Anda di halaman 1dari 17

Golongan sosial ekonomi rendah dapat dilihat dari pekerjaan mereka, apakah mereka

bekerja sebagai buruh ataukah sebagai wanita tuna susila (berhubungan dengan virus HPV),
ataukah dari sosial ekonomi tinggi. Beberapa penelitian terakhir memperkirakan kejadian
kanker meningkat karena pengaruh gaya hidup.
12. Defisiensi asam folat (folic acid), vitamin C, vitamin E, betacarotin/ retinol dihubungkan
dengan peningkatan resiko kanker serviks. (FKUI, 2002 : 101-102)

2.2.4 Faktor Resiko Kanker Serviks


Menurut Diananda (2007), faktor yang mempengaruhi kanker serviks yaitu :

1. Usia > 35 tahun mempunyai risiko tinggi terhadap kanker leher rahim. Semakin tua usia
seseorang, maka semakin meningkat risiko terjadinya kanker laher rahim. Meningkatnya
risiko kanker leher rahim pada usia lanjut merupakan gabungan dari meningkatnya dan
bertambah lamanya waktu pemaparan terhadap karsinogen serta makin melemahnya
sistem kekebalan tubuh akibat usia.

2. Usia pertama kali menikah. Menikah pada usia kurang 20 tahun dianggap terlalu muda
untuk melakukan hubungan seksual dan berisiko terkena kanker leher rahim 10-12 kali lebih
besar daripada mereka yang menikah pada usia > 20 tahun.
Hubungan seks idealnya dilakukan setelah seorang wanita benar-benar matang.

Ukuran kematangan bukan hanya dilihat dari sudah menstruasi atau belum.
Kematangan juga bergantung pada sel-sel mukosa yang terdapat di selaput kulit
bagian dalam rongga tubuh. Umumnya sel-sel mukosa baru matang setelah wanita berusia
20 tahun ke atas. Jadi, seorang wanita yang menjalin hubungan seks pada usia remaja, paling
rawan bila dilakukan di bawah usia 16 tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel
mukosa pada serviks. Pada usia muda, sel-sel mukosa
pada serviks belum matang. Artinya, masih rentan terhadap rangsangan sehingga tidak siap
menerima rangsangan dari luar termasuk zat-zat kimia yang dibawa sperma. Karena masih
rentan, sel-sel mukosa bisa berubah sifat menjadi kanker. Sifat sel kanker selalu berubah
setiap saat yaitu mati dan tumbuh lagi. Dengan adanya rangsangan, sel bisa tumbuh lebih
banyak dari sel yang mati, sehingga
perubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisa berubah sifat menjadi sel kanker.
Lain halnya bila hubungan seks dilakukan pada usia di atas 20 tahun, dimana sel-sel mukosa tidak
lagi terlalu rentan terhadap perubahan.
3. Wanita dengan aktivitas seksual yang tinggi, dan sering berganti-ganti pasangan. Berganti-
ganti pasangan akan memungkinkan tertularnya penyakit kelamin, salah satunya Human
Papilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel di
permukaan mukosa hingga membelah menjadi lebih banyak sehingga tidak terkendali
sehingga menjadi kanker.

4. Penggunaan antiseptik. Kebiasaan pencucian vagina dengan menggunakan obatobatan


antiseptik maupun deodoran akan mengakibatkan iritasi di serviks yang merangsang
terjadinya kanker.

5. Wanita yang merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker
serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian menunjukkan, lendir
serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam
rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan daya tahan serviks di samping meropakan ko-
karsinogen infeksi virus. Nikotin, mempermudah semua selaput lendir sel-sel tubuh
bereaksi atau menjadi terangsang, baik pada mukosa tenggorokan, paru-paru maupun
serviks. Namun tidak diketahui dengan
pasti berapa banyak jumlah nikotin yang dikonsumsi yang bisa menyebabkan kanker
leher rahim.

Riwayat penyakit kelamin seperti kutil genitalia. Wanita yang terkena


penyakit akibat hubungan seksual berisiko terkena virus HPV, karena virus HPV diduga
sebagai penyebab utama terjadinya kanker leher rahim sehingga wanita yang mempunyai
riwayat penyakit kelamin berisiko terkena kanker leher rahim.

6. Paritas (jumlah kelahiran). Semakin tinggi risiko pada wanita dengan banyak anak, apalagi
dengan jarak persalinan yang terlalu pendek. Dari berbagai literatur yang ada, seorang
perempuan yang sering melahirkan (banyak anak) termasuk golongan risiko tinggi untuk
terkena penyakit kanker leher rahim. Dengan seringnya seorang ibu melahirkan, maka akan
berdampak pada seringnya terjadi perlukaan di organ reproduksinya yang akhirnya dampak
dari luka tersebut akan memudahkan timbulnya Human Papilloma Virus (HPV) sebagai
penyebab terjadinya penyakit kanker leher rahim.

7. Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama. Penggunaan kontrasepsi oral yang
dipakai dalam jangka lama yaitu lebih dari 4 tahun dapat meningkatkan risiko kanker leher
rahim 1,5-2,5 kali. Kontrasepsi oral mungkin dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim
karena jaringan leher rahim merupakan salah satu sasaran yang disukai oleh hormon
steroid perempuan. Hingga tahun 2004, telah dilakukan studi epidemiologis tentang
hubungan antara kanker leher rahim dan
penggunaan kontrasepsi oral. Meskipun demikian, efek penggunaan kontrasepsi oral
terhadap risiko kanker leher rahim masih kontroversional. Sebagai contoh, penelitian yang
dilakukan oleh Khasbiyah (2004) dengan menggunakan studi kasus kontrol. Hasil studi tidak
menemukan adanya peningkatan risiko pada perempuan pengguna atau mantan pengguna
kontrasepsi oral karena hasil penelitian tidak memperlihatkan hubungan dengan nilai
p>0,05.

2.2.5 Epidemiologi
Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negaranegara
sedang berkembang. Se-iap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks baru di
seluruh dunia, 77 % di antaranya ada di negara-negara sedang berkembang. Di Indonesia
diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000
penduduk pertahunnya, atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker serviks
menempati urutan pertama di antara kanker pada wanita.
Studi epidemiologik menunjukkan bahwa faktor-faktor risiko terjadi-nya kanker serviks
meliputi hubungan seksual pada usia dini <20 tahun), berganti-ganti pasangan seksual, merokok,
trauma kronis pada serviks uteri dan higiene genitalia. Lebih dari separuh penderita kanker
serviks berada dalam stadium lanjut yang memerlukan fasilitas khusus untuk peng-obatan
seperti peralatan radioterapi yang hanya tersedia di beberapa kota besar saja.
Di samping mahal, pengobatan terhadap kanker stadium lanjut memberikan hasil yang tidak
memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun yang rendah. Mengingat beratnya akibat yang
ditimbulkan oleh kanker serviks dipandang dari segi harapan hidup, lamanya
penderita-an, serta tingginya biaya pengobatan, sudah sepatutnya apabila kita memberikan
perhatian yang lebih besar mengenai latar belakang dari penyakit yang sudah terlalu banyak
meminta korban itu, dan segala aspek yang berkaitan dengan penyakit tersebut serta upaya-
upaya preventif yang dapat dilakukan.
2.2.6 Gejala-gejala Kanker Serviks
Pada kanker serviks gejala yang sering ditemukan adalah keputihan, pendarahan sentuh, dan
pengeluaran cairan encer. Pada awal penyakit sering tidak terdapat gejala apapun. Jika
ditemukan keputihan kemungkinan kanker serviks perlu diwaspadai walaupun gejala tersebut
bukanlah gejala yang khas dari kanker serviks dan pada keadaan yang lanjut dapat ditemukan
perdarahan dari kemaluan setelah melakukan senggama (perdarahan pasca senggama), jika
lebih berat lagi dapat terjadi perdarahan yang tidak teratur (metrorhagia).
Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi pengeluaran cairan kekuningan kadangkadang
bercampur darah dan berbau sangat busuk dari liang senggama. Muka penderita tampak pucat
karena terjadi perdarahan dalam waktu yang lama. Anemia sering ditemukan sebagai akibat
perdarahan-perdarahan pervagina dan akibat penyakit, berat badan biasanya baru menurun
pada stadium klinik III.
Rasa nyeri di daerah pinggul atau di ulu hati dapat disebabkan oleh tumor yang terinfeksi atau
radang panggul. Rasa nyeri di daerah pinggang dan punggung dapat terjadi karena
terbendungnya saluran kemih sehingga ginjal menjadi membengkak (hidronefrosis) atau karena
penyebaran tumor kelenjer getah bening di sepanjang tulang
belakang (para aorta). Juga pada stadium lanjut dapat timbul rasa nyeri di daerah panggul,
disebabkan penyebaran tumor ke kelenjer getah bening dinding panggul. Timbulnya perdarahan
dari saluran kemih dan perdarahan dari dubur dapat disebabkan oleh penyebaran tumor ke
kandung kemih dan ke rektum.
Semakin lanjut dan bertambah parahnya penyakit, penderita kanker serviks akan menjadi
kurus, anemia, malaise, nafsu makan hilang (anoreksia), gejala uremia, syok dan dapat sampai
meninggal dunia.. Tiga puluh persen dari kanker serviks ditemukan pada waktu Tes Pap tanpa
keluhan.

