Anda di halaman 1dari 31

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL....................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................iii
DAFTAR SINGKATAN...............................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1. Ilustrasi Kasus..........................................................................................1
1.2. Latar Belakang.........................................................................................3
BAB II KAJIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI SOSIAL...........................5
2.1. Epidemiologi, Biostatistik dan Evidence Based.......................................5
2.2. Manajemen Program...............................................................................7
2.3. Manajemen Rumah Sakit.......................................................................10
2.4. Aspek Etik dan Medikolegal...................................................................15
2.5. Aspek Holistik Biopsikososial.................................................................19
2.6. Pendidikan dan Pelatihan......................................................................23
BAB III KESIMPULAN..............................................................................26
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rawat luka pasien di ruang perawatan.....................................2

ii
DAFTAR SINGKATAN

BRCA : Breast Cancer Gene


BSO : Bilateral Salpingooophorectomy
CA-125 : Cancer Antigen - 125
FIGO : Federation of Gynecology and Obstetrics
GOG : Gynecologic Oncology Group
HDI : Human Development Index
HIE-4 : Human Epididymis Protein 4
IP : Intraperitoneal

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Ilustrasi Kasus

Tulisan ini menyajikan kasus seorang pasien perempuan, Ny. J

berusia 49 tahun yang datang ke poliklinik rawat jalan Onkologi Ginekologi

RS Universitas Hasanuddin (Unhas) pada Januari 2024 dengan riwayat

laparotomi salpingoooforektomi unilateral (ovarium dan tuba falopi sinistra)

pada Desember 2023 di RS Ibnu Sina Makassar dengan hasil

histopatologi berupa kista dermoid dengan transformasi malignan

squamous cell carcinoma. Saat datang ke RS Unhas, pasien tidak

memiliki keluhan dan datang setelah dirujuk dari RS Ibnu Sina karena ahli

onkologi yang melakukan operasi sebelumnya tidak berada di tempat. Di

RS Unhas kemudian pasien dijadwalkan menjalani laparotomi kembali

untuk dilakukan complete surgical staging berupa pengangkatan rahim,

adneksa, aspirasi cairan peritoneum serta omentektomi.

Pasien memiliki 3 orang anak hidup yang lahir dengan persalinan

spontan dan riwayat 2 kali abortus tanpa dikuret. Pasien sudah mengalami

menopause sejak 1 tahun lalu dan tidak memiliki keluhan yang

berhubungan dengan menopause nya. Pasien merasakan perutnya

membesar dan nyeri sekitar 2 bulan sebelum dirujuk ke RS Ibnu Sina

Makassar dari RSUD H.A Sulthan Daeng Raja Bulukumba, tidak ada

keluhan lain seperti perrdarahan dari jalan lahir setelah menopause.

Pasien juga tidak mengalami penurunan berat badan ataupun nafsu

1
makan. Menurut anamnesis, tidak ada riwayat keluarga dengan penyakit

keganasan.

Pasien berasal dari Kabupaten Bulukumba, sekitar 5 jam

perjalanan darat dan selama di Makassar pasien tinggal di rumah orang

tua di Kelurahan Sudiang, berjarak 10 kilometer dari RS Unhas atau

sekitar 30 menit perjalanan menggunakan kendaraan roda empat milik

keluarga. Pasien merupakan seorang pegawai tidak tetap di kantor dinas

pariwisata Kabupaten Bulukumba dan sejak menjalani pengobatan di

Makassar pasien berhenti bekerja selama sekitar 3 bulan. Selama berobat

di Makassar, pasien ditemani bergantian oleh 2 anaknya yang kuliah di

Makassar serta saudara kandungnya. Suami pasien sudah meninggal

sejak 3 tahun lalu.

Gambar 1. Rawat luka pasien di ruang perawatan


Temuan intraoperasi di RS Unhas mendapatkan ovarium dekstra

dengan massa padat ukuran 3 cm dan nodul pada peritoneum dengan

2
ukuran 3 cm sehingga pasien didiagnosis dengan karsinoma ovarium

stadium IIIC. Riwayat operasi 1 bulan sebelumnya tidak ditemukan

kelainan di ovarium kanan dan tidak ditemukan nodul ekstrapelvik

sehingga hanya dilakukan pengangkatan tumor dan meninggalkan organ

lain. Pasien dirawat selama 4 hari di RS Unhas dan pulang dengan

mobilisasi baik serta tanpa komplikasi operasi.

1.2. Latar Belakang

Kanker ovarium adalah pertumbuhan sel-sel yang terbentuk di

dalam ovarium. Sel-sel tersebut berkembang biak dengan cepat dan

dapat menyerang atau menghancurkan jaringan tubuh yang sehat. Sistem

reproduksi wanita memiliki dua ovarium, satu di setiap sisi rahim. Setiap

ovarium berukuran sebesar kacang almond dan menghasilkan sel telur

(ovum), hormon estrogen, dan hormon progesteron. Pengobatan penyakit

ini biasanya berupa pembedahan dan kemoterapi. Kanker ovarium adalah

tumor ganas pada ovarium (indung telur). Kanker ini paling sering terjadi

pada wanita berusia antara 50 dan 70 tahun. Kanker ovarium dapat

menyebar melalui sistem limfatik dan pembuluh darah ke bagian tubuh

lain, seperti panggul, lambung, hati, dan paru-paru. Gejala umum yang

biasa dialami oleh penderita kanker ovarium antara lain menstruasi tidak

teratur, pendarahan rahim (pendarahan rahim yang terjadi di luar siklus

menstruasi), nyeri payudara, menopause dini, perut tidak nyaman/nyeri,

dan gangguan pencernaan (nyeri atau tidak nyaman), sering buang air

kecil, lingkar perut membesar, kembung, dan mual. Kanker ovarium yang

3
ditemukan pada stadium dini lebih mudah diobati dibandingkan kanker

ovarium yang ditemukan pada stadium lanjut. 1

4
BAB II

KAJIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI SOSIAL

2.1. Epidemiologi, Biostatistik dan Evidence Based

Menurut data dari Global Burden of Cancer, insiden kanker

reproduksi dengan prevalensi tinggi adalah kanker payudara dengan

kasus baru mencapai 24,2% dan 15% kematian, kanker serviks 6,6%

kasus baru dan 7,5% kematian, dan untuk kasus baru kanker ovarium

mencapai 4,4% dan meninggal juga mencapai 4,4%. 2 Pada tahun 2020,

terdapat sekitar 21.750 kasus kanker ovarium baru, yang merupakan

1,2% dari seluruh kasus kanker. Perkiraan jumlah kematian terkait

penyakit ini adalah 13.940 orang. Tingkat kelangsungan hidup relatif 5

tahun diperkirakan sebesar 48,6%. Sekitar 15,7% kasus kanker ovarium

didiagnosis pada stadium lokal, dan sekitar 58% pada stadium metastase,

dimana angka kelangsungan hidup 5 tahun turun menjadi 30,2%

dibandingkan 92,6% jika terdeteksi pada tahap awal penyebaran lokal.3

Tingkat kejadian rata-rata per 100.000, disesuaikan usia dengan

populasi standar AS tahun 2000 adalah 11,1 pada tahun 2012-2016.

Insiden tertinggi terjadi pada orang kulit putih non-Hispanik (11,6 per

100.000), diikuti oleh Indian Amerika dan penduduk asli Alaska (10,3 per

100.000), Hispanik (10,1 per 00.000), kulit hitam non-Hispanik, serta

penduduk Kepulauan Asia dan Pasifik.3 Selama tahun 1925–2018 kanker

ovarium adalah kanker ketujuh yang paling umum terjadi pada wanita.

5
Meningkatnya faktor risiko kanker telah menyebabkan tren peningkatan

kejadian kanker di seluruh dunia. Pada tahun 2018, 4,4% dari seluruh

kematian terkait kanker di kalangan wanita disebabkan oleh kanker

ovarium. Meskipun angka kejadian kanker lebih tinggi di negara-negara

dengan Human Development Index (HDI) yang tinggi, tren angka

kematian cenderung berbalik arah.4

Data World Cancer Research Found International (2018)

menunjukkan insiden baru kanker ovarium mengalami peningkatan

mencapai 300.000. Indonesia merupakan negara dengan jumlah

penderita kanker ovarium yang tertinggi, ditemukan sebanyak 13.310

(7,1%) kasus baru dan angka kematian akibat penyakit ini mencapai 7.842

(4,4%).2 Berbagai faktor mempengaruhi terjadinya kanker ovarium, salah

satu faktor terpenting adalah faktor genetik. Kehamilan, menyusui, dan pil

kontrasepsi oral berperan dalam mengurangi risiko penyakit ini.4 Sembilan

puluh persen kanker ovarium bersifat epitel, dengan subtipe serosa yang

paling umum. Tingkat kasus kanker ovarium baru yang disesuaikan

dengan usia berada pada tren menurun berdasarkan model analisis

statistik.3

Penyakit ini sebagian besar menyerang wanita pascamenopause,

dimana bertambahnya usia dikaitkan dengan peningkatan insiden,

stadium lanjut penyakit ini, dan tingkat kelangsungan hidup yang

dilaporkan lebih rendah. Paritas mempunyai peran protektif menurut

beberapa studi kasus-kontrol dengan usia yang lebih tinggi saat

6
melahirkan dikaitkan dengan penurunan risiko kanker ovarium.4 Faktor

risiko terkuat kanker ovarium adalah riwayat keluarga yang positif

mengidap kanker payudara atau ovarium, sedangkan riwayat pribadi

mengidap kanker payudara juga meningkatkan risiko tersebut.5 Beberapa

penelitian menunjukkan peningkatan risiko merokok, terutama risiko tumor

epitel musinosa.4

2.2. Manajemen Program

Pada kasus kanker ovarium stadium lanjut dengan riwayat

laparatomi berulang, diperkirakan akan berdampak pada aspek lain,

seperti efek psikologis pasien terkait penyakitnya yang diperberat karna

adanya nyeri kronik. Efek psikologis yang bisa timbul adalah kecemasan,

stress dan depresi, gejala stres yang dialami misalnya gemetar,

berkeringat, detak jantung meningkat, nyeri abdomen dan sesak nafas

serta perubahan perilaku seperti gelisah, bicara cepat, reaksi terkejut.

Pasien kanker dengan kecemasan dapat meningkatkan perasaan sedih,

putus asa, pesimis, merasa diri gagal, tidak puas akan kehidupannya,

merasa lebih buruk jika dibandingkan hidup orang lain, penilaian rendah

terhadap tubuhnya dan merasa tidak berdaya. 6 Sehingga dibutuhkan

program intervensi untuk mengurangi efek psikologis tersebut.

Terkhusus pada kasus yang memiliki tingkat kecemasan atau

stress yang tinggi maka ada beberapa program yang bisa dilaksanakan.

Penatalaksanaan awal harus fokus pada manajemen kecemasan, stress,

dan depresi yang dapat memperburuk kondisi pasien. Jenis- jenis

7
intervensi berupa terapi untuk mengatasi kecemasan dan stres dengan

menggunakan teknik non farmakologi diantaranya yaitu relaksi otot

progresif dan autogenik, terapi musik, guided imagery, virtual reality dan

mindfulness training. Berbagai macam terapi ini dapat mengurangi emosi

negatif, gejala psikis dan somatik, depresi atau ansietas.6

Terapi autogenik melibatkan relaksasi mental yang mendalam dan

dianggap sebagai teknik dalam bidang meditasi. Terapi autogenik adalah

jenis psikoterapi yang didasarkan pada sugesti otomatis. Ini telah

digunakan sebagai teknik untuk mengurangi insomnia, mengurangi

kecemasan setelah prosedur medis dan mengurangi stres pada pasien

dengan kondisi medis kronis. Terapi autogenik juga didefinisikan secara

operasional untuk mencakup parameter tradisional dan klinis dengan

pendekatan menggunakan teknik relaksasi spesifik dan jelas yang

melibatkan relaksasi otot yang diinduksi. 6

Perawatan kanker dalam waktu lama dapat menimbulkan dampak

psikologis selama perawatan yang berdampak pada penurunan imunitas.

Terapi musik dapat dipilih sebagai salah satu alternatif untuk mengurangi

efek tersebut. Terapi musik dapat dilakukan di mana dan kapan saja

karena tidak memerlukan intervensi khusus oleh spesialis. Pasien dapat

mempraktikkannya sendiri. Musik adalah media yang kuat dan efektif yang

dapat membantu mengurangi kecemasan, rasa sakit, dan stres.

Mendengarkan musik dapat meningkatkan keadaan psikologis pasien dan

mempromosikan kesejahteraan fisik mereka dalam konteks onkologis,

8
termasuk perawatan paliatif. Beberapa penelitian menunjukkan efek positif

musik dalam meringankan kecemasan, mengurangi mual dan muntah dan

mendorong relaksasi pasien dengan kemoterapi. 6

Intervensi virtual reality dikombinasikan dengan terapi musik dapat

menurunkan kelelahan pasien kanker dewasa. Melihat dan mendengarkan

musik menjadi lebih tenang dengan penurunan denyut nadi selama

prosedur invasif atau stress. Sehingga video relaksasi musik maupun

virtual reality dapat diintegrasikan sebagai salah satu opsi untuk asuhan

keperawatan pada pasien yang menjalani pengobatan kemoterapi kanker

ginekologi. Terapi musik kombinasi juga dapat menurunkan prevalensi

kecemasan pasien yang cukup parah untuk memperbaiki persepsi pasien

tentang penyakitnya dan meningkatkan kenyamanan, menurunkan

tekanan emosional dan traumatif. 6

Intervensi guided imagery pada kecemasan, depresi dan efek

samping lain yang terkait pengobatan kemoterapi pada pasien kanker

menunjukkan bahwa mendengarkan guided imagery file audio selama 20

menit setiap hari selama tujuh hari dapat secara signifikan mengurangi

kecemasan, depresi, dan efek samping lain yang terkait kemoterapi

(seperti nyeri, susah tidur, nafsu makan, mual, kelelahan). Guided

imagery dapat membantu mengontrol fisiologis dan efek psikologis

dengan meningkatkan status mental. 6

Selain itu, seminar online atau unggahan materi edukasi di platform

media sosial juga tentunya akan memberikan dampak yang nyata

9
mengingat bahwa saat ini masyarakat tidak bisa lepas dari media sosial.

Program ini umumnya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan

masyarakat tentang apa saja faktor risiko terjadinya kanker, cara

mendeteksinya, dan mencegahnya. Sehingga dapat menjadi bekal untuk

diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, karena mencegah jauh lebih baik

dari pada mengobati. Peran keluarga dan orang sekitar juga sangat

penting untuk memberikan dukungan psikis dan moral agar terhindar dari

efek psikologis sebagai dampak jangka panjang pasien kanker.7

Pengobatan kanker ovarium secara konvensional mencakup

kombinasi kemoterapi dan pembedahan. Pada kanker ovarium stadium

lanjut, menggunakan operasi debulking yang terdiri dari

histerektomi/salpingo-ooforektomi bilateral (BSO) telah menunjukkan hasil

yang lebih baik. Pengambilan keputusan bersama dalam hal

penatalaksanaan pasien mengenai strategi pengobatan terkait manfaat,

profil keamanan, pengendalian gejala, dan diskusi tentang prognosis

merupakan salah satu elemen kuncinya. Tim interprofesional yang erat

berperan dengan peran utama yang dimainkan oleh ahli onkologi medis

dan ahli onkologi bedah bidang reproduksi untuk membantu kelancaran

dan efektivitas penanganan pasien. Keterlibatan perawatan paliatif sejak

dini membantu mengoptimalkan pengobatan dan meningkatkan kualitas

hidup.8

10
2.3. Manajemen Rumah Sakit

Manajemen dari kanker ovarium menjadi tantangan tersendiri,

sebelum menegakkan stadium kaker ovarium diperlukan beberapa

pemeriksaan khusus hingga tindakan pembedahan berulang. Untuk

mencapai program manajemen yang tepat pada kanker ovarium maka

penyedia layanan kesehatan perlu melakukan:

 Melakukan anamnesis komprehensif untuk menggali riwayat

kesehatan menyeluruh serta melakukan pemeriksaan fisik dan

ginekologi. Secara khusus, Anamnesis harus mencakup pengumpulan

informasi tentang hubungan antara gangguan siklus menstruasi dan

penurunan berat badan, aktivitas berlebihan atau stres yang dialami

saat bekerja atau belajar, dan stres pribadi, selain gangguan kejiwaan

seperti kecemasan dan depresi. Gejala kanker ovarium tidak spesifik,

sehingga mudah terlewatkan pada tahap awal karena gejala tersebut

mungkin disebabkan oleh proses penyakit lain. Gejalanya seringkali

baru terlihat pada stadium akhir (stadium III atau stadium IV). Gejala

yang muncul meliputi kombinasi perut penuh, kembung, mual, cepat

kenyang, kelelahan, perubahan buang air besar, gejala buang air

kecil, nyeri punggung, dispareunia, dan penurunan berat badan.

