Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ulkus kaki diabetic sampai saat ini menjadi masalah kesehatan utama di
seluruh dunia,karena kasus yang semakin meningkat, ulkus bersifat kronis dan
sulit sembuh, mengalami infeksi dan iskemia tungkai dengan risiko amputasi
bahkan mengancam jiwa, membutuhkan sumber daya kesehatan yang
besar,sehingga memberi beban sosio-ekonomi bagi pasien, masyarakat, dan
negara. Berbagai metode pengobatan telah dikembangkan namun sampai saat ini
belum memberikan hasil yang memuaskan.
Peningkatan populasi penderita diabetes mellitus(DM), berdampak pada
peningkatan kejadian ulkus kaki diabetic sebagai komplikasi kronis DM,dimana
sebanyak15-25% penderita DM akan mengalami ulkus kaki diabetic didalam
hidup mereka (Singh dkk., 2005). Di Amerika Serikat, Huang dkk. (2009)
memproyeksikan jumlah penyandang DM dalam 25 tahun kedepan (antara tahun
2009-2034) akan meningkat 2 kali lipat dari 23,7juta menjadi 44,1juta,biaya
perawatan pertahun meningkat sebanyak 223 miliar dolar dari 113 menjadi 336
miliar dolar Amerika Serikat. Biaya pengobatan DM dan komplikasinya pada
tahun 2007 di Amerika Serikat mencapai 116 miliar dolar, dimana 33% dari
biaya tersebut berkaitan dengan pengobatan ulkus kaki diabetik (Driverdkk,
2010).
DiIndonesia, berdasarkan laporan Riskesdas 2007 yang dikeluarkan oleh
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia,prevalensi nasional penyakit DM adalah 1,1% (Riskesdas,
2007). Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah
penyandang DM terbanyak setelah Amerika Serikat,China dan India.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penyadang diabetes

1
pada tahun 2003 sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan
penduduk diperkirakan pada 2030 akan ada 20, 1 juta penyandang DM dengan
tingkat prevalensi 14,7 persen untuk daerah urban dan 7,2 persen dirural.
Organisasi Kesehatan Dunia (WorldHealth Organisation, WHO) memprediksi
kenaikan jumlah penyandang DM diIndonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000
menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030 (Pusat Data danInformasi PERSI,
2012).
Risiko infeksi dan amputasi masih cukup tinggi, yaitu 40-80% ulkus
kaki diabetik mengalami infeksi (Bernard, 2007), 14-20% memerlukan
amputasi (Frykberg dkk.,2000),66% mengalami kekambuhan dan 12% memiliki
risiko amputasi dalam 5 tahun setelah sembuh. Kebanyakan pasien datang
berobat dalam fase lanjut,terlihat dari proporsi ulkus kaki diabetic WagnerIII-V
mencapai74,6 % dibandingkan dengan Wagner I-II yang hanya mencapai25,4%
dari seluruh kasus ulkus kaki diabetic yang dirawat di RS Sanglah, dengan
kecendrungan semakin tinggi derajat ulkus semakin besar risiko amputasi
(Muliawan dkk., 2005). Keadaan ini sangat berkaitan dengan keterlambatan
diagnosis dan konsultasi, penanganan yang tidak adekuat, serta luasnya
kerusakan jaringan (VanBaal,2004). Amputasi kaki lebih sering dilakukan atas
dasar infeksi jaringan lunak yang luas atau kombinasi dengan osteomielitis,
disamping faktor-faktor lain seperti iskemia oleh karena
Peripheralarterydisease(PAD), dan neuropati (VanBaal, 2004;Widatalla
dkk.,2009) .Dengan program pelayanan kesehatan yang terstruktur,dimana
semua disiplin ilmu yang terkai tbekerja secara koordinatif tercapai penurunan
bermakna angka amputasi major ulkus kaki diabetic lebih dari 75%
dibandingkan dengan pelayanan standar (Weck, 2013). Tanpa adanya
perubahan strategi penanganan, maka peningkatan populasi penderita DM, dan
peningkatan biaya pengobatan DM dan komplikasinya,akan menjadi beban
berat bagisistem pelayanan kesehatan.

2
B. Pengkajian
a. Pengkajian pasien secara umum
Identitas,usia, keluhan pasien, penyebab luka, riwayat kesehatan
b. Pengkajian tipe luka
Pengkajian tipe luka dilakukan untuk menentukan penatalaksanaan
selanjutnya yang tepat pada pasien. Jenis luka ada dua yaitu (Arisanty,
2014) :
Berdasarkan waktu penyembuhan luka diklasifikasikan (Arisanty, 2014):
1. Luka akut : luka yang terjadi kurang dari 5 hari dengan diikuti proses
hemostatis dan inflamasi. Luka akut sembuh atau menutup sesuai
dengan waktu penyembuhan luka fisiologis (0-21 hari).
2. Luka kronik : luka yang sudah lama terjadi atau menahun dengan
penyembuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan selama proses
penyembuhan luka. Luka kronis sering disebut juga kegagalan dalam
penyembuhan luka.
Berdasarkan kehilangan jaringan.
a. Superficial : luka hanya terbatas pada lapisan epodermis
b. Parsial (partial thickness) luka meliputi epidermi dan dermis
c. Penuh(full thickness) luka meliputi epidermis, dermis dan jaringan sub
kutan bahan dengan juga melibatkn otot, tendon, dan tulang
Berdasarakan stadium
a. Stage 1
Lapisan epidermis utuh, namun terdengan eritema atau perubahan warna
b. Stage 2
Kehlangan kulit superficial dengan kerusakan lapisan epidermis dan
dermis, eritema di jaringan yang nyeri panas, dan edema.
c. Stage 3

3
Kehilangan jaringan sampai dengan jaringan sub kutan, dengan
terbentuknya rongga (cavity), eksudat sedang samapi banyak
d. Stage 4
Hilangnya jaringan sub kutan dengan terbentuknya rongga yang
melibatkan otot, tendon, dan atau tulang. Eksudat sedang sampai banyak.
Berdasarkan mekanisme terjadinya
a. Luka Insisi (incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrument yang
tajam. Misalny ayang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptic),
biasanya tertutup oleh sutura atau setelahseluruh pembuluh darah yang
luka di ikat (ligasi).
b. Luka memar (contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikan oleh cedar pada jaringan lunak, perdarahan
dan bengaak
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (punctured wound), terjadi akibat adanya benda seperti peluru
atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
e. Luka gores (lacerated wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh
kaca / kawat.
f. Luka tembus (penetrating wound), luka yang menembus organ tubuh
biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada
bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
g. Luka bakar (Combutsio), luka yang disebabkan oleh trauma panas, listrik,
kimiawi, radiasi atau suhu dingin yang ekstrim
Berdasarkan penampilan
a. Nekrotik, (hitam), Eschar yang mengeras dan nekrotik, mungkin kering
atau lembab
b. Sloughy (kuning), jaringan mati yang fibrous

4
c. Terinfeksi (kehijauan), terdengan tanda-tanda klinis adanya infeksi seperti
nyeri, panas, bengkak, kemerahan dan peningkatan eksudat.
d. Granulasi (merah), jaringan granulasi yang sehat
e. Epitalisasi (pink), terjadi epitelisasi.
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang (Arisanty, 2014) :
1. Healing by primary intention
Luka terjadi tanpa kehilangan banyak jaringan kulit. Luka ditutup
dengan cara dirapatkan kembali dengan menggunakan alat bantu
sehingga bekas luka (scar) tidak ada atau minimal. Proses yang terjadi
adalah epitelisasi dan deposisi karingan ikat.
2. Healing by secondary intention
Kulit mengalami luka dengan kehilangan banyak jaringan sehingga
memerlukan proses granulasi, kontraksi dan epitelisasi untuk menutup
luka.
3. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai
dengan infeksi sehingga penyembuhannya terhambat.
c. Pengkajian tipe eksudat
Hal yang harus dikaji pada eksudat yaitu warna, konsistensi, bau dan
jumlah.

5
Pengkajian tipe eksudat (Arisanty, 2014) :
Kode Istilah Bentuk
0 Serous Cairan jernih (normal) tipis
1 Bloody Tipis merah cerah
2 Hemoserous Cairan serous disertai darah
3 Sanguineous Cairan banyak mengandung darah
dan kental
4 Serosanguineous Cairan berwarna merah pucat hingga
pink tipis
5 Purulent Cairan infeksi seperti susu
berwarhna kuning
6 Foul purulent Cairan infeksi seperti susu berwarna
hijau

Pengkajian Jumlah eksudat (Arisanty, 2014)


Kode Istilah Bentuk
None Tidak ada eksudat Dasar luka kering
0
Eksudat sedikit Dasar luka lembap, memproduksi
1 sekitar < 2 ml eksudat perhari
(bergantung pada ukuran luka),
keluaran eksudat mengenai <25 %
balutan
Eksudat sedang Dasar luka basah, memproduksi
sekitar 2-5 ml eksudat perhari
2 (bergantung pada ukuran luka),
keluaran eksudat mengenai 25 %
balutan
Eksudat banyak Dasar luka jenuh, memproduksi
sekitar 5-10 ml eksudat perhari

6
(bergantung pada ukuran luka),
3 keluaran eksudat mengenai 25-75
% balutan
Eksudat sangat banyak Dasar luka banjir, memproduksi
sekitar > 10 ml eksudat perhari
4 (bergantung pada ukuran luka),
keluaran eksudat mengenai > 75 %
balutan
Infeksi Infeksi atau kolonisasi kritis
5
Pengkajian bau (odour) luka (Arisanty, 2014)
Kode Bau (Odour)
0 Tidak ada bau
1 Bau tercium saat membuka balutan
2 Bau tercium saat rembesan keluar
3 Bau tercium mulai jarak satu tangan dari pasien
4 Bau tercium saat petugas memasuki kamar tempat pasien
5 berada
Bau tercium saat petugas memasuki ruangan dibeberapa
kamar tempat pasien dirawat

d. Pengkajian tepi dan kulit sekitar luka


Proses epitalisasi terjadi dari tepi luka. Tepi luka yang baik adalah jika
tepi luka halus, tipis, bersih dan lunak. Sekitar luka berada lebih dari 4 cm
tepi luka dan sekitarnya. Sekitar luka yang baik untuk penyembuhan luka
adalah kulit sekitar luka yag utuh, tidak bengkak, tidak kemerahan tidak
nyeri, tidak mengeras, tidak berwarna kebiruan atau pucat.
e. Pengkajian ukuran luka
Ukuran luka dapat mempengaruhi lamanya luka sembuh. Semakin besar
luka semakin lama penyembuhannya. Semakin dalam luka semakin lama

7
pula waktu penyembuhannya. Planimetry adalah cara sederhana yang
sederhana yang sering digunakan untuk mengukur luka dalam dua dimensi
atau tiga dimensi.
C. Patofisiologi

Penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada


pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik. Penyakit ini berjalan
kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar
(makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus
(mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus diabetikum terdiri dari kavitas
sentral biasanya lebih besar dibanding pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan
tebal. Awalnya proses pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia
yang berefek terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan terjadinya
trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan dibawah area
kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan akhirnya ruptur sampai
permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya iskemia dan penyembuhan luka
abnormal manghalangi resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan
kolonisasi didaerah ini. Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space
infection. Akhirnya sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal , bakteria
sulit dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya. (Anonim 2009)

D. Pemeriksaan Penunjang
1. ABPI (ankle brachial pressure indeks): test non invasive untuk mengukur
rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan tekanan darah sistolik lengan
(brachial). untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri sehingga dapat
menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau mixed ulcer.
Sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat.

8
2. X-Ray: Mengetahui apakah ada infeksi tulang atau gangrene pada hingga
tulang
3. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200
mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
4. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
2. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
3. Osmolalitas serum: meningkat tapi biasanya < 330 mOsm/I
4. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
5. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
6. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
7. Ureum/kreatinin: untuk mengetahui fungsi ginjal
8. Insulin darah: mungkin menurun/ tidak ada (Tipe I) atau normal sampai tinggi
(Tipe II)
9. Urine: gula dan aseton positif
10. Kultur pus: untuk mengetahui jenis bakteri penyebab infeksi

E. Manajemen Perawatan luka


a) Persiapan dasar luka (Wound Bed Preparation)
Metode ini bertujuan mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda
asing atau jaringan mati, menjadi merah terang denganproses epitalisasi yang
baik melalui manajemen TIME.
1. T : tissue management (manajemen jaringan )
Tindakan utama manajemen jaringan adalah debridement. Ada beberapa
debridement yaitu ;
a. Chemical debridement : pengangkatan jaringan mati dengan
menggunakan enzim

9
b. Mechanical debridement : pengangkatan jaringan mati menggunakan
kassa (digosok/usap), pinset.
c. Autolysis debridement : pengangkatan jaringan mati sendiri oleh tubuh
dengan menciptakan kondisi lembap pada luka
d. Surgical debridement : tindakan pembedahan dengan menggunakan
benda tajam tidak hanya jaringan mati tetapi juga pada jaringan sehat.
e. Conservative sharp wound debridement : pengangkatan jaringan mati
menggunakan guting, pinset, bisturi hanya pada jaringan mati
2. I : infection – inflammation control (manajemen infeksi dan inlamasi) :
yaitu kegiatan mengatasi perkembangan jumlah kuman pada luka.
3. M : moisture balance management (manjemen pengaturan kelembapan
luka) bertujuan melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat,
mempertahankan kelembabpan, mendukung penyembuhan luka dengan
menentukan jenis dan fungsi balutan yag akan digunakan.
4. E : Ephitalization Advancement Management (manajemen terapi luka)
Tepi luka yang siap melakukan pross penutupan (epitalisasi) adalah tepi
luka yang halus, bersih, tipis, menyatu, dengan dasar luka dan lunak.
b) Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi
dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang
dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan
dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk
penyembuhan luka. Adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana
lembab ini antara lain (Arisanty, 2014) :
1. Mempercepat fibrinolisis :  Fibrin cepat hilang pada kondisi lembap
2. Mempercepat angiogenesis : merangsang pembentukan pembuluh darah
dengan lebih cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi dibandingkan pada kondisi kering

10
4. Mempercepat pembentukan Growth factor yang berperan pada proses
penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis,
dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam
lingkungan yang lembab.
5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembab,
invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limfosit ke daerah
luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan secara sederhana dapat dilakukan
dengan metode WEI (Arisanty, 2014):
W : warna dasar luka
E : jumlah eksudat
I : ada tidaknya infeksi
Penatalaksanaan Keperawatan Ulkus Kaki Diabetik
Penatalaksanaan ulkus diabetik dilakukan secara komprehensif
melalui upaya; mengatasi penyakit komorbid, menghilangkan/mengurangi
tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu lembab (moist),
penanganan infeksi, debridemen, revaskularisasi dan tindakan bedah elektif,
profilaktik, kuratif atau emergensi.
Penyakit DM melibatkan sistem multi organ yang akan mempengaruhi
penyembuhan luka. Hipertensi, hiperglikemia,hiperkolesterolemia, gangguan
kardiovaskular (stroke,
penyakit jantung koroner), gangguan fungsi ginjal, dan sebagainya harus
dikendalikan.

Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus
ulkus diabetika. Debridemen dapat didefinisikan sebagai upaya pembersihkan
benda asing dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila
masih didapatkan jaringan nekrotik, debris, calus, fistula/rongga yang

11
memungkinkan kuman berkembang. Setelah dilakukan debridemen luka harus
diirigasi dengan larutan garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan
dressing (kompres).
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu
- debridemen mekanik, enzimatik, autolitik, biologik, debridement
bedah.
- Debridemen mekanik dilakukan menggunakan irigasi luka cairan
fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam rangka untuk
membersihkan jaringan nekrotik.
- Debridemen secara enzimatik dilakukan dengan pemberian enzim
eksogen secara topikal pada permukaan lesi. Enzim tersebut akan
menghancurkan residu residu protein. Contohnya, kolagenasi
akan melisikan kolagen dan elastin. Beberapa jenis debridement yang sering
dipakai adalah papin, DNAse dan fibrinolisin.
Debridemen autolitik terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka.
Proses ini melibatkan makrofag dan enzim proteolitik endogen yang secara
alami akan melisiskan jaringan nekrotik. Secara sintetis preparat hidrogel dan
hydrocolloid dapat menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi fagosit
tubuh dan bertindak sebagai agent yang melisiskan jaringan nekrotik serta
memacu proses granulasi. Belatung (Lucilla serricata) yang disterilkan sering
digunakan untuk debridemen biologi. Belatung menghasilkan enzim yang
dapat menghancurkan jaringan nekrotik.
Debridemen bedah merupakan jenis debridemen yang paling cepat dan
efisien. Tujuan debridemen bedah adalah untuk :
1. mengevakuasi bakteri kontaminasi,
2. mengangkat jaringan nekrotik sehingga dapat mempercepat
penyembuhan,
3. Menghilangkan jaringan kalus,
4. mengurangi risiko infeksi lokal.

12
Mengurangi beban tekanan (off loading)
Pada saat seseorang berjalan maka kaki mendapatkan beban yang besar.
Pada penderita DM yang mengalami neuropati permukaan plantar kaki mudah
mengalami luka atau luka menjadi sulit sembuh akibat tekanan beban tubuh
maupun iritasi kronis sepatu yang digunakan.
Salah satu hal yang sangat penting namun sampai kini tidak mendapatkan
perhatian dalam perawatan kaki diabetik adalah mengurangi atau
menghilangkan beban pada kaki (off loading).
Upaya off loading berdasarkan penelitian terbukti dapat mempercepat
kesembuhan ulkus. Metode off loading yang sering digunakan adalah:
mengurangi kecepatan saat berjalan kaki, istirahat (bed rest), kursi roda, alas
kaki, removable cast walker, total contact cast, walker, sepatu boot
ambulatory.Total contact cast merupakan metode off loading yang paling
efektif dibandingkan metode yang lain. Berdasarkan penelitian
Amstrong TCC dapat mengurangi tekanan pada luka secara signifikan dan
memberikian kesembuhan antara 73%-100%.
TCC dirancang mengikuti bentuk kaki dan tungkai, dan dirancang agar
tekanan plantar kaki terdistribusi secara merata. Telapak kaki bagian tengah
diganjal dengan karet
sehingga memberikan permukaan rata dengan telapak kaki sisi depan dan
belakang (tumit).

Tehnik Dressing pada luka Diabetikum


Tehnik dressing pada luka diabetes yang terkini menekankan metode moist
wound healing atau menjaga agar luka dalam keadaan lembab. Luka akan
menjadi cepat sembuh apabila eksudat dapat dikontrol, menjaga agar luka
dalam keadaan lembab, luka tidak lengket dengan bahan kompres, terhindar

13
dari infeksi dan permeabel terhadap gas. Tindakan dressing merupakan salah
satu komponen penting
dalam mempercepat penyembuhan lesi. Prinsip dressing adalah bagaimana
menciptakan suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi
trauma dan risiko operasi. Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan
dalam memilih dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau
tidaknya eksudat, ada
tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing
yang sering dipakai dalam perawatan luka, seperti:
hydrocolloid, hydrogel, calcium alginate, foam, kompres anti mikroba,
dan sebagainya.
Ovington memberikan pedoman dalam memilih dressing yang tepat dalam
menjaga keseimbangan kelembaban luka:
a. Kompres harus mampu memberikan lingkungan luka yang lembab
b. Gunakan penilaian klinis dalam memilih kompres untuk luka luka tertentu
yang akan diobati
c. Kompres yang digunakan mampu untuk menjaga tepi luka tetap kering
selama sambil tetap mempertahankan luka bersifat lembab
d. Kompres yang dipilih dapat mengendalikan eksudat dan tidak
menyebabkan maserasi pada luka
e. Kompres yang dipilih bersifat mudah digunakan dan yang bersifat tidak
sering diganti
f. Dalam menggunakan dressing, kompres dapat menjangkau rongga luka
sehingga dapat meminimalisasi invasi bakteri.
g. Semua kompres yang digunakan harus dipantau secara tepat.
Pengendalian Infeksi
Pemberian antibitoka didasarkan pada hasil kultur kuman.
Namun sebelum hasil kultur dan sensitifitas kuman tersedia antibiotika harus
segera diberikan secara empiris pada kaki diabetik yang terinfeksi. Antibiotika

14
yang disarankan pada kaki diabetik terinfeksi. Pada ulkus diabetika
ringan/sedang antibiotika yang diberikan di fokuskan pada patogen gram
positif. Pada ulkus terinfeksi
yang berat (limb or life threatening infection) kuman lebih bersifat
polimikrobial (mencakup bakteri gram positif berbentuk coccus, gram negatif
berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
broadspectrum, diberikan secara
injeksi. Pada infeksi berat yang bersifat limb threatening infection dapat
diberikan beberapa alternatif antibiotika seperti:
ampicillin/sulbactam, ticarcillin/clavulanate, piperacillin/
tazobactam, Cefotaxime atau ceftazidime + clindamycin,
fluoroquinolone + clindamycin. Sementara pada infeksi berat yang bersifat
life threatening infection dapat diberikan beberapa alternatif antibiotika
seperti berikut: ampicillin/sulbactam +aztreonam, piperacillin/tazobactam +
vancomycin, vancomycin + metronbidazole+ceftazidime, imipenem/cilastatin
atau fluoroquinolone + vancomycin + metronidazole. Pada infeksi berat
pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih.Bila ulkus
disertai osteomielitis penyembuhannya menjadi lebih lama dan sering
kambuh. Maka pengobatan osteomielitis di samping pemberian antibiotika
juga harus dilakukan reseksi bedah. Antibiotika diberikan secara empiris,
melalui parenteral
selama 6 minggu dan kemudain dievaluasi kembali melalui foto radiologi.
Apabila jaringan nekrotik tulang telah direseksi sampai bersih pemberian
antibiotika dapat dipersingkat,biasanya memerlukan waktu 2 minggu.

15
c) Jenis Dan Kegunaan Dressing Modern
1. Balutan berdasarkan warna dasar luka
a. Hidrocoloid

Hydrocolloid sebenarnya sudah digunakan secara luas sejak tahun 1982


dan risetnya sudah mulai sejak tahun 1970 an, jadi istilah modern dressing
sebenarnya kurang tepat. Beberapa woud expert menyatakan bahwa
hydrocolloid merupakan balutan yang hamper memenuhi semua kriteria
balutan ideal. Hydrocolloid memiliki sifat impermeable terhadap cairan dan
oksigen, balutan ini mengandung partikel hydroactive (hydrophilic) yang
terikat dalam polymer hydrophobic.Partikel hydrophilic-nya mengabsorbsi
kelebihan kelembaban pada luka dan menkonversikannya ke dalam bentuk
gel.
1. Menjaga kestabilan kelembaban luka dan daerah sekitar luka bersamaan
dengan fungsinya sebagai penyerap cairan luka.
2. Pembalut dapat diganti tanpa menyebabkan trauma atau rasa sakit, dan
tidak lengket pada luka.
3. Nyaman untuk permukaan kulit

16
4. Ekonomis dan hemat waktu pengobatan, meminimalkan penggantian
pembalut dibanding dengan menggunakan pembalut konvensional (tahan
5-7 hari tanpa penggantian pembalut baru tergantung karakter eksudat).

b. Hydroactive gel

Salah satu contoh colloid yang berbahan dasar gliserin atau air dengan
kandungan 90-95% dan memiliki sifat semi transparent dan non adherent,
mengembang dalam air (eksudat luka).Mirip dengan hydrocolloid tapi dalam
bentuk gel.(Arisanti, 2013).
1. Menciptakan lingkungan luka yang tetap lembab
2. Lembut dan fleksibel untuk segala jenis luka
3. Melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik, tanpa merusak
jaringan sehat.
4. Mengurangi rasa sakit karena mempunyai efek pendingin.
c. Zinc Oxide Topikal
Zinc oxide memiliki ikatan kimia ZnO, Z untuk zink dan O untuk
oksigen.Artinya, Zinc Oxide terdiri atas satu atom zink dan satu atom oksigen
yang saling berikatan.Ada sekitsr 300 enzim yang membutuhkan enzim dalam
kegiatannya sdebagai mineral esensial dalam pembentukan sintesis DNA,
sintesis protein pergantian dan perbaikan jaringan. Defisiensi zink dapat
menyebabkan gangguan dalam penyembuhan luka, terutama penurunan
jumlah protein pergantian dan sintesis kolagen selama proses penyembuhan

17
luka. Saat proses penyembuhan luka, terjadi peningkatan kebutuhan zink
terutama pada fase inflamasi dan proliferasi. Direkomendasikan dengan dasar
luka hitam, kuning dan merah, tidak dapat menyerap eksudat dan tidak dapat
membunuh kuman, kecuali di kombinasikan dengan antimikroba.(Arisanty,
2014).
d. Metcovazin
Jenis topical terapi dengan paten wocare klinik, sangat mudah digunakan
karena hanya tinggal mengoles saja, bentuk salep berwarna putih dalam
kemasan. Berfungsi untuk support autolysis debridement, menghindari trauma
saat membuka balutan, mengurangi bau tidak sedap, mempertahankan suasana
lembab dan support granulasi. Metcovasin memiliki unggulan karena dapat di
pakai untuk semua warna dasar luka dan mempersiapkan dasar luka menjadi
sehat.(Arisanty, 2014).
Ada beberapa jenis metcovazin, diantaranya adalah :
1. Metcovazin regular

Topical terapi atau salep luka untuk jaringan nekrosis hitam dan kuning tanpa
infeksi. Bahan aktif : metronidazole dan zinc
2. Metcovazin Gold
Topical terapi atau salep luka untuk semua jenis warna dasar luka yang
terinfeksi, karena ada kandungan iodine-cadexomer sebagai zat yang
signifikan menurunkan infeksi.Bahan aktif : metcovazin regular plus iodine
cadexomer.
3. Metcovazin Red

18
Topical terapi atau salep luka untuk jaringan yang granulasi merah, karena
ada kandungan hydrocolloid. Bahan aktif : metcovazin regule plus
hydrocolloid
e. Epitel Salf

Mengandung vitamin C, A dan metronidazole.Dimana vitamin C sangat


berperan dalam produksi fibroblast angiogenesif dan respon imun.Vitamin C
dapat ditemukan pada kiwi, Black Carrent, strouberry dan jeruk.Pada vitamin
A dapat mendukung epitelisasi dan sintesis kolagen dan berfungsi sebagai
antioksidant. Vitamin A dapat ditemukan cod liver oil, jeruk dan sayuran hijau
dan metronidazole sebagai antimikroba.
f. Tribee
Salep TTO dapat digunakan untuk luka akut, luka kronis, warna dasar
luka merah, kuning dan hitam.Salep ini digunakan untuk penatalaksanaan
infeksi dan mengurangi sakit selam perawatan.Salep Tribee merupakan salep
racikan dari herbal yang dibuat oleh Irma dan zigit pada tahun

19
2012.Kemudian diproduksi oleh salah satu perusahaan herbal besar di
Indonesia (Arisanty, 2014).
1. Kandungan
a. Meleauca Altermifolia (Tea Tree Oil) 2% merupakan tumbuhan yang
memiliki sebagai anti fungal, anti viral, anti microbial dan
mempercepat proses inflamasi.
b. Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan minyak kelapa yang di olah
tanpa menggunakan pemanasan, tanpa fermentasi, tanpa bahan kimia
sintetik. Memiliki manfaat sebagai antiseptic, antioksidant,
meningkatakan imunitas, optimalisasi penyerapan nutrisi, dan vitamin
tubuh serta memiliki kandungan asam larut yang tinggi.
c. D Alpha Tocopherol 400 IU
d. Madu dengan segala kelebihannya member nutrisi yang baik untuk
kulit, berfungsi juga untuk merangsang pertumbuhan jaringan kulit
baru sebagai anti septic kuat.
e. Campuran lainnya seperti vitamin E. dimana vitamin E alami yang di
ekstra dari minyak tumbuh-tumbuhan berfungsi sebagai regenerasi
kulit dan mencerahkan kulit.
2. Sediaan
Sediaan salep dengan bahan dasar minyak (Oil Based), sehingga
tidak mudah menguap dan dapat menggantikan fungsi minyak pada
kulit.Selain itu dibuat juga dalam sediaan serum dengan kandungan TTO
15%. Contoh produk : Salep herbal Tribee HPA dan serum TTO 15 %.
3. Fungsi
a. Memberikan kelembaban pada dasar luka yang berwarna hitam dan
kuning sehingga terjadi autolysis debridement.
b. Merangsang granulasi dan epitelisasi pada dasar luka berwarna merah.
c. Mencegah balutan menempel pada luka.
d. Membunuh kuman, virus dan jamur.