2.2.7 Klasifikasi Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO

1. Stadium I. Kanker leher rahim hanya terdapat pada daerah leher rahim (serviks)
a) Stadium IA. Kanker invasive didiagnosis melalui mikroskopik (menggunakan mikroskop),
dengan penyebaran sel tumor mencapai lapisan stroma tidak lebih dari kedalaman 5 mm
dan lebar 7 mm.
1) Stadium IA1. Invasi lapisan stroma sedalam 3 mm atau kurang dengan lebar 7 mm atau
kurang.
2) Stadim IA2. Invasi stroma antara 3- 5 mm dalamnya dan dengan lebar 7 mm atau kurang.
b) Stadium IB. tumor yang terlihat hanya terdapat pada leher rahim atau dengan pemeriksaan
mikroskop lebih dalam dari 5 mm dengan lebar 7 mm.
1) Stadium IB1. Tumor yang terlihat sepanjang 4 cm atau kurang.
2) Stadium IB2. Tumor yang terlihat lebih panjang dari 4 cm.
2. Stadium II. Kanker meluas keluar dari leher rahim namun tidak mencapai dinding panggul.
Penyebaran melibatkan vagina 2/3 bagian atas.
1) Stadium IIA. Kanker tidak melibatkan jaringan penyambung (parametrium) sekitar rahim,
namun melibatkan 2/3 bagian atas vagina.
2) Stadium IIB. Kanker melibatkan parametrium namun tidak melibatkan dinding samping
panggul.
3. Stadium III. Kanker meluas sampai ke dinding samping panggul dan melibatkan
1/3 vagina bagian bawah. Stadium III mencakup kanker yang menghambat proses
berkemih sehingga menyebabkan timbunan air seni di ginjal dan berakibat gangguan ginjal.
1) Stadium IIIA. Kanker melibatkan 1/3 bagian bawah vagina namun tidak meluas sampai
dinding panggul.
2) Stadium IIIB. Kanker meluas sampai dinding samping vagina yang menyebabkan gangguan
berkemih sehingga berakibat gangguan ginjal.
4. Stadium IV. Tumor menyebar sampai ke kandung kemih atau rectum, atau meluas melampaui
panggul.
1) Stadium IVA. Kanker menyebar ke kandung kemih atau rectum.
2) Stadium IVB. Kanker menyebar ke organ yang jauh.

2.2.8 Jenis Histopatologis Pada Kanker Serviks

Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu ± 90% merupakan
karsinoma sel skuamosa (KSS), adenokarsinoma 5% dan jenis lain sebanyak 5%. Karsinoma
skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel yang berasal dari skuamosa dengan
pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor itu sendiri berdiferensiasi buruk atau dari sel-
sel yang disebut small cell , berbentuk kumparan atau
kecil serta bulat seta mempunyai batas tumor stroma tidak jelas.
Sel ini berasal dari sel basal atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-
sel yang berasal dari epitel torak endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan
mukus (Notodiharjo, 2002).

2.2.9 Diagnosis Kanker Serviks

Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada
keraguan pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan
berikut dianjurkan untuk membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi,
kuretase endoserviks, histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan
pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan tulang.

Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan
dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk
pemeriksaan klinis. Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi,
ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging
karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan sebagai berikut (Suharto,
2007) :

1. Pemeriksaan pap smear

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada
pasien yang tidak memberikan keluhan. Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang
diambil dari porsi serviks. Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18
tahun atau ketika telah melakukan aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil
pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat
mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara akurat dan dengan biaya yang
tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun menurun sampai
lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani pap
smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun.

Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan hasil pemeriksaan yang normal,


maka pemeriksaan pap smearbisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun sekali. Hasil
pemeriksaan pap smear adalah sebagai berikut (Prayetni,1999):
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Pap’s smear
untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan
bahwa Pap’s smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan
ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena
prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun
atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65%
pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita
muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu.
Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih dianggap
sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih
tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu
pertumbuhan atau luka pada serviks, atau jika hasil pemeriksaan pap smear
menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini dilakukan untuk melengkapi
hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang tidak
memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi
dilakukan untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks.
Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal servikal. Hasil biopsi akan memperjelas
apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja (Prayetni, 1997).
4. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)
Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia.
Pemeriksaan ini kurang efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi
memerlukan keterampilan dan kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang
abnormal (Prayetni, 1997).

5. Tes Schiller

Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks
normal akan membentuk bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya
glikogen. Sedangkan pada sel epitel serviks yang mengandung kanker akan
menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada glikogen ( Prayetni, 1997).

6. Radiologi

a. Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik
atau peroartik limfe.

b. Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang
dapat menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi
direkomendasikan untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi
sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi. Magnetic
Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis digunakan untuk menilai
penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional (Gale &
charette, 1999).

2.2.10 Pencegahan dan Pengobatan Kanker Serviks


2.2.7.1 Pencegahan Kanker Serviks
Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan perkembangan
patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya pencegahan itu dibagi
atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit.

a. Masa sebelum sakit (pre patogenesis phase)


1. Mempertinggi nilai kesehatan (Health Promotion).
Promosi kesehatan (Health Promotion) merupakan upaya pencegahan
penyakit tingkat pertama. Sasaran dari tahapan ini yaitu pada orang sehat dengan
usaha peningkatan derajat kesehatan. Hal ini juga disebut sebagai
pencegahan umum yakni meningkatkan peranan kesehatan perorangan dan
masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab serta derajat risiko serta
meningkatkan secara optimal lingkungan yang sehat. (Noor, 2000).
Menurut Noor (2000), promosi kesehatan (health promotion) dalam upaya
mencegah terjadinya penyakit hipertensi dapat dilakukan dengan berbagai upaya
seperti:
a. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang pentingnya melakukan atau
menerapkan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat) sejak dini, guna mencegah
terjadinya atau masuknya agen-agen penyakit.
b. Melakukan seminar-seminar kesehatan bagi masyarakat tentang upaya-upaya yang
dapat dilakukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal, seperti pola makan yang seimbang, pengurangan atau eliminasi asupan
alkohol, berhenti merokok, olahraga teratur, pengurangan berat badan dan
mengatasi stres yang baik.
2. Memberikan perlindungan khusus terhadap sesuatu penyakit (spesific
protection).
Upaya spesifik untuk mencegah terjadinya penularan penyakit tertentu,
misalnya melakukan imunisasi, peningkatan ketrampilan remaja untuk mencegah
ajakan menggunakan narkotik dan untuk menanggulangi stress dan lain-lain (Rivai,
2005).
b. Masa sakit (patogenesis phase)
1. Mengenal dan mengetahui penyakit pada tingkat awal serta
mengadakan pengobatan yang tepat dan segera (Early diagnosis & Promt Treatment).
Menurut Noor (2000), diagnosis dini dan pengobatan dini (Early Diagnosis and
Prompt Treatment) merupakan upaya pencegahan penyakit tingkat kedua. Sasaran
dari tahap ini yaitu bagi mereka yang menderita penyakit atau terancam akan
menderita suatu penyakit. Adapun tujuan dari pencegahan tingkat ke dua ini yaitu
sebagai berikut:
a. Meluasnya penyakit atau terjadinya tidak menular.
b. Menghentikan proses penyakit lebih lanjut dan mencegah komplikasi.
c. Melakukan screening (pencarian penderita kanker serviks) melalui
penerapan suatu tes atau uji tertentu pada orang yang belum mempunyai atau
menunjukkan gejala dari suatu penyakit dengan tujuan untuk mendeteksi secara dini
adanya suatu penyakit kanker serviks.
d. Melakukan pengobatan dan perawatan penderita penyakit kanker serviks
sehingga penderita tersebut cepat mengalami pemulihan atau sembuh dari
penyakitnya.
2. Pembatasan kecacatan dan berusaha untuk menghilangkan gangguan kemampuan
bekerja yang diakibatkan sesuatu penyakit (Disability Limitation).
Menurut Noor (2000), pembatasan kecacatan (disability limitation)
merupakan tahap pencegahan tingkat ketiga. Adapun tujuan dari tahap ini yaitu untuk
mencegah terjadinya kecacatan dan kematian karena suatu penyebab penyakit.
5. Rehabilitasi (Rehabilitation).
Rehabilitasi biasanya diarahkan pada individu yang telah positif menderita
kanker serviks. Penderita yang menjadi cacat karena komplikasi
penyakitnya atau karena pengobatan perlu direhabilitasi untuk mengembalikan
bentuk dan/atau fungsi organ yang cacat itu supaya penderita dapat hidup dengan
layak dan wajar di masyarakat. Rehabilitasi yang dapat dilakukan untuk penderita
kanker serviks yang baru menjalani operasi contohnya seperti melakukan gerakan-
gerakan untuk membantu mengembalikan fungsi gerak dan untuk mengurangi
pembengkakan, bagi penderita yang mengalami alopesia (rambut gugur) akibat
khemoterapi dan radioterapi bisa diatasi dengan memakai wig untuk sementara
karena umumnya rambut akan tumbuh kembali (Rivai, 2005).