Gejala-gejalanya muncul secara samar-samar beberapa bulan

sebelum diagnosis kanker ovarium.9

 Pemeriksaan fisik dilakukan secara menyeluruh, termasuk

pemeriksaan rektovaginal pada kandung kemih yang kosong untuk

11
mencari massa di panggul dan perut pada kasus klinis yang sangat

mencurigakan. Pada kasus lanjut, dapat juga ditemukan massa di

panggul atau asites yang teraba atau berkurangnya suara napas

akibat adanya efusi pleura. Akibat metastasis ke umbilikus, nodul

sister Mary Joseph dapat terlihat walaupun jarang. Tanda Lesar-

Trélat, yang mengacu pada peningkatan mendadak temuan keratosis

seboroik, juga memberikan petunjuk klinis yang menunjukkan adanya

kanker tersembunyi.10

 Selanjutnya, pada pasien dengan kecurigaan klinis tingkat tinggi,

dilakukan pencitraan radiologi termasuk ultrasonografi transvaginal

(TVUS, sangat sensitif dan sering dilakukan) dan/atau ultrasonografi

perut dan panggul, yang memberikan gambaran tentang ukuran,

lokasi, dan kompleksitas massa ovarium. Untuk menentukan

perluasan tumor, pencitraan lebih lanjut dengan CT scan panggul

dada dan perut, MRI panggul, dan/atau PET scan dapat dilakukan. 8

 Pengukuran kadar CA-125 biasanya dilakukan bersamaan dengan

pencitraan. CA-125 meningkat pada sebagian besar kanker ovarium

epitel secara keseluruhan, namun hanya setengah dari kanker

ovarium epitel tahap awal. Spesifisitas dan nilai prediksi positif

ditemukan lebih tinggi pada wanita pascamenopause dibandingkan

wanita pramenopause. Peningkatan kadar CA-125 juga diamati pada

kondisi fisiologis atau patologi jinak lainnya seperti endometriosis,

kehamilan, kista ovarium, penyakit inflamasi pada peritoneum. Oleh

12
karena itu, biomarker lain saat ini sedang dipelajari untuk

meningkatkan spesifisitas biomarker kanker ovarium. Human

epididymis protein 4 (HE4) merupakan biomarker baru yang saat ini

sedang dievaluasi. Ditemukan lebih sensitif terhadap kanker ovarium

dan ditemukan pada sekitar 100% subtipe serosa dan endometrioid.

Berdasarkan penelitian terbaru, kombinasi kadar CA-125 dan HE4

yang lebih tinggi dianggap dapat memprediksi tumor ovarium ganas

dan dapat berfungsi sebagai alat diagnostik yang berguna di masa

depan. Kadar CA-125 juga dapat digunakan untuk menghitung indeks

risiko keganasan (RMI), yang juga memanfaatkan temuan TVUS dan

status menopause. RMI di atas 200 dikaitkan dengan risiko tinggi

keganasan, dengan spesifisitas lebih dari 96%.8

 Bantuan instrumen The malignancy algorithm (ROMA) yang

menggunakan rumus matematika dan menggabungkan level HE-4

dan CA 125 yang disesuaikan dengan status pra dan

pascamenopause untuk menentukan risiko keganasan. ROMA adalah

tes skrining berharga yang memanfaatkan spesifisitas HE4 yang tinggi

dan sensitivitas CA-125 yang tinggi untuk mendeteksi lebih banyak

pasien kanker ovarium secara keseluruhan, terutama pada tahap

awal. Indeks risiko indeks keganasan (RMI) biasa terjadi pada pasien,

yang skornya mencakup temuan TVUS, status menopause, dan kadar

CA-125. 8

13
 Setelah pemeriksaan penunjang lengkap, dapat dilakukan penentuan

stadium yang optimal dengan laparotomi eksplorasi dan evaluasi

penyakit pada daerah perut dan panggul, termasuk pemeriksaan

permukaan peritoneum dengan biopsi dan/atau pencucian panggul. Ini

menetapkan stadium menggunakan penentuan stadium kanker

ovarium oleh Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO). Diikuti

dengan histerektomi abdominal total dan salpingo-ooforektomi

bilateral (BSO) dengan diseksi kelenjar getah bening para-aorta dan

panggul serta omentum. Biopsi jaringan yang dievaluasi oleh ahli

patologi membantu memberikan diagnosis akhir mengenai jenis,

derajat, dan stadium histologis.11

Setelah melakukan berbagai pemeriksaan dan ditegakkan diagnosis

jenis dan stadium histologis kanker ovarium dengan riwayat pembedahan

laparatomi, maka penting bagi penyedia layanan kesehatan untuk

melakukan edukasi dan membangun dukungan emosional yang kuat

terhadap pasien. Bila perlu intervensi dari psikiater dalam bentuk

pengobatan ataupun terapi juga diberikan untuk memberikan kestabilan

mood agar tidak berdampak pada gangguan keseimbangan hormon dan

memperburuk kondisinya.12

Melakukan pembedahan sitoreduksi yang optimal sangat disarankan

sebagai capaian ideal dan tidak ada sisa penyakit, pada pasien stadium

lanjut menjadi kandidat yang buruk untuk pembedahan dan memiliki

kemungkinan sitoreduksi optimal yang rendah, sehingga kemoterapi

14
neoadjuvan direkomendasikan untuk mengurangi beban tumor bagi

pasien tersebut. Pendekatan standar neoadjuvan kemoterapi dalam

merawat pasien kanker ovarium stadium lanjut menggunakan platinum

dan taxane. Pilihan kemoterapi intravena (IV) dan intraperitoneal (IP)