20
e. Mempercepat proses inflamasi lebih cepat teratasi.
2. Balutan berdasarkan jumlah eksudat
a. Transparant film dressing

Film dressing terbuat dari polyurethane memilki sifat tipis,


transparent dan merekat.Transparent film memungkingkan transmisi
uap air, oxygen dan karbondioksida namun tidak memiliki sifat
absorben sehingga tidak tepat digunakan pada luka dengan eksudat.
Umumnya digunakan untuk balutan intravena dan fiksasi kateter.
Keistimewaan film dressing karena hanya merekat pada daerah yang
kering sehingga tidak berpotensi mengganggu dasar luka (wound bed),
meskipun demikian perlu hati-hati saat menggunakan dalam fase
epitelisasi sebab aplikasi film dressing bisa melepaskan epitel-epitel
yang masih muda. Contoh film : Op-Site (Smith and Nephew).,
Polyskin (Kendali Healtcare).
1) Transparan, perkembangan penyembuhan luka dapat di monitor tanpa
membuka pembalut
2) Tidak tembus bakteri dan air, elastis dan tahan air, sehingga bisa
dipakai pada saat mandi.
3) Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka waktu
yang pendek.

21
b. Calcium alginate

Calcium Alginate adalah balutan topical yang terbuat dari rumput laut
(algae) dan telah ada sejak 1984 (Smith,1992). Manfaat rumput laut telah
diketahui sejak berabad-abad yang lalu dan rumput laut dikenal sebagai
penyembuh pelaut/mariner’s (Johns, 1999). Serat calcium dan sodium alginate
memiliki kemampuan menyerap cairan, tidak merekat pada luka (Thomas,
2000) dan dapat terjadi pertukaran udara (Choucair dan Philips, 1998).Saat
bertemu cairan, serat berubah bentuk menjadi hydrophilic gel (Thomas,
2000).
Kelebihan bahan topical ini adalah mempercepat proses granulasi dan
setiap bercampur dengan cairan luka akan berubah menjadi gel sehingga
mudah dilepas dan tidak menimbulkan sakit saat penggantian balutan. Saat
calcium alginate (calcium ion) kontak dengan luka yang mengandung cairan
luka (sodium ion) terjadi pertukaran ion sehingga dapat menghintakan
perdarahan pada luka yang mudah berdarah (Jarvis et al.,1987; Collins et
al.,2002) dan meningkatkan hemostasis (Morgan, 1997; Sirimanna,1989).
Segal at al., (1998) menjelaskan bahwa kemampuan koagulasi bervariasi
bergantung pada jumlah residu manuronik dan guluronik pada balutan dan
alginate mengandung zinc ion yang memiliki efek koagulasi protombotic dan
aktifasi trombosit. Fungsi lain bahan topical ini adalah sebagai hemostatic
pada perdarahan minor walaupun beberapa literature masih belum mendukung

22
secara pasti kemampuan calcium alginate mengikat calcium ionnya dalam
reaksi koagulasi. Calcium alginate memiliki kemampuan menyerap cairan
luka (eksudat) sedang hingga banyak.
Akan tetapi setiap produk perusahaan mengeluarkan tipe dan
kemampuan daya serap yang berbeda-beda.Sebagian besar produk hanya
memiliki kemampuan menyerap eksudat sedikit hingga sedang.
Lembaran topical ini juga dapat berfungsi sebagai barrier yang
meminimalkan kontaminasi bakteri, terutama pseudomonas. Produk yang ada
di pasaran dalam dan luar negeri berbentuk lembaran, pita atau ropes, bahkan
kini ada yang digabung dengan silver dan foam. Bentuk ropes biasanya
digunakan untuk mengisi rongga atau jika ada goa (undermining) pada luka.
Cara penggunaan calcium alginate mudah.Setelah dibersihkan,
letakkan calcium alginate pada luka yang memiliki eksudat. Disarankan untuk
tidak menggunakan calcium alginate pada luka yang kering karena tidak akan
bermanfaat pada penyembuhan luka. Calcium alginate sangat cocok untuk
digunakan utnuk luka bakar derajat II (epidermis telah terangkat) hingga
derajat III, calcium alginate dapat diaplikasikan selama 7 hari. (Arisanti,
2014).
c. Foam

Foam dressing juga tersusun oleh polyurethane foam dan sangat


comformable, permeable, non adherent serta mudah di aplikasikan pada luka,

23
tersedia dalam kemasan sheets (lembaran) atau cavity filling. Contoh foam
antara lain Allevyn (Smith an Nephew), Hydrasorb (convatec) dan Cutinova
(Beirsdeorf-Jobst, Inc).
1. Foam memiliki kapasitas yang tinggi untuk mengabsorbsi eksudat yang
banyak.
2. Foam juga mampu menyerap kelebihan kelembaban sehingga mengurangi
resiko maserasi.
3. Tidak menimbulkan nyeri dan trauma pada jaringan luka saat penggantian
d. Cutimed Siltec
Merupakan polyurethane foam dressing yang mengandung partikel
penyerap dengan kemampuan yang super sehingga dapat menyerap eksudat
pada luka dengan maksimal.Permukaannya yang kontak dengan luka adalah
lapisan silicone yang berlubang.lapisan ini memberikan tekanan adhesi yang
lembut pada bagian kulit sekitar luka tetapi tidak membasahi permukaan luka
atau lapisan epidermis pada proses penyembuhan luka. Hal ini dapat
mengurangi terjadinya trauma dan rasa sakit selama pergantian
balutan.Lapisan film bagian luar bersifat water-repellent yang juga bersifat
permeable bagi pertukaran oksigen maupun gas. Dengan indikasi
1. Luka bereksudat sedang sampai banyak
2. Ulkus vena, arteri, ganggren, pressure sore ataupun skin grafts.

