Oleh:
KELOMPOK IX
I. Tujuan Umum :
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 40 menit, anak diharapkan bisa merasa
tenang selama perawatan di rumah sakit dan tidak takut lagi terhadap perawat sehingga
bisa merasa nyaman selama dirawat di rumah sakit serta mampu meningkatkan daya
intelektual serta sosialisasi
III. Metode
Agar tujuan khusus tercapai, metode yang dipergunakan adalah :
Anak akan diberikan stimulus berupa kertas origami yang dilipat sesuai dengan
yang dicontohkan.
Anak akan mencoba untuk melipat kertas origami sesuai dengan bentuk yang
dicontohkan.
IV. Media
- Origami
- Meja dan kursi
V. Waktu
1. Saat anak mempunyai waktu luang
2. Sedang tidak ada tindakan keperawatan / pengobatan
3. Kondisi anak memungkinkan untuk dilakukan terapi bermain
VI. Pengorganisasian
Leader : Wiwin Sumawidayanti
Co leader : Gita Anindita Nirmala Putri
d. Mengajak anak bermain (anak mulai melipat kertas 15 menit Bermain bersama
origami sesuai dengan contoh) dengan antusias
dan
mengungkapkan
perasaannya
VIII. Evaluasi
a. Evaluasi Proses
Proses terapi bermain dapat berlangsung dengan lancar dan peserta terapi
bermain dapat mengikuti aturan permainan yang diberikan.
Peserta terapi antusias dan tenang dalam mengikuti terapi bermain ini.
Tidak ada anak yang meninggalkan tempat dilaksanakan terapi bermain selama
kegiatan berlangsung.
b. Evaluasi Hasil
Peserta bermain mampu : membuat sebuah karya menggunakan kertas origami.
Adriana,D (2011). Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta : Salemba
Medika
Hawadi& Akbar, R. (2001). PsikologiPerkembanganAnak.Jakarta :Grasindo
Kobayashi, Kazuo (2008). Membuat Pintar: Latihan Origami. Jakarta: PT.Grasindo, hal:
107-108.
Markum.A.H, 1991, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta
Shalev, Hagit (2005). Origami In Education And Therapy.
http://www.theragami.com/origami_ed.html di akses tanggal 24 Agustus 2015
jam 21.00 WITA
Soetjiningsih, 1988, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta.
Supartini Y. (2004). Buku Ajar KonsepDasarKeperawatanAnak.Jakarta :EGC
Thompson, J. (2003). Toddlercare Pedoman Merawat Balita. Jakarta : Erlangga
LAMPIRAN
A. Latar belakang
Saat anak yang mengalami sakit dan menjalani perawatan di rumah sakit,
mereka akan terpaksa berpisah dari lingkungan yang dirasakan nyaman, penuh
kasihsayang, dan menyenangkan, yaitu rumah, permainan, dan teman
sepermainannya. Proses ini dikatakan sebagai proses hospitalisasi. Hospitalisasi
merupakan suatu proses, dimana karena suatu alasan tertentu baik darurat atau
berencana mengharuskan anak tinggal di rumah sakit menjalani terapi dan
perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah (Supartii, 2004). Proses
hospitalisasi pada anak akan berdampak pada psikologis anak. Perawatan di rumah
sakit juga membuat anak kehilangan control terhadap dirinya. Selama proses
hospitalisasi anak dan orang tua dapat mengalami beberapa pengalaman yang sangat
traumatic dan penuh dengan kecemasan, hal ini akan berdampak negatif bagi anak.
Anak akan mulai belajar hidup mandiri semenjak usia sekolah. Pada usia
sekolah, anak akan belajar mengembangkan kemampuan intelektual dan sosialnya
(berinteraksi dengan orang lain). Anak sekolah adalah anak dengan usia 6-12 tahun
(Hawadi &Akbar 2001).
Dampak negative dari efek hospitalisasi sangat berpengaruh terhadap upaya
perawatan dan pengobatan yang sedang dijalani pada anak. Reaksi yang
dimunculkan pada anak akan berbeda antara satu dengan lainnya. Anak-anak dalam
bermain menggunakan emosinya, perasaan, dan pikirannya. Kesenangan merupakan
suatu elemen pokok dalam permainan. Anak akan terus bermain sepanjang aktivitas
tersebut menghiburnya (Adriana, 2011).
Dunia anak adalah dunia bemain dan belajar. Anak-anak akan lebih mudah
menangkap ilmu kalau diberikan lewat permainan, jadi anak-anak bisa sekaligus
bermain dan tetap belajar. Dalam dunia anak-anak terdapat berbagai jenis
permainan, salah satu jenis permainan yang bermanfaat bagi anak dan bersifat
edukatif adalah origami. Origami adalah suatu seni melipat kertas sehingga
menghasilkan berbagai macam bentuk, misalnya bentuk hewan, bunga atau alat
transportasi. Origami dapat mengasah kemampuan motorik halus melalui
ketrampilan jari-jemari tangan anak saat melipat kertas. Ketika kedua tangan
bergerak, gerakan jari-jari otot tangan mengirimkan sinyal kesistem saraf pusat
memicu neuron melalui tangan (impuls motorik halus) mengaktifkan bagian bahasa
otak (Shalev, 2005).