bergantung pada debulking tumor yang optimal. Suatu uji coba yang

disebut GOG111, menunjukkan peningkatan kelangsungan hidup secara

keseluruhan pada pasien dengan kombinasi cisplatin dan paclitaxel bila

dibandingkan dengan kelompok yang menerima kombinasi cisplatin dan

siklofosfamid.8

Agen kemoterapi lini pertama untuk kanker ovarium epitel adalah

cisplatin atau carboplatin berbasis platinum bersama dengan agen

keluarga taxane, paclitaxel atau docetaxel. Selain itu, kemoterapi pada

dosis mingguan dengan kombinasi karboplatin dan paclitaxel belum

menunjukkan manfaat tambahan apa pun dibandingkan kemoterapi

standar tiga minggu atau agen ketiga tambahan atau periode siklus

kemoterapi yang lebih lama. Agen kemoterapi diberikan secara IV atau IP

atau kombinasi keduanya. Pada pasien kanker ovarium usia lanjut,

kemoterapi IP carboplatin dapat ditoleransi dengan baik. Terdapat empat

uji coba penting, yaitu GOG 104, GOG 114, GOG 172, dan GOG 252,

yang menunjukkan peningkatan manfaat kelangsungan hidup dari

kemoterapi intraperitoneal atau intravena, dengan bukti kuat yang

mendukung hal tersebut, namun secara klinis, penggunaannya tidak

konsisten. Hal ini sebagian besar disebabkan oleh peningkatan frekuensi

15
toksisitas, terutama neutropenia, trombositopenia, neurotoksisitas, dan

gejala gastrointestinal yang merugikan yang mempengaruhi kualitas

hidup pasien yang diobati dengan kemoterapi intraperitoneal serta karena

penambahan bevacizumab yang diteliti di GOG 252 tidak menunjukkan

adanya efek samping.8

2.4. Aspek Etik dan Medikolegal

Pelayanan kedokteran yang baik adalah yang dapat memenuhi

kebutuhan masyarakat, bermutu dan terjangkau. Untuk dapat memberikan

pelayanan kedokteran paripurna (preventif, promotif, kuratif dan

rehabilitatif) bukan saja ditentukan oleh pengetahuan dan keterampilan,

melainkan juga oleh perilaku (professional behaviour), etik (bioethics) dan

moral serta hukum. Aspek etik telah menjadi bagian dari dunia kedokteran

yang berkembang cukup pesat dalam beberapa dekade terakhir dan

pertimbangan etik telah menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan

profesi kedokteran. Dalam profesi kedokteran sering dijumpai konflik

antara dokter dan pasien yang tidak dapat diselesaikan oleh kaidah-

kaidah etika. Dalam hal seperti ini maka kaidah-kaidah hukum dapat

diberlakukan, sehingga pembicaraan tidak dapat dilepaskan dari masalah

hak dan kewajiban dari pihak-pihak yang yang terlibat dalam

permasalahan tersebut.13

2.1.1. Prinsip Beneficience

Beneficence atau prinsip “murah hati” adalah prinsip yang

mengutamakan tindakan yang bertujuan untuk kebaikan pasien,

16
memperhitungkan keuntungan pasien dengan menyeimbangkan risiko

biaya. Dalam prinsip beneficence tidak hanya mengenai tindakan untuk

kebaikan pasien akan tetapi mengutamakan pula kebesaran manfaat

tindakan tersebut dibandingkan kerugian.14

Pada kasus kanker ovarium stadium lanjut, terapi pembedahan

serta edukasi yang komprehensif merupakan tindakan yang sesuai

dengan prinsip beneficence. Melakukan laparotomi dengan

salpingoooforektomi unilateral lebih dahulu dengan tujuan pemeriksaan

histopatologi sebelum melakukan pengangkatan kedua ovarium dan

tuba falopi memiliki manfaat bagi pasien dikarenakan masih ada

kemungkinan kista tersebut bersifat jinak sehingga pasien masih

memiliki organ yang fungsional pada sisi lainnya. Hasil histopatologi

berupa transformasi malignan squamous cell carcinoma membuat

dokter harus memikirkan dilakukannya laparatomi kedua untuk

complete surgical staging berupa pengangkatan rahim, adneksa,

aspirasi cairan peritoneum serta omentektomi untuk mengetahui

stadium dan perjalanan penyakit demi menentukan kelanjutan terapi

dan diharapkan mampu memberikan perbaikan klinis pada pasien. 8,14

2.1.2. Prinsip Non-Maleficience

Prinsip non-maleficence (tidak merugikan) adalah prinsip

menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang melarang

tindakan yang dapat memperburuk keadaan pasien. Pernyataan kuno

“do no harm” merupakan poin penting dalam prinsip ini. 14 Pada ilustrasi

17
kasus, contoh prinsip non-maleficence yang telah diterapkan yaitu

melakukan laparotomi dengan salpingoooforektomi unilateral terlebih

dahulu dan tidak langsung bilateral karena masih ada kemungkinan

kista pasien bersifat jinak. Selain itu, prinsip non-maleficence lainnya

pada ilustrasi kasus adalah mengangkat rahim pada pasien yang telah

memiliki anak dan menopause, sehingga tidak ada kerusakan yang

dilakukan.

2.1.3. Prinsip Autonomy

Prinsip autonomy adalah prinsip yang menghormati hak-hak

pasien, terutama hak otonomi pasien dan merupakan kekuatan yang

dimiliki pasien dalam mengambil keputusan atas suatu prosedur medis.

Prinsip inilah yang kemudian melahirkan doktrin informed consent.

Pasien harus dihormati secara etik. Akan tetapi perlu diperhatikan

bahwa dibutuhkan pasien yang dapat berkomunikasi dan pasien yang

sudah dewasa untuk dapat menyetujui ataupun menolak tindakan

medis.13,14

Pada kasus ini, tiap tindakan prosedural baik itu diagnostik ataupun

terapi, wajib dilakukan informed consent terlebih dahulu mengenai

tindakan yang direncanakan secara merinci, termasuk memberikan

pertimbangan akan manfaat dan risiko dari tindakan tersebut. Setelah

18
dijelaskan terkait dengan prosedurnya, pasien dan keluarga diberikan

hak untuk memilih dilakukannya tindakan apakah bersedia atau tidak.14

2.1.4. Prinsip Justice

Prinsip justice (keadilan) adalah prinsip moral yang mementingkan

keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya

atau pendistribusian dari keuntungan, biaya, dan risiko secara adil.

Dokter wajib memberikan perlakuan yang sama rata serta adil untuk

kenyamanan pasien tersebut. Perbedaan tingkat ekonomi, pandangan

politik, agama, kebangsaan, dan perbedaan kedudukan sosial tidak

boleh mengubah sikap dan pelayanan dokter terhadap pasiennya.

Dokter memberlakukan segala sesuatu secara universal artinya dokter

selalu melakukan penanganan yang sama pada semua pasien yang

menderita penyakit yang sama, dalam hal ini pasien kanker ovarium

stadium lanjut, sesuai dengan penanganan yang ada tanpa

membedakan, status sosial, agama, ras dan sebagainya. 13,14

2.5. Aspek Holistik Biopsikososial

2.5.1 Aspek Biologis

Kanker ovarium memiliki karaktteristik biologi yang khas pada

tingkat klinis, seluler, dan molekuler. Secara klinis, kanker ovarium sering

muncul sebagai massa kistik yang kompleks di panggul. Meskipun

kanker ovarium disebut sebagai 'pembunuh diam-diam', lebih dari 80%

pasien memiliki gejala, meskipun penyakitnya masih terbatas pada

ovarium. Namun, gejala-gejala ini serupa dengan kondisi gastrointestinal,

19
genitourinari, dan ginekologi yang umum terjadi dan belum terbukti

berguna untuk diagnosis dini. Metastasis dapat terjadi melalui saluran

limfe ke kelenjar getah bening di hilus ginjal atau melalui pembuluh darah

ke parenkim hati atau paru. Paling sering, sekelompok kecil sel kanker

dilepaskan oleh ovarium dan menempel pada permukaan peritoneum,

membentuk banyak nodul. Untuk kanker di ovarium, tidak seperti kanker

di banyak tempat lain, tidak ada penghalang anatomis terhadap

penyebaran metastasis ke seluruh rongga peritoneum. Implantasi tumor

memblokir pembuluh limfatik yang melewati diafragma, mencegah aliran

keluar cairan asites yang bocor dari pembuluh tumor yang rusak karena

adanya faktor pertumbuhan endotel vaskular A (VEGFA) yang diproduksi

dari tumor dalam jumlah tinggi, yang merupakan faktor permeabilitas

vaskular.15

Meskipun terdapat upaya berkelanjutan untuk mengembangkan

strategi skrining yang efektif, hanya 20% kanker ovarium yang

terdiagnosis, sementara kanker tersebut masih terbatas pada ovarium

(stadium 1). Pada tahap ini, hingga 90% pasien dapat disembuhkan

dengan menggunakan terapi yang tersedia saat ini. Setelah penyakit

menyebar ke organ panggul (stadium 2), perut (stadium 3) atau di luar

rongga peritoneum (stadium 4), angka kesembuhan menurun drastis.