e. Hydrocellulose
Hydrocellulose atau dikenal dengan hydrofiber merupakan jenis terapi
topical yang terbuat dari selosa dengan daya serap sangat tinggi melebihi
kemampuan daya serap calcium alginate. Hydrocellulose terbuat dari NaCMC
100% dan memiliki kemampuan gel lock sehingga dapat mengikat kuman
dalam jumlah tertentu. Keuntungannya adalah tidak mudah koyak/larut
sehingga sangat mudah melepasnya dan dapat mengikat bakteri. Bahan ini
dipatenkan oleh convanTec dengan nama yang ada di pasaran Aquacel.

24
Balutan ini berfungsi sebagai balutan sekunder dan pada kondisi tertentu
menjadi balutan primer.Direkomendasikan dasar luka merah, dapat menyerap
eksudat sedang, banyak, hingga sangat banyak.
f. Absorben : Kasa/Gamgee/Low Adherent (LA)

Jenis terapi topical yang berupa tumpukan bahan balutan yang tebal, di
dalamnya terdapat kapas yang berdaya serat sedikit sampai sedang dan
mencegah trauma pada saat pergantian balutan karena terdapat film pada
permukaan balutan dan direkomendasikan pada luka yang eksudat sedikit
hingga sedang tetapi tidak dapat membunuh kuman dan jamur,contoh produk
cutisorb LA ,Melolin (Arisanty, 2014).
g. Gamgee
Adalah Jenis terapi topical yang berupa tumpukan bahan balutan yang
tebal dengan daya serap cukup tinggi dan di klain jika bercampur dengan
cairan luka dapat mengikat bakteri.Paling sering digunakan sebagai balutan
tambahan setelah balutan utama yang menempel pada luka.Beberap jenis
balutan ini ada yang mengandung antimicrobial dan hidrobic atau mengikat
bakteri.

3. Balutan berdasarkan manajemen infeksi


a. Cutimed Sorbact (Hydropobic)

25
Menggunakan prinsip fisik interaksi hidrofobik. Dressing yang
dilapisi dengan turunan asam lemak (DACC) memberi mereka sifat-sifat
yang sangat hidrofobik. Dalam lingkungan lembab luka yang terinfeksi,
bakteri tertarik dan menjadi ireversibel terikat untuk itu.Oleh karena itu
mengangkat juga menghilangkan bakteri pada luka.(Arisanti, 2013).
b. Silver Dressing

Silver mempunyai spectrum luas terhadap bakteri, yang bekerja


pada sintesis dinding sel bakteri, aktivitas ribosom dan transkripsi, juga
mempunyai aktifitas terhadap jamur. Contohnya Aquacel Ag. Aquacel Ag
adalah pembalut luka primer terbuat dari natrium karboksimetilselulosa
(NaCMC) mengandung 1,2 perak dalam bentuk ionic. NaCMC ini
diproduksi sebagai serat tekstil dan disajikan dalam bentuk bulu untuk
kemasan luka berlubang dan sebagai datar non-wound pad untuk aplikasi
untuk luka terbuka yang lebih besar.Dan ini berfungsi balutan sekunder
dan pada kondisi tertentu menjadi balutan primer.Direkomendasikan dasar
luka merah, dapat menyerap eksudat sedang, banyak, hingga sangat
banyak.

26
Dengan adanya ion natrium dari eksudat luka, ion perak dilepaskan
dari NaCMC untuk mengarahkan efek antimikroba berkelanjutan terhadap
berbagai organisme termasuk staphylococcus aureus resisten methicillin
(MRSA), dan vankomisin-tahan entercoccus (VRE), sehingga mencegah
colonisasi bakteri dan memberikan penghalang antimikroba untuk
melindungi luka. Contoh lain adalah iodosorb adalah suatu salep
cadexomer iodine yang bersifat antibacterial dan effective untuk bahan
debridement pada ulkus karena tekanan, ulkus venosum, dan ulkus
diabetik.

DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius : Jakarta.

27
Soewondo, P. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe
2 di Indonesia. Perkumpulan Endokrinelogi Indonesia.
Scheffler NM, 2004 Nov-Dec, Innovative treatment of a diabetic ulcer: a case
study. ): 111-2 (journal article - case )
Stolle LB;at all, 2004 Feb; The metabolism of the diabetic foot. (journal article)
ISSN: 0001-6470 PMID: 15022818 CINAHL AN: 2009394327
Johnson, M.,et all, 2008, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2008, Nursing Interventions Classification (NIC) econd
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Wilkinson, Judith M. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Nic Noc. Jakarta:
EGC.

28

Anda mungkin juga menyukai