Tabel 1. Riwayat alamiah Penyakit & 5 Tingkat Pencegahan dalam


Epidemiologi Penyakit Kanker Serviks
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan secara
histologik dan sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup
melakukan rehabilitasi dan pengamatan la njutan (tim kanker / tim onkologi). Pemilihan
pengobatan kanker leher rahim tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium
penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan rencana
penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan
lebih lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu
pemeriksaan biopsi. Pengobatan pada lesi prekanker bisa
berupa kriosurgeri (pembekuan), kauterisasi (pembakaran, juga disebut diatermi),
pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal tanpa melukai jaringan
yang sehat di sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi.

1. Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP
(loop electrosurgical excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut,
penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk
menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan
selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki rencana untuk hamil lagi, dianjurkan
untuk menjalani histerektomi. Pembedahan merupakan salah satu terapi yang bersifat
kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan penyebabnya
sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan paliatif
adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu
tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun
salah satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi
FIGO). Umur pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat
juga pada pasien yang berumur kurang dari 65 tahun. Pasien juga harus bebas dari penyakit
umum (resiko tinggi) seperti penyakit jantung, ginjal dan hepar.

2. Terapi penyinaran (radioterapi)

Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan
parametrial dan nodus limpa pada pelvik. Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya
diobati dengan radiasi. Metoda radioterapi disesuaikan dengan tujuannya yaitu tujuan
pengobatan kuratif atau paliatif. Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel
yang telah menjalar ke sekitarnya atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul,
dengan tetap mempertahankan sebanyak mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar
seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter. Radioterapi dengan dosis kuratif hanya
akan diberikan pada stadium I sampai III B. Apabila sel kanker sudah keluar ke rongga
panggul, maka radioterapi hanya
bersifat paliatif yang diberikan secara selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif
untuk mengobati kanker invasif yang masih terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi
digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan menghentikan
pertumbuhannya.
Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal dari sebuah
mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanyadilakukan
sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu. Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu
zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks.
Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.
Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.

Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan vagina, kerusakan
kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi.

3. Kemoterapi

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus,


tablet, atau intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel
kanker dan menghambat perkembangannya. Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung
pada jenis kanker dan fasenya saat didiag nosis. Beberapa kanker mempunyai
penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh dengan pengobatan
kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk mencegah kanker
yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant.
Dalam beberapa kasus, kemoterapi diberikan untuk mengontrol penyakit dalam
periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin sembuh. Jika kanker menyebar
luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk memberikan
kualitas hidup yang lebih baik. Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk
penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan
keuntungan yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks
antara lain CAP (Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin)
dan lain – lain.

DAFTAR PUSTAKA
Azis, F, dkk., 2006. Kanker Serviks Uterus. Cermin Dunia Kedokteran No.36, Jakarta Bosch., et al,
1994, Screening Tropical Maize Population to Obtain Semiexsotic,
Forage Hybirds, Crops Science
Bustan, M.N, 2007. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
Dalimartha, Setiawan., 2004, Deteksi Dini Kanker dan Simplisia Antikanker.
Jakarta: Penebar Swadaya.
https://www.academia.edu/11837303/makalah_tentang_pendekskripsian_kanker_payudara

http://www.sarjanaku.com/2012/12/kanker-serviks-leher-rahim-pengertian.html

http://mahasiswaperantau.blogspot.com/2012/11/makalah-kanker-serviks.html

Anda mungkin juga menyukai