Kanker ovarium adalah salah satu dari sedikit keganasan di mana

operasi sitoreduktif dilakukan untuk mengangkat sebagian besar tumor,

bahkan ketika reseksi lengkap tidak mungkin dilakukan.15

20
Namun, sejumlah kecil sel yang resistan terhadap obat dapat

bertahan selama berbulan-bulan dan tetap tidak aktif di rongga

peritoneum, kemudian tumbuh secara progresif, menyebabkan kematian

pasien meskipun telah dilakukan pengobatan agresif terhadap penyakit

yang kambuh. Nodul metastatik membentuk perlengketan fibrosa di

antara usus, menyebabkan obstruksi usus yang menghalangi

pencernaan normal, menyebabkan malnutrisi dan akhirnya kematian

akibat faktor-faktor yang mencakup infeksi penyerta. Mengingat

pentingnya penyakit pada permukaan peritoneum, pemberian kemoterapi

intraperitoneal untuk mencapai konsentrasi obat lokal yang tinggi telah

secara signifikan meningkatkan kelangsungan hidup pasien yang

memiliki sisa penyakit minimal setelah operasi dan yang dapat

mentoleransi efek samping pengobatan. Dengan demikian, biologi klinis

kanker ovarium menunjukkan bahwa diagnosis yang terlambat dan

masih adanya sel kanker yang tidak aktif dan resistan terhadap obat

membatasi kemampuan kita untuk menyembuhkan penyakit ini.15

Pada tingkat sel dan molekuler, kanker ovarium sangatlah

heterogen. Ovarium normal adalah jaringan kompleks dengan beberapa

komponen berbeda. Meskipun kanker ovarium dapat berkembang dari

sel germinal atau sel teka dan granulosa, lebih dari 90% kanker ovarium

mempunyai histologi epitel dan diperkirakan timbul dari sel yang

menutupi permukaan ovarium atau garis kista inklusi di bawah

permukaan kanker yang memiliki histologi serupa bisa juga timbul dari

21
lapisan tuba falopi, endapan endometriosis atau permukaan rongga

peritoneum. Heterogenitas substansial telah diamati pada tingkat sel,

indeks proliferasi dan histotipe kanker ovarium.15

2.5.2 Aspek Psikologi

Kanker ovarium menunjukkan serangkaian gejala fisik dan

psikologis selama tahap diagnosis, pengobatan, dan kelangsungan

hidup. Perempuan dengan kanker ovarium rentan terhadap depresi dan

kecemasan tingkat tinggi, terutama perempuan muda dengan dukungan

sosial yang buruk. Berbagai stres fisiologis seperti menopause akibat

pembedahan, terapi steroid, dan nyeri yang muncul selama pengobatan

aktif membuat wanita berisiko tinggi mengalami depresi dan kecemasan

selama masa ini. Gejala kecemasan dan depresi juga sering terjadi

segera setelah kemoterapi dan selama perawatan paliatif. Skrining untuk

tekanan psikologis mungkin berguna untuk mengidentifikasi perempuan

yang akan mendapatkan manfaat dari konseling psikologis. Pasien harus

dirujuk ke psikiater yang berafiliasi dengan rumah sakit tempat menerima

layanan onkologi.12

Psikoterapi suportif kelompok atau individu efektif dalam

menghilangkan tekanan psikologis. Intervensi psikologis tatap muka

harus disesuaikan dengan tingkat mobilitas fisik pasien. Nyeri,

ketidaknyamanan, dan gejala suasana hati yang parah harus ditangani

secara farmakologis, jika memungkinkan, oleh konsultan psikiatri yang

berpengalaman dalam psikiatri onkologi. Orang yang selamat mengalami

22
ketakutan kronis akan kekambuhan, disfungsi seksual, dan gangguan

identitas. Laporan bahwa kanker ovarium dapat menghasilkan

perubahan positif dalam hidup, seperti hubungan interpersonal yang

lebih erat, memberikan semangat dan dapat memberikan harapan bagi

pasien yang putus asa akan masa depan.12

2.5.3 Aspek Sosial

Ada berbagai faktor sosial pasien yang menjadi faktor risiko kanker

ovarium. Penyakit ini sebagian besar menyerang wanita

pascamenopause, dimana bertambahnya usia dikaitkan dengan

peningkatan insiden, stadium lanjut penyakit ini, dan tingkat

kelangsungan hidup yang dilaporkan lebih rendah. Paritas mempunyai

peran protektif menurut beberapa studi kasus-kontrol dengan usia yang

lebih tinggi saat melahirkan dikaitkan dengan penurunan risiko kanker

ovarium. Faktor risiko terkuat kanker ovarium adalah riwayat keluarga

yang positif mengidap kanker ovarium, sedangkan riwayat pribadi

mengidap kanker payudara juga meningkatkan risiko tersebut. Beberapa

penelitian menunjukkan peningkatan risiko merokok, terutama risiko

tumor epitel musinosa. Selain itu, faktor lain seperti isolasi sosial dan

kesejahteraan psikologis yang buruk telah dikaitkan dengan agresivitas

tumor yang lebih besar dan hasil klinis yang lebih buruk.8,16,17,18

2.6. Pendidikan dan Pelatihan

Kerjasama tim interprofesional dalam penyelidikan dan

penanganan kanker ovarium stadium lanjut tentunya sangat penting

23
mengingat bahwa penyakit ini merupakan kondisi yang advance dan

dapat bermanifestasi multiorgan. Selain itu diperlukan upaya pemberian

edukasi kepada masyarakat dan pelatihan pada pemberi pelayanan

kesehatan agar penanganan yang diharapkan komprehensif dapat

diberikan kepada perempuan yang memiliki faktor risiko kanker ovarium.

Pasien yang sudah menderita kanker ovarium harus mendapatkan

edukasi dan informasi mengenai penyakitnya, rencana terapi, komplikasi

yang mungkin terjadi, dan prognosisnya. Pemilihan terapi akan dilakukan

berdasarkan stadium kanker dan keinginan pasien terkait fertilitas. Jika

pasien mendapat kemoterapi, jelaskan apa saja perubahan yang dapat

dialami pasien. Sampaikan mengenai kerontokan rambut, mual, muntah,

nyeri, dan berbagai efek kemoterapi lainnya. Sarankan pasien untuk

mengikuti kelompok pendukung untuk mencegah pasien merasa kesepian

dan mengalami depresi. Selain itu, pasien mungkin memerlukan skrining

kanker payudara, terutama jika pasien memiliki gen BRCA.8,19

Selain itu, tenaga kesehatan juga memerlukan keterampilan

pencegahan dan pengendalian penyakit dengan melakukan skrining rutin

kanker ovarium pada populasi umum dengan memeriksa penanda tumor

CA-125 dan pemeriksaan USG tidak direkomendasikan. Deteksi dini perlu

dilakukan pada populasi berisiko tinggi, yakni orang dengan riwayat

kanker ovarium atau kanker payudara dalam keluarga. Lakukan

pemeriksaan genetik untuk melihat ada tidaknya mutasi gen BRCA1 dan

24
BRCA2, pemeriksaan pelvis, USG, dan pemeriksaan biomarker CA-

125.8,19

Pemberian kontrasepsi oral kombinasi telah dilaporkan dapat

menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium dan dinilai aman untuk orang

dengan mutasi pada BRCA1 dan BRCA2. Ligasi tuba juga diasosiasikan

dengan penurunan risiko kanker ovarium, baik pada populasi umum,

maupun pada wanita berisiko tinggi. Salfingo-ooforektomi terbukti

menurunkan risiko kanker ovarium hingga 80% pada wanita dengan

mutasi pada BRCA1 dan BRCA2. Tindakan ini juga perlu dipertimbangkan

sebagai metode sterilisasi, serta dapat dilakukan bersamaan pada

tindakan histerektomi. Beberapa studi telah membuktikan bahwa

salpingectomy oportunistik dapat mengurangi risiko kanker ovarium.

