253513-overview
Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai