Anda di halaman 1dari 36

Case Report Session

Tumor Paru

Oleh:

Rezky Fajriani Anugra 1410311059

Suci Wijayanti 1410311041

Preseptor:

dr. Masrul Basyar, SpP

dr. Russilawati, SpP

BAGIAN PULMONOLOGI DAN RESPIRASI


RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Prevalensi kanker paru di negara sangat maju sangat tinggi, di Amerika
tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua
kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28 % dari
seluruh akibat kanker), di Inggris prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun,
sedangkan di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS Kanker
Dharmais, Jakarta tahun 1998 menduduki urutan ke 3 sesudah kanker payudara
dan leher rahim.3 Kanker paru adalah penyebab kematian tersering dari seluruh
kanker yang tersering di dunia (meliputi Ca Paru, Ca Prostat, Adenocarcinoma
colon).1
Data yang dibuat WHO juga menunjukkan bahwa kanker paru adalah jenis
penyakit keganasan yang menjadi penyebab kematian utama pada kelompok
kematian akibat keganasan, bukan hanya pada laki laki tetapi juga pada
perempuan. Buruknya prognosis penyakit ini mungkin berkaitan erat dengan
jarangnya penderita ke dokter ketika penyakitnya masih berada dalam stadium
awal penyakit.2
Kanker paru memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.
Penegakan diagnosis penyakit ini membutuhkan ketrampilan dan sarana yang
tidak sederhana dan memerlukan pendekatan multidisiplin kedokteran. Penyakit
ini membutuhkan kerja sama yang erat dan terpadu antara ahli paru dengan ahli
radiologi, ahli patologi anatomi, ahli radiologi terapi dan ahli bedah toraks, ahli
rehabilitasi dan ahli-ahli lainnya. Pengobatan atau penatalaksaan penyakit ini
sangat bergantung pada kecekatan ahli paru untuk mendapatkan diagnosis pasti.
Penemuan kanker paru pada stadium dini akan sangat membantu penderita, dan
penemuan diagnosis dalam waktu yang lebih cepat memungkinkan penderita
memperoleh kualitas hidup yang lebih baik dalam perjalanan penyakitnya
meskipun tidak dapat menyembuhkannya.2
1.2 Rumusan Masalah
Penulisan makalah ini membahas mengenai tinjauan pustaka tumor paru

1.3 Tujuan Penelitian


Makalah ini disusun untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, klasifikasi, diagnosis, diagnosis banding, penatalaksanaan, prognosis,
pencegahan dari tumor paru.

1.4 Metode Penelitian


Makalah ini dibuat dengan metode tinjauan kepustakaan yang merujuk pada
berbagai literatur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Secara normal, tubuh memelihara suatu sistim dari pemeriksaan-
pemeriksaan (checks) dan keseimbangan-keseimbangan (balances) pada
pertumbuhan sel-sel sehingga sel-sel membelah untuk menghasilkan sel-sel baru
hanya jika diperlukan. Gangguan atau kekacauan dari sistim checks dan balances
ini pada pertumbuhan sel berakibat pada suatu pembelahan dan
perkembangbiakan sel-sel yang tidak terkontrol yang pada akhirnya membentuk
suatu massa yang dikenal sebagai suatu tumor.3
Tumor-tumor bisa menjadi jinak atau ganas.Kanker adalah tumoryang
dipertimbangkan sebagai ganas. Tumor-tumor jinak biasanya dapat diangkat dan
tidak menyebar ke bagian-bagian lain tubuh. Tumor-tumor ganas, akan tumbuh
secara agresif dan menyerang jaringan-jaringan lain dari tubuh. Masuknya sel-sel
tumor kedalam aliran darah atau sistim limfatik menyebabkan menyebarnya
tumor ke tempat-tempat lain di tubuh. Proses penyebaran ini disebut metastasis,
area-area pertumbuhan tumor pada tempat-tempat yang berjarak jauh disebut
metastases. Karena kanker paru-paru cenderung untuk metastase, maka tidak aneh
bila kanker paru merupakan kanker yang sangat mengancam nyawa dan
merupakan satu dari kanker-kanker yang paling sulit dirawat. Kelenjar adrenal,
hati, otak, dan tulangadalah tempat-tempat yang paling sering menjadi tempat
metastase untuk kanker paru.3

2.2. Etiologi
Seperti umumnya kanker yang lain penyebab yang pasti dari pada kanker
paru belum diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang
bersifat karsinogenik merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor
lain seperti kekebalan tubuh, genetik dan lain-lain.1
Dari beberapa kepustakaan telah dilaporkan bahwa etiologi kanker paru
sangat berhubungan dengan kebiasaan merokok. Lombard dan Doering (1928),
telah melaporkan tingginya insiden kanker paru pada perokok dibandingkan
dengan yang tidak merokok. Terdapat hubungan antara rata-rata jumlah rokok
yang dihisap per hari dengan tingginya insiden kanker paru. Dikatakan bahwa, 1
dari 9 perokok berat akan menderita kanker paru.3Hidrokarbon karsinogenik telah
ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan,
menimbulkan tumor.4
Laporan beberapa penelitian terakhir ini mengatakan bahwa perokok pasif
pun akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok
selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru dua kali lipat
dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan yang hidup dengan
suami/pasangan perokok juga terkena risiko kanker paru 2-3 kali lipat.
Diperkirakan 25 % kanker paru dari bukan perokok adalah berasal dari perokok
pasif.1
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg
dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker
paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini
diduga merupakan agen etiologi operatif.5Insiden yang tinggi juga terjadi pada
pekerja yang terpapar karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi
rumput). Pekerja pemecah hematite dan orang–orang yang bekerja dengan
asbestos dan kromat juga mengalami peningkatan insiden.2Mereka yang tinggal di
kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada mereka yang
tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari dan uap
diesel dalam atmosfer di kota.5
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, selenium dan vitamin
A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru.1 Pemberian Nutrisi dan
supplement dapat mengurang gejala yang disebabkan oleh kanker paru. Vitamin
D dan Fe sangat baik untuk diberikan oleh penderita penyakit kanker paru, Begitu
pula dengan makanan antioxidant seperti cherri, dan buah tomat.6,7Terdapat
perubahan/mutasi beberapa gen yang berperanan dalam kanker paru, yakni: Proto
oncogen, Tumor suppressor gene, Gene encoding enzyme. 1
2.3 Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasanya akan
timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra.8
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk,
hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengar
pada auskultasi.8
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur –
struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak,
tulang rangka.8

2.4 Manisfestasi Klinis


Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukan gejala-gejala
klinis. Bila sudah menampakan gejala berarti pasien dalam stadium lanjut.Gejala-
gejala dapat bersifat 1:
1. Lokal (tumor tumbuh setempat)
a. Batuk baru atau batuk lebih hebat pada batuk kronis
b. Batuk darah
c. Mengi karena ada obstruksi saluran napas
d. Kadang terdapat kavitas seperti abses paru
e. Atelektasis
2. Invasi lokal
a. Nyeri dada
b. Sesak karena cairan pada rongga pleura
c. Invasi ke perikardium  terjadi tamponade atau aritmia
d. Sindrom vena cara superior
e. Sindrom Horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis)
f. Suara serak, karena penekanan pada nervus laryngeal recurrent
g. Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf
simpatis servikalis
3. Gejala Penyakit Metastasis
a. Pada otak, tulang, hati, adrenal
b. Limfadenopati servikal dan supraklavikula (sering menyertai
metastasis)
4. Sindrom Para neoplastik (10% pada Ca Paru), dengan gejala:
a. Sistemik : penurunan berat badan, anoreksia, demam
b. Hematologi : leukositosis, anemia, hiperkoagulasi
c. Hipertrofi osteoartropati
d. Neurologik : dementia, ataksia, tremor, neuropati perifer
e. Neuromiopati
f. Endoktrin: sekresi berlebihan hormon paratiroid (hiperkalsemia)
g. Dermatologik : eritema multiform, hyperkeratosis, jari tabuh
h. Renal: Syndrome of inappropriate andiuretic hormone (SIADH)
5. Asimtomatik dengan kelainan radiologi

2.5 Klasifikasi
Berdasarkan level penyebarannya penyakit kanker paru-paru terbagi dalam
dua kriteria:
1. Kanker paru primer
Memiliki 2 tipe utama, yaitu:
a. Small cell lung cancer (SCLC)
SCLC adalah jenis sel yang kecil-kecil (banyak) dan memiliki daya
pertumbuhan yang sangat cepat hingga membesar. Biasanya disebut “oat
cell carcinomas” (karsinoma sel gandum). Tipe ini sangat erat kaitannya
dengan perokok, Penanganan cukup berespon baik melalui tindakan
kemoterapi dan radioterapi.7Stadium (Stage) SCLC ada 2 yaitu9:
 Stage terbatas (limited) jika hanya melibatkan satu sisi paru (hemitoraks)
 Stage luas (extensived) jika sudah meluas dari satu hemitoraks atau
menyebar ke organ lain

b. Non-small cell lung cancer (NSCLC).


NSCLC adalah merupakan pertumbuhan sel tunggal, tetapi seringkali
menyerang lebih dari satu daerah di paru-paru,7mencakup adenokarsinoma,
karsinoma sel skuamosa, karsinoma sel besar (Large Cell Ca) dan
karsinoma adenoskuamosa.9
Stage NSCLC dibagi atas : Stage 0, IA, IB, IIA, IIB, IIIA, IIIB dan IV yang
ditentukan menurut International Staging System for Lung Cancer 1997,
berdasarkan sistem TNM.9
Stadium TNM
0 Carcinoma in situ
IA T1 N0 M0
IB T2 N0 M0
IIA T1 N1 M0
IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
IIIA T3 N1 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N2 M0
IIIB T4 N0 M0 T4 N1 M0
T4 N2 M0
T1 N3 M0 T2 N3 M0
T3 N3 M0 T4 N3 M0
IV Any T Any N M1
Kategori TNM untuk Kanker Paru 9:
T : Tumor Primer
To = Tidak ada bukti ada tumor primer
Tx =Tumor primer sulit dinilai, atau tumor primer terbukti dari
penemuan sel tumor ganas pada sekret bronkopulmoner tetapi tidak
tampak secara radiologis atau bronkoskopis.
Tis =Karsinoma in situ
T1 =Tumor dengan garis tengah terbesar tidak melebihi 3 cm, dikelilingi
oleh jaringan paru atau pleura viseral dan secara bronkoskopik invasi
tidak lebih proksimal dari bronkus lobus (belum sampai ke bronkus
utama). Tumor sembarang ukuran dengan komponen invasif terbatas
pada dinding bronkus yang meluas ke proksimal bronkus utama.
T2 =Setiap tumor dengan ukuran atau perluasan sebagai berikut:
- Garis tengah terbesar lebih dari 3 cm
- Mengenai bronkus utama sejauh 2 cm atau lebih distal dari karina,
dapatmengenai pleura viseral
- Berhubungan dengan atelektasis atau pneumonitisobstruktif yang
meluas ke daerah hilus, tetapi belummengenai seluruh paru.
T3 =Tumor sembarang ukuran, dengan perluasan langsung pada dinding
dada (termasuk tumor sulkus superior), diafragma, pleura mediastinum
atau tumor dalam bronkus utama yang jaraknya kurang dari 2 cm sebelah
distal karina atau tumor yang berhubungan dengan atelektasis atau
pneumonitis obstruktif seluruh paru.
T4 =Tumor sembarang ukuran yang mengenai mediastinum atau
jantung, pembuluh besar, trakea, esofagus, korpus vertebra, karina, tumor
yang disertai dengan efusi pleura ganas atau tumor satelit nodul
ipsilateral pada lobus yang sama dengan tumor primer.

N : Kelenjar getah bening regional (KGB)


Nx =Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai
No =Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening
N1 =Metastasis pada kelenjar getah bening peribronkialdan/atau hilus
ipsilateral, termasuk perluasan tumor secara langsung
N2 =Metastasis pada kelenjar getah bening mediatinum ipsilateral
dan/atau KGB subkarina
N3 =Metastasis pada hilus atau mediastinum kontralateral atau KGB
skalenus/supraklavikula ipsilateral/kontralateral

M : Metastasis (anak sebar) jauh


Mx =Metastasis tak dapat dinilai
Mo =Tak ditemukan metastasis jauh
M1 =Ditemukan metastasis jauh. Nodul ipsilateral di luar lobus tumor
primer dianggap sebagai M1

2. Kanker paru sekunder


Merupakan penyakit kanker paru yang timbul sebagai dampak penyebaran
kanker dari bagian organ tubuh lainnya, yang paling sering adalah kanker
payudara dan kanker usus (perut). Kanker menyebar melalui darah, sistem
limpa atau karena kedekatan organ.7

2.6 Diagnosis
1. Anamnesis
Sesuaikan atau cocokkan dengan manifestasi dari Ca Paru yang dijelaskan
sebelumnya.

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara menyeluruh dan teliti.. Tumor
paru ukuran kecil dan terletak di perifer dapat memberikan gambaran
normal pada pemeriksaan. Tumor dengan ukuran besar, terlebih bila disertai
atelektasis sebagai akibat kompresi bronkus, efusi pleura atau penekanan
vena kava akan memberikan hasil yang lebih informatif,2pada 50% pasien
NSCLC dan 25% pasien SCLC didapatkan adanya sindrom vena cava.10
Pemeriksaan ini juga dapat memberikan data untuk penentuan stage kanker,
seperti pembesaran KGB (kelenjar getah bening) atau tumor diluar
paru.Metastasis keorgan lain juga dapat dideteksi dengan perabaan hepar,
pemeriksaan funduskopi untuk mendeteksi peninggian tekanan intrakranial
dan terjadinya fraktur sebagai akibat metastasis ke tulang.2

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Untuk kanker paru pada pemeriksaan foto toraks PA/lateral akan dapat
dilihat bila masa tumor dengan ukuran tumor lebih dari 1 cm. Tanda yang
mendukung keganasan adalah tepi yang ireguler, disertai identasi pleura,
tumor satelit. Pada foto, tumor juga dapat ditemukan telah invasi ke
dinding dada, efusi pleura, efusi perikard dan metastasis intrapulmoner.2
- Gambaran radiologis Small Cell Lung Carcinoma (SCLC)

Tampak gambaran opasitas pada paru bagian kiri atas. Juga tampak gambaran nodul
pada paru kanan bagian bawah yang diduga deposit metastasis. Peningkatan opasitas
pada paratracheal paru kanan yang mengindikasikan limfadenopathy. Efusi pleura yang
minimal dengan blunting sudut costiphrenicus.
Tampak peningkatan opasitas pada hilus dan region peretracheal kanan dengan
penebalan garis paratracheal kanan. Pengurangan volume juga terlihat pada lobus
bawah paru kanan. SCLC sering muncul sebagai massa pada hilus atau mediastinal.

- Gambaran radiologis Non Small Cell Lung Carcinoma

Tampak gambaran efusi pleura dan berkurangnya volume sekunder dari NSCLC pada
lobus basal paru kiri. Pemeriksaan pada cairan efusi pleura didapatkan hasil maligna
dan lesi tidak dapat dioperasi
NSCLC, kolaps pada puncak paru kiri yang hampir selalu disebabkan oleh carcinoma
endobronchial brokhogenik.

NSCLC, kolaps penuh pada paru kiri sekunder dari carcinoma bronkhogenik pada
bronkus utama kiri.

CT-Scan dapat menentukan kelainan di paru secara lebih baik daripada


foto toraks. CT-scan dapat mendeteksi tumor dengan ukuran lebih kecil
dari 1 cm secara lebih tepat. Demikian juga tanda-tanda proses keganasan
juga tergambar secara lebih baik, bahkan bila terdapat penekanan
terhadap bronkus, tumor intra bronkial, atelektasis, efusi pleura yang
tidak masif dan telah terjadi invasi ke mediastinum dan dinding dada
meski tanpa gejala. Lebih jauh lagi dengan CT-scan, keterlibatan KGB
yang sangat berperan untuk menentukan stage juga lebih baik karena
pembesaran KGB (N1 s/d N3) dapat dideteksi. Demikian juga
ketelitiannya mendeteksi kemungkinan metastasis intrapulmoner. USG
abdomen dapat melihat ada tidaknya metastasis di hati, kelenjar adrenal
dan organ lain dalam rongga perut.2

Kanan :CT scan posisi mediastinal pria 68 tahun dengan gejala batuk produktif dan
hemoptysis.Gambaran hiperdens, carcinoid endobonchial pada bronchus intermedius.
Kiri, CT scan potongan paru memperlihatkan kistik postobstuktif bronkiektasis yang
berat.

b. Bronkoskopi
Bertujuan diagnostik sekaligus dapat mengambil jaringan atau bahan
agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas. Pemeriksaan ada tidaknya
masa intrabronkus atau perubahan mukosa saluran napas, seperti terlihat
kelainan mukosa tumor misalnya, berbenjol-benjol, hiperemis, atau
stinosis infiltratif, mudah berdarah. Tampakan yang abnormal sebaiknya
di ikuti dengan tindakan biopsi tumor/dinding bronkus, bilasan, sikatan
atau kerokan bronkus.2
c. Biopsi Aspirasi Jarum
Apabila biopsi tumor intrabronkial tidak dapat dilakukan, misalnya
karena amat mudah berdarah, atau apabila mukosa licin berbenjol, maka
sebaiknya dilakukan biopsi aspirasi jarum, karena bilasan dan biopsi
bronkus saja sering memberikan hasil negatif.2
d. Sitologi sputum
Sitologi sputum adalah tindakan diagnostik yang paling mudah dan
murah. Kekurangan pemeriksaan ini terjadi bila tumor ada di perifer,
penderita batuk kering dan tehnik pengumpulan dan pengambilan sputum
yang tidak memenuhi syarat. Dengan bantuan inhalasi NaCl 3% untuk
merangsang pengeluaran sputum dapat ditingkatkan. Semua bahan yang
diambil dengan pemeriksaan tersebut di atas harus dikirim ke
laboratorium Patologi Anatomik untuk pemeriksaan sitologi/histologi.
Bahan berupa cairan harus dikirim segera tanpa fiksasi, atau dibuat
sediaan apus, lalu difiksasi dengan alkohol absolut atau minimal alkohol
90%. Semua bahan jaringan harus difiksasi dalam formalin 4%.2
e. Pemeriksaan Cairan Pleura (Kalau ditemukan efusi pleura)
Cairan efusi dapat bersifat transudat maupun eksudat, dan juga bersifat
hemoragik karena dapat dilewati sel-sel darah terutama eritrosit, kadar
glukosa rendah.

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari kanker paru antara lain:
1. Kanker Mediastinum
2. Tuberculosis

2.8 Penatalaksanaan
Pengobatan kanker paru adalah combined modality therapy (multi-modaliti
terapi). Kenyataanya pada saat pemilihan terapi, sering bukan hanya diharapkan
pada jenis histologis, derajat dan tampilan penderita saja tetapi juga kondisi non-
medis seperti fasilitas yang dimiliki rumah sakit dan ekonomi penderita juga
merupakan faktor yang amat menentukan.2
Adapun penanganan Kanker paru yang dapat dilakukan adalah:
1. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada kanker paru adalah untuk NSCLC stadium I dan
II. Pembedahan juga merupakan bagian dari “combine modality therapy”,
misalnya kemoterapi neoadjuvan untuk NSCLC stadium IIIA. Indikasi lain
adalah bila ada kegawatan yang memerlukan intervensi bedah, seperti
kanker paru dengan sindroma vena kava superiror berat.2
Prinsip pembedahan adalah sedapat mungkin tumor direseksi lengkap
berikut jaringan KGB intrapulmoner, dengan lobektomi maupun
pneumonektomi. Segmentektomi atau reseksi baji hanya dikerjakan jika faal
paru tidak cukup untuk lobektomi. Tepi sayatan diperiksa dengan potong
beku untuk memastikan bahwa batas sayatan bronkus bebas tumor. KGB
mediastinum diambil dengan diseksi sistematis, serta diperiksa secara
patologi anatomis. Hal penting lain yang penting dingat sebelum melakukan
tindakan bedah adalah mengetahui toleransi penderita terhadap jenis
tindakan bedah yang akan dilakukan. Toleransi penderita yang akan dibedah
dapat diukur dengan nilai uji faal paru dan jika tidak memungkin dapat
dinilai dari hasil analisis gas darah (AGD).2

2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan
bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi,
seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/
bronkus. Pada terapi kuratif, radioterapi menjadi bagian dari kemoterapi
neoadjuvan untuk NSCLC stadium IIIA. Pada kondisi tertentu, radioterapi
saja tidak jarang menjadi alternatif terapi kuratif.2,11Radiasi sering
merupakan tindakan darurat yang harus dilakukan untuk meringankan
keluhan penderita, seperti sindroma vena kava superiror, nyeri tulang akibat
invasi tumor ke dinding dada dan metastasis tumor di tulang atau otak.2,11

3. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor, untuk
menangani pasien SCLC atau dengan metastase luas serta untuk melengkapi
bedah atau terapi radiasi. Kemoterapi dapat diberikan pada semua kasus
kanker paru. Syarat utama harus ditentukan jenis histologis tumor dan
tampilan (performance status) harus lebih dari 60 menurut skala Karnosfky
atau 2 menurut skala WHO. Kemoterapi dilakukan dengan menggunakan
beberapa obat antikanker dalam kombinasi regimen kemoterapi. Pada
keadaan tertentu, penggunaan 1 jenis obat anti kanker dapat dilakukan.2
Geftinib dapat digunakan untuk terapi lini pertama pada pasien NSCLC,
yang dipilih berdasarkan mutasi EGFR yang mampu meningkat angka
kelangsungan hidup, dengan toksisitas yang dapat diterima, dibandingkan
dengan kemoterapi laiinya. 2
Prinsip pemilihan jenis antikanker dan pemberian sebuah regimen
kemoterapi adalah2:
a. Platinum based therapy ( sisplatin atau karboplatin)
b. Respons obyektif satu obat antikanker sebesar 15%
c. Toksisiti obat tidak melebihi grade 3 skala WHO
d. Terapi harus dihentikan atau diganti bila setelah pemberian 2 siklus pada
penilaian terjadi tumor progresif.

4. Photodynamic Therapy (PDT)


Satu terapi yang lebih baru yang digunakan untuk beberapa tipe dan
tingkatan dari kanker paru (begitu juga beberapa kanker-kanker lain) adalah
photodynamic therapy.
Pada perawatan photodynamic, suatu 17ocal17 photosynthesizing (seperti
suatu porphyrin, suatu 17ocal17 yang terjadi secara alami di tubuh)
disuntikkan kedalam aliran darah beberapa jam sebelum operasi.12
Selama waktu ini, 17ocal17 ini menempatkan dirinya secara selektif pada
sel-sel yang tumbuh dengan cepat seperti sel-sel kanker. Suatu prosedur
kemudian mengikutinya dimana dokter menggunakan suatu sinar dengan
panjang gelombang tertentu melalui suatu tongkat yang dipegang tangan
langsung ke tempat dari kanker dan jaringan-jaringan sekitarnya. Energi
dari sinar mengaktifkan 17ocal17 photosensitizing, menyebabkan produksi
dari suatu racun yang menghancurkan sel-sel tumor.12
PDT mempunyai keuntungan-keuntungan yang mana ia dapat secara tepat
mengenai sasaran dari lokasi kanker, lebih tidak 17ocal17si daripada
operasi, dan dapat diulang pada tempat yang sama jika diperlukan.
Kelemahan-kelemahan dari PDT adalah bahwa ia hanya bermanfaat dalam
merawat kanker-kanker yang dapat dicapai dengan suatu sumber sinar dan
tidak cocok untuk perawatan kanker-kanker yang luas/ekstensif. Penelitian
sedang berlangsung untuk lebih jauh menentukan keefektivitasan PDT pada
kanker paru.12

Tujuan pengobatan kanker dapat berupa11:


1. Kuratif, yaitu untuk memperpanjang masa bebas penyakit danmeningkatkan
angka harapan hidup klien.
2. Paliatif , untuk mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
3. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal, untuk mengurangi dampak
fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
4. Suportif, untuk menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal seperti
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan
anti infeksi

2.9 Prognosis
Prognosis dari kanker paru merujuk pada kesempatan untuk penyembuhan
dan tergantung dari lokasi dan ukuran tumor, kehadiran gejala-gejala, tipe kanker
paru, dan keadaan kesehatan secara keseluruhan dari pasien.12
SCLC mempunyai pertumbuhan paling agresif, dengan suatu waktu
kelangsungan hidup median (angka yang ditengah-tengah) hanya dua sampai
empat bulan setelah didiagnosis jika tidak dirawat. (Itu adalah pada dua sampai
empat bulan separuh dari semua pasien-pasien telah meninggal). Bagaimanapun,
SCLC adalah juga tipe kanker paru yang paling 18ocal18sive pada terapi radiasi
dan kemoterapi. Karena SCLC menyebar sangat cepat dan biasanya berhamburan
pada saat diagnosis, metode-metode seperti pengangkatan secara operasi atau
terapi radiasi 18ocal berkurang efektif dalam merawat tipe tumor ini.
Bagaimanapun, ketika kemoterapi digunakan sendiri atau dalam kombinasi
dengan metode-metode lain, waktu kelangsungan hidup dapat diperpanjang empat
sampai lima kali.12Namun, kelangsungan hidup secara keseluruhan rata-rata
pasien dengan pengobatan kombinasi hanya 12 bulan saja.1
Dari semua pasien-pasien dengan SCLC, hanya 5%-10% masih hidup lima
tahun setelah diagnosis. Kebanyakan dari mereka yang selamat (hidup lebih lama)
mempunyai tingkat yang terbatas dari SCLC.12Pada non-small cell lung cancer
(NSCLC), hasil-hasil dari perawatan standar biasanya keseluruhannya jelek
namun kebanyakan kankeryang terlokalisir dapat diangkat secara operasi.
Bagaimanapun, pada tingkat I kanker dapat diangkat sepenuhnya, angka
kelangsungan hidup lima tahun dapat mendekati 75%. Terapi radiasi dapat
menghasilkan suatu penyembuhan pada suatu minoritas dari pasien-pasien dengan
NSCLC dan menjurus pada pembebasan gejala-gejala pada kebanyakan pasien-
pasien.12
Prognosis keseluruhan untuk kanker paru adalah jelek jika dibandingkan
dengan beberapa kanker-kanker lain. Angka-angka kelangsungan hidup untuk
kanker paru umumnya lebih rendah daripada yang untuk kebanyakan kanker-
kanker, dengan suatu angka keseluruhan kelangsungan hidup lima tahun untuk
kanker paru sebesar 16% dibandingkan dengan 65% untuk kanker kolon, 89%
untuk kanker payudara, dan lebih dari 99% untuk kanker prostat.12

2.10 Pencegahan
Penghentian merokok adalah langkah/tindakan yang paling penting yang
dapat mencegah kanker paru.3,12 Banyak produk-produk, seperti permen karet
nikotin, spray-spray nikotin, atau inhaler-inhaler nikotin, mungkin bermanfaat
bagi orang-orang yang mencoba berhenti merokok. Mengecilkan paparan pada
merokok pasif juga adalah suatu tindakan pencegahan yang efektif. Menggunakan
suatu kotak tes radon rumah dapat mengidentifikasi dan mengizinkan koreksi dari
tingkat-tingkat radon yang meningkat di rumah, yang juga dapat menyebabkan
kanker-kanker paru. Metode-metode yang mengizinkan deteksi dini kanker-
kanker, seperti helical low-dose CT scan, mungkin juga bermanfaat dalam
mengidentifikasi kanker-kanker kecil yang dapat disembuhkan dengan resection
secara operasi dan pencegahan dari kanker yang menyebar luas dan tidak dapat
disembuhkan.12
Makan makanan yang mengandung buah-buahan dan sayuran. Pilih diet
sehat dengan berbagai buah-buahan dan sayuran. Makanan sumber vitamin dan
nutrisi yang terbaik. Hindari mengambil dosis besar vitamin dalam bentuk pil,
karena mungkin akan berbahaya.
Sebagai contoh, para peneliti berharap untuk mengurangi risiko kanker
paru-paru pada perokok berat memberi mereka suplemen beta karoten. Hasilnya
menunjukkan suplemen benar-benar meningkatkan risiko kanker pada perokok.12
Akhir-akhir ini pencegahan dengan chemoprevention banyak dilakukan,
yakni dengan memakai derivate asam retinoid, carotenoid, vitamin C, selenium
dan lain-lain. Jika seseorang berisiko terkena kanker paru maka penggunaan
betakaroten, retinol, isotretinoin ataupun N-acetyl cystein dapat meningkatkan
resiko kanker paru pada perokok. Untuk itu, penggunaan kemopreventif ini masih
memerlukan penelitian lebih lanjut sebelum akhirnya direkomendasi untuk
digunakan. Hingga saat ini belum ada konsensus yang diterima oleh semua
pihak.3
BAB III
LAPORAN KASUS

Identitas pasien

Nama : Rafles Bur

Umur : 60 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

No. RM : 01 01 28 40

Alamat : Jorong Sijunjung

Anamnesis (diberikan oleh pasien sendiri)

Seorang pasien laki-laki berumur 60 tahun masuk bangsal Paru RSUP M. Djamil

pada tanggal 13 Juli 2018.

Keluhan Utama :

Sesak nafas sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu

Riwayat penyakit sekarang :

 Sesak nafas sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu, tidak menciut, meningkat

dengan aktivitas, karena sesaknya pasien suka berbaring ke kiri. Pasien berobat

ke RSUD Sawahlunto, dilakukan rontgen thorax dan echocardiografi

didapatkan efusi pleura kemudian pasien dirujuk ke RSUP MDjamil. Pasien

dirawat 2x rawatan. Pertama selama 3 hari, dilakukan pungsi cairan pleura 2x

didapatkan total cairan 1700 cc serohemorragic. Kemudian pasien minta

pulang. Rawatan kedua selama 1 minggu telah dilakukan bronkoskopi dengan

kesan massa di LBKI

 Nyeri dada (+) sebelah kiri, tidak menjalar, hilang timbul

 Batuk (+) sejak 1 minggu ini, dahak putih encer


 Batuk darah (-) riwayat batuk darah (-)

 Keringat malam (-)

 Mual (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-)

 Nafsu makan (+) menurun sejak 2 bulan yang lalu

 BB menurun (+) pasien tidak tau berapa kg

 Suara serak (-)

 Nyeri menelan (-)

 BAB dan BAK tidak ada keluhan

Riwayat penyakit dahulu :

 Riwayat keganasan (-)

 Riwayat hipertensi (-)

 Riwayat diabetes mellitus (-)

 Riwayat minum OAT (-)

Riwayat Pengobatan :

 Riwayat minum OAT (-)

Riwayat penyakit keluarga :

 Riwayat keganasan (-)

 Riwayat hipertensi (-)

 Riwayat diabetes mellitus (-)

 Riwayat minum OAT (-)

Riwayat pekerjaan, sosial ekonomi, kejiwaan, dan kebiasaan :

 Pasien seorang wiraswasta dan merokok 36 batang/hari, lama 40 tahun (IB

berat) berhenti sejak 3 bulan yang lalu


PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan umum :Tampak sakit sedang

Kesadaran :Komposmentis kooperatif

Tekanan darah :110/70 mHg

Frekuensi nadi : 94 kali/ menit

Frekuensi napas :24 kali/ menit

Suhu :36,7oC

BB : 55 kg

TB : 165 cm

Status gizi : Normoweight (IMT: 20,7 kg/m2)

Sianosis :Tidak ada

Edema :Tidak ada

Ikterus : Tidak ada

Kulit : Teraba hangat, turgor baik, ptekie (-)

Kelenjar getah bening :Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening

Kepala :Normosefal

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut

Mata :Konjungtiva anemis -/-, sklera tidak ikterik

Telinga : Tanda radang (-)

Hidung : Perdarahan (-), tanda radang (-)

Mulut :Mukosa bibir dan mulut basah, karies gigi ada, tidak ada

lidah kotor
Leher :JVP 5-2 cmH2O, kaku kuduk (-)

Dada :Normochest

Paru-paru : Inspeksi : Kiri cembung dari kanan (statis),

pergerakan kiri tertinggal dari

kanan (dinamis)

Palpasi : fremitus kiri < kanan

Perkusi : kanan : sonor

Kiri : atas-RIC V sonor

RIC V kebawah pekak

Auskultasi : Kanan : SN bronkovesikuler Rh +

wh -

Kiri : atas s/d RIC V : SN

bronkovesikuler rh (-) wh (-)

RIC V sampai kebawah : SN

menghilang

Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari medial

linea midklavikularis sinistra

ruang interkosta V

Perkusi : batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : bunyi jantung reguler, irama

teratur, bising jantung tidak ada

Abdomen

Inspeksi :distensi (-)


Palpasi : hepar dan lien tidak teraba

Perkusi :timpani

Auskultasi :bising usus (+) normal

Punggung :Inspeksi : Kiri cembung dari kanan (statis),

pergerakan kiri tertinggal dari

kanan (dinamis)

Palpasi : fremitus kiri < kanan

Perkusi : kanan : sonor

Kiri : atas-RIC V sonor

RIC V kebawah pekak

Auskultasi : Kanan : SN bronkovesikuler Rh +

wh -

Kiri : atas s/d RIC V : SN

bronkovesikuler rh (-) wh (-)

RIC V sampai kebawah : SN

menghilang

Genitalia :tidak diperiksa

Ekstremitas :akral hangat, perfusi baik, refleks fisiologis +/+, refleks

patologis -/-, edema -/-

Laboratorium

Tanggal 13 Juli 2018

Hemoglobin : 11,1 gr/dl (N=14-18 gr/dl)

Leukosit : 11.600/mm3 (N= 5.000-10.000 /mm3)

Trombosit : 471.000/ mm3(N= 150.000-400.000 /mm3)


Hematokrit : 30% (N= 40-48%)

GDS : 127 mg/dl

Ureum darah : 18 mg/dl

Kreatinin darah : 0,9 mg/dl

Na/K/Cl : 131/4,7/98 mmol/L

Bilirubin total : 0,3 mg/dl

Bil direct : 0,2 mg/dl

Bil indirect : 0,1 mg/dl

SGOT/SGPT : 17/10 mg/dl

Total Protein : 6,7 mg/dl

Alb/Glo : 3,5/3,2 mg/dl

Kesan : Leukositosis, hiponatrium, hipoalbumin, hiperglobulin

Ro Thorax:
Diagnosis kerja :Susp Ca Bronkogenik jenis sel belum

diketahuiT4NxM1a + efusi pleura sinistra ps 70-80 +

sindrom paraneoplastik dengan hiponatremia

Terapi :

- O2 3 – 4 L via nasal canul

- IVFD Asering 12 jam/kolf

- As mefenamat 3 x 500 mg

Rencana : Proof dan pungsi pleura, bronkoskopi ulang, TTNA

guide USG

Follow up :

Jumat, 13 Juli 2018

Telah dilakukan proof di LAM sinistra RIC VIII didaptkan cairan serohemoragic

10cc, kemudian dilanjutkan pungsi cairan pleura dan didaptkan cairan 300 cc

serohemoragik, cairan dikirim untuk pemeriksaan analisa cairan pleura

S/ Sesak napas (+) ↓


Demam (-)

Nyeri di luka pungsi (+)

O/ KU :tampak sakit sedang

Kesadaran :komposmentis kooperatif

Tekanan darah :110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 90 kali/menit

Frekuensi napas : 20 kali/menit

Suhu :36,7oC

Paru :Auskultasi : Ka = SN Bronkovesikuler, rh -, wh -

Ki = SN melemah

A/ Susp Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahuiT4NxM1a efusi pleura sinistra

ps 70-80 dengan paraneoplasti sindrom dengan hiponatremia

P/ Terapi lanjut, kirim cairan pleura untuk analisis cairan pleura

Senin, 16 Juli 2018

S/ Sesak napas (+) ↓

Nyeri dada (-) ↓

Demam (-)

O/ KU :tampak sakit sedang

Kesadaran :komposmentis kooperatif

Tekanan darah :110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 90 kali/menit

Frekuensi napas : 22 kali/menit

Suhu :36,7oC

Paru :Auskultasi : Ka = SN Bronkovesikuler, rh -, wh -


Ki = SN melemah

A/ Susp Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahuiT4NxM1a efusi pleura sinistra

ps 70-80 dengan paraneoplasti sindrom dengan hiponatremia (on koreksi)

P/ Terapi lanjut, rencana bronkoskopi ulang

Selasa, 17 Juli 2018

S/ Sesak napas (+) ↓

Nyeri dada (-) ↓

Demam (-)

O/ KU :tampak sakit sedang

Kesadaran :komposmentis kooperatif

Tekanan darah :110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 85 kali/menit

Frekuensi napas : 23 kali/menit

Suhu :36,7oC

Paru :Auskultasi : Ka = SN Bronkovesikuler, rh -, wh -

Ki = SN melemah

A/ Susp Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahuiT4NxM1a efusi pleura sinistra

ps 70-80 dengan paraneoplasti sindrom dengan hiponatremia

P/ Terapi lanjut, rencana bronkoskopi ulang (Jumat 20 Juli 2018)

Rabu, 18 Juli 2018

S/ Sesak napas (+) ↓

Nyeri dada (-) ↓

Demam (-)
O/ KU :tampak sakit sedang

Kesadaran :komposmentis kooperatif

Tekanan darah :110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 90 kali/menit

Frekuensi napas : 20 kali/menit

Suhu :36,7oC

Paru :Auskultasi : Ka = SN Bronkovesikuler, rh -, wh -

Ki = SN melemah

A/ Susp Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahuiT4NxM1a efusi pleura sinistra

ps 70-80 dengan paraneoplasti sindrom dengan hiponatremia

P/ Terapi lanjut, rencana bronkoskopi ulang


Codein 3x10 mg po
Cetirizine 1x10 mg po

Kamis, 19 Juli 2018

S/ Sesak napas (+) ↓

Nyeri dada (-) ↓

Demam (-)

O/ KU :tampak sakit sedang

Kesadaran :komposmentis kooperatif

Tekanan darah :110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 90 kali/menit

Frekuensi napas : 20 kali/menit

Suhu :36,7oC

Paru :Auskultasi : Ka = SN Bronkovesikuler, rh -, wh -


Ki = SN melemah

A/ Susp Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahuiT4NxM1a efusi pleura sinistra

ps 70-80 dengan paraneoplasti sindrom dengan hiponatremia

P/ Terapi lanjut

Selasa, 24 Juli 2018

Telah dilakukan bronkoskopi ulang tgl 20 Juli 2018 dengan hasil pita suara, trakea,

karina dalam batas normal. Pada LBKI ditemukan lumen menyempit, tampak

massa, berbenjol-benjol, hiperemis, udem, mudah berdarah, dilakukan sikatan dan

bilasan bronkus.

Kesimpulan: Massa di LBKI

S/ Sesak napas (+) ↓

Nyeri dada (-) ↓

Demam (-)

O/ KU :tampak sakit sedang

Kesadaran :komposmentis kooperatif

Tekanan darah :110/70 mmHg

Frekuensi nadi : 90 kali/menit

Frekuensi napas : 20 kali/menit

Suhu :36,7oC

Paru :Auskultasi : Ka = SN Bronkovesikuler, rh -, wh -

Ki = SN melemah

A/ Susp Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahuiT4NxM1a efusi pleura sinistra

ps 70-80 dengan paraneoplasti sindrom dengan hiponatremia

P/ Terapi lanjut
BAB IV
DISKUSI

Pasien adalah seorang laki-laki berumur 60 tahun. Sesuai dengan data

epidemiologi, insiden kanker paru lebih tinggi pada pria dibandingkan wanita dan

merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada laki-laki (21.8%). Insiden

kanker paru meningkat pada usia > 40 tahun.

Berdasarkan anamnesis, pasien mengeluhkan adanya sesak nafas. Pasien

mengaku bahwa sesaknya berkurang ketika pasien tidur miring ke arah kiri. Sesak

pada pasien ini dapat disebabkan oleh massa yang terdapat pada paru atau akibat

adanya efusi pleura yang diakibatkan oleh keganasan pada paru. Pada keganasan,

efusi pleura terjadi akibat adanya perubahan pada permeabilitas membran yang

membuat cairan berpindah ke rongga pleura. Pada pasien efusi pleura, tidur miring

ke arah yang sakit merupakan salah satu usaha untuk mengurangi sesak karena

dengan posisi tersebut, luas permukaan paru yang diliputi cairan akan berkurang.

Pasien sebelumnya sudah pernah dirawat dan dilakukan pungsi cairan pleura

sebanyak 2 kali dengan jumlah cairan ± 1700 cc serohemoragik. Efusi pleura yang

masif, berulang, bersifat eksudat dan serohemoragik merupakan tanda-tanda dari

efusi pleura akibat keganasan.

Selain itu, pasien juga mengeluhkan adanya nyeri dada dan batuk yang

merupakan gejala-gejala yang dapat ditimbulkan oleh tumor paru. Nyeri dada dapat

disebabkan oleh invasi dari massa yang ada di paru. Nyeri dada dapat pula

berhubungan dengan perluasan ke mediastinum atau dinding toraks atau

berhubungan dengan keterlibatan pleura. Batuk dapat disebabkan oleh rangsangan


yang ditimbulkan oleh penekanan massa pada reseptor batuk seperti bronkus. Batuk

merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker paru.

Dari anamnesis diketahui bahwa pasien adalah seorang perokok dengan

konsumsi rokok ± 36 batang/hari selama ± 40 tahun (IB berat). Dalam kaitannya

dengan pengaruh karsinogenik, terdapat bukti kuat bahwa merokok merupakan

faktor risiko utama penyebab perubahan genetik yang menyebabkan kanker paru.

Bukti klinis terutama berupa pembuktian adanya perubahan progresif di epitel yang

melapisi saluran napas pada perokok kronis. Terdapat korelasi linier antara

intensitas pajanan asap rokok dan munculnya perubahan epitel yang dimulai dengan

hiperplasia sel basal yang relatif tidak membahayakan dan metaplasia skuamosa

dan berkembang menjadi displasia skuamosa dan karsinoma in situ, sebelum

memuncak menjadi karsinoma invasif. Di antara berbagai subtipe histologik kanker

paru, karsinoma sel skuamosa dan karsinoma sel kecil memperlihatkan keterkaitan

paling kuat dengan pajanan tembakau.

Berdasarkan pemeriksaan fisik paru didapatkan fremitus kiri lebih lemah

dibanding fremitus kanan, hal tersebut dapat menujukan bahwa terdapat gangguan

dalam hantaran paru ke dinding dada, bisa disebabkan oleh massa ataupun adanya

cairan (efusi pleura). Selain itu didapatkan juga intensitas suara nafas kiri atas

melemah dari kanan, hal ini dapat terjadi karena adanya massa atau cairan.

Pemeriksaan perkusi didapatkan redup pada hemithorax kiri menandakan ada masa/

cairan.

Pada pasien dilakukan pemeriksaan penunjang berupa foto thorax PA dan

didapatkan kesan massa pada paru kiri yang disertai dengan efusi pelura kiri. Pada

pemeriksaan laboraturium, didapatkan kesan trombositosis dan hiponatremia pada


pasien. Kedua hal ini merupakan bagian dari sindrom paraneoplastik yang dapat

terjadi pada pasien keganasan. Trombositosis dapat disebabkan oleh peningkatan

IL-6 pada pasien kanker yang menstimulasi produksi berlebihan dari trombosit.

Hiponatremia dapat terjadi akibat adanya sekresi yang tidak tepat dari Arginine

Vasopressin (AVP) oleh sel tumor yang menyebabkan sekresi berlebihan dari

antidiuretik hormon. Hal ini disebut dengan Inappropriate ADH Secretion

(SIADH).

Selain itu, pada pasien juga dilakukan pemeriksaan bronkoskopi dengan

kesan massa di LBKi Pada pasien belum dilakukan pemeriksaan bronkoskopi.

Secara teori bronkoskopi dengan tujuan diagnostik dapat diandalkan untuk

mengambil jaringan atau bahan agar dapat dipastikan ada tidaknya sel ganas

melalui sikatan atau bilasan bronkus. Bronkoskopi adalah tindakan medis yang

bertujuan untuk melakukan visualisasi trakea dan bronkus, melalui bronkoskop,

yang berfungsi dalam prosedur diagnostik dan terapi penyakit paru.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

pasien didiagnosa kerja dengan Suspek Ca Bronkogenik jenis sel belum diketahui

T4NxM1a + efusi pleura sinistra ps 70-80 + sindrom paraneoplastik dengan

hiponatremia. Staging ditentukan sebagai T4 karena pasien positif megalami efusi

pelura, Nx karena belum dilakukan pemeriksaan penujang untuk menilai

keterlibatan KGB, dan M1a karena sudah ada metastasis di paru berupa efusi

pelura. Performance status memiliki skor 70 – 80 karena pasien masih bisa

merawat diri sendiri meski sudah mengalami gejala-gejala dari penyakitnya.

Pada pasien diberikan nasal kasul O2 3-4 L, IVFD asering 12 jam/ kolf, dan

asam mefenamat 3 x 500 mg. Pemberian oksigen nasal kanul 3-4 liter per menit
bertujuan untuk meningkatkan tekanan oksigen alveolar, pengurangan usaha napas

untuk mempertahankan tekanan oksigen alveolar dan penurunan kerja miokardium

untuk mempertahankan tekanan oksigen arteri. Pemberian asam mefenamat

dilakukan untuk menatalaksana nyeri yang dialami pasien.


DAFTAR PUSTAKA

1. Kalantari Farhad, Sarami Abdollah, Shahba Nariman, Marashi seyed Kamal,


Reza Shafiezadeh. Prevalence of cancers in the National Oil Company
employees referred to Ahwaz health and industrial medicine in 5 years
(Ministry of oil). Life Science Journal. 2011;8(4):698-700] (ISSN:1097-8135).
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003. Kanker Paru Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan Di Indonesia.Jakarta
3. Landis SH, Mliiray T, Bolden S, Wingo PA. Cancer 1998. Ca Cancer J Clin
1998; 48:6-29.
4. Baron DN. Kapita Selekta Patologi Klinik, EGC, Jakarta, 1995: 227
5. Stover DE. Women, smoking and lung cancer. Chest 1998; 113:1-2.
6. Scottish Intercollegiate Guidelines network. Management of patients with lung
cancer. A national clinical guidelines. SIGN, Eidenburg, 2005.
7. Jusuf A, Harryanto A, Syahruddin E, Endardjo S, Mudjiantoro S, Sutandio N.
Kanker paru jenis karsinoma bukan sel kecil . Pedoman nasional untuk
diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia 2005. PDPI dan POI, Jakarta,
2005.
8. Price S.A, Wilson L.M., 1995. Patofisiologi. Buku 2. Edisi 4. EGC Jakarta.
Hal. 1049 – 1051
9. National Collaborating Center for Acute Care. Lung cancer: The diagnosis and
treatment of lung cancer. Clinical Effectiveness Unit, London, 2005.
10. Division of Thoracic Oncology. Focus on Lung Cancer. 2006.
11. Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3,
Balai Penerbit FKUI,Jakarta
12. Practice Guidelines in Oncology Non-small Cell Lung Cancer. Version
1.2002. National Comprehensive Cancer Network (NCCN). 2002.

Anda mungkin juga menyukai