Konseling genetik perlu disarankan pada wanita dengan risiko tinggi,

khususnya pada orang dengan riwayat keluarga menderita kanker.8,19

25
BAB III

KESIMPULAN

Kanker ovarium dikenal sebagai silent killer karena pada stadium awal

penyakit ini tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik. Penyebab kanker

ovarium belum diketahui secara pasti akan tetapi berbagai faktor risiko diduga

memiliki pengaruh terhadap timbulnya kanker. Diagnosis harus ditegakkan

sesegera mungkin, dengan mempertimbangkan riwayat kesehatan menyeluruh,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Perawatan paling baik dilakukan

bekerja sama oleh dokter kandungan onkologi, psikiater, dan paramedis lainnya.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Yankes Kemkes.


[Online] Juli 5, 2022.
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/140/kanker-ovarium.
2. International Agency for Research on Cancer. (2018). Latest global
cancer data: cancer burden rises to 18.1 million new cases and 9.6
million cancer deaths in 2018. Diperoleh tanggal 24 Januari 2019 dari
https://www.iarc.fr
3. Siegel RL, Miller KD, Jemal A. Cancer statistics, 2020. CA Cancer J
Clin. 2020 Jan;70(1):7-30.
4. Momenimovahed Z, Tiznobaik A, Taheri S, Salehiniya H. Ovarian
cancer in the world: epidemiology and risk factors. Int J Womens
Health. 2019;11:287-299. Published 2019 Apr 30.
doi:10.2147/IJWH.S197604
5. Torre LA, Trabert B, DeSantis CE, Miller KD, Samimi G, Runowicz
CD, Gaudet MM, Jemal A, Siegel RL. Ovarian cancer statistics, 2018.
CA Cancer J Clin. 2018 Jul;68(4):284-296.
6. Hermanto A. Terapi Non Farmakalogis untuk Mengurangi Kecemasan
pada Pasien Kanker dengan Kemoterapi: A Systematic Review. Jurnal
Penelitian Kesehatan Suara Forikes; Volume 11Nomor 4, Oktober
2020
7. Ghahramani, A., de Courten, M. & Prokofieva, M. “The potential of
social media in health promotion beyond creating awareness: an
integrative review”. BMC Public Health 22, 2402 (2022).
https://doi.org/10.1186/s12889-022-14885-0
8. Arora T, Mullangi S, Lekkala MR. Ovarian Cancer. [Updated 2023 Jun
18]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls
Publishing; 2024 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK567760/

v
9. Lheureux S, Gourley C, Vergote I, Oza AM. Epithelial ovarian
cancer. Lancet. 2019 Mar 23;393(10177):1240-1253.
10. Smith CG. A Resident's Perspective of Ovarian Cancer. Diagnostics
(Basel). 2017 Apr 27;7(2)
11. Stewart C, Ralyea C, Lockwood S. Ovarian Cancer: An Integrated
Review. Semin Oncol Nurs. 2019 Apr;35(2):151-156.
12. Hamilton, Andrea B. Psychological Aspects of Ovarian Cancer.
Cancer Investigation, 2019. 17(5), 335–341.
doi:10.3109/07357909909032875
13. Sampurna B, Syamsu Z, Dwidja T. Bioetik dan Hukum Kedokteran:
Etik pada akhir kehidupan. Pustaka Dwipar. 2007;
14. Markose A, Krishnan R, Ramesh M. Medical ethics. J Pharm Bioallied
Sci. 2016;8(Suppl 1):S1-S4. doi:10.4103/0975-7406.191934
15. Bast RC Jr, Hennessy B, Mills GB. The biology of ovarian cancer: new
opportunities for translation. Nat Rev Cancer. 2009 Jun;9(6):415-28.
doi: 10.1038/nrc2644. PMID: 19461667; PMCID: PMC2814299.
16. Cole SW, Nagaraja AS, Lutgendorf SK, Green PA, Sood AK: Regulasi
sistem saraf simpatis dari lingkungan mikro tumor . Ulasan Alam
Kanker . 2015, 15 :563. [ Artikel gratis PMC ] [ PubMed ] [ Google
Cendekia ]
17. Bower JE, Shiao SL, Sullivan P, dkk.: Profil Molekuler Prometastatik
pada Tumor Payudara Dari Wanita yang Terisolasi Secara Sosial .
Spektrum Kanker JNCI . 2018, 2 :pky029. [ Artikel gratis PMC ]
[ PubMed ] [ Google Cendekia ]
18. Lutgendorf SK, De Geest K, Bender D, dkk.: Pengaruh sosial terhadap
hasil klinis pasien kanker ovarium . Jurnal Onkologi Klinis . 2012,
30 :2885–2890.
19. Green AE. Ovarian Cancer. Medscape, 2022.
https://emedicine.medscape.com/article/255771-overview

vi

Anda mungkin juga menyukai